Home / Romansa / Mempelaiku Bukan Kekasihku / 06. Masalah Ranjang

Share

06. Masalah Ranjang

Author: Teha
last update Last Updated: 2024-03-10 22:09:00

"Dalam mimpimu, Tuan Xander yang suka bikin onar!" Dengan kasar kutarik sebuah bantal dari atas ranjang.

Suamiku terkekeh, dan masih lanjut mengoceh. "Baiklah, akan kulakukan, Theodora. Aku akan bermimpi, dan mimpi itu akan jadi kenyataan," sahutnya dengan nada menggoda.

Kubalikkan badan, dan kulirik tajam dirinya lagi. Oh, Tuhan! Manusia satu ini benar-benar menguji kesabaranku yang setipis tisu dibelah dua. 

Andai aku tak sedang lelah, pasti sudah kuamuk lagi dirinya.

Dengan langkah berat aku berjalan menuju satu-satunya sofa yang ada di kamar tidur, dan berbaring di sana. Mau bagaimana lagi, tak ada tempat lain yang cocok untuk tidur, ketimbang aku tidur di lantai.

"Good night, istriku sayang." Samar kudengar suara Xander mengucapkan selamat tidur. Tak kutanggapi dirinya sebab aku sudah terlalu mengantuk.

Tak butuh waktu lama bagiku untuk terlelap. Aku memang tipe orang yang dapat tidur di mana saja, dan begitu mencium bau bantal aku langsung tertidur.

Mimpiku begitu indah; terbang ke langit biru, lalu mendarat dan berbaring di atas awan yang lembut. Sinar mentari begitu hangat. Kuhirup udara kebebasan ini ... ah, sungguh menyenangkan.

"Theodora sayang," panggil satu suara manis. Xander datang menghampiriku. Pria itu tersenyum begitu hangat, wajahnya sama sekali tak menyiratkan kelicikan.

Penampilannya pun seperti Xander yang dulu kukenal; masih lugu dan berkacamata dengan ketampanan tersembunyi yang membuatku terpesona, bukan seperti dirinya sekarang, yang semakin tampan dan macho, tetapi berkepribadian buruk. 

"Xander!" Aku bangkit dan menghamburkan diri ke pelukannya. Kusandarkan kepalaku di dadanya yang bidang. Ah, andai dia selalu seperti ini, nyaman rasanya, aku suka.

"Aku mencintaimu, Theodora," ucapnya sembari membelai lembut rambutku. Dikecupnya puncak kepalaku penuh sayang.

"Aku juga mencintaimu, Xander," desahku dipenuhi kebahagiaan mendalam.

Sepanjang malam mimpiku dipenuhi dengan Xander, pria yang mencuri hatiku untuk kali pertama saat diriku masih begitu belia. Cinta yang terkubur itu seakan bangkit kembali.

Aku begitu bahagia, hingga pagi harinya aku terbangun, dan mendapati diriku tidak tidur sendirian.

"Aaaaarrrkkhh! Mengapa kamu tidur di sini?" jeritku, refleks menendang sosok di sampingku sampai tubuhnya terjatuh ke lantai dengan suara yang cukup keras.

Pria itu mengaduh, lalu terduduk di lantai. "Kenapa aku ditendang?" erangnya sembari mengusap lengannya yang kesakitan.

"Siapa yang menyuruhmu tidur di sini? Sudah kubilang aku tak mau tidur seranjang denganmu," sahutku berapi-api.

Bisa-bisanya pria itu membela diri dan playing victim. Jelas-jelas Xander tidur di ranjang, di sebelahku.

Namun, lagi-lagi Xander tak menunjukkan ekspresi bersalah. Perlahan pria itu berdiri.

"Sadarkan dirimu, Theodora, cuci muka dulu sana," ujarnya dengan suara malas.

"Apa maksudmu? Jangan ngaco, deh!" Aku menatapnya tak percaya. Bisa-bisanya Xander menyuruhku untuk sadar diri, sementara dirinya sendiri bersikap aneh.

