'Apa dia benar-benar membelinya?' Ulva masih tidak percaya bahwa pria itu adalah orang kaya. Dia pun memberanikan diri bertanya pada Leli. “Apakah dia benar-benar membeli kalung edisi terbatas di toko ini, Bu?” Pertanyaan itu terdengar ke telinga Raja, tentu hal itu membuat Leli geram dan merasa dipermalukan di depan pengunjung terhormat. Leli pun mengangkat tanda bukti pembayaran, “Lihat ini!” serunya dengan mata melotot. “kamu telah membuat kesalahan besar! Pak Raja adalah–” Raja berdehem keras untuk menghentikan Leli yang sepertinya ingin menceritakan identitas dirinya. Wanita itu pun menoleh dan mengerti maksud dari permintaan sang pewaris. Ulva membelalakkan mata, tenggorokannya tercekat dan tak kuasa menelan ludah, “Jadi, dia ….” dia tak mampu melanjutkan kalimatnya, wajahnya mulai berkeringat dingin setelah mengetahui fakta yang bagai mimpi buruk baginya. Semua pengunjung yang ada di sana pun takjub. Ternyata pria yang disangka orang miskin itu adalah orang yang sangat ka
“Berikan kalung itu pada Wati,” pinta Raja. “Ini hadiah dariku karena dia bekerja sangat profesional.” Semua orang yang mendengarnya terkesiap, tak terkecuali Wati. Wati pun menghampiri Raja dan membungkuk badan penuh hormat, “Terima kasih, Pak. Tapi, maaf … Bukannya saya menolak pemberian Bapak, tapi menurut saya tidak perlu. Tugas saya memang melayani pengunjung yang datang.” Raja terharu mendengarnya. Dia pun berkata, “Jangan menolak pemberianku. Terimalah, ini hadiah untuk orang baik sepertimu,” ucapnya lalu menoleh ke arah Leli sembari memberikan black card miliknya. “Segera proses dan berikan pada Wati.” “Harganya 190 juta. Apakah–” “Aku punya banyak urusan. Lakukan segera.” Raja menyela dengan tegas. Seketika Leli mengiyakan dan segera memproses permintaan Raja. Lagi-lagi, semua orang yang ada di sana takjub. Mereka semakin penasaran, sekaya apa pria itu sehingga memberikan hadiah pada orang asing dengan nilai yang fantastis? Sayang, mereka tidak bisa mengabadikan momen
“Katakan!” Raja merespon dengan tegas. “Aku tidak punya banyak waktu.”Sebenarnya Raja masih perlu waktu untuk mendengar sesuatu yang berhubungan dengan Ayahnya, tetapi mengingat kondisi sang Ayah yang sedang sakit parah, dia rasa perlu mendengarkan informasi yang disampaikan oleh Alexander.“Kesehatan Pak Banara saat ini semakin menurun.” Suara Alexander terdengar sendu. “Hanya itu yang ingin saya sampaikan pada Pak Raja.”Raja tak merespon, dia sudah menduga kalau Alexander ingin memberitahukan mengenai kesehatan Ayahnya. Saat ini hatinya berkecamuk, di satu sisi dia masih belum bisa melupakan kenangan pahit di masa lalu, tetapi di sisi lain dia juga tak menampik kalau dia punya hubungan darah dengan Banara.“Saya tahu Pak Raja masih belum memaafkan Pak Banara,” ucap Alexander. “Keputusan untuk menemui Pak Banara ada di tangan Pak Raja. Tugas saya hanya menyampai informasi ini pada Pak Raja.”Raja masih tak merespon, justru dia mematikan sambungan telepon sepihak.***Marcel melapor
PLAK! Ferdi tak sempat menghindar dari tamparan yang datang secara tiba-tiba. Dia terkejut bukan main karena baru pertama kali ini Tanjung berani berbuat demikian. “Bangsat!” raung Ferdi. “Aku akan membunuhmu, Tanjung!” “Aku tidak takut!” Tanjung menjawab dengan nada menantang. “Justru kamu yang akan mati jika sekali lagi berani menghina Bu Ayyara!” Tanjung justru lebih takut jika orang-orang Prince Group mendengar dirinya hanya berdiam diri saat ada orang lain menghina Ayyara. Lebih baik menampar dan bermusuhan dengan Ferdi daripada berurusan dengan keluarga Darmendhara. “Anjing!” Ferdi yang tak terima, dia langsung mengayunkan lengannya dan meraih kerah baju Tanjung. Di detik kemudian, dia mendaratkan tinju pada wajah sang direktur utama itu. BUGH! Satu pukulan keras berhasil menyapa wajah Tanjung. Sang direktur utama ACB Group pun tak mau berdiam diri, dia memberikan perlawanan dan perkelahian pun tak terhindarkan. “Hentikan!” Tiba-tiba, dari arah pintu terdengar suara teri
