Suasana hati Ardika langsung berubah menjadi baik. Sambil tersenyum, dia berkata, "Futari, aku baru datang ke ibu kota provinsi beberapa hari, masih sangat sibuk. Katakan saja, kamu mau makan apa, mau main apa, aku akan membawamu! Anggap saja sebagai bentuk permintaan maaf dariku!"Setelah berinteraksi dengan Futari cukup lama, Ardika juga sudah sedikit berpengalaman dalam menghadapi gadis muda seperti adik iparnya ini."Nah, begini masih lumayan!"Futari mendengus dengan arogan, lalu berkata, "Karena kamu begitu tahu diri, nanti saat aku melapor pada Kak Luna, aku akan bilang kamu baik-baik saja di sini, nggak pergi menemui wanita.""Eh, aku memang nggak pergi menemui wanita sama sekali, oke?!"Ardika benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi. Makin lama, adik iparnya yang satu ini makin cerdas saja. Sekarang gadis muda itu sudah mulai "memerasnya"."Hehe, itu belum tentu, aku harus lihat dengan mata kepalaku sendiri!"Futari berkata dengan nada bicara arogan sekaligus malu-malu, "Begi
Awalnya Raina masih sedikit menantikan kemunculan Ardika.Menurutnya, orang yang tinggal di Gunung Halfi, pantas menjadi kenalannya.Namun, sekarang setelah mendapati Ardika hanyalah seorang satpam, minatnya itu langsung menghilang tanpa meninggalkan jejak.Dia bahkan malas untuk melirik Ardika."Futari, apa kamu yakin mau membawa kakak iparmu ini ke sana?""Perlu kamu ketahui, pertemuan malam ini adalah pertemuan para nona dan tuan muda, contohnya Tuan Muda Kalris dari Grup Goldis, Nona Rosa, putri wakil ketua Organisasi Snakei cabang Provinsi Denpapan dan yang lainnya. Selain itu, juga ada Tuan Muda Werdi yang sangat menyukaimu itu.""Sepertinya kakak iparmu ini nggak cocok untuk ikut acara seperti itu, bukan?"Raina melontarkan kata-kata ini dengan nada bicara datar.Hubungan Keluarga Jokro dengan Futari sekeluarga cukup baik, tetua dari kedua keluarga sering berinteraksi dengan satu sama lain.Tidak lama lagi Futari sudah mulai masuk kuliah, itu juga sudah terbilang sebuah masyarak
Namun, Raina malah tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Dia bahkan malas untuk melirik Ardika. Dia hanya bertanya sekali lagi, "Futari, apa kamu yakin mau mengajak kakak iparmu yang kampungan ini?""Kamu harus memikirkannya dengan baik. Orang-orang yang menghadiri pertemuan malam ini adalah para nona dan tuan muda dengan relasi yang luas dan pengaruh yang kuat di ibu kota provinsi. Selama kamu bisa menjalin hubungan baik dengan orang-orang ini, pasti akan sangat membantu di kemudian hari.""Sedangkan kakak iparmu ini sama sekali bukan orang yang satu dunia dengan orang-orang itu. Kalau dia pergi ke Hainiken pun, hanya cocok untuk berinteraksi dengan para penjaga pintu itu!""Kalau dia ikut bersamamu, membuat keributan dan menjadi bahan tertawaan, bahkan kamu juga akan ikut menjadi bahan tertawaan.""Apa kamu benar-benar nggak khawatir?"Ardika hanya mengangkat alisnya, tidak mengucapkan sepatah kata pun.Kalau bukan karena Futari mengatakan hubungan wanita itu dengan keluarga Futari san
