Home / Romansa / Mempelaiku Bukan Kekasihku / 04. Tertangkap Basah

Share

04. Tertangkap Basah

Author: Teha
last update Last Updated: 2024-03-02 16:05:46

"Aku yang akan lebih dahulu menghukummu, Xander!!!" teriakku sekuat tenaga sembari menerjang maju ke arah tempat tidur.

Masih sempat kulihat matanya yang terbelalak, sebelum aku menubruk Xander hingga ia telentang di atas tempat tidur. Kujambak rambutnya, lalu kupukuli dadanya.

"Rasakan ini!" Tanganku beralih mencubiti lengannya.

Pria berambut terang itu memang mengerang akibat seranganku, tetapi ia sama sekali tak menghindar, apalagi melawan, bahkan ada saat bisa kudengar suara tawanya karena kegelian.

Kucengkeram erat kerah kemejanya, dan kutatap dirinya dengan mata mendelik.

"Kamu ...," desisku dengan gigi gemeretak. Aksiku tak berlanjut, karena sebuah interupsi tak terduga.

"Honey! Lihatlah mereka!" Seruan seorang wanita terdengar dari arah pintu kamar.

Sontak aku dan Xander menoleh ke sana. Kulihat sepasang suami istri berusia paruh baya tengah memperhatikan kami dengan penuh minat.

Aku terbengong, otakku mencerna informasi di depanku. Siapakah mereka? Bagaimana mereka bisa masuk ke kamar kami?

Sebelum otak lemotku memahami, wanita tadi kembali berucap, "Ternyata gosip-gosip itu tidak benar, honey. Kita lihat sendiri, betapa mesranya anak dan menantu kita."

"Benar sekali, sayang! Kamu tidak perlu khawatir lagi. Mereka memang saling mencintai," timpal sang suami.

Sebentar, ada yang salah. Anak dan menantu kita??? Jadi mereka adalah ...?

Mataku beralih ke suami abal-abalku yang plonga-plonga sepertiku. Lalu pandanganku berpindah ke tanganku yang masih menggenggam kerah baju Xander.

"Oh, tidak!" desisku seraya menarik kedua tanganku dan bermaksud mundur. Sayangnya Xander membaca niatku dan justru menarikku hingga kepalaku rebah di dadanya.

Aku berupaya membebaskan diri, tetapi lengan kokoh Xander menahanku hingga aku tak bisa bergerak.

Sebelum mulutku memprotes, pria jangkung itu lebih dahulu berseru, "Tentu saja, Ma, Pa! Bukankah sudah kubilang kepada kalian untuk percaya kepadaku dan Theodora? Kalian lihat sendiri sekarang, betapa mesranya kami berdua."

Sang ibunda terkekeh. "Baiklah, Mama percaya sekarang."

Apa-apaan ini? Kepalaku mendongak dan kutatap dirinya sengit, namun seketika nyaliku surut, sebab sorot mata Xander lebih garang daripada mataku.

Ah, benar! Kesepakatan kami! Aku dan Xander harus terlihat mesra di depan kedua orang tuanya. Nyaris saja aku mengacaukan semuanya.

"Syukurlah, hubungan kalian baik-baik saja," sahut ayah Xander yang bahkan tak kuketahui namanya.

"Beres, Pa. Papa tak perlu mengkhawatirkan kami," timpal Xander sembari membelai rambutku. "Papa bisa lihat sendiri, istriku yang manis ini begitu tak ingin jauh-jauh dari suaminya."

Kedua orang tua Xander tertawa mendengar ocehan anaknya, sementara aku tak mampu berkutik sedikitpun. Menjauh salah, tapi kalau kami tetap berada di posisi sedekat ini semakin salah.

Sialan betul cowok satu ini! Terasa sekali dia mengambil kesempatan dalam kesempitan, pakai belai-belai segala. Belum lagi dia bilang aku tak ingin jauh darinya? Cih!