“Mas nggak mencuri, 'kan?” Ayyara bertanya, walaupun dalam benaknya berpikiran buruk tentang Raja. Secara logika, tidak mungkin sang suami membeli barang seharga 1,1 triliun. Suaminya baru bekerja, itu pun dia yakin perlu waktu mengumpulkan gaji seumur hidup tanpa dipotong biaya kebutuhan rumah tangga untuk bisa membeli barang triliunan rupiah.Pantas saja sang istri menatapnya curiga, Raja menyadari bahwa dia berlebihan dalam memilih hadiah. Seharusnya dia membelikan hadiah yang nilainya ratusan juta rupiah saja, bukan triliunan rupiah. Setelah menemukan alasan yang pas, Raja berkata, “Mas tidak mencuri. Seperti kamu, Mas juga mendapat rezeki.” dia menatap lembut pada sang istri. “tadi di kantor aku bertemu klien murah hati yang punya toko perhiasan. Karena kerjaku bagus, aku dihadiahi kalung tersebut. Dan kebetulan, dia pernah berjanji pada dirinya sendiri kalau bertemu dengan orang baik hati bernama Raja, dia akan memberikan hadiah senilai triliunan rupiah.” dia menceritakan ses
Raja dengan reflek melengos ke samping untuk menghindari pukulan pria yang tak lain dan tak bukan adalah Marcel. Pukulan itu pun meleset dan membentur pintu di belakangnya.Rasa sakit yang dirasakan Marcel di tangannya membuat wajahnya terlihat meringis kesakitan.“Sial!” umpat Marcel tersulut emosi. “Manusia sampah!”Ayyara menghampiri mereka, “Mas Raja!” dia spontan berteriak ketika Marcel melayangkan pukulan ke arah suaminya.Namun, kali ini Raja tidak menghindar. Dia menangkap tangan Marcel dan menghempaskannya. Dengan tatapan dingin penuh mengintimidasi, Raja berkata, “Haruskah aku kembali memukulmu agar kamu jera?”Marcel merasa gemetar di hatinya. Dia tidak ingin untuk kesekian kalinya, suami Ayyara itu menghajarnya.“Pak Marcel tidak perlu diladeni!” Tiba-tiba ada suara wanita yang menyahut di luar sana. Dia mendekat dan berdiri di samping Marcel. “Kita datang untuk membuat perhitungan padanya,” dampratnya pada Ayyara yang sudah berdiri di belakang Raja.“Bu Vega?” Ayyara ter
“Pilih, mau tidur di rumah sakit atau tidur di kuburan?” serunya sembari mengangkat tangan kiri dan kanannya secara bergantian. Tenggorokan Marcel dan Vega tercekat. Kata-kata Raja barusan tidak ada keraguan di dalamnya. Tatapan mata suami Ayyara itu memancarkan aura pembunuh. “Ra-ja Ma-mau apa kamu?” ucap Marcel terbata-bata sembari tetap melangkah mundur karena Raja masih melangkah mendekat. “Gi-gila kamu, ya? Kamu seharusnya tidak berhak ikut campur. Ini masalahku dengan istrimu.” Raja merespon dengan tatapan dingin, aura pembunuhnya dalam dirinya justru semakin terpancar jelas. Marcel dan Vega pun merasakan tubuhnya semakin bergemetar hebat dengan napas memburu hanya dengan tatapan mengerikan milik Raja. “Pak men-dingan kita cepat pergi dari sini.” Vega berkata pelan pada Marcel dengan suara bergetar dan nyaris tak terdengar. Tak ingin dirinya pulang dalam keadaan terluka, Marcel bergegas pergi bersama Vega. Namun, baru beberapa langkah, dia berhenti dan kembali memutar bada
