Aku ketahuan. Aku pikir tidak ada yang melihat kami berciuman di restoran itu. Aku tahu bahwa Bunda dan Om Bisma melihat kami berciuman di hotel pada hari pernikahan Jason di kehidupanku sebelumnya. Tetapi aku baru tahu bahwa Om juga tahu kami berciuman di sana pada hari itu. Mengapa dia tidak pernah menyebut itu sebelumnya?
Aku tidak berpikir dengan jernih semalam karena fokus berdebat dengan gadis ini. Aku lupa bahwa ciuman kami itu akan disaksikan oleh orang tua kami. Seharusnya aku berhati-hati. Menaklukkan hati Celeste tidak mudah. Aku ingin dia menikah denganku karena keinginannya sendiri, bukan karena paksaan. Hanya itu satu-satunya jalan untuk memperkuat pernikahan kami.
Tetapi bila dia jauh dariku, keselamatannya juga terancam. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Apa Jovita sudah berhenti menjadi ancaman bagi kami? Bagaimana dengan Yosef? Wanita yang dicintainya menikah dengan kakakku dan aku tidak bisa mencegahnya. Apa dia mulai merencan
“Apa? Kamu menikah hanya untuk mempunyai seseorang yang bisa kamu cium?” tanyanya tidak percaya. “Apa kamu tidak punya alasan lain yang lebih baik?” “Aku tidak mungkin mencium diriku sendiri, ‘kan? Menurutku, itu alasan yang baik. Aku tidak pernah merasakan dorongan ini dengan perempuan mana pun sebelumnya.” Aku melepaskan pelukanku. “Aku bukan Jason, jadi kamu jangan khawatirkan masa laluku.” “Kita tidak saling mencintai, Jonah. Apa jadinya pernikahan kita nanti?” tanyanya. “Aku mencintaimu,” kataku dengan jujur. Dia membulatkan mata indahnya itu. “Ka-kamu bohong.” Dia menjauhkan dirinya dariku. Aku tidak mengatakan apa pun. Wajar saja dia terkejut begitu. Kami belum lama bersama lalu aku mengatakan cinta? “A-aku mau pulang sekarang. Tolong, antar aku.” Aku menurutinya. Lagi pula tidak ada yang bisa kami lakukan di rumah ini. Dia tidak menolak saat aku menggandeng tangannya menuju pekarangan rumah dan menuju mobilku. Kami hanya diam saja sepa
~Celeste~ Sakit kali ini lebih tidak tertahankan dari biasanya. Ini pasti karena stres. Begitu banyak yang terjadi dalam beberapa hari saja. Pertunangan, persiapan pernikahan, kebingungan atas perasaanku kepada Jonah, penculikan, pernikahan yang gagal, lalu sekarang aku bertunangan dengan pria yang berbeda. Apa aku tidak bisa bernapas lega sebentar saja? Kakak sudah memeriksa keadaanku dan memberi obat, tetapi aku tidak mau meminumnya. Sebisa mungkin aku tidak mengonsumsi bahan kimia apa pun untuk masuk ke tubuhku. Hasilnya, aku hanya bisa duduk lemas di sofa sambil berusaha menikmati siaran televisi yang aku pilih. Aku menghindari siaran berita karena media masih fokus menjelek-jelekkan aku yang gagal menikah dengan Jason. Mereka bahkan menggunakan foto dengan wajah seriusku untuk menunjukkan berapa tidak pantasnya aku yang miskin ini untuk berdampingan dengan pria kaya itu. Padahal wajahku tetap saja terlihat cantik di layar. Aku melirik jam digital
~Jonah~ Aku lupa dengan hari ini. Hari pertama aku mengetahui bahwa dia selalu kesakitan setiap kali menstruasi. Tidak tahu mengapa Nevan menghubungiku dan memintaku untuk mampir sebentar ke rumah sakit, tetapi aku sangat berterima kasih kepadanya. Karena Celeste pernah memberitahuku bahwa dia semakin meyakini perasaannya kepadaku ketika aku datang pada hari ini. Aku datang ke rumahnya untuk menolongnya. Ingin segera mendapatkan bonus yang Ayah janjikan, aku mendorong para karyawan yang berada di stan kami di setiap mal untuk tidak segan menawarkan sisa unit apartemen kepada siapa pun yang datang melihat-lihat atau bertanya kepada mereka. Aku bahkan meminta mereka untuk membuat postingan di akun media sosial mereka masing-masing. Dalam perjalanan menuju mal dari rumah Celeste, Fabian meneleponku. Seorang pria membeli satu unit apartemen terakhir tersebut. Aku bisa mendengar sorakan bahagia di belakangnya. Pasti mereka sedang merayakannya bersama. Bagus. Satu
