Tiara menarik nafas panjang. “Mas, aku kan sayang banget sama kamu,” ujarnya kemudian menjeda beberapa detik. “Iya, terus?” tanya Rizky merasa tidak enak. Sepertinya akan ada masalah yang terjadi di antara mereka. “Kalau tiba-tiba kamu atau aku ada sesuatu hal yang bikin hubungan kita berhenti gimana?” tanya Tiara yang sebenarnya sudah overthinking dari kemarin. “Maksud kamu berhenti?” “Ibu aku udah nerima kamu, aku juga nggak tahu ibu kamu nanti bakal nerima aku atau enggak. Dari kemarin aku kepikiran itu.” Rizky menghela nafas panjang. Ia pikir Tiara akan bertanya apa. Rupanya hanya pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu lagi dipertanyakan. “Tiara, kamu terlalu berpikir panjang untuk ke depannya. Yang penting sekarang, aku masih mencintaimu. Aku juga tidak tahu nanti ke depannya apakah kamu masih mencintaiku setulus ini atau tidak. Yang sekarang di jalan dulu yang nanti akan kita pikirkan sama-sama.” Tiara tidak puas dengan jawaban Rizky. Ia menginginkan jawaban
Taman dengan rumput hijau yang terbentang luas dan banyak pepohonan yang rimbun menjadi tempat piknik mereka berdua. Karpet kecil pun di bentangkan di atas rumput tersebut. Kemudian Tiara menata makanan di atasnya. Setelah makanan disajikan di atas karpet itu, Tiara memasang tripod untuk mengabadikan momen mereka. Mereka memilih tempat di bawah rimbunnya pohon. Jadi tidak terasa terlalu panas. Rizky duduk meluruskan kakinya. Suasana seperti ini membuat Rizky merasa dirinya telah memiliki kehidupan sempurna. Rizky jadi membayangkan bagaimana nanti jika ia telah menikah dengan Tiara. Dia akan makan makanan buatan sang istri setiap hari. “Kamu kenapa ngelamun gitu?” tanya Tiara. Rizky pun menoleh. Ia menggelengkan kepalanya. Wangi nasi goreng membuat nafsu makannya meningkat. Ia sudah tidak sabar mencicipi makanan buatan Tiara. “Buka mulut kamu, Mas,” titah Tiara yang menyodorkan sendok berisi nasi goreng. Rizky membuka mulutnya menerima suapan dari Tiara. Nasi goreng
Annisa masih berada di ruangannya. Hari ini akan ada rapat untuk evaluasi perusahaan serta membahas proyek baru. Namun kepalanya terasa pening. Zidane yang melihat istrinya terus memegang kepala pun menyuruh sang istri untuk duduk sejenak. Dari rumah Annisa sudah mengatakan pada Zidane kalau kepalanya sedikit pusing. Tadi pagi Zidane juga sudah istrinya untuk beristirahat 1 hari. Namun Annisa tetap memaksa untuk tetap berangkat. Karena pagi ini ada rapat penting yang tidak dapat ditunda. “Pusing banget, ya?” tanya Zidane. “Udah sedikit mendingan kok,” jawab Annisa yang sebenarnya kepalanya masih terasa pusing. Annisa bangun dari duduknya. Dia tidak enak pada karyawannya yang telah berkumpul di ruang rapat. Dibantu dengan Zidane yang menggandeng tangan Annisa ke ruang rapat. Mereka pun berjalan beriringan. Sampai di ruang rapat. Ia duduk paling ujung. Moderator memulai rapatnya kemudian Annisa memaparkan beberapa data perkembangan perusahaan ini. Anisa menggerakkan pad