“Ngapain kamu datang ke sini, menantu sampah?! Gak tahu malu, kamu?!” geram Margareth, kentara jelas tidak suka dengan kedatangan Raja. Terduduk di sofa, Radit berdiri dan menatap nyalang ke arah Raja, “Puas kamu telah menghancurkan hubungan keluarga kita dengan Marcel?!” dia meninggikan suaranya. “Gara-gara kamu Marcel nggak mau bertemu denganku lagi.” “Menantu sialan!” sambar Bahri penuh emosi. “Setelah apa yang kamu lakukan, kamu berani menampakkan wajahmu, hah?!” Ayyara menghembus napas pelan, dia heran mengapa mereka masih menyalahkan Raja dalam retaknya hubunga keluarga Nugraha dengan Marcel, padahal jelas-jelas waktu itu sang suami justru menjaga martabat dan kehormatan keluarga Nugraha dari pria bajingan seperti Marcel. “Paman, Tante, Radit.” Ayyara menyapa dengan memaksakan senyuman, berusaha mengontrol emosinya mendengar mereka menghina sang suami. “Aku dan Mas Raja datang ke sini untuk ngasih tahu kabar gembira.” dia mengedarkan pandangan ke berbagai arah. “Dimana Kakek?
Usai berkata demikian, Raja pergi begitu saja. Dia memutuskan pulang ke rumah besar Nugraha. “Sudah cukup mereka bermain-main dengan keluargaku. Waktunya sudah tiba. Aku akan menghukum semua musuh-musuhku,” gumam Raja sembari melangkahkan kakinya. Dua puluh menit kemudian, Raja tiba di rumah besar Nugraha. Dia menghampiri sang Kakek dan Ayyara yang menunggunya di ruang tengah. “Mas?” Mengerti tatapan sang istri yang mencemaskannya, Raja pun menanggapi, “Aku baik-baik saja, tidak ada luka sedikitpun di tubuhku.” Sementara, Nugraha masih mematung di tempat. Dia masih belum menyangka bahwa menantunya itu adalah putra Banara Darmendhara. “Aku sudah menyuruh Anton untuk menghukum semua orang yang berani mengganggu kebahagiaan kita, termasuk Shinta dan Kakaknya,” ucap Raja. Lalu menoleh ke arah Nugraha. “juga Marcel dan Ferdi.” Nugraha yang tidak mengerti pun bertanya, “Maksudnya?” “Sepuluh menit yang lalu Prince Group telah memutus kontrak kerja sama dengan perusahaan WNE Group.
“Malam ini juga Bagas harus menghadapiku!” seru Raja. “Aku juga akan menghukumnya!” sahut Nugraha yang tak kalah murkanya. Ayyara yang bediri di tengah-tengah mereka pun berkata, “Kakek belum sembuh total. Biarkan Mas Raja yang menanganinya.” “Tidak. Kakek mau ikut. Aku–” “Ara benar. Sebaiknya Kakek tidak perlu ikut,” potong Raja. “serahkan semua urusan ini kepadaku.” “Baiklah.” Nugraha berujung mengalah. Raja menoleh ke arah Anton, “Apakah kamu sudah merekamnya?” Anton mengangguk cepat, “Sudah, Pak.” “Kirimkan rekamannya kepadaku,” pinta Raja. *** Bagas mengetahui kalau Jamal dan teman-temannya tertangkap dan diadili. Namun, saat ini dia sama sekali tidak panik. Dia sudah memiliki rencana untuk mengantisipasinya. Bahkan di saat ini dia bermain dengan wanita jalang di sebuah kamar. Tanpa Bagas sadari, di luar sana Raja dan orang-orangnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaganya. BRAK! Bagas dan wanita jalangnya spontan menoleh ke arah pintu
“Berlatih menembak,” ucap Anton. Tubuh Jamal semakin begetar hebat, “Saya mohon, Pak. Jangan jadikan saya kelinci percobaan.” Jamal tampak begitu panik melihat tangan Anton mulai terangkat dan mengarahkan pistol ke arah apel yang berada di atasnya, “Saya akan jujur. Saya akan mengatakan siapa yang telah menyuruh saya.” Sudut bibir Anton terangkat, memang ini adalah rencananya untuk memaksa Jamal mengakui segalanya. “Saya janji,” ulang Jamal mencoba meyakinkan Anton. Jamal tak punya pilihan lain. Dia tidak bisa terus-menerus mempertahankan pendiriannya jika tidak ingin nyawanya yang melayang. “Penawaran yang sangat menarik. Tapi jika sekali saja kamu berbohong, aku tidak segan-segan membunuhmu!” seru Anton sambil menempelkan moncong pistol tepat di dahi Jamal. “bukan apel lagi, tapi peluruku akan menembus kepalamu!” “Ba-ik, Pak. Saya akan jujur.” Suara Jamal nyaris tak terdengar karena diselimuti rasa takut yang membesar. “Cepat katakan, Jamal! Jangan bertele-tele!” geram Anton.
