Tak bisa diungkapkan betapa terkejutnya Kevin dan Dimas melihat kejadian mengerikan itu. Mereka terpaku, sulit mempercayai apa yang baru saja terjadi di depan mata mereka. Pedro, seorang pria yang kuat dan tegar, kini terkapar tak berdaya setelah peluru yang menembusi dadanya berharap tidak sampai merenggut nyawanya. ‘Bagaimana ini bisa terjadi?’ batin Kevin dan Dimas dalam hati, tidak menyangka bahwa tragedi semacam itu bisa terjadi di lingkungan yang mereka kenal begitu dekat. Darah segar mengalir deras dari luka tembak Pedro, membasahi tubuhnya sekaligus melukis mimpi buruk di atas lantai.‘Apa yang harus kami lakukan sekarang? Bagaimana kami bisa melanjutkan hidup bila terjadi sesuatu pada Pedro?’ tanya Kevin dan Dimas dalam hati, cemas akan kemungkinan efek jangka panjang dari insiden ini. Kehidupan yang selama ini mereka jalani rasanya seperti telah luluh lantak, dan kini mereka harus merangkai kembali mimpi-mimpi yang hancur menjadi satu kesatuan yang mungkin tak akan sama
Setelah tiba di rumah sakit, Zara dan Inem, pelayan yang selama ini setia menemaninya, mendapat perawatan intensif. Mereka berdua pingsan saat dibawa ke rumah sakit dan hingga kini belum juga sadar. Hal ini membuat hati Kevin semakin berkecamuk, penuh amarah dan kebencian pada mafia yang telah menculik Zara."Sialan mereka! Kenapa harus Zara yang menjadi sasarannya? Dia tidak bersalah," batin Kevin dengan penuh emosi. Rasanya ingin sekali ia menumpahkan segala kekesalannya pada mereka yang telah merenggut kebahagiaan yang selama ini ia dan Zara jalani.Kevin terus merenung di depan ruang tunggu, menahan getir dalam hatinya. "Aku akan melindungimu, Zara. Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi. Aku akan menemukan menghancurkan, bagaimanapun caranya, dan memberikan pembalasan yang pantas."Setiap detik yang berlalu, Kevin merasakan detak jantungnya semakin bergelora, menyiratkan tekad yang tak akan goyah dalam melindungi Zara dan menghancurkan pihak yang berani mencelakai
"Persiapkan pemakaman Pedro," perintah Kevin dengan suara bergetar pada anak buahnya yang menemani Kevin melihat jenazah sang pengawal setia. Kevin merasa terpuruk; jenazah di hadapannya adalah bukti kesetiaan Pedro yang mengorbankan nyawa demi melindungi Zara, istri Kevin. Di balik rasa berterima kasih yang dalam, perasaan sedih dan penyesalan menghantui hati Kevin.‘Aku sangat menyesal membiarkan Pedro mengambil alih tugasku? Mengapa harus Pedro yang membayar dengan nyawanya?’ ucap Kevin di dalam hati yang belum mampu menerima kehilangan."Baik, Tuan," jawab anak buahnya patuh, menyadari bahwa Kevin sedang menahan kesedihan dan tangisan yang hendak pecah.Sang bawahan pun menjelaskan pada Kevin, kalau keluarga Pedro ingin jenazah Pedro dimakamkan di dekat tempat tinggalnya.Setelah beberapa saat, Kevin mengangguk perlahan, menunjukkan persetujuan untuk menjalankan proses pemakaman sesuai dengan yang diinginkan oleh mendiang Pedro dan keluarganya. Dia tahu betul, Pedro pantas men