Ternyata benar, dalam kondisi hamil muda ini. Tubuh Annisa jadi sering kelelahan. Iya mudah lelah walaupun hanya bergerak sedikit. Seperti saat ini, menyapu kamarnya pun sudah membuatnya kewalahan. Ia duduk di bibir ranjang sembari mengatur nafasnya. Zidane yang baru keluar dari kamar mandi pun melihat istrinya yang napasnya tersengal-sengal. Ia begitu khawatir kemudian bertanya kepada Annisa. “Kamu kenapa?” tanyanya. “Aku habis nyapu lantai, Mas,” jawabnya. Zidane berdecak kesal. “Udah aku bilang jangan terlalu capek. Kamu tinggal nurutin omongan aku aja susah banget. Kalau ada apa-apa bilang aja sama aku. Jangan terlalu maksain diri kamu nanti kalau ada apa-apa sama aku gimana? Ingat ya kamu itu sedang hamil. Harus pintar-pintar menjaga tubuhmu sendiri.” Zidane menceramahi istrinya panjang lebar. Sedangkan Annisa hanya menundukkan kepala. Semenjak dirinya hamil, Zidane memang sangat posesif padanya. Annisa yang sangat sensitif pun menangis. Air matanya meluruh begit
Tiara dan Rizky menghentikan kegiatan mereka di dalam mobil. Keduanya saling tatap. Rizky menangkap kedua pipi Tiara. “Maafkan aku ya. Aku benar-benar kacau,” ucap Rizky pada Tiara. Tiara menganggukan kepala ia memaklumi kekasihnya yang sibuk akhir-akhir ini. Walaupun sebenarnya Rizky mengacuhkan Tiara bukan karena pekerjaan. Namun karena ada suatu masalah yang tidak bisa ia ceritakan kepada Tiara. Rizky kemudian menjalankan mobil kembali ke restoran terdekat. Di dekat pantai tersebut terdapat sebuah villa yang memiliki restoran. Rizky mengajak Tiara makan di restoran tersebut. Pada restoran itu terdapat beberapa minuman yang mengandung alkohol dengan kadar rendah. Rizky mengambil beberapa botol minuman tersebut. Rizky lebih memilih take away daripada makan di tempat. Ia kemudian membawa beberapa bungkus makanan ke dalam mobilnya. Tiara menerima makanan dari Rizky. Keduanya makan makanan tersebut di dalam mobil. Rizky kembali memarkirkan mobilnya di pantai. Rizky mem
Tiara tidak berangkat ke kantor hari ini. Ia mengambil cuti dadakan karena badannya terasa lemas dan tidak bertenaga sama sekali. Hari ini ia mengurung diri di dalam kamar. Merenungi kejadian semalam. Ia begitu menyesal karena telah memberikan mahkotanya sebelum menikah. Ia mengelus perut ratanya. Pikiran Tiara selalu mengarah pada kehamilan. “Bagaimana kalau aku hamil? Apa dia bisa tanggung jawab dan mau berkomitmen dalam hubungan yang lebih serius?” Saat tadi pagi pulang saja Rizky terlihat frustasi. Dia sama sekali tidak mengatakan sepatah kata pun padanya. Mereka berdua masih sama-sama syok dengan apa yang telah dilakukan oleh keduanya. Walaupun mereka sama-sama suka, tetap saja Tiara khawatir apakah nanti cinta mereka akan bertahan atau akan luntur dimakan waktu? Tiara mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Ponsel Tiara kehabisan daya. Iya pun mengecas ponselnya terlebih dahulu. Pintu kamarnya diketuk oleh sang ibu. Tok tok tok! Ruby memanggil-mangg
Tiara bangun dari rebahannya. Ia melihat ke ambang pintu. Kekasihnya tengah berdiri dengan wajahnya yang tampak lesu. Tiara menetralkan ekspresi wajahnya yang terkejut. Dia menghela nafas panjang untuk menenangkan diri. “Masuk aja, Mama udah izinin ‘kan?” tanya Tiara. Rizky pun memasuki kamar Tiara yang didominasi oleh warna lilac. Rizky berjalan dan duduk di samping Tiara yang kini duduk memeluk bantal. Ia menatap wajah kekasihnya yang sudah lebih segar dari saat ia mengantarnya pulang. “Kamu sakit?” tanya Rizky. “Kamu mau ngapain ke sini?” Tiara malah tidak menjawab pertanyaan dari Rizky. Ia malah melontarkan pertanyaan lain. “Emang kalau mau datang ke rumah pacar harus ada sesuatu? Aku ke sini buat jenguk kamu. Mau lihat kamu baik-baik saja atau tidak soalnya hp kamu juga nggak aktif,” jelas Rizky menatap kedua mata Tiara. Tiara melihat kantung mata Rizky yang tercetak jelas. Ia juga baru sadar kalau kekasihnya masih menggunakan pakaian kantor. “Hp aku mat
