Kembang api mewarnai gelapnya langit. Jadi acara berikutnya adalah pertunjukan kembang api. Setelah kembang api habis dinyalakan, lampu kembali dinyalakan. Tiara dan Rizky menutup acara itu. Mereka sekali lagi meminta maaf dan menyambut ulang Zidane yang telah kembali. “Untuk Pak Zidane yang kami hormati, selamat datang kembali ke perusahaan. Semoga perusahaan ini tetap berkembang pesat,” ucap Rizky. Semua orang mengaminkan. Acara ini ditutup pukul 12 malam. Zidane menggandeng Annisa sampai ke parkiran. “Gimana, Mas? Acara malam ini seru atau tidak?” tanya Annisa mengajak suaminya mengobrol di dalam mobil. “Cukup seru. Mas tidak pernah main permainan tadi yang goyang sambil nahan balon,” jawab ZIdane. Annisa membelalakkan matanya. “Beneran?” tanya Annisa tak percaya. “Iya, tiap ada lomba apa pun kecuali cerdas cermat, mas tidak pernah ikut,” jelas Zidane. “Jadi tadi yang pertama?” Zidane menganggukkan kepalanya. “Iya, makanya mas tadi cukup excited. Bagus
“Argh!” Vivi terbangun dari tidurnya. Ia memegangi dada yang berdegup kencang. Napasnya naik turun. Ia juga berkeringat saking terasa nyatanya mimpi Vivi. Vivi meminum air yang tersedia di nakas. Kemudian mengatur napasnya agar lebih normal. Jam menunjukkan pukul tiga pagi. Ia mimpi buruk tentang Nayla. Saking khawatirnya, mimpi Vivi begitu buruk. Ia menyandarkan punggungnya pada headboard ranjang. Vivi tidak bisa tidur lagi. Saking takutnya mimpi itu berlanjut. Alfian tidak terganggu tidurnya. Ia masih pulas, mungkin karena Alfian kekurangan waktu tidur hingga tidak terganggu sama sekali. Vivi tetap terjaga di jam tiga dini hari. Ia tidak bisa tidur sama sekali. Bayangan Nayla dalam mimpi menghantui dirinya. “Kenapa mimpiku begitu buruk? Apa ini sebuah petunjuk?” Tangan Vivi sampai tremor. Ia tidak bisa mengendalikan diri. Jantungnya juga berdegup kencang. Ia memegangi dada yang berdebar-debar. “Ya Tuhan, apa maksud dari mimpi ini?” tanyanya menatap langit-lang
Annisa dan Zidane yang sedang makan siang bersama di ruangan Zidane. Annisa menyuapi suaminya makanan yang dibeli dari luar. Tinggal satu suapan terakhir lagi. Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk. Zidane mempersilakan untuk masuk. Tepat saat pintu dibuka. Annisa menyuapkan nasi terakhir yang tersisa. Annisa kira yang memasuki ruangan Zidane adalah anak kantor. Jadi Annisa tidak malu lagi memperlihatkan kemesraannya. Namun ternyata yang datang adalah ayah mertuanya. Seketika Annisa mematung tertangkap basah sedang suap-suapan dengan Zidane. Annisa sangat malu pada mertuanya. Ia kemudian mengambil minum dan segera membereskan bekas makanan mereka. Zidane begitu santai melihat ayahnya datang. “Siang, Pah, tumben sekali datang ke sini,” ujarnya. Alfian memasukkan ruangan Zidane. “Siang, Om. Mau makan dulu nggak?” tawar Annisa. “Nanti aku belikan di bawah dulu dibawa ke sini,” sambungnya. Alfian menggelengkan kepalanya. “Tidak usah, saya ke sini bukan untuk makan,” ujar
