Melihat Ardika memeluk Luna dengan erat, mata Desi seolah-olah akan memuncratkan api!Dia sangat ingin memisahkan mereka berdua, tetapi Luna selalu saja menentang keinginannya."Ardika, ikut pulang bersamaku, ya? Aku nggak ingin bercerai denganmu."Luna tidak memedulikan pendapat ibunya.Ardika menepuk-nepuk punggung Luna dengan lembut.Setelah melirik Desi sejenak, dia berkata, "Tapi, sebaiknya kamu pulang bersama Ayah, Ibu dan yang lainnya terlebih dahulu. Setelah amarah Ibu reda, aku baru pulang.""Ardika, kamu nggak perlu mengucapkan kata-kata untuk menyenangkanku!"Desi malah mendengus, sama sekali tidak menerima niat baik dari Ardika."Jangan berpikir aku sengaja menentangmu dan bersikeras memisahkanmu dengan Luna.""Sebenarnya masalah terletak pada dirimu sendiri!""Mengapa Edrik menjebakmu? Jelas-jelas karena kamu sudah menyinggungnya.""Dia adalah anggota Grup Lautan Berlian yang memiliki banyak anak buah. Kekuatan mereka sangat mengerikan. Kamu pernah bekerja di Grup Lautan B
"Lapor ...."Secara naluriah, Thomas mengangkat kepalanya dan menegakkan tubuhnya, lalu memberi hormat militer.Ini adalah kebiasaan yang telah terbentuk saat dirinya tergabung dalam tim khusus pelatihan Ardika. Hingga sekarang, dia tidak melupakan aturan tersebut.Ardika melambaikan tangannya dan berkata, "Sekarang kita sedang membicarakan masalah pribadi, nggak perlu terlalu kaku.""Baik!"Setelah mendengar ucapan Ardika, Thomas baru tampak agak rileks. Dia berkata, "Tina adalah putri bungsu pamanku yang merupakan Kepala Keluarga Dienga.""Sejak Bibi tiada, Tina nggak terima Paman menikah lagi. Karena itulah, hubungannya dengan Keluarga Dienga menegang, lalu dia memutuskan hubungannya dengan Keluarga Dienga secara sepihak dan meninggalkan kediaman Keluarga Dienga."Pemutusan hubungan secara sepihak yang dimaksud oleh Thomas adalah Tina sendiri menghapus namanya dari silsilah keluarga.Sejak saat itu, Tina sudah putus hubungan dengan Keluarga Dienga sepenuhnya.Ternyata apa yang diala
Saking ketakutan, sekujur tubuh Yoga sampai gemetaran.Dia berkata dengan suara bergetar, "Karena Tuan Ardika nggak memerintahkanku untuk berdiri, aku nggak berani berdiri!"Sangat jelas bahwa dia sedang sengaja menjilat Ardika.Ardika mendengus dengan acuh tak acuh. "Berdirilah."Setelah mendengar ucapan Ardika, Yoga baru bangkit dengan kaki yang masih gemetaran.Kemudian, dia berkata dengan nada menyanjung, "Tuan Ardika, sebenarnya masih ada hal tentang Grup Lautan Berlian yang ingin kulaporkan kepada Tuan.""Katakan saja," kata Ardika tanpa ekspresi.Yoga berkata, "Malam sebelum Alden mati keracunan, Vrenzent, dokter genius nomor satu Provinsi Denpapan bertemu dengan Alden di Kota Banyuli.""Begitu Alden mati, Vrenzent juga menghilang.""Jadi, menurut tebakanku, mungkin saja Vrenzent adalah orang yang ditempatkan oleh Billy di sisi Alden."Selesai berbicara, Yoga menatap Ardika sambil tersenyum menyanjung.Dia tahu, Ardika pasti tidak akan melepaskan orang-orang yang sudah menuduhny
"Tina, Edrik sudah menunjukkan bukti konkret bahwa kamu adalah pengkhianat dalam Grup Lautan Berlian. Apa lagi yang ingin kamu katakan?"Melihat Tina keluar dari mobil, pedang dalam genggaman Titus sudah sedikit terangkat.Tina menutup pintu mobil dengan perlahan, lalu menoleh dan menatap Titus."Paman Titus, kediaman Komandan Draco dari tim tempur Kota Banyuli terletak di sebelah Kompleks Vila Bumantara."Dia berkata dengan tenang, "Sebelumnya, saat Bromo mengutus dua puluh pembunuh ke sini untuk membalas dendam, mereka semua langsung ditembak mati di sini.""Kalau Paman berencana membunuhku di sini, Paman sendiri yang akan rugi besar."Tentu saja Tina tidak ingin mati.Apalagi mati tidak berdaya karena menjadi kambing hitam Edrik.Jadi, begitu keluar dari mobil, dia langsung menyampaikan beberapa patah kata itu.Dia ingin Titus segera mengurungkan niat untuk membunuhnya.Selama Titus tidak langsung bertindak, maka dia memiliki waktu untuk meyakinkan pria tua itu dan memberi penjelasa
Saat menerima panggilan telepon dari Desi, Ardika baru kembali ke kediaman mewah Draco yang bersebelahan dengan kediaman mewahnya.Dia sangat senang karena Desi berinisiatif meneleponnya dan memintanya pulang ke rumah.Dia mengira amarah ibu mertuanya itu sudah mereda.Jadi, dia bergegas meninggalkan kediaman mewah Draco dan pulang ke rumah."Ibu, aku pulang! Apa kalian sudah makan? Kalau belum, aku akan masak untuk kalian!" kata Ardika dengan senang. Dia juga menyapa Amanda sekeluarga dengan ramah.Siapa sangka, Amanda sekeluarga bahkan tidak meliriknya sama sekali."Di saat seperti ini, makan apaan lagi? Kamu dan Luna pergi ke kantor catatan sipil terlebih dahulu. Mengenai hal lainnya, nanti kita baru bicarakan lagi. Aku akan menemani kalian ke sana!"Kebetulan, Desi baru turun dari lantai atas dengan membawa sebuah kantong dokumen. Kemudian, dia langsung menyodorkan kantong dokumen itu kepada Ardika.Luna bertanya dengan bingung, "Ibu, untuk apa kita pergi ke kantor catatan sipil?"
