“Tanpa harus kujawab, kamu bisa menggambarkan sendiri. Apa pun gambaran yang ada di pikiranmu, terserah,” jawab Taufan datar sambil menatap Arya. Arya membisu dengan menghela napas panjang saat melihat ekspresi Taufan yang tidak berkenan untuk menjawab pertanyaan yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan. Semua orang punya masalah pribadi yang tidak semua perlu diketahui oleh banyak orang. Ia cukup menundukkan pandangan setelah ditolong olehnya meskipun telah berteman lama. Pertemanan dengan waktu yang cukup lama, tidak menutup kemungkinan bisa bebas mengatakan dan menanyakan apa pun termasuk masalah pribadinya. Berbeda dengan seseorang yang terbuka atau memulai bercerita tentang masalah pribadi yang dimiliki. Semua yang terjadi dalam kehidupan masing-masing tidak ada yang tahu dan memang tidak perlu diberitahukan kepada siapa pun. “Terima kasih.” “Sama-sama. Semoga suka dengan pelayanan yang ada di ruma
“Posisi Tuan muda di rumah Mas Taufan?” tanya Willy di balik handphone.“Iya. Kenapa? Ada apa?”“Apakah semuanya baik-baik aja?” Willy malah mengajukan pertanyaan kembali.“Aku baik-baik aja. Pak Willy jangan khawatir. Aku mau melanjutkan perjalananku dulu.”“Tunggu, tunggu, Tuan muda.” Willy mencegah Arya yang akan menutup panggilannya.Arya berdesis sambil mengernyitkan dahi. Ia pun heran dengan nada yang didengar di balik handphone. Nada khawatir akan sesuatu yang terjadi, tetapi tidak diketahui olehnya. “Ada apa? Apakah ada berita buruk dari Ayah?” tanya Arya yang tiba-tiba kepikiran dengan kondisi ayahnya.“Bukan, Tuan muda. Tuan besar baik-baik saja. Saya ….”“Jika masih panjang untuk dibahas maka nanti saja membahasnya karena aku sedang sarapan bersama Taufan.” Arya memotong pembicaraan Willy lalu mematikan panggilan masuk darinya.Arya sengaja memotong pembicaraan Willy yang belum selesai karena merasa ditunggu oleh Taufan untuk sarapan bersama. Jika maka
“Permisi, Tuan, handphone tolong dimatikan atau mode pesawat,” kata pramugari yang melewatinya dengan ramah. “Baik.” Arya mengganti mode handphone menjadi mode pesawat lalu meletakkan handphone di dalam kantong jaket. Ia mengenakan sabuk pengaman yang dipasang di bagian pinggang. Pesawat yang ditumpanginya lepas landas. Arya memandangi Cahaya yang memejamkan mata dengan santai. Namun, ia masih bertanya-tanya atas sesuatu yang terjadi padanya selama beberapa hari belakangan. Setelah pesawat lepas landas, ia melihat foto yang dikirim oleh dua pengawal. Jemari memperbesar foto pria yang mengenakan jaket cokelat dengan kacamata di atas kepala. Rambut berwarna hitam kecokelatan dan tampak sedang bersantai, tetapi tangan kanan sibuk memegang handphone dan terlihat seperti sedang menghubungi atau mengirim pesan ke seseorang. Jemari kanan terdapat sebuah cincin yang melingkar dan tanda lahir di dekat hidung sisi kiri.