Hari ini kantor sangat sibuk. Jadwal meeting pun padat sekali. Pagi ini Annisa akan meeting dengan Morgan. Jelas itu membuat mood Zidane turun. Zidane terus melendot pada Annisa seperti anak koala yang tidak mau lepas dari induknya. “Mas ... aku hanya meeting. Toh tidak berdua dengan dia saja. Ada Tiara juga nanti yang nemenin aku buat bahas perusahaan ke depannya,” ujar annisa. Zidane tetap memeluk lengan Annisa. Pertemuan kali ini memang tidak dengan Zidane. Karena Zidane juga ada jadwal sendiri untuk meeting dengan klien lain. Kalaupun ditukar, Zidane tidak akan mau bertemu dengan dia karena najis bagi Zidane untuk menemui seseorang yang tidak penting dalam hidupnya. Zidane juga tidak akan menyangka kalau Morgan yang menjadi klien bisnis. “Kamu harus jaga jarak, jaga pandangan, jangan pernah juga mau diajak mengobrol hal random kecuali tentang bisnis,” peringat Zidane yang posesif sekali pada Annisa. Annisa sampai tertawa, ia merasa lucu melihat suaminya yang sup
Selain Zidane dan Annisa yang selalu bucin di kantor. Tiara dan Rizky pun demikian. Saat jam istirahat, Tiara mencurahkan isi hatinya pada Rizky karena Morgan tadi yang menghambat pekerjaan. “Morgan yang mantan sahabatnya Pak Zidane bukan?” tanya Rizky. Tiara mengangguk. “Iya, Mas, aku dengar juga gitu. Bu Annisa juga tadi kelihatan kesal banget ngadepin klien kaya dia.” “Kamu mau dengar fun fact, gak, By?” tanya Rizky pada Tiara yang memanggilnya dengan sebutan Baby. “Fun fact apa?” tanya Tiara penasaran. “Orang di sekeliling kita memiliki masalah yang sama, yaitu dikhianati oleh sahabat-sahabatnya,” ujar Rizky. Tiara membuka mulutnya terperangah. Ia baru sadar sekarang. “Oh my God, iya juga, ya, Mas. Bu Annisa dikhianati oleh Nayla, Pak Zidane dikhianati oleh Pak Morgan, dan Pak Alfian juga dikhianati oleh Pak Diki. Ini lucu, sih, Mas. Kenapa bisa kebetulan sekali?” Rizky mengangkat kedua bahunya. “Entah.” Tiara kemudian menatap Rizky. “Kamu jangan berkhianat,
Hari berganti hari, perusahaan Anisa begitu sibuk. Perusahaannya semakin berkembang pesat. Untungnya tidak ada masalah besar yang mengganggu. Semuanya begitu lancar bahkan semakin maju. Pemandangan mesra antara ZIdane dan Anisa sudah biasa menjadi makanan sehari-hari para karyawan. Begitu juga dengan pasangan Tiara dan Rizki, mereka juga seperti menyaingi kemesraan bosnya. Kini hubungan mereka bahkan sudah menginjak 2 bulan. Rizki dan Tiara menjalani hubungan dengan begitu mulus. Hubungan hangat mereka disambut baik oleh teman-teman mereka. Bahkan di antara teman-teman mereka mengusulkan Tiara dan Rizki untuk segera menikah. Namun keduanya masih betah dalam hubungan pacaran. Tiara juga belum siap untuk ke jenjang yang lebih serius. Namun bukan berarti mereka bermain-main dalam perasaan. Mereka akan melanjutkan hubungan yang lebih serius jika sudah tiba waktunya. Ketika mental dan finansial mereka menunjangi. Karena begitu banyak kasus yang mengangkat konflik tentang ekon
Tiara tertawa melihat kekasihnya yang mengirimkan banyak sekali berpasang-pasang baju padanya. Terlintas ide jahil di kepalanya. Tiara memerintah Rizky untuk mencoba satu persatu dan mengirimkan foto kepadanya. Rizky malah mengikuti ucapan Tiara. Ia memakai sekiranya 10 pasang pakaian. Kemudian mengirimkan pada Tiara. Tiara yang dikirimi banyak foto oleh kekasihnya pun tertawa geli. Memang kalau laki-laki sudah bucin, mengikuti segala perintah wanitanya. Ting! Rizky mengirimkan satu foto padanya. Dia mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna hitam putih. Kemeja anak muda yang sedang trend sekarang. “Kurang bagus,” komentarnya pada Rizky. Rizky pun berganti pakaian lagi ia mengirimkan foto dirinya sedang berdiri menggunakan pakaian yang semi formal dengan blazer yang dipadukan dengan celana pendek. “Jangan pakai itu,” ucap Tiara yang mengirimkan pesan suara. Rizky pun sudah lelah berganti-ganti pakaian. Ia mengirimkan pesan suara juga pada Tiara. “Pakai yang man