"Coba kau ingat dulu, di mana kau tidur semalam, baru kau akan tahu siapa yang bersalah dalam hal ini!" Ia memandangku dengan tangan terlipat di depan dada. Dalam kondisi baru bangun tidur dan rambut masih berantakan saja Xander terlihat menawan ... aaah, mikir apa sih aku ini???

Sebentar, ingatanku baru terkumpul. Semalam aku tidur di sofa, lalu bagaimana bisa aku terbangun di atas ranjang? Tidak!!

"Kau punya kebiasaan tidur yang unik, Theodora. Kamu bisa tidur, lalu tiba-tiba terduduk, tapi masih dalam kondisi tidur. Bahkan ibumu bilang kamu pernah berjalan dalam tidurmu," tambah Xander, menjawab pertanyaan yang belum kulontarkan.

"Itu ...," cicitku tak berdaya untuk menyangkal.

Apa yang Xander sampaikan memang sesuai dengan kenyataan, terutama saat aku kelelahan, aku akan mengerang, lalu terduduk, tapi masih dalam kondisi mata terpejam, lalu kembali tak sadarkan diri. Setidaknya itu yang ibuku katakan.

Dan soal berjalan dalam tidur ... yang kutahu hal ini sangat jarang terjadi. Kayaknya cuma sekali deh. Mengapa semalam malah begitu lagi?

"Aku sih nggak akan heran kalau kamu lagi tidur, terus tiba-tiba berjalan, dan pindah ke ranjang. Masuk akal, bukan?" pungkasnya, menumpahkan semua kesalahan padaku.

"Aaarkh, terserah!" seruku frustasi, tak mampu membela diri. "Yang jelas, kau tidak berbuat macam-macam, kan, semalam?"

Memang, aku masih berpakaian lengkap, dan tak ada yang aneh dengan tubuhku, tapi siapa tahu Xander mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Hah!" Lelaki itu mendengus, lalu memegang lengan kanannya di bagian atas. "Asal kau tahu, Theodora, justru kamu yang macam-macam. Kau menggunakan lenganku ini sebagai bantal, nih, sampai rasanya pegal sekali, karena lenganku harus menahan kepalamu yang berat. Belum lagi kamu mengiler di bajuku."

"Tidak mungkin!" jeritku menyangkal tuduhannya.

"Benar! Kalau tak percaya, sini, cium saja sendiri, masih ada bau jigongmu." Lantas Xander berjalan mendekat, sambil memegang lengan bajunya yang katanya terkena ilerku.

Sontak kulempar bantal ke arahnya, lalu aku berlari masuk ke kamar mandi.

"Menyebalkan!" Kugertakkan gigiku, kesal pada diriku sendiri. Bagaimana bisa aku menjadi pihak yang terkesan murahan? Ini sungguh memalukan.

Berjalan dalam tidur ... ah, rasanya itu tak mungkin. Seingatku kala itu aku memang terbangun dari tidur dalam kondisi masih sangat mengantuk. Aku berjalan gontai dengan mata terpejam, hingga nyaris menabrak lemari di rumah. Kebetulan Ibu dan Ayah melihatku, jadi mereka berpikir aku ngelindur.

Hanya sekali itu, aku sama sekali tak memiliki kebiasaan berjalan dalam tidur. Tapi tak mungkin aku kembali membahas hal ini dengan Xander, sudah terlanjur malu. Lagi pula pria reseh itu pasti tetap tak mau disalahkan.

"Bagaimana kalau malam ini terulang lagi?" desahku putus asa. Barangkali aku merasa tidak nyaman tidur di sofa, lalu terbangun dan tanpa sadar mencari ranjang yang empuk, yang sayangnya sudah ditempati oleh si laki-laki serigala.

Sedangkan untuk memintanya gantian tempat tidur, aku di ranjang, dan Xander di sofa, aku malu. Gengsi dong!

