Share

47 Wilayah Keluarga Delvino

Penulis: Setia_AM
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Beberapa hari menempati lab baru ....

“Tidak bisa begitu, Pak.” Diko membantah. “Bos saya sudah mengambil alih kepemilikan lahan ini ....”

“Mana surat-suratnya kalau begitu?” tanya Ronnie dengan nada seperti penagih utang.

“Soal surat, itu urusan bos saya.” Diko tetap pada pendiriannya.

“Kalau kamu tidak bisa menunjukkan suratnya, kami akan ambil alih lahan ini!” ancam Ronnie sambil menarik kerah kemeja Diko. “Kamu tahu siapa aku? Aku anak Herman Delvino, seharusnya kamu kenal nama itu!”

Diko terhuyung ke belakang ketika Ronnie mendorongnya keras.

“Kalau begitu bisa Anda tunjukkan surat kepemilikan dari keluarga Delvino, Pak?” kata diko sambil merapikan bagian depan kemejanya.

“Apa?”

“Bukankan tadi Anda bilang kalau tidak ada surat, itu berarti kepemilikan bisa atas nama siapa saja?” balas Diko cerdik.

Tampang Ronnie sontak berubah merah padam ketika mendengar ucapan Diko. Dia lantas menoleh ke arah anak-anak buahnya yang masih berdiri siaga dan berteriak, “Ratakan tempat ini dengan t
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    48 Menyelamatkan Kamu

    “Kamu ...” Seorang penjaga mengamati wajah Marcel yang sedikit tersembunyi di balik rambut hitam legamnya yang berantakan. “Seperti yang ada di sana tadi ....”Sebelum penjaga itu sempat mengenalinya, Marcel berbalik dan langsung menarik Venya untuk berlari kembali. Dia tabrak satu-dua orang yang berniat menghadang perjalanannya.“Ve, aku butuh bantuan kamu!” seru Marcel keras-keras.“Kamu yakin, Cel?” Venya balas berseru. “Aku mana bisa berkelahi, Cel!”“Kamu hanya perlu mendengarkan instruksi aku!” timpal Marcel. “Dan melakukannya tanpa banyak bertanya!”Venya mau tak mau menganggukkan kepalanya.“Yang penting aku bisa pulang dan bertemu ayahku!” seru Venya nyaris putus asa. “Aku datang ke sini untuk melanjutkan penelitian, tapi kenapa jadi seperti ini!”Marcel menganggukkan kepala, dia menghentikan larinya dan mengangkat pinggang Venya hingga kedua kaki jenjangnya terangkat dari tanah.“Astaga, Marcel!” seru Venya terkejut.“Maaf kalau aku tidak sopan! Tapi tolong angkat kaki kamu

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    49 Siapa Perempuan Ini?

    “Bagaimana masalah perceraian suami kamu?” tanya Miko kepada Shirley yang duduk di sampingnya.Ketika itu mereka berdua sedang berada di dalam mobil dan sesekali bercumbu tanpa memedulikan tempat dan status.“Tidak tahu, katanya dia mau tetap cerai sama aku.” Shirley menjawab ringan. “Siapa peduli sih, Marcel itu tidak pernah dianggap ada—kecuali sama pembantu rumahku.”Miko terkekeh.“Lagian mau-maunya menikah sama pria yang tidak punya pekerjaan bagus,” komentarnya mengejek. “Menikah itu sama pria mapan, setidaknya yang bisa memuaskan kamu dalam segala hal ....”Shirley tergelitik ketika ujung hidung Miko menyentuh telinganya.“Itu hanya pernikahan penebus utang,” bantah Shirley ketika Miko menjauh. “Kita lihat saja bagaimana, aku nggak yakin kalau Marcel punya cukup uang untuk mengurus perceraian kami ... Dia pikir bercerai itu tidak butuh biaya?”Miko menggenggam tangan Shirley sambil berkata, “Sampai sekarang dia tidak maju-maju karena apa? Karena tidak ada uang!”“Memang,” anggu