“Ini semua pasti ulah Kevin,” gumam Mario Baron sambil mengepalkan tinju. Anak semata wayang sang mafia tidak dapat menahan amarah saat menduga bahwa Kevin Lah dalang di balik kehancuran bisnis keluarganya.Mario Baron, anak dari almarhum mafia legendaris, tengah berjuang keras untuk menjaga warisan keluarga. Namun, tiba-tiba saja, mereka menghadapi rugi yang begitu besar.‘Benarkah ini semua karena Tuan Kevin? Apa beliau masih belum puas setelah Tuan Baron menghabisi keluarga besarnya dan sudah dibalas juga dengan kematian Tuan besar? Mungkinkah Tuan Kevin ingin balas dendam dengan menumbangkan bisnis yang masih tersisa di keluarga ini?’ batin sang asisten dengan penuh emosi.Memikirkan kebencian yang mungkin dipendam Kevin terhadap sang majikan dan keluarga ini, membuat jantungnya pun serasa berdegup kencang. Saat mendengar kabar gudang senjata milik keluarga Baron meledak, Mario Baron merasakan kehilangan yang begitu besar.Gudang senjata adalah sumber penghasilan mereka, jika
Sementara itu, Kevin dan anak buahnya pergi ke tempat peristirahatan terakhir Pedro, pria tampan sejuta pesona itu benar-benar mewujudkan permintaan keluarganya Pedro.Kevin merasa berdosa atas kejadian yang menimpa Pedro. Dengan hati yang hancur, dia memberikan santunan dan berjanji akan menghidupi orang tua serta saudara Pedro dengan layak. “Bu, Pak. Saya akan bertanggung jawab atas kehidupan kalian, saya akan menyekolahkan adik-adik Pedro dengan layak. Saya juga akan memberikan gaji Pedro pada kalian,” tutur Kevin pada sepasang suami istri yang mata bengkak.“Terima kasih Tuan. Jangan menyalahkan diri anda atas musibah ini. Kami yakin ini semua sudah kehendak Tuhan, dan kami bangga Pedro menjalankan tugasnya dengan baik sampai akhir hidupnya.Kevin memeluk wanita paruh baya itu, keduanya menangis. Entah dari mana datangnya manusia berhati malaikat ini.Kevin bertanya pada dirinya sendiri, apa dia telah melakukan yang terbaik untuknya? Keluarga Pedro, yang tak menyalahkan Kevin at
Kevin menatap sendu ranjang pasien. Sebagai suami, dia merasa begitu bersalah, tak mampu melindungi istri tercinta dari bahaya yang mengancam. Dalam sunyi dia selalu menyalahkan diri sendiri atas kejadian ini."Ini semua salahku. Aku tahu mereka tidak main-main, tapi kenapa aku mengabaikannya? Aku sangat menyesal." Sambil mengusap lembut puncak kepala Zara, air matanya menetes perlahan, membasahi wajah istri yang sudah sangat rapuh itu.Bayang-bayang dendam masa lalu dengan mafia sialan itu menyiksanya, mengapa harus Zara yang jadi korban? Ini semua begitu tidak adil. Kevin teringat saat pertama kali menikahi Zara, saat bersumpah di hadapan Tuhan untuk melindungi dan menjaganya dalam suka maupun duka. "Oh Tuhan, izinkanlah aku untuk menjadi suami yang lebih baik, berilah kami kesempatan kedua untuk memulai kehidupan baru bersama. Kali ini aku akan benar-benar melindunginya dari segala rintangan yang akan datang, entah itu dari mafia atau bahaya apapun," gumamnya dengan tekad yang
“Zara,” panggil Kevin, dia sempat melirik ke arah ranjang pasien lain yang ditempati Inem.Kevin berjalan mendekati Zara di ICU, hatinya berdebar-debar seiring langkahnya yang semakin dekat ke ranjang tersebut. Sesampainya di sana, ia langsung duduk di samping ranjang yang menjadi tempat istri tercintanya, Zara, beristirahat. Kening Zara dibanjiri keringat dan pucat, namun perlahan Kevin mulai melihat senyuman kecil di bibir istri yang ia kasihi itu. Kevin merasa lega karena Zara berhasil melewati pintu maut, meski masih ada kekhawatiran di hati. "Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika kehilanganmu, Zara," bisik Kevin di samping telinga sang istri sambil mengecup kening istrinya dengan penuh perasaan.“A–aku,” air mata membanjiri wajah Zara. Ingatan ditarik mundur saat mengingat tragedi malam itu. Tidak lama kemudian, dokter yang menangani Zara datang ke ruangan untuk memeriksa kondisi Zara. “Mohon izin Tuan, saya ingin memastikan kondisi Nyonya baik-baik saja.”Kevin men