Untungnya, seolah bisa membaca pikiranku, di malam kedua pria itu menawarkan diri untuk tidur di sofa, dan memperbolehkanku tidur di ranjang.

"Kamu serius? Jangan bilang nanti malam kamu akan bergabung bersamaku di tempat tidur, ya," tanyaku mengantisipasi. Suami abal-abalku ini punya kecenderungan mengambil kesempatan dalam kesempitan, makanya sulit bagiku untuk percaya kepadanya begitu saja.

Xander mendengus. "Kamu pikir aku laki-laki apaan? I'm a gentleman, you know."

Hih! Rasanya pingin sekali kutabok lengannya, menyebalkan sekali tingkahnya itu.

Tanpa melirikku lagi, pria itu berbaring miring menghadap punggung sofa, ia tidur membelakangiku.

"Selamat tidur, Theodora," gumamnya dengan suara mengantuk.

Duh, masih ingat pula dia untuk mengucapkan selamat tidur.

Berhubung Xander bertubuh jangkung, kakinya menjulur hingga melewati tepian sofa. Tak tega sebenarnya aku melihatnya.

'Ah, biarkan sajalah! Ngapain sih mesti kasihan kepadanya? Dia kan laki-laki, seorang suami, jadi harus siap memberikan kenyamanan untuk istrinya,' batinku menghibur diri sendiri.

Jadilah kuabaikan Xander yang kini menarik kakinya, dan tidur meringkuk seperti ular di sofa. Tak lama berselang aku pun tertidur.

Entah karena masih memikirkan Xander, atau takut kalau-kalau aku berjalan dalam tidur lagi, aku terjaga di tengah malam. Diterangi temaram lampu kamar, aku bisa melihat Xander yang sedang tertidur pulas. Lalu mataku yang mengantuk pun terbuka lebar.

"Oh, Tuhan!" erangku tatkala menyaksikan pemandangan di depanku. Sambil memegang jidat, aku bergumam menyesali kebodohanku sendiri, "Jadi begitu, ya, Xander. Kau benar-benar telah menipuku."

Related chapters

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   07. Gara-gara si Pirang

    "Itu bukan salahku, Theodora. Mengapa kau tidak bertanya?" Xander berkata santai sembari mengunyah sarapannya.Kuletakkan sandwich yang tengah kusantap, dan kutatap dia tajam. Suami palsuku ini memang lihai menyalahkan orang lain."Padahal kau tinggal memberitahuku, apa susahnya?" gerutuku sebal.Sofa di kamar hotel kami ternyata adalah sebuah bed sofa, dan semalam Xander mengaturnya menjadi tempat tidur. Ia bisa tidur nyaman, tak seperti diriku yang terpaksa tidur di alas yang sempit.Lebih bodohnya lagi diriku sempat berpikir Xander rela menderita untukku, serta merelakan ranjangnya kutempati, padahal dalam kenyataan sama saja ia tetap tidur di tempat yang nyaman. Hah!"Waktu itu kau sudah tertidur, Tuan Putri, kau bahkan tak membalas ucapan selamat malam dariku. Aku tak tega kalau harus membangunkanmu," dalihnya seakan tak berdosa."Tapi ....""Lagipula," potongnya saat aku mulai menyanggah, "malam kemarin kau tidur di ranjang pengantin kita, 'kan." Pria itu menyeringai nakal.Hiii

    Last Updated : 2024-04-26
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   08. Tidak Usah Sok Polos!

    "Xandeeerr!! Kau sangat menyebalkan!!!" Aku berseru dengan suara yang begitu nyaring. Tenaga yang tadi terkuras akibat tenggelam di kolam renang seakan kembali full, nggak setengah-setengah. "Siapa suruh kamu nggak nurut!" sahutnya masih dengan suara bernada galak. Samar terdengar langkah Xander menjauh, suara pintu terbuka lalu tertutup, serta suara air mengalir dari keran yang dibuka. Kini pria itu berada di kamar mandi. Sepertinya ia sangat bahagia, sebab Xander mandi sembari bersiul riang. Sementara aku gondok sendirian di pojok tempat tidur. "Menjengkelkan!" Sekali lagi aku berteriak, lalu kuraih kain lebar yang menutupiku dari kepala hingga perutku. Padahal itu semua gara-gara si wanita pirang yang menyenggolku hingga tercebur ke kolam renang, mengapa malah aku yang dimarahi? Pria kurang ajar itu bahkan melemparkan kemejanya yang basah ke atas kepalaku, memperlakukan kepalaku seperti gantungan baju. Kupandang kemeja hawaian Xander penuh kegondokan. Bahkan aroma parfum samar