“Halo, Pak Raja … Saya sudah berhasil menjalankan tugas dari Pak Raja,” ucap Anton di seberang telepon. Nugraha yang mendengarnya pun merasa terheran-heran. Raja yang sedari tadi mengintip di balik pintu, dia pun masuk kembali dan menghampiri Nugraha. “Lakukan sesuai rencana, Anton,” ucap Raja yang sudah berdiri di samping Nugraha. “Baik, Pak,” jawab Anton, dan setelahnya telepon terputus. Nugraha yang kebingungan pun menatap Raja dengan ekspresi yang begitu serius, “Siapa kamu?” “Aku suami Ayyara, menantu Kakek,” jawab Raja. “Jawab yang jujur. Siapa kamu sebenarnya?” tanya Nugraha. “Aku Raja Elvano Darmendhara. Putra Banara Darmendhara,” jawab Raja serius. “Kamu jangan bercanda.” Raut wajah Nugraha memerah. “Mas Raja nggak bohong, Kek,” sahut Ayyara yang muncul dari luar dan berjalan mendekat. “Mas Raja adalah putra Ayah Banara Darmendhara, pemilik Darmendhara Group.” Nugraha tercengang mendengarnya, tetapi dia masih menganggap Raja dan Ayyara telah berbohong. “Candaan ka
“Siapa kamu?” tanya Nugraha.Ayyara merasa heran dengan pertanyaan Nugraha, karena pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raja. Dia takut sang Kakek lupa ingatan.“Apa Kakek saya baik-baik saja?” tanya Ayyara kepada si perawat yang sudah berdiri di sampingnya.Si perawat itu menatap Nugraha dengan senyuman ramah, “Maaf, Pak. Nama Bapak siapa?”“Nugraha.”“Dan mereka siapa?” Perawat itu menunjuk ke arah pasangan suami-istri.“Ayyara dan Raja, menantuku,” jawab Nugraha.Ayyara tersenyum, merasa tidak ada masalah dengan ingatan Nugraha. Sementara, perawat itu memeriksa keadaan sang Kakek secara keseluruhan.“Kepala Bapak terluka. Jadi jangan banyak bergerak dulu,” ucap perawat itu setelah selesai melakukan pemeriksaan.“Terima kasih,” balas Nugraha, dan perawat itu pergi dari ruangan setelah berpamitan.Usai kepergian si perawat, Nugraha menatap Raja yang berdiri di samping Ayyara.“Raja? Jujurlah kepada Kakek. Kenapa kamu bersama dengan Pak Anton waktu menyelamatkanku?” tanya Nugraha.“
Raja dan Anton segera masuk ke mobil. Hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit, mereka sudah sampai di sebuah aprtemen, tempat Nugraha dibawa.Raja langsung turun dari mobil, diikuti Anton dan anak buahnya.Sementara, di dalam apartemen Jamal dan teman-temannya tampak terlihat panik bukan main. Pasalnya mereka tahu kalau orang-orangnya Nugraha sedang menuju ke tempatnya.Tak ingin celaka, mereka pun menggunakan Nugraha sebagai tameng untuk menyelamatkan diri.BRAK!Sontak semua mata menoleh ke arah pintu yang di dobrak. Jamal pun langsung menempelkan pistol ke pelipis Nugraha yang terikat tak sadarkan diri di kursi.Raja yang melihat wajah Nugraha yang dipenuhi darah, seketika aura mengerikan begitu kental menguar dari dirinya.“Jangan berani mendekat! Atau kalian akan melihat Nugraha mati di tanganku!” ancam Jamal penuh mengintimidasi, walau dia sendiri sebenarnya agak gentar menghadapi Raja dan anton beserta anak buahnya.“Kamu telah melakukan kesalahan besar, Jamal!” seru Anton