“Di belakangmu, ada dua pria asing sedang mengawasi kita. Satu pria, sudut kananmu mengenakan jaket cokelat dengan kacamata hitam dan rambut lurus. Sudut kirimu ada satu pria lain berkulit hitam, pakaian serba hitam dan mengenakan kacamata hitam. Mereka baru saja menuruni pesawat dan pandangan mengarah ke kita.” Kedua pundak Cahaya naik secara bersamaan disertai dengan napas naik turun cepat. Keterkejutan yang didapatkan olehnya, seperti kaki yang membeku saat berada di gunung es. Namun, Arya dengan cepat menenangkan istrinya yang terkena serangan panik. “Sayang, dengerin aku. Apa pun yang terjadi nanti, aku gak akan tinggal diam. Sekarang, kamu ambil lalu buang napas perlahan. Lakukan yang kukatakan.” “A-aku gak bisa lakuin itu. A-aku ingin pergi dari si-sini sek-sekarang juga,” kata Cahaya terbata-bata. Saat Cahaya menghadapi situasi yang terdesak dan pikiran sedang penuh dengan masalah maka akan mengalami seranga
“Mobil ini lebih nyaman dari sebelumnya.” Arya menjawab dengan padat tanpa ada alasan di belakangnya. “Kamu hanya menjawab itu saja?” protes Cahaya dengan intonasi penekanan. “Iya. Aku hanya sesuai porsiku aja. Apa pun pendapat dan alasanmu, aku gak peduli karena yang terpenting adalah keselamatanmu saat ini.” Arya menjawab keprotesannya yang membuatnya mematung. Cahaya membisu dan mematung saat Arya memedulikan keselamatannya. Namun, berasal dari raut wajah dan bibir yang hendak berucap bahwa menunjukkan ketidaksetujuannya dalam jawaban itu. Arya sudah bisa menduga dari ekspresi yang ditunjukkan olehnya bahwa masih protes dengan perbandingan mobil yang tadi dan sekarang. “Apakah mobil yang ini dan tadi berbeda? Kalau dilihat dari kapasitas dan kenyamanan lebih mengarah mobil yang tadi.” “Astaga, kamu itu menjawab aja. Intinya adalah lebih nyaman mobil ini dan kamu bisa berpikir seperti itu karena … mem
Tubuh Willy seakan membeku saat Cahaya mengajukan pertanyaan kepadanya. Willy tampak ragu akan menjawab pertanyaan Cahaya. Jika dia menggunakan nama asli maka kapanpun bisa terbongkar sosok yang sesungguhnya dan akan mencakup keseluruhan yang berkaitan dengannya. Arya melihat keraguan tangan kanan ayahnya pun ikut khawatir saat Willy menjawab nama asli atau menggunakan nama samaran. Pikiran Arya hanya ada dua saat ini untuk menunggu jawaban Willy dalam menjawab sebuah nama yang harus diketahui oleh Cahaya. Dia pun melirik Arya yang ada di sisi kiri selama tiga detik lalu menghela napas panjang sambil tersenyum dan mengembalikan posisi berdiri dengan sempurna. “Nama saya adalah Willy.” “Ah, Pak Willy. Baik, Pak. Terima kasih untuk tumpangannya,” balas Cahaya sambil tersenyum dan terkekeh. “Sama-sama. Oh, ya, Mbak dan Mas tidak perlu membayar uang sewa untuk menginap di rumah ini karena jarang dipakai dan ada orang.
Arya tetap melanjutkan langkahnya dengan mempercepat langkahnya dan berpura-pura tidak mendengar panggilan namanya. Namun, langkahnya dikejar oleh sosok yang memanggilnya. Pria itu adalah partner kerja di Bar hotel. Dia berhenti tepat di depan Arya sambil membungkukkan badan dengan napas naik turun cepat. Pria itu merangkulnya sekaligus meminta maaf kepadanya atas kejadian di Bar yang tidak membelanya sama sekali. “Eh, kamu. Ada apa?” “Bagaimana kabarmu? Kenapa kamu gak berhenti, waktu aku memanggilmu?” “Aku gak denger soalnya rame banget. Kabarku baik.” “Ba—” “Aku gak bisa lama-lama di sini karena ada sesuatu yang harus kuurus,” potong Arya secepat kilat sebelum membahas keadaan Cahaya. “Yah, padahal aku ingin berbincang denganmu soalnya lagi libur.” “Sorry, aku gak bisa. Lain kali aja.” “Okelah. Aku jalan duluan, ya soalnya mau bertemu dengan pa
“Gak, Mas. Aku gak marah dan malah senang karena kamu peduli dengan hal kecil yang mungkin jarang dinilai oleh kaum hawa saat pasangan membelikan istrinya baju, padahal pakaian adalah tujuan utama seorang wanita untuk mempercantik diri saat acara apa pun.” “Kenapa pakaian adalah tujuan utama seorang wanita untuk mempercantik diri?” “Karena siapa pun bisa menilai karakter seseorang dari cara berpakaian. Sebagus dan semahal apa pun pakaiannya ketika tidak sesuai atau tidak cocok dengan perempuan yang mengenakannya maka sama saja. Sebenarnya mempercantik diri dengan pakaian itu sangat mudah, Mas.” “Apa?” “Berterima kasih kepada suami yang membelikannya untuk istri,” jawab Cahaya sambil tersenyum lebar. Cahaya menjawab pertanyaan Arya dengan santai sambil memperagakan ke tubuhnya bahwa tujuan utama seorang perempuan untuk mempercantik diri dari segi pakaian. Semua orang bisa menilai siapa pun dari pakaian.