    Last Updated : 2024-04-28
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   09. Nikmatilah Selagi Gratis

    "Tidak usah macam-macam, Xander! Jangan bikin masalah di negara orang!" Pertanyaan Xander membuatku sedikit panik. Tak semudah itu bagiku untuk melupakan sakit hati akibat kejahilan si genit kepadaku, tetapi tak ada gunanya juga membalas. "Mana tahu kamu ingin membuat perhitungan dengannya," sahut Xander sambil lalu. Dengan suara nyaring diseruput habis kuah tom yum langsung dari mangkuknya. "Memangnya aku harus apa? Nantangin si genit berkelahi? Atau ngata-ngatain dia lalu berlindung di balik punggungmu?" tanyaku mencemooh ide gila Xander. Ia mencebik tak peduli. Aku menyikat ayam goreng di hadapanku dengan gaya garang, kemudian mataku melirik lagi ke arah pintu di mana si gadis pirang masih berdiri. Kebetulan sekali perempuan itu juga melihatku. Sedikit gentar aku menatapnya tajam. Setidaknya ada suamiku di sini, jadi kalau gadis genit itu macam-macam, Xander akan membelaku. Akan tetapi, di luar dugaan, tak seperti gayanya di kolam renang tadi, si pirang mengindari tatapanku. D

    Last Updated : 2024-04-29
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   10. Keharmonisan Rumah Tangga

    "Hooaaam! Duh, ngantuknya! Aku tidur duluan, Xander." Dengan gaya aktris gagal akting, aku menarik selimut menutupi tubuh, dan memejamkan mata."Selamat tidur, Theodora!" sahut Xander dengan suara bernada hangat yang membuat hatiku semakin tak karuan. Biarlah kali ini aku melarikan diri sejenak. Ucapan Xander berhasil membuatku galau.Pelan dan tersamar perasaanku kepadanya mulai melembut, ada relung-relung kosong yang mulai terisi keinginan untuk tetap berada di dekatnya, di sisinya sebagai pasangan hidup Xander. Akan tetapi, aku tak yakin bila Xander merasakan hal yang sama.Kadang aku merasa ia sangat baik, begitu peduli, bahkan terkesan suamiku itu menyayangiku. Namun, aku khawatir bahwa apa yang ia lakukan kepadaku hanya sebatas kewajiban di balik keinginannya untuk membalas dendam, dan suatu saat hubungan rapuh ini akan berakhir.Aku pun tertidur dengan hati risau, sampai akhirnya antara sadar dan tak sadar kudengar suara Xander memanggilku."Theodora! Theodora!"Mataku terbuka.

    Last Updated : 2024-05-03
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   11. Jangan GR!

    "Bagaimana bisa begini? Xander, kamu tidak bermaksud modusin aku, 'kan?" Berulang-ulang kuperiksa pintu yang Xander tunjuk. Rupanya itu adalah pintu yang menghubungkan kedua kamar tidur di lantai dua rumah ini. Dengan demikian baik Xander maupun aku bisa mengakses kamar kami masing-masing tanpa hambatan, sebab pintunya bisa ditutup, tapi tidak memiliki kunci sama sekali. "Modus apaan? Jangan ke-geer-an, Theodora," sahutnya dengan suara masam. "Buktinya pintu ini ada biar kamu bebas masuk kamarku dengan leluasa. Ngaku sajalah, Xander, kamu ingin menjadi penguasa rumah ini, 'kan?" tuduhku sembari menudingkan jari telunjukku ke arah Xander. Pria itu mengetatkan rahangnya, dan kedua tangannya mengepal, tanda ia tengah menahan emosi. Saat itu barulah aku menyadari, seharusnya aku menahan lidahnya, dan tak semudah itu menuduhnya, meskipun katakanlah ia memang bermaksud begitu. Namun, sepertinya Xander terlanjur tersinggung. "Memangnya kenapa kalau aku ingin menjadi penguasa rumah ini?