Ayah sendiri yang ingin menjebak Om Bisma? Hal ini tidak pernah terungkap pada kehidupanku yang sebelumnya. Bagaimana fakta ini bisa terlewat begitu saja dan baru ditemukan sekarang? Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Tetapi hanya itu alasan yang masuk akal sehingga asisten Ayah menemui penipu itu. Ayah tidak mungkin membutuhkan investasi darinya. “Terima kasih. Informasi ini sangat penting untukku.” Aku menutup surel dan mematikan laptopku. “Aku harap semua yang kita bicarakan ini tidak sampai ke telinga siapa pun.” “Ini hanya di antara kita berdua, Pak. Saya tidak akan mengkhianati Bapak,” ucap pria itu berjanji. Aku tahu bahwa Agam akan setia kepadaku. Aku tidak sengaja menolong istrinya yang berniat bunuh diri bersama anak dalam pelukannya. Sejak hari itu, dia bahkan rela memberikan nyawanya untukku. Pria yang aneh, tetapi aku memenuhi permintaannya dengan melibatkan dia dalam setiap rencana balas dendamku. Karena hanya pekerjaan ini yang bay
Dua jam penerbangan, akhirnya kami tiba di Pulau Dewata. Mobil dari tempat kami menginap sudah datang, siap mengantar kami menuju hotel. Teman-teman Celeste tidak berhenti bergumam kagum sejak dari bandara Soekarno-Hatta. Kalau bukan karena tunanganku ikut dalam perjalanan ini, aku tidak akan sudi menaikkan kelas penerbangan mereka dan memindahkan tempat penginapan mereka. Aku tidak mau dia merasa tidak nyaman dalam liburannya ini. Apa gunanya aku menjadi tunangannya bila memberinya fasilitas selama berlibur saja tidak sanggup? Keempat sahabatnya itu tiba di kamar mereka lebih dahulu sebelum kami sampai di kamar kami. Dan aku sudah siap menghadapi protesnya saat dia tahu bahwa kami tidur dalam satu kamar. Tentu saja tidak satu tempat tidur. Walaupun keadaan ini tetap sama besar godaannya bagiku. “Papa tidak percaya kepada anak Papa sendiri. Bagaimana bisa Papa lebih percaya kepada orang lain?” protes Celeste yang sedang bicara dengan Om Bisma melalui ponselny
“Pada hari di mana aku seharusnya menikah dengan Jason, sekelompok orang menahanku di sebuah gudang yang sudah lama tidak digunakan lagi. Mereka menculikku saat aku dan keluargaku dalam perjalanan pulang dari acara makan malam bersama keluarga besar kami.” Celeste memulai cerita penyebab dia tidak menikah dengan kakakku. “Kakak, Jonah, dan beberapa pria menolongku, tetapi kami terlambat tiba di lokasi pernikahan. Jason dan Jovita sudah resmi menikah.” Dia mengakhiri ceritanya. Nola menatapnya tidak percaya. Dia tidak menghadiri pernikahan sahabatnya sendiri karena sedang fokus dengan skripsinya. Itulah sebabnya dia tidak tahu penyebab pernikahan tidak berjalan seperti yang direncanakan. “Kamu diculik dan kamu tidak mengatakan apa pun kepadaku?” tanyanya menahan suaranya. “Cel! Aku sahabatmu dan tidak seharusnya kamu menanggung masalahmu sendiri. Mengapa kamu tidak menceritakan apa pun kepadaku? Jangan katakan bahwa kamu tidak mau mengganggu persiapanku mengikuti sida
Hal pertama yang aku lakukan adalah kembali ke restoran dan memberitahu Nola serta teman-temannya bahwa aku dan Celeste akan ke kamar lebih dahulu. Jadi mereka tidak perlu menunggu terus di sana. Aku tidak kesulitan menemukan di mana dia berada karena dia sudah memakai kalung pemberianku. Dari sinyal yang diberikan oleh kalungnya, dia masih ada di sekitar hotel. Aku segera ke resepsionis dan meminta nomor kamar Dhanva juga teman-temannya. Tentu saja mereka menolak permintaan tersebut. Sekalipun aku datang dari keluarga yang punya pengaruh besar, Dhanva juga bukan orang sembarangan. “Segera minta bagian keamanan untuk memeriksa rekaman CCTV dekat toilet wanita selama tiga puluh menit terakhir. Seorang gadis sedang dalam bahaya. Aku pastikan bahwa hotel ini akan mendapat masalah besar jika terjadi hal yang buruk kepada tunanganku.” Gertakan itu berhasil karena dia segera menyebut nomor kamar yang aku minta. “Aku butuh beberapa orang keamanan untuk menemaniku.”