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    50 Mencari Ronnie

    Aldi membagi tim menjadi dua bagian setelah Marcel menerima telepon dari lab.“Pak, saya ikut ke rumah keluarga itu saja.” Marcel menawarkan diri saat Aldi menempatkannya di tim kedua sebagai tim pencari.“Sebentar,” cegah Aldi sambil memandang Marcel dengan sangat tegas. “Kita belum tahu apakah ini jebakan dari keluarga Delvino atau bukan, Pak Marcel. Jadi biarkan saya yang suruh orang untuk berkunjung ke sana.”Marcel belum sempat mendebat karena saat itu Diko datang ke tengah-tengah mereka.“Pak, semua tim sudah siap.” diko melapor.“Kita pergi sekarang,” kata Aldi, kemudian menoleh memandang Venya. “Anda sebaiknya tetap di lab saja ...”“Tapi ... saya berutang banyak kepada Anda dan Pak Marcel, saya juga ingin membantu,” sergah Venya sambil menatap ke arah Aldi, membuatnya tidak kuasa untuk membantah permintaannya.“Biar saya yang menyetir,” kata Diko sambil meraih kunci mobil Aldi. “Anda masih kelihatan mengantuk, tidurlah sebentar sementara saya menyetir ...”“Mana bisa?” sahut

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    51 Menjadi Bahan Eksperimen

    Selanjutnya pria yang belum Ronnie ketahui siapa namanya itu sibuk meracik sesuatu tidak jauh dari tempatnya berada.“Sabar ya, Delvino? Aku sedang membuat formula yang bisa memulihkan stamina tubuhmu sepenuhnya,” racau pria itu sendiri.Siapa saja tolong selamatkan aku, batin Ronnie dalam hatinya.“Aku selalu benci dengan para pemuda yang suka merusak tubuh mereka sendiri, entah itu merokok, pakai obat-obatan tertentu ...” Si pria meluapkan kekesalannya sambil menuang sesuatu ke dalam pipet. “Ah ya, kamu pasti belum tahu siapa aku ... Panggil saja aku Profesor Rudolf.”Tentu saja Ronnie tidak menyambut perkenalan mereka yang luar biasa ini.Kakak ipar Marcel hanya bisa pasrah, dia berharap bahwa pria tua itu akan melepaskannya setelah membuatkan formula untuk pemulihan tubuhnya tanpa syarat.Meskipun kelihatannya mustahil, karena Profesor Rudolf tampak terobsesi dengan fisik yang dimiliki Ronnie.“Jadi begitu,” gumam Profesor Rudolf sambil menghadap Ronnie. “Maaf sekali, untuk sement

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    52 Memberi Pelajaran

    “Kita di sini sudah jadi satu tim,” kata Marcel tegas. “Apa yang terjadi di dalam lab, itu sama saja dengan mengganggu tim ini.”Diko tidak tahu harus mengatakan apa lagi.Beberapa pekan berlalu ....Kedatangan anak buah Ronnie yang baru pulang perawatan dari rumah sakit disambut dengan pengawalan ketat dari orang-orang suruhan Aldi.Anak buah itu sendiri sudah disiapkan ruangan khusus dengan pengawasan super ketat supaya dia tidak bisa kabur atau menjalin komunikasi dengan orang-orang sekitarnya.“Kamu harus tetap sadar, Gio.” Aldi duduk di depan pembaringan anak buah Ronnie. “Saya ikut sedih atas kejadian yang menimpa kamu ...”“Terima kasih, tapi saya rasa itu tidak perlu!” sahut Gio sambil memandang Aldi dengan tatapan permusuhan. “Bos saya akan menuntut balas kepada Anda, karena ada sudah berani mengurung saya di tempat ini ...”“Saya ini menyelamatkan nyawa kamu, kamu tidak ingat?” tanya Aldi datar, ditatapnya salah satu anak buah Ronnie itu dengan penuh perhitungan.Gip tidak m