“Kurang ajar!” pekik Jamal tanpa dia sadari belum memutus sambungan telepon. “Anda mau mati, hah?!” Tentu saja di seberang sana Ayyara yang mendengarnya seketika berteriak, “Kakek?! Siapa kalian?!” Jamal kaget dan baru menyadari kecerobohannya, tetapi karena terlanjur dia pun berterus terang, “Kakekmu akan mati di tanganku!” Usai mengatakan itu, Jamal seketika memutus sambungan telepon sepihak. Dia lalu menatap Nugraha dengan tatapan penuh amarah. “Aku tidak sekedar berbual! Malam ini anda harus mati!” Nugraha malah membalasnya dengan cengiran lebar. Dia sama sekali tidak terlihat takut. Dia tahu setelah ini Ayyara akan meminta bantuan Anton untuk melacak keberadaannya, entah itu dirinya dalam keadaan selamat ataupun mati. “Kamu ingin membunuhku? Silahkan. Tapi nyawa dibayar nyawa. Aku mati, kalian juga pasti akan mati! Cucuku punya hubungan dekat dengan Pak Anton,” ucap Nugraha. Situasinya kini berubah, justru sekarang Jamal dan teman-temannya yang terlihat panik-sepaniknya. “
“Kali ini kamu menang. Tapi ilmu wing chungku akan mematahkan tulangmu!” seru pria itu sambil menggerak-gerakkan tangannya. Melihat Raja hanya terdiam, pria itu mulai maju menyerangnya. “Kamu tidak akan bisa menahan gempuran pukulanku!” Raja menangkis serangan demi serangan yang mengandalkan teknik kecepatan tangan. Awalnya dia kewalahan, tetapi akhirnya dia dapat mengimbanginya. Raja yang tak ingin bermain-main, ketika ada kesempatan dia langsung menyarangkan pukulan di dada lawannya hingga terpental ke belakang. Para penjahat lagi-lagi dibuat terkejut. Mereka berulang kali menggeleng-geleng tak percaya melihat Raja juga memiliki ilmu whing chung. Bahkan pergerakannya lebih cepat dan gesit. “Tidak masuk akal,” gumam pimpinan penjahat tanpa disadari. Sementara, Ayyara berhasil membuka pintu mobil dan mengambil ponselnya. Dia lalu cepat menjauh dan berdiri di tempat asalnya agar mereka tidak curiga. Secara diam-diam, dia pun mengirim pesan kepada Anton untuk meminta bantuan. “B
Ancaman pria itu tampak tidak main-main, membuat Ayyara yang mendengarnya semakin mengkhawatirkan keselamatan Raja. Dia berulang kali menarik tangan sang suami untuk cepat-cepat berlari masuk ke dalam mobil. Namun, suamimya malah merespon dengan segurat senyuman sembari menggelengkan kepalanya. “Kalau lari, mereka justru akan menembak kita,” bisik Raja. Ayyara baru menyadari kebodohannya. Dia pun akhirnya menatap tajam kepada para penjahat. “Pergi! Jangan sakiti suamiku!” Teriaknya, walaupun keringat dingin mulai membasahi dahi. Teriakan Ayyara mulai menarik perhatian beberapa orang. Namun, pimpinan penajahat itu dengan mudah mengatasinya. Dia tersenyum kepada orang-orang yang berada di sekitar sana, “Maaf menganggu. Kami hanya berakting buat film pendek.” Benar saja, semua orang percaya dan hanya berlalu lalang tanpa curiga lagi. Selepas itu, pimpinan penjahat kembali menatap Ayyara, “Gampang sih. Kalau suamimu tidak ingin disakiti, ikutlah dengan kami,” ucapnya sambil sesekal