Mual, itulah yang dirasakan Annisa sekarang. Pekerjaannya sangat terganggu dengan rasa mual yang terus membuat tubuhnya lemas. Annisa bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan cairan bening. Dalam mualnya sama sekali tidak mengeluarkan sisa makanan seperti mual pada umumnya. Annisa pun berkumur-kumur. Hari ini setiap menyentuh laptop, imrasa mualnya selalu muncul. Melihat banyak tulisan ia sudah tidak sanggup lagi. Annisa pun memilih untuk pergi ke dapur. Lidahnya terasa pahit sedari tadi. Ia butuh yang asam untuk menetralisir enzim dalam mulut. Ada buah lemon di dalam kulkas. Ia mengambilnya dan membuat jus untuk dirinya sendiri. Rasa masam lemon itu membuatnya segar. Annisa tidak melanjutkan pekerjaannya. Ia sudah tidak mampu lagi untuk menatap layar laptop. Ia pun menghubungi sang suami kalau dirinya hari ini tidak akan mengerjakan pekerjaannya. Karena tadi kata sang suami, sekretarisnya sedang mengambil cuti. Jadi ia laporan pada Zidane. Saat hendak memasuki
“Kamu pasti bohong, kan?” Zidane berusaha untuk tidak percaya dengan kebenaran itu. Namun, binar mata Rizky yang tidak berkedip sedikit pun itu menghancurkan pengharapannya. “Saya punya buktinya, Pak. Orang suruhan Pak Alfian telah mengaku kepada kita. Bahkan saya sudah memberikan sejumlah uang yang nominalnya lebih besar dari yang ia terima agar pria itu mau membuka mulutnya,” jelas Rizky sambil mengutak atik layar IPADnya kemudian memberikannya kepada Zidane untuk dilihat pria itu. Zidane menggebrak meja lagi. Darahnya berdesir. Dadanya terasa sakit seperti ada pisau yang menusuk di sana. “Apa motifnya?” tanya Zidane lagi. Tangan lebarnya meraup wajah kasarnya. Rambut tipis telah tumbuh di dagu dan kumisnya akibat ia belum punya waktu untuk mencukur. “Perusahaan Alfian ingin menekan perusahaan ini agar anjlok dan tunduk di bawah kekuasaan mereka. rencana mereka ingin membeli separuh saham milik kita. Maka dari itu mereka sengaja menciptakan rumor palsu tentang perusahaan ini.” Z
Setelah mengetahui kebenaran kalau selama ini Annisalah yang membantu perusahaan ayahnya ketika hampir bangkut membuat Zidane semakin bersemangat untuk bekerja dan tidak boleh berleha-leha lagi. Zidane sangat berterimakasih kepada istrinya itu yang masih mau membantu perusahaan milik mertuanya meski Annisa belum mendapatkan restu sama sekali dari mereka. Cara satu-satunya yang bisa Zidane lakukan untuk membalas semua kebaikan istrinya meskipun tidak bisa semua kebaikan istrinya yang bisa ia balas adalah dengan memastikan pekerjaan di kantor bisa beres semua tanpa ada kesalahan sedikit pun. Zidane tidak boleh membebani Annisa lagi, istrinya itu belum cukup pulih benar. Selama kehamilan ini, keadaan Annisa selalu dipantau oleh dokter spesialis kandungannya. Dokter juga menyarankan Zidane untuk bisa menjadi suami siaga. Maka dari itu, sebisa mungkin ia tidak akan membawa pekerjaan ke rumah karena selama di rumah fokusnya harus penuh ke istrinya itu. Tumpukan berkas di meja Zidane dari