"Alright, kalian istirahat saja dulu. Jangan lupa, nanti malam kita dinner, ya. Kami tunggu di restoran," pesan ibu mertuaku sebelum mereka meninggalkan kamar kami.

Syukur! Terima kasih, Tuhan, akhirnya kedua orang tua Xander undur diri! Dan begitu mereka menghilang ....

"Stop pegang-pegang! Jangan modus kamu, ya." Kutarik diri menjauh dari suami gadunganku.

"Siapa pula yang berniat pegang-pegang? Justru kamu itu yang perlu diberi peringatan, nyaris saja rahasia kita terbongkar. Kamu ingin hukumanmu di-upgrade?" timpal Xander tak kalah pedas.

"Hah! Hukuman saja yang kau bicarakan. Memangnya kau ini guru BK?" Aku menggerutu atas sikapnya yang begitu kekanakan, dan hobi mengancam.

Selama beberapa menit aku menggerutu, tanpa mendapat sedikitpun tanggapan darinya. Ternyata Xander sedang memakan pisang sembari mengawasiku.

"Astaga! Apakah lelaki memang selalu tidak peka?" keluhku sembari mengusap dahi.

"Sudahlah, Theodora, tidak usah marah-marah," sahut Xander santai sembari mengupas kulit pisang lebih lanjut. "Lebih baik kau bersiap-siap, karena kamu akan dinner bersama ayah dan ibu mertuamu."

Astaga! Tadi ibu Xander menyebutkan tentang makan malam bersama kami. Waduh, gawat ini!

Baru memikirkannya saja sudah membuatku cemas, apalagi nanti saat kami makan bersama. Bisa diperkirakan mereka akan bertanya-tanya tentang hubunganku dan Xander, dan pastinya aku akan diinterogasi karena sudah kabur dari resepsi.

"Ngapain mondar-mandir kayak setrikaan gitu?" celetuk Xander. Karena cemas, tanpa sadar aku berjalan bolak balik di ruangan ini.

Aku tak menjawabnya, otakku masih terlalu tegang.

"Tidak perlu kamu khawatirkan kedua orang tuaku. Percayakan saja semuanya kepadaku, kalau mereka bertanya macam-macam, biar aku yang menjawab," imbuh Xander.

Langkahku terhenti, kutatap Xander untuk memastikan keseriusannya. Wajah tenangnya menyiratkan kesungguhan atas ucapannya. Ia menganggukkan kepalanya sekilas.

"Bersikaplah sewajarnya, jawab pertanyaan yang umum, selebihnya biar aku yang bicara. Dan tak soal seberapa besar kebencianmu kepadaku, simpan dulu, mari berdamai dan bersikap mesra di hadapan mereka," pesan Xander serius.

Aku menelan ludah, lalu mengangguk pasrah. Patut disyukuri pria itu tak menuntut hal yang berlebihan dariku.

Dan soal kebencian, sebenarnya aku tidak benar-benar membencinya. Entahlah, mungkin tak semudah itu bagiku untuk melupakan kelicikannya, tetapi seraya waktu berlalu aku menerima kenyataan bahwa Xander adalah suamiku.

Maka malam itu kami turun ke lantai dasar untuk makan malam di restoran hotel.

***

"Theodora sayang, kamu cantik sekali malam ini." Mama Xander menyapa dan memelukku dengan hangat.

Wanita itu memandangku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Aku mengenakan dress satin warna abu-abu. Kubiarkan rambut hitamku tergerai, dan makeup tipis menyentuh ringan wajahku.

"Terima kasih, Mrs. Smith. Anda juga cantik," sahutku memujinya balik.

Mungkin ini terdengar seperti sebuah basa-basi, tetapi ibu mertuaku sungguh terlihat anggun mengenakan gaun berwarna biru navi yang berhasil menonjolkan warna kulitnya yang terang.

"Jangan panggil Mrs. Smith, panggil saja Daisy," protesnya dengan raut menggemaskan. "Tapi akan lebih bagus lagi, jika kamu memanggilku Mama."