"Jadi ini rumahmu?" tanya Zara pada sang suami dengan ekspresi terkejut.Baru saja ia keluar dari rumah sakit dan untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di rumah suaminya. Beberapa bulan yang lalu, Zara masih mengira bahwa suaminya adalah orang miskin dan selalu mendapat hinaan gembel dari orang tua angkatnya. Namun, kini di depan matanya berdiri sebuah rumah yang mewah bak istana. "Maaf kalau aku dan keluargaku dulu selalu meremehkanmu, padahal kenyataannya jauh dari apa yang kami pikirkan selama ini," gumam Zara lirih menatap sang suami dengan rasa bersalah. Kevin tersenyum, “semua kan atas permintaan kakek, jadi ini semua bukan salah kalian. Berhenti menyalahkan diri sendiri,” jawab Kevin lembut.Zara tersenyum kecut. Ada perasaan penyesalan yang mendalam seketika ia menyadari kesalahannya. Suaminya tersenyum menenangkan, "Sekali lagi aku tekankan itu tidak masalah, Zara. Aku tahu kau belum tahu semuanya. Tapi yang terpenting, sekarang kita bisa mulai menjalani kehidupan bers
Sore yang mendung, tak menyurutkan semangat Kevin dalam meresmikan pembukaan anak cabang Adamson Corporation sesuai rencana. Tak ada yang tahu, termasuk tamu undangan yang nanti akan hadir di sana, bahwa perusahaan ini sudah disiapkan oleh Kevin sebagai kejutan untuk sang asisten terbaiknya, Dimas. Dalam kesempatan istimewa ini, Dimas datang bersama istri tercinta, ibu mertuanya yang begitu penyayang, serta bibinya yang selalu dianggap seperti ibu kandung sendiri. Sementara itu, Kevin datang bersama sang istri, dua buah hatinya yang merupakan anak kembar berusia tiga tahun, serta ayah mertuanya yang nampak semakin sehat dan bugar. Anak-anak kembar tersebut menjadi pusat perhatian. Betapa adil Tuhan, wajah gadis kecil itu persis seperti Kevin, sedangkan bocah lelakinya menyerupai wajah sang istri. Sebuah keluarga yang harmonis, mencerminkan cinta yang tulus di antara mereka. Seperti biasa, Kevin diminta untuk memberikan sambutan sebagai pimpinan perusahaan. Dalam sorotan cahaya s
Tiga bulan berikutnya, Kevin sedang berbincang serius dengan istri tercintanya mengenai rencana masa depan Dimas dan Dinda. "Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Kevin pada sang istri, membuatnya penasaran. "Apa itu, Sayang? Kok sepertinya sangat penting?" tanya sang istri dengan wajah penasaran, menambah kegugupan dalam ruangan. Kevin tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang begitu mendukungnya. "Sebenarnya, ini bukan hanya penting, tapi juga menyangkut masa depan Dimas dan Dinda. Aku ingin meminta pendapat dari istriku tercinta karena apa yang aku miliki, juga menjadi milik istriku." Mendengar hal tersebut, istri Kevin tersenyum lembut dan mengecup pipi suaminya sebagai tanda cinta dan dukungan. "Apa yang ingin kamu bahas, Sayang?" Dengan nafas yang berat, Kevin mulai bercerita, "Aku berencana memberikan satu perusahaan kepada Dimas. Dia sudah bekerja sangat keras untuk kantor kita, dan aku ingin dia bersama Dinda maju serta memulai segalanya dari awal