Zidane masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Ternyata isi amplop cokelat besar itu adalah dokumen penting yang tertera bahwa Annisa telah mengalirkan dana miliaran rupiah ke perusahaan Alfian. Zidane baru menyadari bahwa orang yang telah membeli saham perusahaan Alfian ketika perusahaan itu hampir bangkrut adalah Annisa."Bagaimana bisa aku nggak tahu Kia melakukan ini di belakangku?" gumam Zidane seraya mengembus napas lirih. Ia agak sedikit marah karena waktu itu ia sudah melarang Annisa melakukan itu sebab tak mau dianggap sebagai suami yang memanfaatkan kekayaan sang istri. Kedua mata Zidane masih fokus membaca isi dokumen secara runut. Dari mulai lembaran pertama hingga ke lembaran selanjutnya. Saking fokusnya ia tak menyadari jika sudah menghabiskan waktu hampir lima belas menit. "Astaga! Aku ke kamar 'kan niatnya mau cari obatnya Kia." Zidane menepuk keningnya pelan. Ia pun kembali memasukkan lembaran-lembaran itu ke amplop dan menaruhnya di tempat semula. Ama
Zidane sejenak tertegun sambil memandang ke arah jendela ruang kantornya. Waktu sudah hampir petang sebab eksistensi matahari sebentar lagi akan digantikan oleh bulan. Sesekali ia mengembus napas kasar sebab memikirkan masalah yang tengah melanda perusahaannya. Suasana di ruangan kantor itu juga terasa sangat gelap dan sunyi, hanya terdengar denting jam dinding. Zidane sengaja tak menghidupkan lampu karena ia lebih senang berpikir dalam keadaan minim cahaya. Menurutnya itu bisa lebih membuat pikirannya rileks. Seperti yang diperintahkan oleh Zidane tadi, Rizky sudah menyuruh admin publishing untuk mengunggah sertifikat uji kelayakan produk milik perusahaan. Setelah sertifikat itu di-upload banyak pihak yang berkomentar dan komen negatif mulai sedikit terkikis. Untung saja mereka bertindak cepat, kalau tidak perusahaan akan mengalami kerugian lebih besar. "Saya juga sudah menangani beberapa artikel buruk mengenai produk kita, Pak. Semuanya akan dihapus secara bertahap," terang Rizky
“Annisa!!!” Zidane berteriak seperti orang kesetanan begitu sampai di rumah. Pria itu mencari istrinya ke setiap sudut rumah dengan perasaan campur aduk. Begitu melihat Annisa di dapur, ia langsung berlari dan memeluknya. “Kamu kenapa tumben pulang cepat?” tanya Annisa bingung begitu ia memisahkan diri dari pelukan Zidane. “Tangan kamu kenapa ini?” Zidane manatap tangan Annisa dengan penuh kekhawatiran begitu melihat tangan kanan Annisa yang penuh dengan luka gores. “Oh ini, tadi nggak sengaja kena duri mawar.” Tatapan Zidane kini beralih ke arah Vivi. “Mama nyuruh Annisa untuk melakukan ini semua kan? Iya kan? Jawab pertanyaan aku.” Vivi langsung memasang tampang masam. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. “Istrimu yang ngadu ya? Mama cuma mau membantu Annisa semua nggak malas-malasan saja di kamar. Ternyata istri kamu ini adalah wanita yang lemah. Baru segini saja sudah mengeluh,” sindir Vivi. “Mama!!! Sudah berapa kali Zidane bilang kalau Annisa ini tidak boleh terlalu cap
Annisa terpaksa bangun dari istirahat siangnya begitu mendengar suara pintu kamar yang diketuk. Sejak tadi pagi tubuhnya letih sekali sehingga memutuskan untuk tidur setelah mengantarkan Zidane berangkat bekerja. Sudah beberapa hari Annisa dan Zidane memutuskan untuk tinggal di rumah Vivi dan Alfian demi mengupayakan agar Vivi bisa sembuh lebih cepat. Meskipun kurang nyaman, tapi Annisa mencoba untuk bertahan sekuat mungkin di rumah besar dan megah ini. Andaikan hubungan Annisa dengan Mama mertuanya tidak seburuk ini, mungkin ia akan betah untuk tinggal. Selama berada di sini, Annisa merasa waktu berjalan sangat lambat dibandingkan dengan waktu yang ia habiskan di rumahnya sendiri. Pun dengan Zidane yang akhir-akhir ini sering pulang terlambat dari kantor menambah kurangnya semangat Annisa dalam menjalani harinya. Annisa bisa saja meminta Zidane untuk kembali saja ke rumah mereka, tapi itu akan menambah buruk hubungannya dengan Vivi. Ditambah lagi Annisa tidak ingin mertuannya jatu