Ah, rupanya nama ibu mertuaku adalah Daisy. Cocok sekali dengan pembawaannya yang ceria. Dan ayah mertuaku bernama Phillip.

"Baiklah ..., Mama," sahutku malu-malu. Lebih mudah bagiku untuk menyebutnya begitu, ketimbang namanya secara langsung.

Makan malam lezat tersaji di meja kami, dengan beef steak sebagai menu utamanya. Dan seperti kesan yang kudapatkan saat mereka mengunjungi kamar kami tadi siang, kedua mertuaku sangat baik dan ramah.

"Xander ini mungkin terkesan dingin, tapi sebenarnya dia anak yang berhati lembut, dan penyayang," tutur ibu mertuaku yang diamini oleh suaminya.

Kulirik Xander yang duduk tenang di sampingku sambil mengunyah makanannya. Nyaris tak terlihat, tetapi aku sempat menangkap ujung bibirnya menyunggingkan senyuman malu-malu, karena pujian orang tuanya.

Makanan di sini enak, dan obrolan kami menyenangkan. Kedua mertuaku sama sekali tak bertanya apalagi memarahiku karena kabur dari pesta pernikahan kami, padahal aku sudah bersiap untuk diomeli.

Malah pasangan ini terkesan sedang mempromosikan anak lelakinya kepadaku. Bisa kulihat mata ibu Xander yang berbinar-binar saat menceritakan banyak hal tentang putranya itu.

"Ada saat anak lelakiku ini sedikit nakal," imbuhnya dengan mata berkilat jenaka. "Laporkan kepadaku bila Xander menyakiti atau membuatmu menangis."

"Iya, Mama." Aku menyahut dengan perasaan sedikit rikuh. Hatiku tersentuh. Seharusnya aku yang dimarahi, dan Xander yang mengadu kepada ibunya, tetapi mertuaku itu malah memihakku.

Terima kasih, Tuhan!

Namun, permintaan ibu mertuaku selanjutnya membuatku kehilangan selera makan. "Mama berharap kamu bisa menerima dan menyayangi Xander apa adanya, Theodora. Jadilah teman, adik, serta pasangan yang selalu ada untuknya. Janji?"

Related chapters

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   05. Mertua yang Baik

    "Mama, ngapain sih mesti nanya seperti itu? Sudah jelas ....""Mama nggak ngomong sama kamu, Xander. Tutup mulutmu, dan makan saja!" tukas ibu mertuaku memarahi anak lelakinya.Waduh!Sesuai janjinya, suami abal-abalku telah mencoba untuk mengintervensi saat percakapan mulai menyudutkanku, tetapi Xander malah disemprot oleh ibunya. Jadi siapa yang akan kujadikan tameng? Aku harus menjawab apa, bila ibu mertuaku terus menekan?"Kalau mulutku ditutup, bagaimana aku bisa makan, Ma? Coba jelaskan," protes Xander tak terduga.Ucapan random itu terdengar begitu lucu. Ayah Xander terkekeh pelan, sementara air muka sang ibu terlihat merengut lucu."Bukan begitu juga maksud Mama," timpalnya bersungut-sungut. "Mama lagi ngomong sama istrimu, kamu tak perlu ikut campur, makan sajalah. Toh ini juga menyangkut masa depanmu."Walaupun terkesan rewel, ibu mertuaku ini sebenarnya sangat perhatian.Aku tahu, ini adalah caranya memastikan bahwa anak lelakinya tidak akan ditinggal minggat lagi oleh istr

    Last Updated : 2024-03-02
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   06. Masalah Ranjang