    Last Updated : 2024-05-04
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   12. Hanya Menduga

    "Ada perempuan yang kausukai di sini?" celetukku spontan. Ups! Keceplosan lagi! Mulutku ini benar-benar harus dikarantina, atau dibawa ke pertapaan dulu biar insyaf, dan nggak asal jeplak. Mataku mendelik, dan tangan kiriku memukul pelan mulutku beberapa kali. Bagaimana bisa aku bertanya hal semacam ini kepada suamiku sendiri? Istri aneh! Seharusnya aku mengikuti kata-kata ibu mertuaku: tutup mulut dan makan saja. Barangkali aku memang kurang waras, tetapi aku langsung berpikiran negatif bahwa penyebab Xander memilih untuk tinggal di rumah kecil ini ialah adanya seseorang yang disukainya. "Memangnya kenapa kalau ada perempuan yang kusukai di sini? Kau cemburu?" Ia bertanya balik tanpa mengalihkan perhatian dari santapan malamnya. Pria ini memang tak bisa ditebak, aku tak pernah tahu kapan ia akan tersinggung, atau cuek menanggapi situasi atau pernyataan yang dilontarkan kepadanya. "Aku hanya menduga saja, toh hubungan kita bukan layaknya suami istri pada umumnya. Kau pun tak menc

    Last Updated : 2024-05-05
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   13. Bianca

    "Bianca cantik ...! Ke mari, sayang ...!" Mulutku melongo saat menyaksikan sosok itu berjalan dengan begitu anggun, tapi cuek, bak seorang aristokrat. Xander bahkan memanggilnya dengan suara yang begitu manis. Yah, padahal aku sudah mengantisipasi kalau-kalau diriku mendadak pingsan, karena tak sanggup menyaksikan Xander bermanja-manja dengan perempuan lain, eh, ternyata yang datang hanyalah seekor kucing. Benar, Bianca adalah seekor kucing lokal berbulu oranye dengan aksen putih. Sekilas wajahnya innocent, manis, tetapi jangan salah, dia ini kucing berbulu serigala, eh, bukan, kucing berbulu domba. "Bianca nakal, ya, kamu!" Xander mengungkapkan kegemasannya terhadap si kucing yang baru saja menggigitnya. Kucing oren tetaplah oren, wajahnya saja sok polos, kelakuannya bikin tobat! Padahal tadi Bianca berjalan dengan begitu anggun, lalu berlari antusias ke arah Xander setelah dipanggil, eh tahu-tahu ungkapan cintanya ditunjukkan melalui gigitan. "Sakit nggak?" tanyaku keheranan. S

    Last Updated : 2024-05-07
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   14. Xander Salamander

    "Selamat, Nyonya Xander! Anda telah memiliki saingan dalam merebut hati suami Anda! Hahaha." Judith tertawa mengejekku dengan begitu puasnya. Dua pekan semenjak pulang dari Makarelia, akhirnya aku bisa berjumpa lagi dengan sahabatku ini, di tempat tinggalku yang baru pula. Bisa dibilang ia sangat pemberani. Xander bisa saja melakukan hal mengerikan, bila bertemu dengan perempuan yang sempat 'menculik' pengantinnya dulu. Syukurlah Xander tak bereaksi macam-macam saat bertemu Judith sebentar tadi pagi. Ini adalah kesempatanku untuk curhat sepuas-puasnya. "Nggak lah! Gabby bukan apa-apa, ia hanya gadis pekerja yang diam-diam menyukai atasannya. Xander tak memiliki rasa kepadanya," ujarku tanpa menunjukkan ekspresi apapun, padahal di dalam hati aku tidak senang mengetahui ada wanita lain yang terobsesi pada suamiku. "Maksudku bukan Gabby, Thea, tapi Bianca. Hahahahaha." Kali ini Judith tertawa terpingkal-pingkal hingga air matanya keluar, dan perutnya sakit. "Ah, sialan kau!" Temanku

