Kepanikan yang melanda ditambah beban pikiran yang sang mafia rasakan, menjadikan situasi ini semakin sulit dan menakutkan. Tuan Baron, pria yang selama ini terbiasa menjalani hidup sebagai seorang mafia, merasa terdesak dan nyaris lumpuh di tengah pergolakan ini. ‘Mengapa semua ini harus terjadi? Apa yang harus kulakukan?’ batin Baron sambil mencoba menguasai diri. Wajah yang tampak tegar menjadi pembelanya, tapi hati Baron telah hancur di dalam. “Aku harus mencari cara, aku harus tetap berdiri!” tutur Baron dalam monolognya. Dia lalu merenung dalam-dalam untuk menggali segala keberaniannya dalam menghadapi situasi genting ini. Ini satu-satunya cara yang ia bisa pertimbangkan, satu-satunya kesempatan untuk melawan nasib, mengambil kembali kekuasaan, dan menggapai kemenangan atas semua rintangan yang menghadangnya. Anak buahnya telah dilumpuhkan oleh anak buah Kevin.“Minimal aku harus pergi dari sini memba aset ini, lalu kembali lagi mengambil alih semuanya,” gumamnya mengingat
Tak bisa diungkapkan betapa terkejutnya Kevin dan Dimas melihat kejadian mengerikan itu. Mereka terpaku, sulit mempercayai apa yang baru saja terjadi di depan mata mereka. Pedro, seorang pria yang kuat dan tegar, kini terkapar tak berdaya setelah peluru yang menembusi dadanya berharap tidak sampai merenggut nyawanya. ‘Bagaimana ini bisa terjadi?’ batin Kevin dan Dimas dalam hati, tidak menyangka bahwa tragedi semacam itu bisa terjadi di lingkungan yang mereka kenal begitu dekat. Darah segar mengalir deras dari luka tembak Pedro, membasahi tubuhnya sekaligus melukis mimpi buruk di atas lantai.‘Apa yang harus kami lakukan sekarang? Bagaimana kami bisa melanjutkan hidup bila terjadi sesuatu pada Pedro?’ tanya Kevin dan Dimas dalam hati, cemas akan kemungkinan efek jangka panjang dari insiden ini. Kehidupan yang selama ini mereka jalani rasanya seperti telah luluh lantak, dan kini mereka harus merangkai kembali mimpi-mimpi yang hancur menjadi satu kesatuan yang mungkin tak akan sama
Setelah tiba di rumah sakit, Zara dan Inem, pelayan yang selama ini setia menemaninya, mendapat perawatan intensif. Mereka berdua pingsan saat dibawa ke rumah sakit dan hingga kini belum juga sadar. Hal ini membuat hati Kevin semakin berkecamuk, penuh amarah dan kebencian pada mafia yang telah menculik Zara."Sialan mereka! Kenapa harus Zara yang menjadi sasarannya? Dia tidak bersalah," batin Kevin dengan penuh emosi. Rasanya ingin sekali ia menumpahkan segala kekesalannya pada mereka yang telah merenggut kebahagiaan yang selama ini ia dan Zara jalani.Kevin terus merenung di depan ruang tunggu, menahan getir dalam hatinya. "Aku akan melindungimu, Zara. Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi. Aku akan menemukan menghancurkan, bagaimanapun caranya, dan memberikan pembalasan yang pantas."Setiap detik yang berlalu, Kevin merasakan detak jantungnya semakin bergelora, menyiratkan tekad yang tak akan goyah dalam melindungi Zara dan menghancurkan pihak yang berani mencelakai
"Persiapkan pemakaman Pedro," perintah Kevin dengan suara bergetar pada anak buahnya yang menemani Kevin melihat jenazah sang pengawal setia. Kevin merasa terpuruk; jenazah di hadapannya adalah bukti kesetiaan Pedro yang mengorbankan nyawa demi melindungi Zara, istri Kevin. Di balik rasa berterima kasih yang dalam, perasaan sedih dan penyesalan menghantui hati Kevin.‘Aku sangat menyesal membiarkan Pedro mengambil alih tugasku? Mengapa harus Pedro yang membayar dengan nyawanya?’ ucap Kevin di dalam hati yang belum mampu menerima kehilangan."Baik, Tuan," jawab anak buahnya patuh, menyadari bahwa Kevin sedang menahan kesedihan dan tangisan yang hendak pecah.Sang bawahan pun menjelaskan pada Kevin, kalau keluarga Pedro ingin jenazah Pedro dimakamkan di dekat tempat tinggalnya.Setelah beberapa saat, Kevin mengangguk perlahan, menunjukkan persetujuan untuk menjalankan proses pemakaman sesuai dengan yang diinginkan oleh mendiang Pedro dan keluarganya. Dia tahu betul, Pedro pantas men