Arya membulatkan bola mata ketika Soeparman sudah berada di atas panggung bersama Cahaya dan terdapat Willy di belakang mereka. Ia tidak mengetahui hal yang dilakukan oleh ayahnya.“Bagaimana bisa Ayah ada di atas panggung? Apa yang terjadi?” tanya Arya yang tetap berusaha mengecilkan suaranya.“Tuan besar memaksa di belakang panggung, Tuan muda,” jawab salah satu pengawal.“Yang lain menyebar karena pengawal mereka ada di sini!” seru Arya sembari berjaga-jaga dengan mengawasi pengawal Stagle.Sorot mata seluruh tamu beralih ke suara Soeparman yang menggema di Aula dengan menampakkan keterkejutannya saat melihat tubuh Soeparman yang berdiri sehat sambil menatap mereka.“Ba-bagaimana Anda bisa berdiri di situ, Pak?” tanya salah satu tamu undangan.“Bisa saja.”“Apakah kematian Anda palsu?”“Ya, kematian dia palsu. Artinya adalah kalian dibohongi oleh Raja bisnis,” sahut Baidi yang menggebu-gebu dan terlihat untuk menghasut semua orang di Aula.“Kenapa Anda memalsukan kematian? Apa tuju
Hari pertemuan dengan para pengusaha pun tiba. Sekitar pukul enam malam, hotel mewah penuh dengan pengusaha terkenal yang merupakan rekan bisnis Soeparman. Beberapa pengawal bertugas di pintu depan untuk menyambut dan mengarahkan tamu undangannya. Sisanya bertugas di dalam Aula, mengoperasikan laptop dan membawa acara.Arya berada dalam Aula hotel untuk mengawasi keadaan dan memantau kedatangan Keanu, Baidi dan rekan bisnisnya dengan setelan berwarna hitam, memakai kumis dan terpasang alat pendengar di telinga untuk berkomunikasi dengan banyak orang yang bekerja sama dengannya.“Bagaimana kondisi di lantai bawah, apakah sudah terlihat Keanu, Baidi bersama dua pria dan dua wanita?” tanya Arya yang mengecilkan suaranya.“Belum, Tuan muda. Saya melihat Bapak Sentosa sedang berjalan kemari bersama Mas Krisna dan menantunya.”“Bagus. Bagaimana dengan kondisi Tuan besar, Cahaya dan satu orang yang menyamar sebagai Soeparman nanti?” tanya Arya sembari memerhatikan keadaan sekitarnya dan ters
“Mungkin urusan pekerjaannya sudah kelar, Tuan muda.”“Bisa jadi. Mudah-mudahan, firasatku salah soal ini.”Arya memandangi Stefano yang berbicara dengan Keanu bersama kekasihnya lalu Keanu memasuki Apartemen. Ia sedikit menunduk dengan posisi badan bersandar semakin ke bawah di kursi mobil selama sepuluh detik.Setelah semuanya aman, ia menyalakan dan menjalankan mobilnya. Ia menatap jalanan yang penuh dengan kendaraan itu dengan senyuman yang penuh dengan rencana yang matang untuk dilakukan kepada keluarga Stagle dan rekan bisnisnya yang bekerja sama untuk menjalankan bisnis gelap yang merajalela.Arya sudah memiliki bukti kuat untuk membalas dendam dengan cara yang lebih kejam dari sebelumnya. Ia bekerja sama dengan banyak pihak, termasuk Polisi.Puluhan menit berlalu, ia tiba di rumahnya bersama dua pengawal dan Willy. Mereka memasuki rumah dengan melangkah santai dan dada tegap. Semua telah berjalan dengan lancar dan diluar dugaannya.Soeparman dan Cahaya menghampirinya yang baru
