“Tuan Baron sudah berada di lantai enam, tangga menuju kesana agak terjal, mohon berhati-hati Tuan, Pak Dimas.”Suara peringatan kembali terdengar saat Kevin hendak naik ke lantai 6.“Terima kasih,” jawabnya. Keduanya kembali fokus melumpuhkan anak buat Tuan Baron yang menjaga keamanan tempat itu."Pak Dimas, Pak Pedro sudah mulai menaiki tangga, dia bersama anak buah Tuan Baron. Saya tak tahu apa yang mereka lakukan tadi di ruangan lantai 1, karena suasana gelap," bisik suara di earphone mereka. Dimas mengepalkan tinju, rasa tidak tenang dan gelisah menyelimuti pikirannya."Tolong pantau terus ya pergerakannya, sekecil apapun itu sangat berarti untuk saya dan Tuan muda!”" perintahnya dengan suara serak sambil melirik anak buah Baron yang merintih karena kesakitan akibat ulah Dimas.“Baik Pak,” jawab ketua tim itu.Sementara itu, Kevin berada di sisi kanan sang asisten, matanya juga tetap fokus pada anak buahnya yang lain. Mereka tampak mulai kewalahan menghadapi anak buah Tuan Baron.
"Doooor Doooor Doooor!" kembali terdengar suara tembakan yang terdengar dari lantai bawah membuat Tuan Baron, langsung waspada.Pikirannya mulai berputar mencari langkah selanjutnya, ‘Apakah ini serangan dari anak ingusan itu? Siapa yang berani melawanku seperti ini? Apa dia mau nyumbang nyawa?’ Tuan Baron merasa cemas bercampur marah dan dia harus berhati-hati, sebab sepertinya lawannya kali ini bukan orang sembarangan. Begitu cepat, perhatiannya seketika teralihkan. Pria tua itu menatap ngeri ke arah pintu karena suara tembakan itu kian mendekat. ‘Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus melarikan diri? Mungkinkah pintu rahasia bisa mengantarku ke tempat yang lebih aman?’ Pikiran ini terus berkecamuk dalam kepala sang mafia yang nyalinya tak sehebat dulu karena tergerus usia, dia berusaha mencari cara terbaik untuk menyelamatkan diri dari bahaya yang semakin mengancam.Petang itu terasa seperti hari yang paling menegangkan sepanjang hidup Tuan Baron. Dalam hati, sang mafia
Kepanikan yang melanda ditambah beban pikiran yang sang mafia rasakan, menjadikan situasi ini semakin sulit dan menakutkan. Tuan Baron, pria yang selama ini terbiasa menjalani hidup sebagai seorang mafia, merasa terdesak dan nyaris lumpuh di tengah pergolakan ini. ‘Mengapa semua ini harus terjadi? Apa yang harus kulakukan?’ batin Baron sambil mencoba menguasai diri. Wajah yang tampak tegar menjadi pembelanya, tapi hati Baron telah hancur di dalam. “Aku harus mencari cara, aku harus tetap berdiri!” tutur Baron dalam monolognya. Dia lalu merenung dalam-dalam untuk menggali segala keberaniannya dalam menghadapi situasi genting ini. Ini satu-satunya cara yang ia bisa pertimbangkan, satu-satunya kesempatan untuk melawan nasib, mengambil kembali kekuasaan, dan menggapai kemenangan atas semua rintangan yang menghadangnya. Anak buahnya telah dilumpuhkan oleh anak buah Kevin.“Minimal aku harus pergi dari sini memba aset ini, lalu kembali lagi mengambil alih semuanya,” gumamnya mengingat
Tak bisa diungkapkan betapa terkejutnya Kevin dan Dimas melihat kejadian mengerikan itu. Mereka terpaku, sulit mempercayai apa yang baru saja terjadi di depan mata mereka. Pedro, seorang pria yang kuat dan tegar, kini terkapar tak berdaya setelah peluru yang menembusi dadanya berharap tidak sampai merenggut nyawanya. ‘Bagaimana ini bisa terjadi?’ batin Kevin dan Dimas dalam hati, tidak menyangka bahwa tragedi semacam itu bisa terjadi di lingkungan yang mereka kenal begitu dekat. Darah segar mengalir deras dari luka tembak Pedro, membasahi tubuhnya sekaligus melukis mimpi buruk di atas lantai.‘Apa yang harus kami lakukan sekarang? Bagaimana kami bisa melanjutkan hidup bila terjadi sesuatu pada Pedro?’ tanya Kevin dan Dimas dalam hati, cemas akan kemungkinan efek jangka panjang dari insiden ini. Kehidupan yang selama ini mereka jalani rasanya seperti telah luluh lantak, dan kini mereka harus merangkai kembali mimpi-mimpi yang hancur menjadi satu kesatuan yang mungkin tak akan sama