    Last Updated : 2024-05-10

Latest chapter

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   59. Pria Italia

    "Kemarin kau bilang Vanessa orangnya perhitungan, sekarang malah justru aku menyaksikan kakak lelaki Vanessa bersikap jauh lebih perhitungan. Benar-benar, ya, kakak adik sama saja!" Kulirik Xander dengan apa yang orang sebut sebagai bombastic side eye.Xander tertawa, lalu dengan liciknya menyahut, "Kalau kau tidak suka kita bisa langsung pulang -""Eh, jangan! Sudah sampai sini masa langsung pulang sih?" Sebelum didahului oleh suamiku yang selalu bertindak ala seorang gentleman, aku bergegas membuka pintu mobil, keluar, dan berjalan mendahuluinya ke rumah yang kami tuju sambil cengar-cengir.Lebih baik melarikan diri sebelum Xander menggangguku lebih lanjut, atau malah betulan membawa kami pergi dari tempat ini.Suamiku memang se-sweet itu sampai-sampai saat kami pergi berdua dirinya selalu membukakan serta menutupkan pintu mobil untukku. Di dalam rumah pun kadang ia masih membukakan pintu untukku, sampai aku memarahinya karena ia ingin membukakan pintu toilet juga sewaktu aku kebelet

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   58. Utang Budi

    "Memangnya apa lagi? Sudah jelas karena Xander adalah pria yang lebih baik dari Alex; tampan, kaya, mandiri, bertanggung jawab, dan yang pasti menyayangimu," cerocos ibuku. "Bahkan Ibu sudah melihat sendiri sekarang kau juga ....""Ibu, tolong!" Kuhardik ibuku dengan mata melotot, ia membalas dengan lirikan masam. Biar saja masam, yang penting Bu Agatha Wilson tak melanjutkan omong kosongnya itu."Ibu," panggilku lebih lembut, "aku tahu ibuku ini adalah wanita yang keras, galak, suka mengomel, atau apalah.""Enak saja kau menyebut Ibu seperti itu." Ibuku bersungut dengan bibir komat-kamit."Tapi aku tahu," potongku tak mengalah, "Ibu adalah ibu terbaik yang kumiliki, yang menyayangi serta mendidik anak-anak untuk menjadi orang yang jujur."Kuingatkan dirinya tentang nilai-nilai luhur yang selalu ia ajarkan kepadaku dan Theo agar tidak menyontek, tidak mengganggu teman, dan tidak berbohong."Iya, aku memang telah menikah dengan Xander, dan benar, kami telah menemukan kebahagiaan dalam

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   57. Whatever

    "Mengapa kita ke mari, Xander? Kau mau kita membeli oleh-oleh untuk Ayah Ibu? Atau ... membelikanku lebih banyak kukis dan kue?" Mataku berbinar senang sekaligus penasaran saat mendapati mobil yang membawa kami berdua berhenti di depan Whatever Bakery, toko kue dan kukis favoritku.Siang ini kami berencana mengunjungi orang tuaku di Hazelton. Selama ini kami berkomunikasi lewat telepon atau panggilan video. Sudah lama aku ingin menengok mereka, tetapi Xander baru sempat sekarang. Suamiku melarangku pergi sendirian, dengan dalih aku tengah hamil, makanya aku harus menunggu sampai Xander punya waktu untuk pergi."Dua-duanya boleh," sahut Xander sembari membukakan pintu mobil untukku."Terima kasih." Kubalas kebaikannya dengan senyuman manis. Bergandengan tangan kami berjalan menuju toko.Aroma kue yang menyenangkan menyapa penciuman kami begitu kami memasuki bangunan itu. Serta merta waitress yang bertugas menyambut kami dengan keramahan luar biasa. "Selamat datang, Tuan dan Nyonya Smith