    "Dalam mimpimu, Tuan Xander yang suka bikin onar!" Dengan kasar kutarik sebuah bantal dari atas ranjang.Suamiku terkekeh, dan masih lanjut mengoceh. "Baiklah, akan kulakukan, Theodora. Aku akan bermimpi, dan mimpi itu akan jadi kenyataan," sahutnya dengan nada menggoda.Kubalikkan badan, dan kulirik tajam dirinya lagi. Oh, Tuhan! Manusia satu ini benar-benar menguji kesabaranku yang setipis tisu dibelah dua. Andai aku tak sedang lelah, pasti sudah kuamuk lagi dirinya.Dengan langkah berat aku berjalan menuju satu-satunya sofa yang ada di kamar tidur, dan berbaring di sana. Mau bagaimana lagi, tak ada tempat lain yang cocok untuk tidur, ketimbang aku tidur di lantai."Good night, istriku sayang." Samar kudengar suara Xander mengucapkan selamat tidur. Tak kutanggapi dirinya sebab aku sudah terlalu mengantuk.Tak butuh waktu lama bagiku untuk terlelap. Aku memang tipe orang yang dapat tidur di mana saja, dan begitu mencium bau bantal aku langsung tertidur.Mimpiku begitu indah; terbang

    Last Updated : 2024-03-10
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   07. Gara-gara si Pirang

    "Itu bukan salahku, Theodora. Mengapa kau tidak bertanya?" Xander berkata santai sembari mengunyah sarapannya.Kuletakkan sandwich yang tengah kusantap, dan kutatap dia tajam. Suami palsuku ini memang lihai menyalahkan orang lain."Padahal kau tinggal memberitahuku, apa susahnya?" gerutuku sebal.Sofa di kamar hotel kami ternyata adalah sebuah bed sofa, dan semalam Xander mengaturnya menjadi tempat tidur. Ia bisa tidur nyaman, tak seperti diriku yang terpaksa tidur di alas yang sempit.Lebih bodohnya lagi diriku sempat berpikir Xander rela menderita untukku, serta merelakan ranjangnya kutempati, padahal dalam kenyataan sama saja ia tetap tidur di tempat yang nyaman. Hah!"Waktu itu kau sudah tertidur, Tuan Putri, kau bahkan tak membalas ucapan selamat malam dariku. Aku tak tega kalau harus membangunkanmu," dalihnya seakan tak berdosa."Tapi ....""Lagipula," potongnya saat aku mulai menyanggah, "malam kemarin kau tidur di ranjang pengantin kita, 'kan." Pria itu menyeringai nakal.Hiii

    Last Updated : 2024-04-26
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   08. Tidak Usah Sok Polos!

    "Xandeeerr!! Kau sangat menyebalkan!!!" Aku berseru dengan suara yang begitu nyaring. Tenaga yang tadi terkuras akibat tenggelam di kolam renang seakan kembali full, nggak setengah-setengah. "Siapa suruh kamu nggak nurut!" sahutnya masih dengan suara bernada galak. Samar terdengar langkah Xander menjauh, suara pintu terbuka lalu tertutup, serta suara air mengalir dari keran yang dibuka. Kini pria itu berada di kamar mandi. Sepertinya ia sangat bahagia, sebab Xander mandi sembari bersiul riang. Sementara aku gondok sendirian di pojok tempat tidur. "Menjengkelkan!" Sekali lagi aku berteriak, lalu kuraih kain lebar yang menutupiku dari kepala hingga perutku. Padahal itu semua gara-gara si wanita pirang yang menyenggolku hingga tercebur ke kolam renang, mengapa malah aku yang dimarahi? Pria kurang ajar itu bahkan melemparkan kemejanya yang basah ke atas kepalaku, memperlakukan kepalaku seperti gantungan baju. Kupandang kemeja hawaian Xander penuh kegondokan. Bahkan aroma parfum samar

    Last Updated : 2024-04-28
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   09. Nikmatilah Selagi Gratis