“Jawab aja dengan ramah, jangan sampai ketahuan.”Arya mendengar suara tertawa Ryan ketika pria itu terlihat sekali bahwa sedang mengincar atau menunggu mangsa baru yang akan menjadi korban selanjutnya untuk dijadikan budak pemuas napsu belaka.“Sepupuku masih kuliah dan sedang kuliah di sini sehingga saya berniat untuk membelikannya, dari pada menyewa rumah terus dan membayar setiap tahun, lebih baik di sini,” jawab Ryan yang terlihat mencairkan suasana.“Iya, itu lebih bagus karena uang tahunan yang biasa digunakan untuk membayar uang sewa rumah, lebih baik ditabung dan lebih aman di sini juga kalau untuk kuliahan dan yang belum menikah juga,” kata pria brewokan yang mencoba untuk merayu Ryan.“Iya, dia juga katanya mau bekerja kalau ada waktu senggang karena kasihan dengan orang tuanya yang hampir setiap bulan mengeluarkan banyak uang sehingga memilih untuk mandiri,” balas Ryan yang memancing pria itu untuk mengatakan hal apa pun mengenai bisnis gelap keluarga Stagle.“Nah, bagus i
Bel rumah berbunyi keras sebanyak tiga kali hingga membuat semua orang yang berkumpul di halaman belakang rumah terdiam dan menoleh ke arah pintu rumah dengan bahu yang terangkat. Arya dan Cahaya saling memandang lalu membuyarkan suasana yang sedikit tegang di antara mereka.“Tenang, tidak ada yang tahu rumah ini kecuali kurir,” kata Arya sambil terkekeh lalu berdiri dan melewati beberapa orang menuju pintu rumah.Arya mengintip dari lubang kecil yang terletak di tengah pintu rumah untuk memastikan sosok yang ada di depan agar tidak terjebak oleh siapa pun dan apa pun. Seseorang yang berada di luar tampak meletakkan dua kotak yang berukuran sedang dan besar. Ia membuka pintu rumah itu karena pria yang berdiri di depan pintu adalah kurir.“Paket untuk Pak Arya.”“Ya, saya sendiri. Terima kasih.”“Sama-sama, Pak. Jangan lupa unboxing kalau mau buka paketnya.”Arya tersenyum sambil mengangguk lalu mengangkat satu kardus berukuran sedang dan dibantu oleh pengawalnya yang mengangkat satu k
Willy terlihat menghela napas panjang dan menunjukkan ekspresi khawatir sekaligus bingung ketika keinginan Arya tetap dilakukan dan menggunakan rencana awal. Entah apa yang membuatnya berubah kepikiran padahal telah menyetujuinya.“Kenapa? Apa ada yang mengganggu pikiran Pak Willy?” tanya Arya yang mengetahui ekspresi itu.“Saya tiba-tiba takut untuk menjalankan rencana awal yang telah disusun oleh Tuan besar dan Tuan muda karena kebanyakan para pengusaha sudah datang dan melihat jenazah yang dikira itu Soeparman, Raja Bisnis. Jika tetap menjalankan itu nanti mereka pikir pasti melakukan penipuan dan mendapatkan keuntungan dari hal ini.”Willy menjelaskan yang ditakutkan olehnya. Ia tidak ingin merusak reputasi Raja bisnis yang telah dibangun lama olehnya dan tidak ingin memutus hubungan rekan-rekannya yang sudah dipercaya.Arya memegang lengan Willy sembari menatap lamat dan mengelusnya pelan. Setelah menjelaskan kekhawatiran padanya, ia memahami yang ditakutkan olehnya. Namun, Arya