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   56. Tak Akan Meminta Maaf 

    "Awalnya aku tidak mau," ucapnya terus terang. Sebagai seorang pebisnis yang memiliki citra bersih, serta selalu bermain adil, Xander menolak tawaran untuk menikahi calon istri sang sepupu. Namun, pada akhirnya ia merasa kasihan kepadaku."Kasihan?" tanyaku sedikit bingung. "Jika kau merasa kasihan, harusnya kau tak perlu menikahiku. Lunasi saja utang Alex, lalu kau buat perhitungan dengannya, seumur hidup, bila perlu."Meskipun pada akhirnya pernikahan kami telah mencapai titik sepakat, dan kami bahagia bisa hidup bersama, kemungkinan semacam itu lebih masuk akal. Toh mereka masih kerabat, orang tua mereka pun bisa dilibatkan.Xander tersenyum sedih. "Masalahnya tak sesederhana itu, sayang." Dengan lembut dibelainya pipiku. "Aku juga menyarankan agar dirinya membatalkan pernikahan itu, tetapi Alex terus mendesakku untuk menikahimu. Ketika akhirnya sepupuku berhenti memaksa, ia mengatakan bahwa kalian akan tetap menikah seperti rencana semula."Xander panik, pendiriannya goyah. Ia tahu

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   55. Pillow Talk 

    "Xander, tak bisakah kau melihat perasaanku dari perhatian yang kuberikan kepadamu selama ini? Juga bagaimana wajahku tersipu-sipu karena rayuan gombalmu, tak bisakah kau lihat itu?" Mataku menatapnya dengan perasaan terluka yang kurekayasa agar terkesan dramatis.Namun, Xander menanggapinya dengan serius. Ia mendesah berat, seolah hidupnya penuh dengan masalah pelik. Aku jadi sedikit merasa bersalah, tapi lagi-lagi ia terlihat menggemaskan, sampai-sampai aku nyaris gagal berakting."Thea, bahkan seorang pria paling percaya diri sekalipun perlu diyakinkan bahwa wanita yang dicintainya memiliki perasaan yang sama. Kau sendiri sering menggerutu bahwa aku ini kurang peka," keluh Xander dengan wajah semakin murung.Oh, tidak! Ini terlalu lucu. Kami seakan mengulang percakapan beberapa menit lalu di saat Xander menanyakan perasaanku. Interaksinya mirip, hanya saja fakta bahwa Xander menyebutkan ketidakpekaan di pihaknya membuat keseriusan pembicaraan ini buyar."Ahahahaha!" Aku tertawa terb

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   54. Membuang Semua Gengsi

    "Begitu, begini! Kalau bicara tuh yang jelas, jangan membuat orang bingung dan menerka-nerka," gerutuku, melirik Xander dari ekor mataku.Walaupun masih menerka-nerka, aku bisa melihat arah omongannya itu; ke arah yang 'berbahaya' ..., berbahaya untuk jantungku.Xander meringis. "Ah, kau sungguh menggemaskan!" desahnya putus asa. "Kalau saja aku tak punya urusan penting siang ini, aku akan menyampaikannya sekarang. Namun, istriku kau harus bersabar, tunggu sore ini, aku akan memasak untukmu, kita bisa makan bersama, dan bicara lebih banyak.""Memasak?" Sontak aku berdiri. Kupandang Xander setengah tak percaya."Kenapa? Kau tak mau aku memasak untukmu?" Ia meraih tanganku."Bukan begitu, aku hanya bertanya apa kau sudah mampu melakukannya. Tangan kirimu memang handal, tapi kau butuh dua tangan untuk memasak."Di dunia nyata memang ada orang yang hanya memiliki satu lengan, dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari tanpa hambatan.Akan tetapi, kasus Xander jelas berbeda. Sepanjang hidupny