    "Tidak usah macam-macam, Xander! Jangan bikin masalah di negara orang!" Pertanyaan Xander membuatku sedikit panik. Tak semudah itu bagiku untuk melupakan sakit hati akibat kejahilan si genit kepadaku, tetapi tak ada gunanya juga membalas. "Mana tahu kamu ingin membuat perhitungan dengannya," sahut Xander sambil lalu. Dengan suara nyaring diseruput habis kuah tom yum langsung dari mangkuknya. "Memangnya aku harus apa? Nantangin si genit berkelahi? Atau ngata-ngatain dia lalu berlindung di balik punggungmu?" tanyaku mencemooh ide gila Xander. Ia mencebik tak peduli. Aku menyikat ayam goreng di hadapanku dengan gaya garang, kemudian mataku melirik lagi ke arah pintu di mana si gadis pirang masih berdiri. Kebetulan sekali perempuan itu juga melihatku. Sedikit gentar aku menatapnya tajam. Setidaknya ada suamiku di sini, jadi kalau gadis genit itu macam-macam, Xander akan membelaku. Akan tetapi, di luar dugaan, tak seperti gayanya di kolam renang tadi, si pirang mengindari tatapanku. D

    Last Updated : 2024-04-29
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   10. Keharmonisan Rumah Tangga

    "Hooaaam! Duh, ngantuknya! Aku tidur duluan, Xander." Dengan gaya aktris gagal akting, aku menarik selimut menutupi tubuh, dan memejamkan mata."Selamat tidur, Theodora!" sahut Xander dengan suara bernada hangat yang membuat hatiku semakin tak karuan. Biarlah kali ini aku melarikan diri sejenak. Ucapan Xander berhasil membuatku galau.Pelan dan tersamar perasaanku kepadanya mulai melembut, ada relung-relung kosong yang mulai terisi keinginan untuk tetap berada di dekatnya, di sisinya sebagai pasangan hidup Xander. Akan tetapi, aku tak yakin bila Xander merasakan hal yang sama.Kadang aku merasa ia sangat baik, begitu peduli, bahkan terkesan suamiku itu menyayangiku. Namun, aku khawatir bahwa apa yang ia lakukan kepadaku hanya sebatas kewajiban di balik keinginannya untuk membalas dendam, dan suatu saat hubungan rapuh ini akan berakhir.Aku pun tertidur dengan hati risau, sampai akhirnya antara sadar dan tak sadar kudengar suara Xander memanggilku."Theodora! Theodora!"Mataku terbuka.

    Last Updated : 2024-05-03
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   11. Jangan GR!

    "Bagaimana bisa begini? Xander, kamu tidak bermaksud modusin aku, 'kan?" Berulang-ulang kuperiksa pintu yang Xander tunjuk. Rupanya itu adalah pintu yang menghubungkan kedua kamar tidur di lantai dua rumah ini. Dengan demikian baik Xander maupun aku bisa mengakses kamar kami masing-masing tanpa hambatan, sebab pintunya bisa ditutup, tapi tidak memiliki kunci sama sekali. "Modus apaan? Jangan ke-geer-an, Theodora," sahutnya dengan suara masam. "Buktinya pintu ini ada biar kamu bebas masuk kamarku dengan leluasa. Ngaku sajalah, Xander, kamu ingin menjadi penguasa rumah ini, 'kan?" tuduhku sembari menudingkan jari telunjukku ke arah Xander. Pria itu mengetatkan rahangnya, dan kedua tangannya mengepal, tanda ia tengah menahan emosi. Saat itu barulah aku menyadari, seharusnya aku menahan lidahnya, dan tak semudah itu menuduhnya, meskipun katakanlah ia memang bermaksud begitu. Namun, sepertinya Xander terlanjur tersinggung. "Memangnya kenapa kalau aku ingin menjadi penguasa rumah ini?

    Last Updated : 2024-05-04
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   12. Hanya Menduga

    "Ada perempuan yang kausukai di sini?" celetukku spontan. Ups! Keceplosan lagi! Mulutku ini benar-benar harus dikarantina, atau dibawa ke pertapaan dulu biar insyaf, dan nggak asal jeplak. Mataku mendelik, dan tangan kiriku memukul pelan mulutku beberapa kali. Bagaimana bisa aku bertanya hal semacam ini kepada suamiku sendiri? Istri aneh! Seharusnya aku mengikuti kata-kata ibu mertuaku: tutup mulut dan makan saja. Barangkali aku memang kurang waras, tetapi aku langsung berpikiran negatif bahwa penyebab Xander memilih untuk tinggal di rumah kecil ini ialah adanya seseorang yang disukainya. "Memangnya kenapa kalau ada perempuan yang kusukai di sini? Kau cemburu?" Ia bertanya balik tanpa mengalihkan perhatian dari santapan malamnya. Pria ini memang tak bisa ditebak, aku tak pernah tahu kapan ia akan tersinggung, atau cuek menanggapi situasi atau pernyataan yang dilontarkan kepadanya. "Aku hanya menduga saja, toh hubungan kita bukan layaknya suami istri pada umumnya. Kau pun tak menc