Namun, Raina berpikir lagi. 'Setelah sampai di Hainiken dan melihat situasi di sana, si Ardika ini pasti nggak akan bisa mengucapkan kata-kata seperti ini lagi.'Hanya seorang kakak ipar penjaga pintu seperti Ardika, pasti tidak akan bisa memengaruhi Werdi dan Futari malam ini.Setelah berpikir demikian, Raina sudah tenang. Setelah Futari masuk ke dalam mobil, dia langsung menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya.Futari duduk di kursi penumpang samping pengemudi. Sambil berbalik, menyandarkan dadanya pada kursi, dia bertanya dengan penasaran, "Kak Ardika, mengapa kamu berada di kompleks vila Gunung Halfi? Kamu tinggal di vila yang mana? Apa vila itu cukup besar? Bagaimana kalau kamu atur sebuah kamar untukku, agar aku bisa mengawasimu dengan baik?""Yah, kebetulan, ayah dan ibuku, serta pamanku dan yang lainnya terus mengomeliku sepanjang hari. Aku sudah nggak tahan lagi."Tentu saja Futari tahu kemampuan Ardika.Walaupun kakak iparnya itu tidak mungkin begitu sampai di ibu kota
Namun, Raina sama sekali tidak menyadari Ardika hanya menanggapinya dengan santai. Dia malah merasa Ardika sudah rendah diri. Dalam sekejap, dia diliputi perasaan unggul sekaligus bangga."Ardika, tahukah kamu biaya konsumsi di Hainiken sangat tinggi. Di dalam sana, bahkan hanya segelas air saja, harganya bisa mencapai ratusan ribu.""Tapi, kamu nggak perlu khawatir, karena biaya konsumsi malam ini akan ditanggung oleh Nona Rosa.""Apa kamu tahu siapa Nona Rosa? Nona Rosa adalah putri Pak Wilgo, wakil ketua Organisasi Snakei cabang Provinsi Denpapan. Malam ini adalah pesta ulang tahunnya. Aku adalah teman baiknya, jadi aku juga diundang!""Satu hal lagi, orang-orang yang hadir malam ini adalah para nona dan tuan muda, serta tokoh-tokoh penting dunia seni. Futari sudah masuk ke Fakultas Seni Universitas Denpapan. Kelak, orang-orang ini pasti bisa membantunya.""Jadi, Ardika, saat kamu sudah masuk ke dalam nanti, jaga sikapmu. Jangan bertindak sembarangan, juga jangan bicara sembarangan.
"Plak ...."Begitu Futari selesai berbicara, pundaknya langsung ditepuk. Akibat pukulan itu, Futari berseru kaget. Dia menatap Ardika dengan sorot mata agak marah."Kak Ardika, kenapa kamu memukulku?!"Ardika berkata dengan kesal, "Kamu ini masih muda, tapi sudah licik saja, ya. Kamu memanfaatkanku lagi, 'kan?!""Baiklah. Maafkan aku, Kak Ardika. Bantu aku sekali ini saja, ya ...."Sambil menarik-narik lengan Ardika, Futari mulai menunjukkan sikap manjanya.Melihat tingkah adik iparnya itu, hati Ardika langsung meleleh. Dia buru-buru menarik lengannya dan berkata, "Oke, oke, oke, aku bantu kamu."Adik iparnya yang satu ini, masih semuda ini saja bisa memainkan trik "meluluhkan pria" seperti ini. Beberapa tahun lagi, bukankah dia akan menjadi "malapetaka" bagi para pria?Ardika berjalan berdampingan dengan Futari. Sambil memperhatikan Raina yang melangkah dengan sepatu hak tingginya seolah-olah tidak memedulikan siapa pun itu, dia bertanya dengan datar, "Tapi, Raina ini juga aneh, menga
Raina mengucapkan beberapa patah kata marah itu sambil tersenyum. Kemudian, dia menarik Futari ke sampingnya dan berkata, "Futari, kemarilah, kenalan dulu! Ini adalah Herdi Lotoka, pewaris Grup Loukun. Kamu panggil dia Kak Herdi!""Ini adalah Viera Pambudi, Nona Keluarga Pambudi, keluarga kelas satu ibu kota provinsi. Kamu panggil dia Kak Viera!"" ... "Raina sangat familier dengan orang-orang ini, memperkenalkan mereka satu per satu pada Futari.Setiap orang ini memiliki latar belakang yang tidak sederhana.Sejak kecil, Futari sudah mengikuti orang tuanya untuk menghadiri berbagai acara seperti ini, dia sudah terbiasa dengan suasana seperti ini sejak kecil. Jadi, dia tidak merasa malu atau canggung di acara seperti ini, melainkan menyapa semua orang dengan santai dan riang.Penampilannya yang polos, cantik dan manis ini langsung membuat orang-orang tersebut merasakan kesan baik terhadapnya."Ayo, kita mengobrol saja di sana. Futari baru pertama kalinya bergabung dengan kalangan kami,