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    53 Mahakarya Paling Spektakuler

    Marcel memandang seluruh rekannya bergantian setelah mereka dengan susah payah berhasil mendapatkan izin dari Aldi untuk maju mencari keberadaan Ronnie.“Kita tidak bisa membawa semua rekan untuk ikut ke sana,” katanya kepada Ivan. “Sebagian harus tetap di sini untuk mengawasi anak buah Ronnie yang kita sandra.”Diko dan Ivan mendengarkan ucapan Marcel dengan wajah serius.“Memangnya Ronnie itu orang yang seperti apa, kira-kira?” tanya Diko ingin tahu. “Apa kita harus benar-benar membawa penjaga khusus?”“Ronnie itu adalah anak dari Herman Delvino,” jawab Marcel lambat-lambat. “Tujuan awal kita hanya untuk mengetahui apa yang diinginkan keluarga Delvino. Selain itu kita juga harus mencari keberadaan Ronnie untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada kita.”Marcel sengaja menyisipkan satu pucuk senjata api kecil di pinggangnya.“Penyadapan tidak akan bisa berfungsi di sana,” kata Marcel lagi. “Kita akan diperiksa sampai beberapa kali, bahkan ponsel kita juga akan ditahan sesuai pr

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    54 Selesaikan Masalah Ini

    Marcel i kini menumpang mobil yang akan membawanya ke tempat Keluarga Delvino berada, Aldi sudah memperingatkan dirinya bahwa sikap kehati-hatian sangat penting selama berurusan dengan keluarga Delvino.Tanpa sepengetahuan siapapun, Aldi rupanya sudah menggerakkan tambahan tim khusus untuk membuntuti mereka karena hunian keluarga Delvino juga memiliki banyak bodyguard terlatih.Dan Aldi sengaja memilih satu jalur yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain.“Kita tidak boleh bicara sepatah katapun tanpa diminta, mengerti?” tanya Marcel tajam kepada rekan satu timnya. “Daripada berdebat, lebih baik siapkan tenaga kalian untuk menghadapi risiko terburuk seandainya benar-benar terjadi baku hantam.”“Kami mengerti, Pak.” Diko menganggukkan kepala sementara Ivan memilih diam saja.Perjalanan mereka terus berlangsung selama setengah jam sampai akhirnya memasuki gapura besar dan megah dengan plakat bersepuh emas bertulisan Herman Corporation.“Setelah ini penjagaan akan semakin ketat,” gum

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    55 Tidak Mengampunimu

    Beberapa saat sebelumnya ....Diko yang terdesak, terpaksa mundur sejenak.“Kalian menyerah saja, tinggalkan lab ini sebelum kami musnahkan!”“Lab ini selamanya adalah milik keluarga Delvino.”Ivan dan rekannya merapat ke sisi kanan dan kiri Diko untuk saling melindungi.“Mana Suni?” tanya Diko lirih.“Masih di dalam mobil,”jawab Ivan.“Dia menyusul Pak Marcel yang menyelamatkan Bu Venya,” imbuh rekan lainnya, membuat Diko terpana.“Celaka!” batinnya dalam hati.Situasi di lab baru mulai semakin tidak terkendali. Orang-orang saling baku hantam menggunakan kayu, batu, bahkan besi.“Jangan pakai senjata api!” Ronnie sibuk berteriak-teriak di tengah medan, seakan dia adalah panglima perang yang sedang mengincar buruannya. “Aku tidak mau ada mayat! Bisa repot urusannya sama pemerintah!”Pegawai Aldi yang tidak tahu apa-apa sudah lari menyelamatkan diri dari tadi, dibantu oleh beberapa anggota tim yang mulai berdatangan.“Bos, situasi mulai menyudutkan kita!” lapor salah satu anak buah kep