    Last Updated : 2024-05-05

Latest chapter

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   52. Satu ..., Dua ....

    "Tuan, ini doku ...."Kalimat terputus itu seolah menyadarkanku dari pesona wajah rupawan Xander yang telah melumpuhkan akal sehatku."Aduh!" Xander berteriak kaget saat kudorong dirinya sehingga terjatuh di kursi. Untung ada kursi di belakangnya, kalau tidak, aku tak tahu pantatnya akan mendarat di mana.Tergesa-gesa aku melangkah ke arah pintu keluar. Morgan, salah satu pekerja yang bisa disebut sekretaris perkebunan, tengah berdiri di dekat pintu yang kini terbuka lebar. Ia menggigit bibir, raut wajahnya tegang, seperti menahan tawa."Selamat pagi, Nyonya!" Sang pekerja menyapaku begitu aku mendekat."Pagi, Morgan," sahutku dengan gaya se-cool mungkin sembari melemparkan senyum 'tidak ada apa-apa yang terjadi'.Dari belakangku Xander berseru kesal kepada pegawainya itu. "Mengapa kau tak mengetuk dulu? Kebiasaan!""Maaf, Tuan, tadi saya sudah mengetuk sampai tiga kali, tapi ...."Sebelum pembicaraan antara pak bos dan bawahannya itu selesai, kakiku telah berhasil mencapai dapur, dan

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   51. Sedia Payung Sebelum Hujan

    Xander tak setengah-setengah dalam melaksanakan niatya untuk menjagaku. Ia memasang CCTV di sekeliling rumah, juga menambahkan lebih banyak kamera di area perkebunan."Xander, apakah ini tidak sedikit berlebihan?" Keheranan kupandang para pekerja yang memasang kamera pemantau itu. "Mata-mata Mr. Foster telah ditangkap, dan dikembalikan ke bosnya, yang masih tersisa di sini hanyalah para pekerja setia yang telah menunjukkan dedikasi mereka ke perusahaan.""Sedia payung sebelum hujan." Acuh tak acuh Xander menjawab sembari mengarahkan para tukang. Pria tampan itu menunjukkan sikap keras kepalanya.Tak hanya sampai di situ. Xander juga merenovasi satu ruangan yang selama ini kosong menjadi ruang kerja."Mulai sekarang aku akan WHF, memantau perusahaan dari sini. Selama Papa sakit kemarin ia juga melakukan hal serupa," ungkapnya taktis, khas sang businessman handal."Bagaimana dengan perkebunan?" tanyaku sangsi."Sesekali aku masih bisa menengok, toh ada Charles dan mandor lainnya." Elah,

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   50. Hal yang Kusuka Darimu

    "Kamu serius bertanya kepadaku, Xander?" Kutatap Xander tepat di mata, mencari tahu jika ucapannya hanyalah basa-basi."Apakah aku terlihat sedang bercanda?" Ia bertanya balik. Raut wajahnya tenang, tak sedikit pun menyiratkan kesembronoan.Kugelengkan kepala sebagai jawaban. Xander serius, sungguh tak terduga. "Jadi ...?" tanyaku lagi, bukan karena tak mengerti, tapi lebih tepatnya untuk mengetahui jawaban macam apa yang Xander harapkan dariku.Pria itu mengangkat bahu. "Simple saja, James memang menaruh dendam kepadaku, tapi kamu adalah korbannya secara langsung, objek yang tak seharusnya menderita."Dalam kasus bisnis ataupun kasus hukum secara umum Xander akan langsung membuat tindakan tegas. Akan tetapi kasus ini pengecualian. Bagi Xander pendapatku akan menjadi bahan pertimbangan utama."Apapun keputusanmu aku akan mengikutinya. Katakan saja kalau kau ingin mereka dibebaskan," tandas Xander tanpa mengurangi keseriusan, hingga aku makin terpana dibuatnya.Dengan niat final dari Xa