Tiara menarik nafas panjang. “Mas, aku kan sayang banget sama kamu,” ujarnya kemudian menjeda beberapa detik. “Iya, terus?” tanya Rizky merasa tidak enak. Sepertinya akan ada masalah yang terjadi di antara mereka. “Kalau tiba-tiba kamu atau aku ada sesuatu hal yang bikin hubungan kita berhenti gimana?” tanya Tiara yang sebenarnya sudah overthinking dari kemarin. “Maksud kamu berhenti?” “Ibu aku udah nerima kamu, aku juga nggak tahu ibu kamu nanti bakal nerima aku atau enggak. Dari kemarin aku kepikiran itu.” Rizky menghela nafas panjang. Ia pikir Tiara akan bertanya apa. Rupanya hanya pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu lagi dipertanyakan. “Tiara, kamu terlalu berpikir panjang untuk ke depannya. Yang penting sekarang, aku masih mencintaimu. Aku juga tidak tahu nanti ke depannya apakah kamu masih mencintaiku setulus ini atau tidak. Yang sekarang di jalan dulu yang nanti akan kita pikirkan sama-sama.” Tiara tidak puas dengan jawaban Rizky. Ia menginginkan jawaban
“Kamu pasti bohong, kan?” Zidane berusaha untuk tidak percaya dengan kebenaran itu. Namun, binar mata Rizky yang tidak berkedip sedikit pun itu menghancurkan pengharapannya. “Saya punya buktinya, Pak. Orang suruhan Pak Alfian telah mengaku kepada kita. Bahkan saya sudah memberikan sejumlah uang yang nominalnya lebih besar dari yang ia terima agar pria itu mau membuka mulutnya,” jelas Rizky sambil mengutak atik layar IPADnya kemudian memberikannya kepada Zidane untuk dilihat pria itu. Zidane menggebrak meja lagi. Darahnya berdesir. Dadanya terasa sakit seperti ada pisau yang menusuk di sana. “Apa motifnya?” tanya Zidane lagi. Tangan lebarnya meraup wajah kasarnya. Rambut tipis telah tumbuh di dagu dan kumisnya akibat ia belum punya waktu untuk mencukur. “Perusahaan Alfian ingin menekan perusahaan ini agar anjlok dan tunduk di bawah kekuasaan mereka. rencana mereka ingin membeli separuh saham milik kita. Maka dari itu mereka sengaja menciptakan rumor palsu tentang perusahaan ini.” Z
Setelah mengetahui kebenaran kalau selama ini Annisalah yang membantu perusahaan ayahnya ketika hampir bangkut membuat Zidane semakin bersemangat untuk bekerja dan tidak boleh berleha-leha lagi. Zidane sangat berterimakasih kepada istrinya itu yang masih mau membantu perusahaan milik mertuanya meski Annisa belum mendapatkan restu sama sekali dari mereka. Cara satu-satunya yang bisa Zidane lakukan untuk membalas semua kebaikan istrinya meskipun tidak bisa semua kebaikan istrinya yang bisa ia balas adalah dengan memastikan pekerjaan di kantor bisa beres semua tanpa ada kesalahan sedikit pun. Zidane tidak boleh membebani Annisa lagi, istrinya itu belum cukup pulih benar. Selama kehamilan ini, keadaan Annisa selalu dipantau oleh dokter spesialis kandungannya. Dokter juga menyarankan Zidane untuk bisa menjadi suami siaga. Maka dari itu, sebisa mungkin ia tidak akan membawa pekerjaan ke rumah karena selama di rumah fokusnya harus penuh ke istrinya itu. Tumpukan berkas di meja Zidane dari