“Ini semua pasti ulah Kevin,” gumam Mario Baron sambil mengepalkan tinju. Anak semata wayang sang mafia tidak dapat menahan amarah saat menduga bahwa Kevin Lah dalang di balik kehancuran bisnis keluarganya.Mario Baron, anak dari almarhum mafia legendaris, tengah berjuang keras untuk menjaga warisan keluarga. Namun, tiba-tiba saja, mereka menghadapi rugi yang begitu besar.‘Benarkah ini semua karena Tuan Kevin? Apa beliau masih belum puas setelah Tuan Baron menghabisi keluarga besarnya dan sudah dibalas juga dengan kematian Tuan besar? Mungkinkah Tuan Kevin ingin balas dendam dengan menumbangkan bisnis yang masih tersisa di keluarga ini?’ batin sang asisten dengan penuh emosi.Memikirkan kebencian yang mungkin dipendam Kevin terhadap sang majikan dan keluarga ini, membuat jantungnya pun serasa berdegup kencang. Saat mendengar kabar gudang senjata milik keluarga Baron meledak, Mario Baron merasakan kehilangan yang begitu besar.Gudang senjata adalah sumber penghasilan mereka, jika
Sementara itu, Kevin dan anak buahnya pergi ke tempat peristirahatan terakhir Pedro, pria tampan sejuta pesona itu benar-benar mewujudkan permintaan keluarganya Pedro.Kevin merasa berdosa atas kejadian yang menimpa Pedro. Dengan hati yang hancur, dia memberikan santunan dan berjanji akan menghidupi orang tua serta saudara Pedro dengan layak. “Bu, Pak. Saya akan bertanggung jawab atas kehidupan kalian, saya akan menyekolahkan adik-adik Pedro dengan layak. Saya juga akan memberikan gaji Pedro pada kalian,” tutur Kevin pada sepasang suami istri yang mata bengkak.“Terima kasih Tuan. Jangan menyalahkan diri anda atas musibah ini. Kami yakin ini semua sudah kehendak Tuhan, dan kami bangga Pedro menjalankan tugasnya dengan baik sampai akhir hidupnya.Kevin memeluk wanita paruh baya itu, keduanya menangis. Entah dari mana datangnya manusia berhati malaikat ini.Kevin bertanya pada dirinya sendiri, apa dia telah melakukan yang terbaik untuknya? Keluarga Pedro, yang tak menyalahkan Kevin at
Kevin menatap sendu ranjang pasien. Sebagai suami, dia merasa begitu bersalah, tak mampu melindungi istri tercinta dari bahaya yang mengancam. Dalam sunyi dia selalu menyalahkan diri sendiri atas kejadian ini."Ini semua salahku. Aku tahu mereka tidak main-main, tapi kenapa aku mengabaikannya? Aku sangat menyesal." Sambil mengusap lembut puncak kepala Zara, air matanya menetes perlahan, membasahi wajah istri yang sudah sangat rapuh itu.Bayang-bayang dendam masa lalu dengan mafia sialan itu menyiksanya, mengapa harus Zara yang jadi korban? Ini semua begitu tidak adil. Kevin teringat saat pertama kali menikahi Zara, saat bersumpah di hadapan Tuhan untuk melindungi dan menjaganya dalam suka maupun duka. "Oh Tuhan, izinkanlah aku untuk menjadi suami yang lebih baik, berilah kami kesempatan kedua untuk memulai kehidupan baru bersama. Kali ini aku akan benar-benar melindunginya dari segala rintangan yang akan datang, entah itu dari mafia atau bahaya apapun," gumamnya dengan tekad yang
“Zara,” panggil Kevin, dia sempat melirik ke arah ranjang pasien lain yang ditempati Inem.Kevin berjalan mendekati Zara di ICU, hatinya berdebar-debar seiring langkahnya yang semakin dekat ke ranjang tersebut. Sesampainya di sana, ia langsung duduk di samping ranjang yang menjadi tempat istri tercintanya, Zara, beristirahat. Kening Zara dibanjiri keringat dan pucat, namun perlahan Kevin mulai melihat senyuman kecil di bibir istri yang ia kasihi itu. Kevin merasa lega karena Zara berhasil melewati pintu maut, meski masih ada kekhawatiran di hati. "Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika kehilanganmu, Zara," bisik Kevin di samping telinga sang istri sambil mengecup kening istrinya dengan penuh perasaan.“A–aku,” air mata membanjiri wajah Zara. Ingatan ditarik mundur saat mengingat tragedi malam itu. Tidak lama kemudian, dokter yang menangani Zara datang ke ruangan untuk memeriksa kondisi Zara. “Mohon izin Tuan, saya ingin memastikan kondisi Nyonya baik-baik saja.”Kevin men