Bab terbaru

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    116 Tetap Ingin Bercerai

    Untuk meluapkan kemarahannya yang tertahan, Shirley memilih untuk mendatangi ruang kerja Herman detik itu juga.Sebenarnya Shirley tergoda sekali ingin menghakimi Marcel sendiri untuk pertama kali, tetapi dia mengurungkannya karena masih memikirkan nama baik sang ayah.Setibanya di ruang kerja, Shirley segera memberi tahu kedatangan Marcel.“Ayah dan Ibu sebaiknya cepat turun, Marcel menunggu.” “Ada Marcel? Ini benar-benar kejutan.” Herman segera berdiri dari duduknya.“Ayo kita semua turun, kita harus berbaik-baik kepada Marcel kalau tidak ingin tambang emas kita hilang untuk kesekian kalinya ....""Aku akan siapkan jamuan untuk Marcel," sahut Reina tidak sabar, dan wanita itupun segera berlalu pergi untuk memerintahkan pelayan menyiapkan teh.Selama menunggu, Marcel sibuk memainkan gawainya. Dia sempat berpikir untuk membahas perceraian dengan Shirley setelah menyelesaikan urusan orang tuanya. Setelah beberapa saat menunggu, Herman dan istrinya muncul bersama Shirley di hadapan Ma

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    115 Lino yang Sebenarnya

    Shirley bertopang dagu sambil memandang ke arah sahabatnya.“Aku malah mikirnya begini, bagaimana kalau ternyata Lino itu adalah Marcel yang menyamar?” ujar Shirley lambat-lambat. “Siapa yang tahu, kan? Dia sengaja pura-pura jadi orang lain karena mau balas dendam sama aku, dengan cara menggulingkan perusahaan ayah.”Elen terbengong-bengong saat mendengar ucapan Shirley yang mulai ke mana-mana.“Kamu ini Bu, kebanyakan nonton drama!” seloroh Elen sambil geleng-geleng kepala. “Saya jadi penasaran seperti apa wajah si Lino itu.”“Percaya deh sama aku, dia itu sebelas dua belas sama Marcel!” Shirley terus-menerus berusaha meyakinkan Elen.“Maaf ya Bu, tapi saya tidak percaya kalau belum bertemu sama orang yang kamu maksud itu.” Elen menghela napas. “Sudahlah, mungkin kamu terlalu sibuk kerja. Stres kan jadinya lama-lama.”“Enak aja, aku tidak stres!” sergah Shirley tidak terima. “Aku hanya gila kalau aku tidak segera tahu siapa Linocemar yang sebenarnya.”Elen melambaikan tangan kepada s

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    114 Mirip dengan Seseorang

    “Kamu tidak perlu bersandiwara di depanku, Cel. Jadi kamu sengaja bersembunyi?” kata Shirley tanpa mempersilakan pria itu duduk. “Terus tiba-tiba kamu datang lagi buat menghancurkan hidup aku?”“Kamu ini bicara apa, sih? Aku Lino, perwakilan dari Aldians untuk menemui Bu Shirley.” Pria itu menegaskan. “Baik, kalau memang tidak ada pembahasan yang penting, aku akan menghubungi sekretarisnya lain waktu.”Pria itu berbalik dan Shirley segera berdiri untuk mencegahnya pergi.“Tunggu dulu!” seru Shirley tertahan hingga pria itu menghentikan langkahnya dan berbalik.“Ada apa lagi?”“Maaf ... sepertinya aku ... kita lanjut,” kata Shirley terbata-bata. “Jadi kamu ini adalah ... Pak Lino yang rencananya bertemu sama aku?”Pria itu menatap Shirley lurus-lurus.“Ya,” sahutnya pendek.Shirley menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.“Silakan duduk Pak,” pinta Shirley sopan meskipun dia masih setengah shock. “Saya Shirley, CEO dari Delvinos yang mengundang kamu.”Pria bernama Lino itu menatap S