Zidane masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Ternyata isi amplop cokelat besar itu adalah dokumen penting yang tertera bahwa Annisa telah mengalirkan dana miliaran rupiah ke perusahaan Alfian. Zidane baru menyadari bahwa orang yang telah membeli saham perusahaan Alfian ketika perusahaan itu hampir bangkrut adalah Annisa."Bagaimana bisa aku nggak tahu Kia melakukan ini di belakangku?" gumam Zidane seraya mengembus napas lirih. Ia agak sedikit marah karena waktu itu ia sudah melarang Annisa melakukan itu sebab tak mau dianggap sebagai suami yang memanfaatkan kekayaan sang istri. Kedua mata Zidane masih fokus membaca isi dokumen secara runut. Dari mulai lembaran pertama hingga ke lembaran selanjutnya. Saking fokusnya ia tak menyadari jika sudah menghabiskan waktu hampir lima belas menit. "Astaga! Aku ke kamar 'kan niatnya mau cari obatnya Kia." Zidane menepuk keningnya pelan. Ia pun kembali memasukkan lembaran-lembaran itu ke amplop dan menaruhnya di tempat semula. Ama
Zidane sejenak tertegun sambil memandang ke arah jendela ruang kantornya. Waktu sudah hampir petang sebab eksistensi matahari sebentar lagi akan digantikan oleh bulan. Sesekali ia mengembus napas kasar sebab memikirkan masalah yang tengah melanda perusahaannya. Suasana di ruangan kantor itu juga terasa sangat gelap dan sunyi, hanya terdengar denting jam dinding. Zidane sengaja tak menghidupkan lampu karena ia lebih senang berpikir dalam keadaan minim cahaya. Menurutnya itu bisa lebih membuat pikirannya rileks. Seperti yang diperintahkan oleh Zidane tadi, Rizky sudah menyuruh admin publishing untuk mengunggah sertifikat uji kelayakan produk milik perusahaan. Setelah sertifikat itu di-upload banyak pihak yang berkomentar dan komen negatif mulai sedikit terkikis. Untung saja mereka bertindak cepat, kalau tidak perusahaan akan mengalami kerugian lebih besar. "Saya juga sudah menangani beberapa artikel buruk mengenai produk kita, Pak. Semuanya akan dihapus secara bertahap," terang Rizky
“Annisa!!!” Zidane berteriak seperti orang kesetanan begitu sampai di rumah. Pria itu mencari istrinya ke setiap sudut rumah dengan perasaan campur aduk. Begitu melihat Annisa di dapur, ia langsung berlari dan memeluknya. “Kamu kenapa tumben pulang cepat?” tanya Annisa bingung begitu ia memisahkan diri dari pelukan Zidane. “Tangan kamu kenapa ini?” Zidane manatap tangan Annisa dengan penuh kekhawatiran begitu melihat tangan kanan Annisa yang penuh dengan luka gores. “Oh ini, tadi nggak sengaja kena duri mawar.” Tatapan Zidane kini beralih ke arah Vivi. “Mama nyuruh Annisa untuk melakukan ini semua kan? Iya kan? Jawab pertanyaan aku.” Vivi langsung memasang tampang masam. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. “Istrimu yang ngadu ya? Mama cuma mau membantu Annisa semua nggak malas-malasan saja di kamar. Ternyata istri kamu ini adalah wanita yang lemah. Baru segini saja sudah mengeluh,” sindir Vivi. “Mama!!! Sudah berapa kali Zidane bilang kalau Annisa ini tidak boleh terlalu cap
Annisa terpaksa bangun dari istirahat siangnya begitu mendengar suara pintu kamar yang diketuk. Sejak tadi pagi tubuhnya letih sekali sehingga memutuskan untuk tidur setelah mengantarkan Zidane berangkat bekerja. Sudah beberapa hari Annisa dan Zidane memutuskan untuk tinggal di rumah Vivi dan Alfian demi mengupayakan agar Vivi bisa sembuh lebih cepat. Meskipun kurang nyaman, tapi Annisa mencoba untuk bertahan sekuat mungkin di rumah besar dan megah ini. Andaikan hubungan Annisa dengan Mama mertuanya tidak seburuk ini, mungkin ia akan betah untuk tinggal. Selama berada di sini, Annisa merasa waktu berjalan sangat lambat dibandingkan dengan waktu yang ia habiskan di rumahnya sendiri. Pun dengan Zidane yang akhir-akhir ini sering pulang terlambat dari kantor menambah kurangnya semangat Annisa dalam menjalani harinya. Annisa bisa saja meminta Zidane untuk kembali saja ke rumah mereka, tapi itu akan menambah buruk hubungannya dengan Vivi. Ditambah lagi Annisa tidak ingin mertuannya jatu
