Tiara tidak berangkat ke kantor hari ini. Ia mengambil cuti dadakan karena badannya terasa lemas dan tidak bertenaga sama sekali. Hari ini ia mengurung diri di dalam kamar. Merenungi kejadian semalam. Ia begitu menyesal karena telah memberikan mahkotanya sebelum menikah. Ia mengelus perut ratanya. Pikiran Tiara selalu mengarah pada kehamilan. “Bagaimana kalau aku hamil? Apa dia bisa tanggung jawab dan mau berkomitmen dalam hubungan yang lebih serius?” Saat tadi pagi pulang saja Rizky terlihat frustasi. Dia sama sekali tidak mengatakan sepatah kata pun padanya. Mereka berdua masih sama-sama syok dengan apa yang telah dilakukan oleh keduanya. Walaupun mereka sama-sama suka, tetap saja Tiara khawatir apakah nanti cinta mereka akan bertahan atau akan luntur dimakan waktu? Tiara mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Ponsel Tiara kehabisan daya. Iya pun mengecas ponselnya terlebih dahulu. Pintu kamarnya diketuk oleh sang ibu. Tok tok tok! Ruby memanggil-mangg
Tiara bangun dari rebahannya. Ia melihat ke ambang pintu. Kekasihnya tengah berdiri dengan wajahnya yang tampak lesu. Tiara menetralkan ekspresi wajahnya yang terkejut. Dia menghela nafas panjang untuk menenangkan diri. “Masuk aja, Mama udah izinin ‘kan?” tanya Tiara. Rizky pun memasuki kamar Tiara yang didominasi oleh warna lilac. Rizky berjalan dan duduk di samping Tiara yang kini duduk memeluk bantal. Ia menatap wajah kekasihnya yang sudah lebih segar dari saat ia mengantarnya pulang. “Kamu sakit?” tanya Rizky. “Kamu mau ngapain ke sini?” Tiara malah tidak menjawab pertanyaan dari Rizky. Ia malah melontarkan pertanyaan lain. “Emang kalau mau datang ke rumah pacar harus ada sesuatu? Aku ke sini buat jenguk kamu. Mau lihat kamu baik-baik saja atau tidak soalnya hp kamu juga nggak aktif,” jelas Rizky menatap kedua mata Tiara. Tiara melihat kantung mata Rizky yang tercetak jelas. Ia juga baru sadar kalau kekasihnya masih menggunakan pakaian kantor. “Hp aku mat
Mual, itulah yang dirasakan Annisa sekarang. Pekerjaannya sangat terganggu dengan rasa mual yang terus membuat tubuhnya lemas. Annisa bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan cairan bening. Dalam mualnya sama sekali tidak mengeluarkan sisa makanan seperti mual pada umumnya. Annisa pun berkumur-kumur. Hari ini setiap menyentuh laptop, imrasa mualnya selalu muncul. Melihat banyak tulisan ia sudah tidak sanggup lagi. Annisa pun memilih untuk pergi ke dapur. Lidahnya terasa pahit sedari tadi. Ia butuh yang asam untuk menetralisir enzim dalam mulut. Ada buah lemon di dalam kulkas. Ia mengambilnya dan membuat jus untuk dirinya sendiri. Rasa masam lemon itu membuatnya segar. Annisa tidak melanjutkan pekerjaannya. Ia sudah tidak mampu lagi untuk menatap layar laptop. Ia pun menghubungi sang suami kalau dirinya hari ini tidak akan mengerjakan pekerjaannya. Karena tadi kata sang suami, sekretarisnya sedang mengambil cuti. Jadi ia laporan pada Zidane. Saat hendak memasuki
Alfian dan Vivi terkejut dengan kedatangan Zidane yang tiba-tiba. Mereka mendadak diam seribu bahasa. “Siapa yang parasit? Coba ulangi lagi perkataan itu dan ulangi lagi semua ucapan kalian yang menghina istriku,” ucap Zidane penuh penekanan. Alfian semakin terkejut dengan pertanyaan Zidane. Apakah dia telah mendengar semua apa yang ia ucapkan kepada Annisa. “Mas ....” Annisa memanggil suaminya. Ia melihat laut marah pada wajah Zidane yang tercetak jelas. Ia takut kalau Zidane akan kelepasan dengan emosinya yang sudah tersulut. “Kayson, kamu pulang kapan, Sayang? Kemarin mama sakit, kenapa kamu tidak menjenguk mama?” Vivi mengalihkan pembicaraan. Pengalihan topik ibunya tidak membuat Zidane melupakan apa yang telah kedua orang tuanya ucapkan pada sang istri. Zidane pun menoleh kepada Annisa. “Kamu diapain, Sayang?” tanyanya. Kedua mata Annisa begitu sembab. Zidane menangkup pipi istrinya. Ia terluka melihat istrinya menangis seperti ini. Annisa hanya diam saja i