“A-apa? Dasar berengsek,” umpatnya. “Ini semua gara-gara kamu. Kalau kamu tidak menghalangiku di kolam tadi, aku sudah berhasil memberinya pelajaran.” “Mana yang lebih baik? Memberinya pelajaran karena melecehkanmu dengan kalimat yang dia ucapkan atau memenjarakannya karena perbuatan yang dia lakukan yang bisa dibuktikan?” tanyaku. Dia berpikir sejenak. Amarahnya segera berkurang. “A-apakah dia berhasil ….” Dia memegang bagian depan piyamanya, melindungi dirinya sendiri. “Tidak. Mereka belum sempat melakukan apa pun kepadamu.” Aku menenangkannya. “Dokter sudah memeriksa keadaanmu.” Dia mengangguk pelan. “Apakah dia sedang berada di penjara?” “Iya. Bersama ketiga temannya.” “Semoga saja mereka bisa ditahan cukup lama supaya jera dan tidak melakukan hal yang sama lagi.” Dia merapikan rambut dengan tangannya. “Jason berengsek dan suka tidur dengan perempuan mana saja, tetapi setidaknya dia tidak memaksakan kehendaknya. Pria ini gila. Aku
~Celeste~ “Jacob Nicholas Putra!” seruku melihat anakku yang berusia sembilan tahun malah asyik memakan es krim cokelat di ruang makan. Dia mengotori pakaiannya padahal kami harus pergi sekarang. Aku menoleh ke arah suamiku yang berdiri di sisiku. “Oke. Ini salahku.” Dia menurunkan putri kami dari pelukannya dan memberikan tangannya padaku. “Ayo, Jacob, kita bersihkan tanganmu dan ganti pakaianmu.” Aku mendesah napas keras melihat mereka berjalan menuju pintu belakang. Aku hanya beberapa menit berada di kamar untuk bersiap-siap setelah membantu anak-anak berpakaian. Saat aku pikir kami sudah siap untuk pergi, selalu saja terjadi kecelakaan serupa. Jacob makan sesuatu hingga mengotori tangan, wajah, dan pakaiannya atau Jolene yang menumpahkan minuman ke bajunya. Meninggalkan anak-anak dalam pengawasan suamiku memang bukan ide yang baik, tetapi siapa lagi yang bisa aku percaya kalau bukan dia? Andai saja Ayah dan Bunda ada di sini. Mereka masih dalam pe
Aku melihat ke arah arloji pemberian istriku yang melingkari pergelangan tanganku. Tidak peduli berapa harganya, benda itu sangat berarti bagiku. Pemberian pertama darinya untukku. Meskipun dia tidak ada di sini bersamaku, aku merasakan dukungannya.Hari ini pertama kalinya aku akan menghadiri rapat pemegang saham di perusahaan Anggara. Om dan Bunda tersenyum kepadaku saat mereka melihat aku duduk di kursi yang mereka sediakan untukku. Di sisi Om Mahavir. Wajah peserta lainnya menatapku dengan rasa ingin tahu. Mereka semua sudah mendengarkan kemampuan dan beberapa prestasiku, mereka pasti tidak sabar mau mendengar langsung apakah aku seperti yang dikatakan Om.Asisten Om Mahavir menenangkan ruangan dan memimpin jalannya rapat. Dia membacakan agenda dari pertemuan kami sebelum mempersilakan direktur utama untuk menyampaikan laporannya. Aku menghela napas panjang, bersiap mengikuti diskusi panjang nanti.“Aku tidak percaya proyek ini lolos begitu mudah,&rdqu