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   49. Dendam dari Masa Lalu

    Bayanganku ketika pulang adalah segera berendam air hangat, makan kenyang, lalu tidur nyenyak di tempat tidurku yang nyaman. Tak hanya kurang makan, aku juga kurang tidur.Bagaimana aku bisa tidur nyenyak, bila pikiranku dipenuhi kecemasan?Namun, keinginanku tak berjalan sesuai angan-angan. Sesampainya di rumah aku disambut layaknya tawanan perang yang kembali ke tanah air."Theodora sayang, syukurlah kau sudah kembali. Aduh, bagaimana ini, kamu jadi kurus sekali? Kau harus segera makan." Ibu mertuaku menyerocos tanpa jeda sembari memeriksa kondisiku dari atas hingga bawah.Berulang-ulang ia mengucap syukur, sebab aku bisa kembali dalam kondisi selamat, dan tak lupa merutuki Mr. Foster yang telah menculikku. Omelannya terdengar lucu.Setidaknya ia mengkhawatirkanku, dan segera bergegas datang bersama ayah mertuaku ke rumah kami begitu mendengar berita kepulanganku."Kau sudah mandi, 'kan? Ayo cepat makan sup ini," desaknya sembari mendorongku pelan agar duduk di kursi."Iya, Ma." Aku

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   48. Kekurangan Xander

    Aku tak tahu apa yang tengah terjadi di luar, sebab kamar yang kutempati berada di lantai atas paling pojok. Hanya saja aku mulai gelisah ketika waktu makan siang tiba, dan tak ada orang yang mengantarkan makanan untukku.Sejak hamil aku lebih cepat merasa lapar, mungkin karena aku harus memberi makan dua orang. Sepertinya Baby Hope hobi makan juga seperti kedua orang tuanya."Brak!" Suara pintu yang didorong dengan keras membuatku kaget. Aku ketakutan dan mengira itu adalah Mr. James yang mengamuk. Namun, sosok yang berdiri di pintu membuat mulutku ternganga, dan dadaku bergejolak."Thea!" panggilnya dengan suara bergetar. Dalam sekejap ia berlari ke arahku, dan memelukku begitu erat."Xander." Untuk kali pertama nama itu kuucapkan dengan penuh rasa syukur dan kelegaan mendalam. Akhirnya suamiku datang untuk membebaskanku."Bagaimana ini? Kau jadi begitu kurus. Apakah mereka tidak memberimu makan?" Dipegangnya kedua pipiku, diperiksanya diriku dari atas hingga bawah. Sorot matanya pen

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   47. Menjadi Tawanan

    "Duduklah, Theodora. Mengapa kau tak makan? Anakmu pasti lapar sekarang." Ah, wanita ini mengetahui namaku.Perlahan ia menuangkan air ke gelas kosong yang telah disiapkan. Makanan yang dibawanya berupa dua bungkus sandwich yang cukup besar, dan beberapa buah jeruk. Hanya ada sebotol air minum disertai satu cangkir porselain.Tak ada sendok, garpu, apalagi pisau. Rupanya mereka waspada, kalau-kalau aku melakukan tindakan yang membahayakan. Mereka pikir aku ini siapa? Wonder woman? Atau Charlie's angel? Hah!Dengan enggan aku mengambil tempat duduk di seberangnya. "Tolong katakan saja sekarang, siapa kalian sebenarnya dan apa maksud kalian mengurungku di sini," ucapku setenang mungkin, meskipun hatiku kecut.Aku tak bermaksud untuk menunjukkan perlawanan, sebab orang yang kuhadapi, sepertinya, bukan penjahat keji. Siapa tahu mereka bisa diajak kompromi, dan mau membebaskanku.Aku bukannya tak lapar, malahan sangat lapar, tetapi aku tak bisa tenang sebelum mengetahui permasalahan yang te