"Adik perempuan nenekku?"Untuk sesaat, Kalris tidak sempat bereaksi. Dia berkata dengan dingin, "Eh, Ardika, apa maksudmu?!"Dia sendiri bahkan tidak tahu kapan neneknya punya seorang adik perempuan."Oh, ya itu artinya."Sambil tersenyum tipis, Ardika berkata, "Adik iparku yang membawaku masuk.""Hingga sekarang kamu masih berutang memanggilku Kakek. Karena kamu adalah cucuku, bukankah secara otomatis adik iparku adalah adik perempuan nenekmu?""Kapan aku berutang memanggilmu kakek?!"Emosi Kalris langsung meluap. Dia mengulurkan tangannya, hendak meraih leher Ardika. "Katakan dengan jelas. Kalau nggak, hari ini kamu sudah pasti akan mati!""Plak ...."Ardika langsung memukul tangan Kalris, lalu berkata dengan datar, "Tuan Muda Kalris, berani berbuat, nggak berani bertanggung jawab, ya. Kamu yang berlagak hebat di siaran langsung Jeslin. Begitu kalah, kamu langsung menghapus akunmu dan kabur begitu saja. Kamu juga nggak menepati janjimu untuk memanggil Kakek.""Jujur saja, itu benar-
"Kak Ardika ...."Futari memanggil kakak iparnya dengan suara agak terisak. Saking ketakutannya, raut wajahnya sudah berubah menjadi pucat pasi.Bagaimana mungkin dia bisa membayangkan kakak iparnya akan bertindak begitu gegabah? Tidak hanya menyinggung Werdi, kakak iparnya bahkan menyinggung begitu banyak orang.Kalau para nona dan tuan muda ini menggabungkan kekuatan mereka, mungkin sudah cukup untuk menggemparkan setengah dari ibu kota provinsi ini, bukan?Futari merasa sangat menyesal, dia menyalahkan dirinya sendiri. Seharusnya dia tidak mengajak kakak iparnya kemari dan menjadikan kakak iparnya sebagai tamengnya."Jangan takut."Ardika berjalan menghampiri Futari, menepuk-nepuk pundak gadis muda itu untuk menenangkannya, lalu berkata dengan acuh tak acuh, "Hanya sekelompok generasi muda pecundang saja. Jangankan menghabisiku, kalau mereka bisa menyentuh satu helai rambutku saja, anggap aku yang kalah."Suasana di dalam ruangan tersebut hening sejenak. Kemudian, suara teriakan pen
"Tadi kamu yang bilang mau menampar, 'kan?"Begitu selesai berbicara, Ardika langsung melayangkan tamparan lagi dengan punggung tangannya. Tamparan yang satu ini mendarat ke wajah seorang nona cantik. Akibat tamparan dari Ardika, riasan wanita itu langsung memudar."Lalu kamu."Nona yang satu itu mematung di tempat, sangat jelas tidak menyangka Ardika akan melayangkan tamparan ke wajahnya."Ahhh ... sialan! Berani-beraninya kamu memukulku! Bisa-bisanya kamu memukul wanita! Apa kamu layak disebut seorang pria?! Aku akan menghabisi seluruh keluargamu!""Plak ...."Mendengar ucapan nona itu, Ardika kembali melayangkan tamparan ke wajahnya hingga dia terjatuh di lantai."Ah, sepertinya pukulanku sudah terlalu ringan."Ardika menggelengkan kepalanya. Dia tidak melirik nona yang terjatuh ke lantai itu sama sekali, melainkan langsung berjalan menghampiri orang berikutnya."Plak ....""Alat pelampiasan kekesalan, ya?""Plak ....""Setiap orang satu tamparan, ya?""Plak ....""Semua orang di si