“Mengapa aku harus berpakaian seperti ini?” keluh Celeste untuk kesekian kalinya. Dia memakai gaun paling indah dan mahal yang selalu menjadi dambaan banyak wanita, tetapi dia mengeluh. Aku bahkan memberi dia gelang berlian untuk menyempurnakan penampilannya.“Kamu akan mengerti begitu kita tiba di sana.” Kali ini aku tidak menyetir dan meminta salah satu sopir keluarga kami untuk mengendarai mobilku.“Aku merasa seperti maneken yang kamu bawa ke pesta hanya untuk dipamerkan.” Dia memajukan bibirnya, menyatakan rasa tidak sukanya. Seandainya kami dalam perjalanan pulang, aku pasti akan menciumnya habis-habisan di mobil ini sampai senyuman menghiasi wajahnya. Tetapi aku tidak bisa melakukan itu sekarang, riasan wajahnya bisa rusak.“Malam ini istimewa, sayang. Aku mau mereka semua tahu bahwa meskipun aku masih muda, aku bisa mendapatkan uang yang banyak untuk membelikan istriku pakaian yang bagus dan perhiasan yang mahal.
Aku menyerahkan dokumen terakhir yang perlu aku tanda tangani sebagai manajer pemasaran kepada Fabian. Sudah tidak ada lagi dokumen atau laporan yang aku sisakan di atas meja. Dengan begitu, orang baru yang akan menggantikan aku tidak dibebani dengan tugas yang masih menjadi tanggung jawabku.“Terima kasih atas bimbingannya selama ini, Pak. Saya ikut bangga Bapak naik ke posisi baru,” ucap Fabian dengan tulus.“Terima kasih juga padamu, Fabian. Kamu asisten terbaik yang pernah aku miliki.” Aku melirik jam tanganku. “Apa kamu ada janji malam ini Mau makan malam bersamaku?”“Saya tidak ada janji, tetapi—” jawabnya dengan segan.“Tidak ada tetapi. Ayo, aku traktir.” Aku memasukkan ponsel ke dalam saku jasku, lalu berjalan mendekati pintu. Dia mengikuti aku keluar dan bergegas menyimpan dokumen tadi di lemari besi kemudian menguncinya.Fabian tidak menyebut makanan tertentu yang dia suka
~Jonah~Suasana rumah pada pagi itu tepat seperti dugaanku. Ketika aku masuk ruang makan dan Celeste tidak bersamaku, aku terpaksa memberi tahu Ayah dan Bunda bahwa dia pulang ke rumah Papa semalam. Bunda histeris dan Ayah segera menenangkannya.Namun tidak ada yang bisa membuat Bunda berhenti menangis sehingga kami pergi bersama untuk membujuk dia pulang. Aku mengendarai mobilku sendiri, sedangkan Ayah dan Bunda di mobil Ayah. Kami harus ke kantor setelah urusan ini selesai, jadi kami tidak bisa pergi dengan satu kendaraan.Bu Liana menyambut kedatangan kami, lalu mengantar kami ke ruang tamu. Dia meninggalkan kami untuk memanggil Celeste. Nevan masuk beberapa saat kemudian bersama seorang pelayan yang membawakan kudapan. Dia hanya mendesah pelan sebelum duduk di salah satu sofa kosong.“Tolong, maafkan adikku. Dia—” Nevan berusaha untuk menjelaskan.“Ini adalah kesalahanku. Celeste berhak untuk marah,” tukas Ayah. Ne
~Celeste~Restoran yang dimiliki Papa berawal dari warung makan sederhana yang dimulainya bersama Mama. Mereka mengawali usaha itu dari nol hingga akhirnya berdiri sebuah restoran berlantai tiga. Dari menu makanan sehari-hari khas Indonesia hingga orang tuaku mempekerjakan koki khusus masakan luar negeri. Restoran itu unik karena lantai dasar tetap diperuntukkan bagi makanan yang terjangkau layaknya warung nasi sederhana, sedangkan lantai dua khusus makanan yang sedikit lebih mahal.Pelanggan semakin banyak dan mereka berharap ada cabang lain yang jaraknya lebih dekat dari tempat tinggal atau kantor mereka. Karena itu Papa ingin membangun restoran yang kedua. Itu adalah prestasi terbesarnya setelah lama berdua kehilangan Mama.Lalu ada orang yang sengaja menghancurkan impian Papa dan sengaja merebut semua itu darinya. Dan orang itu tidak lain adalah ayah mertuaku sendiri? Bagaimana bisa orang kaya punya pikiran yang begitu egois? Mereka tidak lebih baik dari Fel