Setelah tiba di rumah sakit, Zara dan Inem, pelayan yang selama ini setia menemaninya, mendapat perawatan intensif. Mereka berdua pingsan saat dibawa ke rumah sakit dan hingga kini belum juga sadar. Hal ini membuat hati Kevin semakin berkecamuk, penuh amarah dan kebencian pada mafia yang telah menculik Zara."Sialan mereka! Kenapa harus Zara yang menjadi sasarannya? Dia tidak bersalah," batin Kevin dengan penuh emosi. Rasanya ingin sekali ia menumpahkan segala kekesalannya pada mereka yang telah merenggut kebahagiaan yang selama ini ia dan Zara jalani.Kevin terus merenung di depan ruang tunggu, menahan getir dalam hatinya. "Aku akan melindungimu, Zara. Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi. Aku akan menemukan menghancurkan, bagaimanapun caranya, dan memberikan pembalasan yang pantas."Setiap detik yang berlalu, Kevin merasakan detak jantungnya semakin bergelora, menyiratkan tekad yang tak akan goyah dalam melindungi Zara dan menghancurkan pihak yang berani mencelakai
"Persiapkan pemakaman Pedro," perintah Kevin dengan suara bergetar pada anak buahnya yang menemani Kevin melihat jenazah sang pengawal setia. Kevin merasa terpuruk; jenazah di hadapannya adalah bukti kesetiaan Pedro yang mengorbankan nyawa demi melindungi Zara, istri Kevin. Di balik rasa berterima kasih yang dalam, perasaan sedih dan penyesalan menghantui hati Kevin.‘Aku sangat menyesal membiarkan Pedro mengambil alih tugasku? Mengapa harus Pedro yang membayar dengan nyawanya?’ ucap Kevin di dalam hati yang belum mampu menerima kehilangan."Baik, Tuan," jawab anak buahnya patuh, menyadari bahwa Kevin sedang menahan kesedihan dan tangisan yang hendak pecah.Sang bawahan pun menjelaskan pada Kevin, kalau keluarga Pedro ingin jenazah Pedro dimakamkan di dekat tempat tinggalnya.Setelah beberapa saat, Kevin mengangguk perlahan, menunjukkan persetujuan untuk menjalankan proses pemakaman sesuai dengan yang diinginkan oleh mendiang Pedro dan keluarganya. Dia tahu betul, Pedro pantas men
“Ini semua pasti ulah Kevin,” gumam Mario Baron sambil mengepalkan tinju. Anak semata wayang sang mafia tidak dapat menahan amarah saat menduga bahwa Kevin Lah dalang di balik kehancuran bisnis keluarganya.Mario Baron, anak dari almarhum mafia legendaris, tengah berjuang keras untuk menjaga warisan keluarga. Namun, tiba-tiba saja, mereka menghadapi rugi yang begitu besar.‘Benarkah ini semua karena Tuan Kevin? Apa beliau masih belum puas setelah Tuan Baron menghabisi keluarga besarnya dan sudah dibalas juga dengan kematian Tuan besar? Mungkinkah Tuan Kevin ingin balas dendam dengan menumbangkan bisnis yang masih tersisa di keluarga ini?’ batin sang asisten dengan penuh emosi.Memikirkan kebencian yang mungkin dipendam Kevin terhadap sang majikan dan keluarga ini, membuat jantungnya pun serasa berdegup kencang. Saat mendengar kabar gudang senjata milik keluarga Baron meledak, Mario Baron merasakan kehilangan yang begitu besar.Gudang senjata adalah sumber penghasilan mereka, jika
Sementara itu, Kevin dan anak buahnya pergi ke tempat peristirahatan terakhir Pedro, pria tampan sejuta pesona itu benar-benar mewujudkan permintaan keluarganya Pedro.Kevin merasa berdosa atas kejadian yang menimpa Pedro. Dengan hati yang hancur, dia memberikan santunan dan berjanji akan menghidupi orang tua serta saudara Pedro dengan layak. “Bu, Pak. Saya akan bertanggung jawab atas kehidupan kalian, saya akan menyekolahkan adik-adik Pedro dengan layak. Saya juga akan memberikan gaji Pedro pada kalian,” tutur Kevin pada sepasang suami istri yang mata bengkak.“Terima kasih Tuan. Jangan menyalahkan diri anda atas musibah ini. Kami yakin ini semua sudah kehendak Tuhan, dan kami bangga Pedro menjalankan tugasnya dengan baik sampai akhir hidupnya.Kevin memeluk wanita paruh baya itu, keduanya menangis. Entah dari mana datangnya manusia berhati malaikat ini.Kevin bertanya pada dirinya sendiri, apa dia telah melakukan yang terbaik untuknya? Keluarga Pedro, yang tak menyalahkan Kevin at