Keesokan harinya Tiara bisa bermalas-malasan di rumah karena memang sedang weekend. Tadinya ia akan pergi berkencan dengan Rizky, tapi nyatanya kekasihnya itu harus bekerja lembur sehingga rencana mereka gagal. "Ra, kamu sudah bangun belum?" panggil Rubi sambil mengetuk pintu kamar putri sulungnya. Tiara yang sudah bangun sedari tadi dan hanya main smartphone di atas kasur pun menyahuti mamanya dengan malas. "Aku udah bangun kok, Ma. Cuma lagi males aja keluar kamar. Lagian sekarang juga libur."Rubi yang berada di depan pintu kamar Tiara hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Ia paham betul putrinya itu memang suka sekali bermalas-malasan saat libur kerja. Namun, mulai saat ini ia harus segera mengubah pola hidup anaknya itu. "Sekarang kamu keluar dulu, Ra. Masa perempuan yang sudah mau dilamar orang kerjanya malas-malasan. Coba belajar untuk tetap mandi pagi dan turun dari kasur setelah bangun walaupun sedang libur," suruh Rubi. Tak berapa lama, Tiara muncul membuka pintu
Setelah berbincang dengan Zidane di kafe tadi, Rizky sedikit mempertimbangkan saran dari atasannya itu. Namun, ia masih merasa jika saat ini belum waktunya untuk menjelaskan semuanya pada Tiara. Hatinya masih meragu karena takut kekasihnya itu akan pergi jika ia menceritakan soal rencana perjodohannya. Waktu sekarang menunjukkan tepat pukul lima sore dan Rizky bersiap-siap untuk pulang. Namun, baru saja ia membuka pintu ruangannya tiba-tiba saja Tiara muncul di hadapannya sambil tersenyum manis. Wajah Rizky terlihat kusut karena sedari tadi memikirkan masalah perjodohannya. Sebagai kekasih dari Rizky, jelas Tiara bisa sangat peka jika pasangannya itu sedang menyembunyikan masalah. "Biasanya kalau aku muncul kamu langsung peluk aku terus nyengir. Nah ini kok kamu diem aja dan mukanya ditekuk gitu. Kamu ada masalah ya?" tebak Tiara sambil mengerutkan dahi dan menatap Rizky tajam. "Nggak ada kok. Aku cuma lagi capek aja soalnya kerjaan lagi numpuk," dalih Rizky. Tiara tak serta mert
Setelah menghabiskan waktu pagi bersama Annisa dengan sarapan dan berjalan-jalan di taman, Zidane pun berangkat ke kantor. Hatinya baru bisa lega saat istrinya itu sudah tidak marah lagi padanya. Sebenarnya Zidane agak khawatir meninggalkan Annisa sendiri di rumah orang tuanya, tapi Annisa meyakinkannya jika tidak akan ada masalah. Istrinya itu mengatakan jika bisa mengatasi semuanya dengan baik. Ia pun percaya karena memang harus segera berangkat ke kantor sebab pekerjaan sudah menunggu. "Aku berangkat dulu ya," pamit Zidane. "Hati-hati ya, Mas," sahut Annisa sambil mencium punggung tangan kanan suaminya. Zidane pun menaiki mobilnya menuju kantor. Ia harus segera sampai karena memang sudah telat. Untung saja tidak ada panggilan mendadak sehingga ia tak perlu terlalu terburu-buru. Lagi pula sebelumnya ia juga sudah menghubungi Rizky perihal kedatangannya yang terlambat. Baru saja sampai di kantor, Zidane langsung bergegas menuju ruangannya. Kedatangannya disambut oleh beberapa pe