“Jenazah masih di depan. Saya ingin memperkenalkan Dua Dokter dan perawat yang autopsi jenazah dan mengetahui jenazah bahwa jenazah itu bukan Pak Soeparman. Jadi, mereka bekerja sama untuk kita.”“Oke, nama saya Arya.”“Dokter senior yang pertama kali mengetahui jenazah itu mengenakan topeng wajah manusia bernama Dokter Xiu Lie yang sedang bertugas di Indonesia dan bisa berbahasa Indonesia. Kedua adalah seorang pria yang berambut cokelat emas adalah Dokter yang bekerja sama dengan beliau bernama Dokter Anggara. Lalu, dua perawat yang semuanya wanita cantik adalah Suster Dara yang punya lesung pipi, berambut pendek dan satunya berambut panjang memiliki warna hitam adalah Suster Novi.”“Salam kenal,” balas Arya sambil menjabat tangan mereka secara bergantian.Mereka tersenyum lebar ketika bersalaman dengannya. Mereka juga tampak tidak keberatan untuk bekerja sama dan memberikan kesaksian palsu atas jenazah yang bukan Soeparman.“Sebelumnya sudah diberitahu oleh Pak Willy dan kalian past
“Bekerja sebagai pengawas di rumahku ketika pemakaman nanti karena banyak orang yang datang dan hampir semua orang adalah orang penting.”“Maaf, saya gak bisa.” Pria yang bekerja sebagai montir menolak tawarannya.“Hanya hari ini saja dengan bayaran yang lebih besar dari gaji kamu sebanyak tiga kali lipat.”Mata dan mulut pria itu membesar dan terbuka lebar. Dia terkejut saat mendengar bayaran yang lebih besar dari gajinya dengan bekerja hanya satu hari. Dia membisu dan terpaku selama satu menit lalu menggeleng cepat, menutup mulut dan berkedip.“Baik, Pak. Saya mau. Saya kira harus setiap hari.”“Tidak. Aku membutuhkan jasa kamu hanya hari ini. Ikut saya sekarang dan saya yang akan izinkan kamu kepada atasanmu.”“Alhamdulillah, terima kasih banyak, Pak.”Pria itu menyalami tangannya sampai meletakkan dahi di tangan. Arya tersenyum lebar sembari menepuk pundaknya sekilas lalu mengusap tangannya.“Sama-sama. Pak, saya izin bawa dia untuk bekerja dengan saya hari ini saja.”“Silakan, Tu
“Saya memang tidak mengenal Anda, tapi pemilik Apartemen ini yang memberitahu pada saya bahwa saat saya melihat seorang pria yang sama dengan foto yang ditunjukkan olehnya maka dilarang masuk tanpa alasan apa pun.”Petugas keamanan memberikan jawaban yang tidak masuk akal. Namun, Arya tidak menyalahkannya karena dia menjalankan tugas dan mereka sudah mengetahui bahwa ia tidak akan tinggal diam dan menemukan Apartemen lainnya.Senyuman miring tergambar di bibirnya lalu menghela napas panjang. Ia merasa keluarga Stagle dan rekan bisnis takut untuk didatangi olehnya sehingga memberikan larangan padanya.“Baiklah. Aku tidak mempermasalahkan hal ini karena bisa mencari kamar Apartemen yang lebih bagus dari pada ini.” Arya menjawab dengan congkak lalu pergi meninggalkan Apartemen.Senyuman kepuasan dan sedikit menyenangkan itu tidak bisa disembunyikan olehnya karena perbuatan musuh ketika melarang lawan utama untuk menginjakkan kakinya di sebuah bangunan miliknya artinya mereka takut. Merek