“Apa katamu? Kamu punya syarat? Kamu sudah mendapatkan posisi yang tidak perlu susah payah kamu perjuangkan dari nol, kamu masih berani mengajukan syarat?” ejek Felix. “Ayah lihat, ‘kan? Dia tidak lain hanyalah seorang pecundang yang akan membuat perusahaan kita bangkrut!”“Syarat hanya diajukan oleh orang yang percaya diri dengan kemampuannya. Dia belum memberi tahu syaratnya mengapa kamu langsung marah? Sabar, Felix. Lihat baik-baik bagaimana seorang pemimpin berdiskusi dan menyatakan pendapat tanpa bersitegang leher,” kata Om Mahavir.“Katakan, Jonah. Apa syarat darimu?” tanya Om kepadaku.“Aku hanya meminta hak penuh yang Om dapatkan sebagai direktur utama juga diberikan kepadaku saat aku menggantikan posisi Om. Aku tidak akan mau memimpin bila mendadak dibentuk dewan komisaris untuk membatasi wewenangku. Aku tidak keberatan dengan kehadiran para pemegang saham, dan aku akan menghormati setiap penda
Dia seharusnya tidak berada di sini. Untuk kejahatan yang sudah dia lakukan, dia tidak mungkin dibiarkan bebas dengan jaminan apa pun. Keberadaannya di dekat kami bisa mengancam nyawa kami. Dia tidak segan menyakiti keluarganya sendiri demi mencapai tujuannya. Lalu mengapa dia bisa berada di sini, di kantor Ayah?“Tenang, Nak. Masuklah. Dia tidak akan menyakiti siapa pun,” kata Ayah.Aku membuka pintu lebih lebar dan melihat ada dua orang polisi yang duduk di dekat Felix. Aku pun merasa sedikit tenang. Ada Ayah, Bunda, Om Mahavir, dan Tante Clara duduk bersama di ruangan itu. Meskipun aku bingung apa yang sedang terjadi, aku masuk dan menutup pintu. Ayah menunjuk di mana sebaiknya aku dan istriku duduk.“Kita tidak bisa berlama-lama karena Felix harus segera kembali ke tempatnya.” Ayah memajukan tubuhnya dan memasang wajah serius. “Aku dan Avir sudah berembuk sampai kami sampai pada sebuah keputusan yang sangat besar.” Ayah me
Pada keesokan harinya, kami menerima surat panggilan untuk hadir memberi kesaksian di kantor polisi. Aku, Celeste, dan Bunda meminta agar bisa hadir pada hari yang sama dan tidak berbeda hari seperti yang tercantum dalam surat panggilan tersebut. Pak Omar memberi kabar baik bahwa mereka memenuhi permintaan kami tersebut.Sebagai penasihat hukum keluarga kami, Pak Omar yang lebih banyak bicara mewakili kami bertiga. Dia yang menentukan mana pertanyaan yang bisa kami jawab dan yang mana yang tidak ada hubungannya dengan investigasi kasus yang sedang mereka tangani.Mereka lebih banyak bertanya seputar ledakan yang terjadi pada pintu apartemenku, perkelahian di jalan raya yang sengaja diblokir atas perintah Felix, penculikan Celeste, serta pemaksaan atas Bunda dan penembakan yang terjadi di pelabuhan.Aku menjawab sedetail mungkin mengenai peristiwa di apartemen dan jalan raya, karena mereka perlu memberi laporan kepada pihak asuransi. Aku tidak mau merogoh uangku