"Alat pelampiasan kekesalan?""Setiap orang satu tamparan, semua orang di sini mendapat giliran?"Ardika menyipitkan matanya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Werdi dan berkata, "Kamu yang bilang sendiri, 'kan?""Ya, aku yang bilang sendiri!"Sambil menggigit cerutunya, Werdi berjalan menghampiri Ardika. Kemudian, dia mengembuskan asap rokoknya ke wajah Ardika, lalu menyunggingkan seulas senyum ganas dan berkata, "Eh, Ardika, memangnya tempat kalangan kelas atas seperti Hainiken bisa dikunjungi oleh orang kampungan sepertimu?""Aku beri tahu kamu, kamu bahkan nggak berhak menghirup udara yang sama dengan kami!""Sekarang kamu sudah menyelinap masuk ke sini, mengotori udara kami. Kamu sudah melakukan kesalahan yang sangat besar!""Berbuat kesalahan, pantas dipukul, agar bisa berubah. Seharusnya kamu mengerti hal ini, bukan?""Jadi, hari ini, nggak peduli siapa pun orang di tempat ini yang menamparmu, kamu tetap harus berlutut dengan patuh, berlutut dengan tegak!""Apa kamu mengerti
Apa mungkin begitu kebetulan? Ardika baru saja melakukan satu panggilan telepon, mengatakan telah menginstruksikan Cahdani untuk menekan Keluarga Gunardi.Alhasil, Cahdani langsung menerobos masuk ke Perusahaan Guntar, perusahaan hiburan paling besar di bawah naungan Keluarga Gunardi, lalu menodongkan pisau untuk memaksa paman Werdi untuk menjual perusahaan.Kalau memang benar seperti itu, Ardika yang berada di hadapannya ini pasti memiliki latar belakang yang sangat besar, sampai-sampai tidak bisa dibayangkan olehnya. Kalau tidak, bagaimana mungkin seorang tokoh besar seperti Cahdani bersedia diperintah oleh Ardika seperti seekor anjing untuk menggigit orang?Setelah berpikir demikian, sekujur tubuh Werdi mulai terasa lemas.Sambil menatap Ardika dengan lekat, Werdi menelan air liurnya, lalu bertanya pada Ardika, "Siapa ... kamu sebenarnya?!"Ardika tertawa dan berkata, "Kamu nggak berhak tahu identitasku."Dia cukup puas dengan efektivitas kerja Cahdani.Terkadang, anjing yang satu i
Pengaruh, bukan hanya sekadar omong saja, melainkan membutuhkan waktu untuk membangunnya.Setelah melakukan proses pengelolaan selama puluhan tahun, Keluarga Gunardi baru berhasil membangun pengaruh di berbagai aspek dunia seni ibu kota provinsi.Sekarang, hanya dengan satu panggilan telepon, Ardika ingin meminta orang untuk menekan pengaruh Keluarga Gunardi di dunia seni ibu kota provinsi, bahkan membeli dan menekan perusahaan Keluarga Gunardi?Apa Ardika menganggap mereka semua ini bodoh dan tidak tahu apa-apa?Menghadapi ejekan dan sindiran semua orang, Ardika berkata dengan santai, "Oh? Bukankah hanya sekadar menekan Keluarga Gunardi? Ya, itu bukanlah apa-apa, nggak perlu sampai Jace yang turun tangan. Aku menginstruksikan Cahdani, anjingku ini untuk melakukannya saja sudah cukup."Suasana di dalam ruangan tersebut langsung berubah menjadi hening.Cahdani?Cahdani yang Ardika maksud adalah pria yang membentuk aliansi dengan Vita untuk melumpuhkan Giorgi, wakil ketua Organisasi Snak
Nada bicara Ardika sangat tenang, tetapi juga sangat mengintimidasi.Mendengar ucapannya, orang-orang di sekeliling tempat itu sampai berhalusinasi, merasakan seolah-olah dia benar-benar bisa melakukannya.Karena mereka merasa kata-katanya benar-benar meyakinkan."Kamu? Apa kamu pikir kamu pantas?"Werdi tertawa dingin dan berkata, "Bocah, apa kamu pikir kamu sedang berperan sebagai seorang presdir dominan di drama TV? Kamu bilang blokade, maka kamu bisa blokade ....""Dengar baik-baik, dua hal!"Sebelum Werdi bisa menyelesaikan kalimatnya, suaranya sudah diredam oleh suara acuh tak acuh Ardika.Tidak tahu sejak kapan, Ardika sudah mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor Cahdani. "Pertama, dengar-dengar pengaruh Keluarga Gunardi di dunia seni sangat besar, perusahaan mereka juga sangat besar?""Sekarang aku nggak peduli kamu menggunakan cara apa saja, yang bisa dibeli, dibeli. Yang nggak bisa dibeli, ditekan. Intinya, aku mau lihat bisnis-bisnis Keluarga Gunardi berada di bawah na