Hari ini adalah hari terakhir Dinda dan Dimas untuk mengecap bulan madu, mereka sudah berkeliling ke berbagai tempat namun rasanya waktu itu masih kurang.Seperti pagi ini tidur mereka harus terenggut saat keduanya sudah merencanakan di hari sebelumnya untuk membeli oleh-oleh."Sayang, ayo bangun kita harus segera menuju ke tempat oleh-oleh jangan sampai nanti pulang malah tidak membawa apa-apa,“ ucap Dinda pada sang suami Dimas saat ini masih bersantai di atas ranjang setelah kelelahan selama beberapa hari ini menikmati indahnya sebagai pasangan suami istri.“Sebentar lagi Sayang aku ngantuk banget.” rasanya sangat sulit bagi Dimas untuk membuka mata dia lebih memilih untuk tetap terpejam dan berada di atas ranjang."Tapi kita harus segera pergi, Sayang. Jangan sampai kehabisan oleh-oleh," ucap Dinda dengan nada menggoda. Dinda mengeluarkan jurusnya agar sang suami mau segera bangun dari tidurnya, dirinya sudah menunggu cukup lama Namun pria ini tak juga membuka matanya hingga membua
Pesta pernikahan Dimas terus berlangsung hingga larut malam pemilihan tempat yang outdoor membuat suasana semakin Syahdu dan terkesan akrab. Semua karyawan Adamson corporation sengaja diundang oleh Dimas dan mereka tidak ada yang tidak datang Jujur semenjak ada Dinda, Dimas sudah tidak sekaku dulu lagi minimal orang kedua di kantor tempat mereka bekerja sudah lebih sering tersenyum ketimbang sebelumnya. Semakin malam pesta semakin larut hentakan musik di pinggir pantai memecah suasana malam itu mereka berpesta pora hingga akhirnya pesta pun berakhir. Setelah berbulan-bulan persiapan yang melelahkan, Dimas dan Dinda akhirnya menyelesaikan pesta pernikahan mereka dengan sukses. Dikelilingi oleh cahaya gemerlap lampu dan tumpukan karangan bunga, mereka berdua tampak kelelahan namun bahagia. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menghela nafas lega, menikmati momen indah setelah perjalanan panjang menuju hari yang mereka nantikan. “Akhirnya semua ritual melelahkan kita berakhir,” uc
Pernikahan Dimas dan Dinda"Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Kevin pada sang istri. Hari ini mereka akan menghadiri acara pernikahan Dimas dan Dinda, acara sakral yang dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. "Sebentar, Sayang. Dua menit lagi, tinggal memakai berlian saja kok," ucap sang istri, yang membuat Kevin tersenyum bahagia. Padahal, istrinya sudah diberikan waktu cukup lama untuk berdandan; bahkan Kevin sempat bermain bersama kedua anak kembarnya. Namun, begitu kembali, sang istri masih sibuk berkutik di depan meja rias. Sementara itu, istrinya ingin tampil sempurna agar tidak membuat sang suami malu. "Iya, sayang, berapapun waktu yang kau inginkan pasti akan kuberikan," ucap Kevin dengan lembut. Zara tertawa kecil, tak mengetahui apakah kalimat itu sarkasme atau benar-benar dari hati Kevin, sebab ia tahu suaminya telah menunggu cukup lama. "Sabar dong, Sayang. Sebentar lagi," ucap Zara dengan menggoda. Tak berselang lama, ia pun mendekati Kevin, ternyata sang
Kevin dan Dimas berdiri kokoh di tengah jalanan yang sepi dan mulai gelap, terasa begitu mencekam dan hening, matapun tertuju pada para preman bersenjata api. Jantung mereka berdegup semakin cepat; namun mereka tahu bahwa mereka harus bertindak gesit untuk melindungi diri sendiri serta orang-orang di sekitar. Keduanya lantas merancang strategi dengan mata fokus, tanpa sepatah kata pun terlontar, sekedar tatapan yang saling bercerita dan penuh tekad bersama. Siap menghadapi bahaya yang melayang di atas kepala mereka, mereka mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak lama, preman-preman itu mulai mendekati dengan niat yang jelas. Kevin dan Dimas pun segera melancarkan aksi mereka. Keduanya mengandalkan keterampilan bertarung serta refleks yang telah mereka asah, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan para penjahat tersebut. Angin meniup lantang, suara bentrokan demi bentrokan memecah kesunyian, menjadikan malam itu satu episode yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang m