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   46. Diculik

    "Baby Hope benar-benar membawa harapan bagi kedua orang tuanya, tak ada yang menduga kehidupan kalian bisa seindah sekarang," komentar Judith atas masa bahagia yang kualami dalam pernikahanku saat ini.Benar, aku tengah merasakan sukacita tak terkira bukan hanya karena anugerah kehidupan yang tengah bertumbuh di dalam perutku, tapi juga limpahan perhatian dari orang-orang yang menyayangiku.Susu hamil, sayuran, buah, telur, daging, ikan, dan segala bahan makanan segar yang bisa didapatkan di sini selalu tersedia. Tak ketinggalan juga kue, kukis, keripik, dan camilan yang bisa kumakan secara bersahaja.Sangat menyenangkan, apalagi setelah tiga bulan pertama terlewati aku merasa sangat sehat, dan tak lagi mual-mual.Masalah yang semula membuat runyam satu perusahaan kini telah terselesaikan dengan baik. Rencana untuk membuka pasar saham pun terlaksana tanpa kendala. Alhasil, ada banyak tambahan tenaga profesional yang mengelola perusahaan, Xander bisa kembali ke perkebunan, dan secara ot

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   45. Theo Membuka Kartu

    "Sungguh tak kusangka, hamil akan begitu menyenangkan: dapat banyak hadiah dari mertua, dimanja suami, semua keinginan dituruti, dimasakin, ditemani jalan-jalan tiap pagi, ditemani ke dokter ....""Ah, kau 'kan cuma melihat enaknya saja, tak tahu sulitnya hamil di trimester pertama, dan tak merasakannya sendiri," sanggahku cepat. Kupukul manja lengan orang yang menganggap kehamilanku ini enteng.Dialah kakak kandungku, Theodore. Setelah sekian bulan sejak hari pernikahanku aku berjumpa dengannya lagi. Ia melakukan kunjungan singkat, katanya mumpung dirinya tengah menengok orang tua kami di kota sebelah.Kami melepas rindu, duduk sambil mengobrol di tempat favoritku, di mana lagi kalau bukan balkon rumah. Xander bahkan memberi kami kesempatan untuk berdua saja."Begitukah?" Theo meluruskan punggung, dan sikapnya yang santai berubah serius. "Katakanlah kepada kakakmu ini, bila suamimu itu tak mampu membuatmu bahagia."Dengan gaya bak seorang preman, Theo menelengkan kepalanya, dan merema

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   44. Ngidam

    "Adakah yang tidak beres di perusahaan, Xander?" Hati-hati aku bertanya kepada suamiku yang masih duduk dengan raut muka super serius.Semenjak kami sepakat untuk berdamai demi calon bayi kami, Xander lebih terbuka tentang masalah yang tengah dihadapi perusahaan keluarga Smith. Itulah sebabnya aku memberanikan diri untuk bertanya. Meskipun aku tak bisa membantu setidaknya aku bisa mendengarkan keluh kesahnya.Namun, ternyata aku tak perlu khawatir lebih lanjut. Xander tersenyum sembari menggenggam tanganku. "Pasti mukaku kelihatan serius sehingga kamu khawatir. Maafkan aku, Thea. Justru sekarang keadaan tengah membaik di perusahaan."Xander menuturkan bahwa orang yang selama ini mengkhianati mereka dengan membocorkan tender sudah ketahuan identitasnya. Sedikit mengecewakan karena pengkhianat tersebut adalah Helen Moss, salah satu sekretaris, orang yang sudah lama bergabung dengan perusahaan, dan menjadi orang kepercayaan ayah mertuaku.Katanya ia terlilit utang, dan didekati oleh salah

DMCA.com Protection Status