Zidane masih belum beranjak dari tempat duduknya. Ia masih ingin berada di dekat istrinya. “Mas, kamu kenapa belum berangkat juga? Udah mau siang loh. Mau ninggalin pekerjaan?” tanya Annisa. Zidane masih memikirkan kedua orang tuanya yang tidak bosan memancing keributan. Ia masih berusaha tenang di depan istrinya. Kini Zidane merebahkan kepalanya di atas paha sang istri. Annisa pun mengusap kepala suaminya. “Kenapa, Sayang?” tanya Annisa dengan lembut. Zidane kini tengah meredam kesalnya. Annisa melihat dahi suaminya berkerut pun paham kalau suaminya sedang emosi. Tangan Annisa mengelus dahi Zidane. “Masih kesal sama mama papa?” tanyanya. Zidane menjawabnya dengan gumaman lirih. “Udah nggak apa-apa, Mas. Nggak baik juga kalau terus kesal sama orang tua.” “Kamu, kok, gampang banget maafin orang tuaku? Padahal mereka udah ngasarin kamu,” ujar Zidane. “Orang tua kamu juga orang tua aku. Jadi aku harus hormatin mereka seperti orang tua kandungku. Jadi aku nggak
Hari ini Rizky tampak sangat gugup sebab malam ini ia berniat untuk meminta izin melamar Tiara pada keluarga kekasihnya itu. Sebenarnya dari jauh hari ia ingin melakukannya, tapi baru sekarang akan terlaksana. "Kira-kira aku pakai baju apa ya?" gumam Rizky. Matanya tertuju pada isi lemarinya yang sudah terbuka lebar. Ia mengedarkan pandangannya dari ujung kiri ke kanan setiap pakaian yang tergantung rapi. Pada akhirnya Rizky memutuskan untuk memakai pakaian yang cukup sederhana, tapi tetap terlihat sopan dan elegan. Kemeja lengan panjang dan celana dasar slim fit warna monokrom cukup membuatnya terlihat tampan. Untuk menunjang penampilannya, tak lupa Rizky menggunakan parfum agar tetap wangi saat menghadapi keluarga dari Tiara nanti. Sebenarnya Rizky tidak bilang apapun tentang niatnya itu pada Tiara. Ia hanya mengatakan ingin datang berkunjung menemui orang tua dari kekasihnya itu.Saat Rizky baru sampai di rumah Tiara, ibu dari Tiara—Rubi menyambutnya dengan sangat ramah. Bukan
Setelah mengutarakan niat baiknya untuk melamar Tiara, akhirnya Rizky pun pamit pulang. Lagi pula waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Memang sekarang belum terlalu malam, tapi Rizky tak enak jika harus berlama-lama di rumah Tiara. "Aku pulang ya, Sayang. Jangan kangen loh," ucap Rizky sambil mencolek puncak hidung mancung Tiara. "Ih, kamu ini reseh banget sih!" gerutu Tiara sambil mengusap-usap hidungnya yang terasa agak gatal akibat dipegang oleh Rizky. Rizky hanya tersenyum mirip kuda pada Tiara. Ia pun melongok ke dalam rumah seperti memastikan sesuatu. Tiba-tiba saja ia memeluk Tiara dengan sangat erat. "Aku seneng banget karena orang tua kamu setuju kalau aku melamar kamu," ungkap Rizky yang tak dapat membendung rasa bahagianya.Tiara juga merasa sangat senang sekali, tapi ia khawatir jika mamanya nanti akan melihat mereka yang sedang berpelukan seperti ini. "Aku juga seneng banget, tapi bisa nggak udahan dulu peluk akunya? Nanti dilihat mama bisa gawat," balas Tia
Pekerjaan Tiara sebagai sekretaris hari ini berjalan dengan lancar. Semua urusan dan jadwal Ibu Annisa sepekan ke depan telah selesai ia atur ulang. Semenjak kehamilan bosnya itu, Tiara akan bekerja di bawah Pak Zidane untuk sementara waktu sampai keadaan Annisa lebih baik. Semenjak memutuskan untuk cuti sebentar, Tiara dan Annisa rajin berkomunikasi lewat pesan singkat mengenai pekerjaan yang belum sempat Annisa kerjakan. Meskipun status mereka sebagai bos dan sekretaris, tapi Tiara merasa kalau Annisa sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri. Ibu Annisa, bagi Tiara adalah salah satu contoh bos yang sangat baik. Wanita itu memiliki sifat yang sangat lembut, tapi bisa tegas untuk hal prinsip. Selain itu, Annisa juga tidak pernah sungkan atau ragu untuk menerima masukan dari siapapun, meski bawahannya sekalipun. Wanita itu juga tidak malu untuk mengakui kesalahannya. Ah … padahal baru beberapa hari Annisa cuti tapi Tiara sudah sangat merindukan wanita itu. Selama bosnya itu istira