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    113 Tinggal Selangkah Lagi

    Semakin tinggi pohon, semakin kencang pula anginnya. Begitu juga dengan perusahaan Herman yang selama beberapa waktu ini dinobatkan sebagai perusahaan raksasa yang berkibar. "Bu Shirley, Pak Erlan membatalkan kerja sama kita dan memilih kontrak kerja dengan perusahaan lain." Fira melaporkan hasil pembicaraannya kepada Shirley menjelang waktu makan siang. "Apa? Batal?" Shirley mendongak dari pekerjaannya. "Kamu tahu siapa perusahaan yang menyaingi kita?"Fira menganggukkan kepalanya. "Perusahaan milik seorang pengusaha single dan pintar .... ""Fira, saya tanya nama perusahaan yang menyaingi kita. Bukan status pemilik perusahaannya," tukas Shirley yang telinganya paling sensitif jika mendengar kata single. "Maaf Bu, tapi saya sering mendengar orang-orang membahasnya," sahut Fira salah tingkah. "Membahas soal status pemiliknya?" tanya Shirley lagi. "Bukan Bu, mereka hanya sering menyebutnya bos single kaya." Fira menjelaskan. "Dia memimpin dua perusahaan besar dan salah satunya be

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    112 Mengembangkan Sesuatu

    “Jangan memandang ibu saya seperti itu,” kata Elen, kali ini dengan nada yang begitu dingin sementara tatapan matanya tajam memperingatkan Shirley agar lebih menjaga sikap.“Hai, Bu ...?” sapa Shirley dengan mimik terpaksa. “Apa ... Ibu tinggal di sini?”Elen hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sudah tahu kalau ini adalah kediaman orang tuanya ... masih juga dia bertanya.“Iya, sejak Elen masih bayi merah.” Ibu Elen menyahut sambil tersenyum. “Masuk dulu, Bu?”Shirley sebenarnya ingin menolak, tapi Elen mengingatkannya soal Pak Herman dari sudut bibirnya nyaris tanpa suara.“Di sini saja, Bu.” Shirley terpaksa menganggukkan kepala sambil berjalan mendekati bangku kayu panjang yang ada di depan warung lalu meniup-niup bangku kayu sebelum dia duduki, seakan ada debu setebal satu senti di atasnya.“Bisa tidak sih kamu tidak perlu seperti itu?” tanya Elen tersinggung. “Keluarga saya memang sangat sederhana, tapi kami selalu jaga kebersihan soal rumah.”Shirley tidak menanggapi dan senga

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    111 Kena Pelet Apa Kalian

    Kali ini, Jena tidak tertawa seperti biasanya jika mendengar Shirley menghujat orang.“Shierly, dia kan relasi bisnis kamu.” Jena mengingatkan. “Paling tidak, hormatilah dia sedikit.”Shirley mengangkat sebelah alisnya ke arah pantulan Jena di cermin besar yang ada di depannya.“Kamu belain Elen?” tanyanya sambil menyipit curiga.“Bukannya belain, tapi memang dia itu relasi bisnis kamu kan?” tanya Jena balik. “Ya aku kasihan saja sih lihat dia, aku lihat dia baik dan tidak aneh-aneh ....”“Terus?” pancing Shirley sinis.“Kasihan saja sih, lihat kamu galak sama dia terus.” Jena mengangkat bahu. “Tidak ada maksud apa-apa.”Shirley mengembuskan napas keras dan tidak berkata apa-apa.Beberapa saat kemudian ....Saat rambut Shirley selesai dibilas dan sedang dalam proses pengeringan, Elen muncul dengan rambut yang sudah tidak selepek sebelumnya. “Hei, ngapain kamu masuk-masuk tanpa izin?” hardik Shirley, mengagetkan beberapa pengunjung salon yang sedang menikmati layanan para kapster.Leb

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    110 Shirley Adalah Putri Bos