Malam itu, Kevin duduk di balkon kamarnya bersama istri tercinta, setelah berhasil menidurkan kedua anak kembarnya yang lucu. Rencana yang akan dibahas adalah mengenai persiapan pernikahan Dimas dan Dinda, keduanya yang telah lama diincar oleh hati Kevin untuk dipertemukan. Kebahagiaan Dimas adalah kebahagiaan bagi Kevin. Tidak hanya sebagai asisten pribadi yang sudah seperti keluarga, tetapi juga sahabat yang selalu setia menemani Kevin dalam suka duka. Diiringi malam yang tenang, ia menggenggam tangan istri dan berbicara dengan tulus dari lubuk hatinya. Kevin ingin meminta izin untuk memberikan biaya pernikahan untuk Dimas dan Dinda. Bagaimanapun, Dimas telah memberikan begitu banyak hal dalam hidup mereka dan tentunya Kevin sangat berharap sang istri tidak keberatan dengan keputusannya.Tentu saja tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi Kevin selain melihat orang-orang di sekitarnya bahagia. Karena ia tahu betul bahwa Dinda telah mencuri hati Dimas sejak pertama kali bertemu
Satu Tahun kemudianHubungan Dimas dan Dinda semakin menemukan titik kebahagiaan mereka benar-benar tak menyangka akhirnya bisa sampai di titik ini. Malam ini Dimas mengajak Dinda untuk makan malam bersama. Jujur ada desir hangat mengalir dalam darah dinda."Dinda, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” ucap Dimas gugup. Demi apapun Dimas tak pernah sebelumnya merasa segugup ini."Apa itu, Dimas? Jangan membuatku gugugp deh,” jawab Dinada penuh rasa penasaran Dinda berharap Dimas menyatakan cinta padanya, sudah sejak lama Dinda menunggu ungkapan cinta dari lelaki yang terkenal dingin ini namun tak kunjung terjadi juga.“Hmmmm,” Dimas berdehem gugup. "Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Kamu membuat setiap hari menjadi lebih cerah dan berarti bagiku. Aku mencintaimu, Dinda, dengan segenap hatiku."Dinta membelalak mendengar ungkapan cinta dari pria kutub utara ini. Benarkah ini? Atau aku hanya bermimpi? ... Aku juga mencintaimu. Kamu adalah sumber kebahagiaanku,” sayangny
Sementara itu di sebuah restoran mewah Kevin sengaja meminta istrinya untuk datang ke restoran hari ini.Dia mengajak sang istri untuk makan siang bersama, senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita yang ia cintai sudah tiba di hadapannya.“Wah, kau cantik sekali, Sayang," ucap Kevin dengan nada rayuan, memandangi sang istri yang berdandan cantik. Wanita itu mencebik, merasa gusar dengan cara suaminya memujinya. "Memangnya selama ini aku tidak cantik, Sayang?" tanya sang istri, menegaskan kalimatnya. Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum geli. "Tentu saja cantik. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan istriku," jawabnya dengan hati-hati. "Ayo sayang, kita makan siang dulu. Aku sudah pesan makanan kesukaanmu," ajaknya seraya menunjuk hidangan yang sudah tersaji di atas meja makan. Kevin menggenggam tangan sang istri, tatapannya lembut dan sayang. "Sesekali kita perlu menghabiskan waktu berdua saja, Sayang. Semoga di waktu yang akan datang, kita bisa leb