Keesokan harinya Tiara bisa bermalas-malasan di rumah karena memang sedang weekend. Tadinya ia akan pergi berkencan dengan Rizky, tapi nyatanya kekasihnya itu harus bekerja lembur sehingga rencana mereka gagal. "Ra, kamu sudah bangun belum?" panggil Rubi sambil mengetuk pintu kamar putri sulungnya. Tiara yang sudah bangun sedari tadi dan hanya main smartphone di atas kasur pun menyahuti mamanya dengan malas. "Aku udah bangun kok, Ma. Cuma lagi males aja keluar kamar. Lagian sekarang juga libur."Rubi yang berada di depan pintu kamar Tiara hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Ia paham betul putrinya itu memang suka sekali bermalas-malasan saat libur kerja. Namun, mulai saat ini ia harus segera mengubah pola hidup anaknya itu. "Sekarang kamu keluar dulu, Ra. Masa perempuan yang sudah mau dilamar orang kerjanya malas-malasan. Coba belajar untuk tetap mandi pagi dan turun dari kasur setelah bangun walaupun sedang libur," suruh Rubi. Tak berapa lama, Tiara muncul membuka pintu
Setelah berbincang dengan Zidane di kafe tadi, Rizky sedikit mempertimbangkan saran dari atasannya itu. Namun, ia masih merasa jika saat ini belum waktunya untuk menjelaskan semuanya pada Tiara. Hatinya masih meragu karena takut kekasihnya itu akan pergi jika ia menceritakan soal rencana perjodohannya. Waktu sekarang menunjukkan tepat pukul lima sore dan Rizky bersiap-siap untuk pulang. Namun, baru saja ia membuka pintu ruangannya tiba-tiba saja Tiara muncul di hadapannya sambil tersenyum manis. Wajah Rizky terlihat kusut karena sedari tadi memikirkan masalah perjodohannya. Sebagai kekasih dari Rizky, jelas Tiara bisa sangat peka jika pasangannya itu sedang menyembunyikan masalah. "Biasanya kalau aku muncul kamu langsung peluk aku terus nyengir. Nah ini kok kamu diem aja dan mukanya ditekuk gitu. Kamu ada masalah ya?" tebak Tiara sambil mengerutkan dahi dan menatap Rizky tajam. "Nggak ada kok. Aku cuma lagi capek aja soalnya kerjaan lagi numpuk," dalih Rizky. Tiara tak serta mert
Setelah menghabiskan waktu pagi bersama Annisa dengan sarapan dan berjalan-jalan di taman, Zidane pun berangkat ke kantor. Hatinya baru bisa lega saat istrinya itu sudah tidak marah lagi padanya. Sebenarnya Zidane agak khawatir meninggalkan Annisa sendiri di rumah orang tuanya, tapi Annisa meyakinkannya jika tidak akan ada masalah. Istrinya itu mengatakan jika bisa mengatasi semuanya dengan baik. Ia pun percaya karena memang harus segera berangkat ke kantor sebab pekerjaan sudah menunggu. "Aku berangkat dulu ya," pamit Zidane. "Hati-hati ya, Mas," sahut Annisa sambil mencium punggung tangan kanan suaminya. Zidane pun menaiki mobilnya menuju kantor. Ia harus segera sampai karena memang sudah telat. Untung saja tidak ada panggilan mendadak sehingga ia tak perlu terlalu terburu-buru. Lagi pula sebelumnya ia juga sudah menghubungi Rizky perihal kedatangannya yang terlambat. Baru saja sampai di kantor, Zidane langsung bergegas menuju ruangannya. Kedatangannya disambut oleh beberapa pe