Raina ingin Futari mengerti sosok kakak ipar yang sangat dikagumi dan dekat dengannya itu, lebih memilih untuk berlagak hebat tanpa memedulikan nasib Futari!"Plak!"Ardika melirik Raina dengan sorot mata dingin, lalu langsung melayangkan satu tamparan dengan punggung tangannya.Dalam sekejap, sisi wajah Raina yang satu lagi juga sudah muncul bekas tamparan kemerahan. Dengan begitu, akhirnya kedua sisi wajahnya sudah seimbang."Ahh ...."Sambil menutupi wajahnya, Raina berteriak dengan terkejut. Dia tercengang sejenak, lalu menatap Ardika dengan tatapan tidak percaya dan berteriak dengan suara melengking, "Eh, Ardika, berani-beraninya kamu memukulku?!""Dasar sialan! Hari ini aku akan menghabisimu!"Raina benar-benar tidak menyangka. Ardika yang sejak pertama kali bertemu dengannya selalu patuh padanya, tidak berani melawannya biarpun digurui olehnya, kini malah memukulnya, bahkan tepat di bawah tatapan banyak orang.Tadi Mitha yang memukulnya, dia masih bisa terima. Bagaimanapun juga,
Pengikut itu tertegun sejenak. Kemudian, dia baru menyadari, tadi dia sudah mengucapkan kata-kata bodoh.Raut wajahnya langsung memerah. Dia menunjuk Ardika sambil berteriak dengan marah, "Dasar sialan, kamu ....""Plak ...."Saat itu juga, Werdi menoleh, lalu melayangkan satu tamparan hingga membuat pria itu terjatuh ke lantai."Bodoh! Apa kamu merasa masih belum cukup memalukan?!"Werdi melontarkan satu kalimat itu dengan diliputi amarah, dia bahkan ingin mencekik mati orang bodoh itu.Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah Ardika. Nada bicaranya berubah menjadi makin dingin, "Kakak ipar benalu Futari, 'kan? Tempat ini adalah Hainiken, perjamuan kalangan kelas atas, bukan Kota Banyuli, kampungmu itu.""Bersilat lidah di hadapan orang-orang seperti kami, selain menunjukkan kamu sangat bodoh, nggak ada artinya sama sekali.""Bertanding dalam hal kekuatan, pengaruh dan latar belakang, serta relasi dan sumber daya, adalah cara main kami untuk menginjak-injak orang.""Kalau kamu p
Mendengar ucapan Raina, Futari sudah merasa kecewa sepenuhnya terhadap wanita itu. Saking kesalnya, dia mengentakkan kakinya dan berkata, "Aku nggak melakukan kesalahan apa pun! Atas dasar apa aku harus meminta maaf?!""Satu hal lagi, meminta kakak iparku untuk berlutut dan bersujud padanya? Werdi nggak berhak untuk itu!"Mendengar ucapan ini, Raina langsung membelalak kaget, lalu berkata dengan panik, "Kamu ... dasar gadis bodoh ini, bagaimana kamu bisa berbicara seperti ini?!""Nggak berhak?"Saat ini, Werdi yang baru saja mengetahui identitas Ardika dari seorang pengikutnya, menoleh ke arah Ardika, menatap Ardika dengan lekat, lalu terkekeh dengan dingin. "Aku nggak berhak meminta orang kampungan dari Kota Banyuli untuk berlutut?""Sedang bercanda, ya?"Suara Werdi berubah menjadi sangat dingin.Semua orang tahu ucapan Futari ini sudah menyulut amarah Werdi.Werdi, Tuan Muda Keluarga Gunardi yang kaya dan berkuasa. Ada banyak orang yang bahkan tidak punya kesempatan untuk berlutut d