Sebenarnya, Ardika merasa sedikit malu meminta asistennya membantunya mengurus urusan seperti ini.Namun, Jesika adalah seorang asisten yang profesional. Dia sama sekali tidak menunjukkan tanggapan yang aneh.Dia berkata, "Aku mengerti, Pak Ardika."Kurang dari setengah menit kemudian, ponsel Ardika berdering.Panggilan telepon dari Ridwan."Tuan Ardika, Tuan memintaku menutup kantor catatan sipil untuk mengulur waktu, ya?""Ya, benar.""Aku punya satu cara. Belakangan ini, negara kita berencana untuk membuat sebuah peraturan baru mengenai 'masa tenang setelah mengajukan perceraian'. Kelak, kalau ada pasangan suami istri yang mengurus perceraian, proses perceraian baru akan berlangsung satu bulan setelah pengajuan perceraian.""Tapi, peraturan ini baru akan resmi dijalankan tahun depan. Sekarang hanya tersisa beberapa bulan lagi.""Dengan identitas Tuan Ardika, selama Tuan angkat bicara, aku yakin pihak yang berwenang bisa mengumumkan peraturan itu lebih cepat."Ardika merasa ide Ridwa
"Ardika, apa maksudmu?!"Ekspresi Xavier langsung berubah menjadi muram.Ardika berkata sambil tersenyum tipis, "Aku datang ke sini untuk mengurus perceraian dengan istriku, apa hubungannya denganmu? Untuk apa kamu tergesa-gesa datang ke sini? Apa kamu senang melihat istriku menangis?""Jangan berbicara omong kosong! Aku nggak bermaksud datang mentertawakan Luna!"Melirik Luna yang sangat sedih tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Xavier buru-buru melontarkan bantahan."Oh? Bukan datang untuk mentertawakannya? Kalau begitu, untuk apa kamu datang ke sini?""Aku datang ke sini untuk mewakili Luna menyampaikan satu kalimat untukmu."Xavier tersenyum, lalu menunjukkan sikap layaknya seorang pemenang dan berkata dengan perlahan, "Berpisahlah baik-baik dan melewati kehidupan masing-masing dengan baik."Dia merasa kalimat ini sangat cocok untuk situasi Luna dan Ardika saat ini."Xavier, kalau begitu, aku juga akan menyampaikan satu kalimat untukmu."Ardika juga tersenyum."Katakan saja," kata
"Pak Dendi, kamu baik-baik saja, 'kan?!"Melihat Dendi tiba-tiba berlutut di lantai tanpa sebab, semua orang buru-buru menghampirinya untuk memapahnya.Xavier berkata, "Pak Dendi, apa karena tadi kamu datang dengan terlalu tergesa-gesa, sampai-sampai kamu merasa nggak enak badan? Bagaimana kalau kamu istirahat sejenak, baru mengurus urusan perceraian. Lagi pula, sepertinya nggak perlu terlalu terburu-buru?""Eh, ini, ini ...."Dendi menatap Ardika dengan tatapan ketakutan sekaligus tidak berdaya. Saking ketakutannya, dia menjadi tidak bisa berkata-kata."Pak Dendi mengenalnya?"Xavier mengerutkan keningnya.Dia merasa sorot mata yang ditujukan oleh Dendi pada Ardika sangat aneh.Dia menatap Ardika dengan kebingungan, tetapi dia tidak mendapati ada sesuatu yang aneh.Di matanya, Ardika hanyalah orang yang biasa-biasa saja, seorang pecundang yang tidak bisa apa-apa."Ya, pernah bertemu, pernah bertemu."Melihat Ardika sama sekali tidak peduli dengannya, Dendi juga tidak berani banyak bic