    “Karena saya cuma pegawai,” jawab Elen. “Tapi Shirley bukanlah atasan kamu,” kata Marcel menegaskan. “Di perusahaan itu kalian berdua sama-sama CEO, kamu sama Shirley sederajat di mata Pak Herman.”Elen tidak segera menjawab.“Tapi ... tetap saja bagi Bu Shirley, saya hanyalah pegawai kelas rendah dan akan selamanya seperti itu.” Dia memandang Marcel. “Seandainya Bu Shirley bukan putri bos, mungkin saya akan melawannya.”Marcel tersenyum singkat mendengar pengakuan Elen.“Jadi sebenarnya kamu punya kemampuan untuk melawan Shirley,” komentar Marcel lugas. “Tapi kamu sendiri yang menolak menggunakan kesempatan itu, padahal kamu bisa.”“Tapi ...” Elen tidak menemukan kata-kata yang pas untuk menanggapi.“Dengarkan saya, Elen. Kamu dan Shirley sudah dikasih kesempatan untuk kerja sama, jadi saya minta tolong.” Marcel menyela sambil menatap Elen dengan serius. “Tolong bantu saya untuk mencari tahu keseluruhan bisnis yang dikembangkan keluarga istri saya.”“Apa, Pak?” Elen membelalakkan ma

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    109 Saya Mundur Saja

    “Wah, wah, senang sekali melihat kalian berdua akrab seperti ini.” Tanpa diduga, Herman muncul saat ceramah Shirley masih berlangsung.“Pak?” Elen cepat-cepat berdiri untuk menyambutnya. “Yah, lihat deh. Elen mau beli mobil,” tunjuk Shirley sambil memandang ayahnya. “Calon sekretaris pilihan ayah sudah mulai naik kelas rupanya ....”“Shirley, biasakan menyebut nama orang dengan baik.” Herman menegur putrinya. “Soal mobil, tidak ada yang salah dengan hal itu kan?”Shirley mengangkat bahunya dan berpikir bahwa ayahnya sama sekali tidak sependapat dengannya.“Kenapa kamu tidak pergi ke ruangan kamu sendiri?” tanya Herman sambil memandang putrinya. “Atau kamu memang berniat mendekatkan diri sama sekretaris kamu? Ayah akan izinkan kalau itu tujuan kamu.”“Tidak deh, Yah.” Shirley menggelengkan kepalanya sambil berdiri dari kursinya. “Mungkin Ayah yang sebenarnya mau mengenal si kampung lebih dekat ....”“Shirley, berapa kali papa harus tegur kamu supaya menyebut nama orang dengan benar?”

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    108 Memutuskan Ikatan Kerja Sama

    Sekeras apa pun usaha Shirley untuk menolak rencana itu, tetap saja ayahnya tidak akan membatalkan rencana yang sudah dia susun sejak lama.“Apa sih Ayah lihat dari Elen?” tanya Shirley tidak habis pikir. “Kalau Ayah memang mau aku berkarir, biar aku yang cari sekretaris sendiri.”“Memangnya kamu bisa menjamin kalau sekretaris yang kamu pilih itu adalah orang baik-baik?” tanya Herman sambil memandang putrinya lekat-lekat. “Paling juga dia hanya mau sama kekayaan Ayah saja ....”“Apa Ayah pikir Elen juga tidak begitu?” sahut Shirley dengan napas memburu. “Dia kan dari keluarga pas-pasan, jelas saja dia tidak menolak jabatan ini.”“Elen menolak kok,” kata Herman tenang. “Apa?” Shirley terpaku. “Dia menolak ...? Sombong amat, tapi baguslah. Itu berarti Ayah tidak perlu lagi memaksakan kerja sama ini.”Herman menarik napas.“Justru karena Elen menolak, makanya ayah akan tetap meneruskan rencana kerja sama kalian.” Dia menyahut. “Justru ini yang ayah harapkan, kamu mendapatkan sekretaris

DMCA.com Protection Status