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   53. Tak Banyak yang Tahu

    "Hari ini akan ada beberapa rapat yang harus kuikuti. Bila aku belum keluar saat makan siang, kau bisa makan duluan." Tergesa Xander membenahi penampilannya.Pagi itu suamiku mengatakan bahwa jadwal kerjanya cukup padat dari pagi hingga siang atau bahkan sore hari."Aku akan meminta Julia untuk menyiapkan makan siang untukmu, atau ....""Iya, iya. Aku sendiri yang akan mengurusnya nanti, kau tak perlu mengkhawatirkanku, fokus saja pada pekerjaanmu," sergahku sebelum Xander bersikap cerewet seperti ibuku.Kudorong punggungnya agar ia segera memasuki ruang kerjanya, lalu kututup pintunya.Aku tersenyum. Suamiku sedang sangat semangat bekerja, katanya ini demi masa depan anak kami. Selama ini ia memang sudah rajin bekerja, tetapi kali ini berbeda, sikapnya sungguh mencerminkan tanggung jawab sebagai seorang suami.Oleh sebab itu, sebagai istri yang baik aku berusaha menunjukkan dukungan sebisaku.Meskipun Xander telah mengatakan bahwa dirinya akan sibuk, dan tak bisa makan siang bersamaku

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   52. Satu ..., Dua ....

    "Tuan, ini doku ...."Kalimat terputus itu seolah menyadarkanku dari pesona wajah rupawan Xander yang telah melumpuhkan akal sehatku."Aduh!" Xander berteriak kaget saat kudorong dirinya sehingga terjatuh di kursi. Untung ada kursi di belakangnya, kalau tidak, aku tak tahu pantatnya akan mendarat di mana.Tergesa-gesa aku melangkah ke arah pintu keluar. Morgan, salah satu pekerja yang bisa disebut sekretaris perkebunan, tengah berdiri di dekat pintu yang kini terbuka lebar. Ia menggigit bibir, raut wajahnya tegang, seperti menahan tawa."Selamat pagi, Nyonya!" Sang pekerja menyapaku begitu aku mendekat."Pagi, Morgan," sahutku dengan gaya se-cool mungkin sembari melemparkan senyum 'tidak ada apa-apa yang terjadi'.Dari belakangku Xander berseru kesal kepada pegawainya itu. "Mengapa kau tak mengetuk dulu? Kebiasaan!""Maaf, Tuan, tadi saya sudah mengetuk sampai tiga kali, tapi ...."Sebelum pembicaraan antara pak bos dan bawahannya itu selesai, kakiku telah berhasil mencapai dapur, dan

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   51. Sedia Payung Sebelum Hujan

    Xander tak setengah-setengah dalam melaksanakan niatya untuk menjagaku. Ia memasang CCTV di sekeliling rumah, juga menambahkan lebih banyak kamera di area perkebunan."Xander, apakah ini tidak sedikit berlebihan?" Keheranan kupandang para pekerja yang memasang kamera pemantau itu. "Mata-mata Mr. Foster telah ditangkap, dan dikembalikan ke bosnya, yang masih tersisa di sini hanyalah para pekerja setia yang telah menunjukkan dedikasi mereka ke perusahaan.""Sedia payung sebelum hujan." Acuh tak acuh Xander menjawab sembari mengarahkan para tukang. Pria tampan itu menunjukkan sikap keras kepalanya.Tak hanya sampai di situ. Xander juga merenovasi satu ruangan yang selama ini kosong menjadi ruang kerja."Mulai sekarang aku akan WHF, memantau perusahaan dari sini. Selama Papa sakit kemarin ia juga melakukan hal serupa," ungkapnya taktis, khas sang businessman handal."Bagaimana dengan perkebunan?" tanyaku sangsi."Sesekali aku masih bisa menengok, toh ada Charles dan mandor lainnya." Elah,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status