Share

Salah faham.

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-22 20:41:45
"Dari mana omongan seperti itu?" tanya Ibra setelah beberapa saat dibuat tertegun dengan pernyataan putrinya.

"Dari desas-desus yang Kak Ganendra dengar, Papa sengaja memindahkan Om Angga kesana untuk mempelajari perusahaan warisan Opa Galih itu, yang nantinya akan Papa serahkan padanya setelah mama meninggal," terang Tari yang seketika membuat wajah Ibra memerah.

"Siapa yang berani bicara seperti itu?" Geram Ibra dengan tatapan tajamnya.

"Itu yang dikatakan Angga pada Farah. Angga mengatakan kamu akan memberikan perusahaan Rajasa setelah Farah meninggal dengan syarat menceraikan Nura," sahut Dirga.

"Brengs*k!!" umpat Ibra dengan kedua tangan mengepal. "Maaf tapi selama ini Farah tidak e

pernah menyinggung apa-apa. Mas Dirga yakin Farha berkata begitu?"

"Kamu pikir aku mengada-ngada? Kamu bisa lihat sendiri isi wasiat Farah. Itu sudah menunjukkan betapa kecewanya dia padamu."

Ibra mendesah berat, dadanya bergemuruh mengetahui kebaikannya dimanfaatkan oleh Angga.

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ayu Nida
lanjut dong thorr... double up gitu kyak biasanya
goodnovel comment avatar
Ayu Nida
harusnya si Ibra berpikir kenapa orang tuanya menjodohkan dia dgn Farah,bukanya merestui hubungan dia dgn si Nura yg anak angkat keluarganya. krn orang tuanya Ibra tau bgmn perangai aslinya si Nura yg tamak itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pembalasan.

    "Papa ngomong apa sih?" Tari mendekati Papanya. "Ini rumah Papa, rumah kita. Mau menemani Mama gimana maksudnya? Jangan tinggalkan aku dan Sabia," Tangis Tari akhirnya pecah. Hatinya sangat sedih dan resah. Mamanya baru saja meninggal dunia dan kini papa dengan Kakaknya bertengkar sampai ingin meninggalkan rumah. Ibra mendesah berat, dipeluknya putri kesayangannya itu. "Papa gak mungkin ninggalin kamu dan Sabia. Papa hanya ingin menebus kesalahan Papa sama mama kalian." "Maksudnya gimana?" tanya Tari lagi sambil menangis. Ibra menarik putrinya itu duduk di sofa lalu meminta Ganendra ikut duduk. Namun putra sulungnya itu menolak dan akhirnya menurut setelah dipaksa Satya. Jihan dan orang tuanya langsung mengikuti Aisyah yang mengajak kembali naik ke lantai atas untuk beristirahat. Tersisa, Ibra, Tari, Satya dan Ganendra di ruangan itu. "Setelah 40 hari mama kalian papa akan pindah. Papa akan tinggal di rumah peristirahatan yang ada pemakaman keluarga kita." "Hah!

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pulang ke Surabaya

    Tidak seperti yang diucapkan, Jordan tak berani melawan Ibra karena semua rahasia dan skandal kekuarganya sudah di tangan Ibra. Denga terpaksa Jordan mengambil langkah berpihak pada Ibra. "Jangan usik perusahaan dan keluargaku. Aku janji akan membantumu. Putriku akan bersaksi memberatkan Hutama dan putranya. Merekalah yang menjadi otak penculikan itu." Permintaan Jordan saat datang untuk yang kedua kalinya ke rumah Ibra. "Apa tujuan mereka?" tanya Ibra. "Menurut putriku, Rendra berniat membawa kabur Bestari dan menikahinya di luar negeri lalu kembali setelah proses perceraian Tari dan Satya. Selama proses perceraian mereka akan menghangatkan lagi berita kedekatan Rendra dan Bestari untuk menaikkan saham mereka," jelas Jordan saat itu dan membuat pertanyaan baru dari Ibra. "Tapi Satya dan putriku tidak dalam proses cerai," "Pengacara yang akan mengajukannya setelah Rendra bisa mendapatkan tanda tangan putriku," jawab Jordan. "Tolong beri keringanan untuk putriku, aku bisa ja

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Teman lama membawa petaka.

    "Iya, ya ampun kamu masih ingat aku?..... Emmmm..." ucapnya manja sambil mengerlingkan matanya dan kembali merapatkan tubuhnya memeluk lengan Satya. Gemuruh di dalam dada memacu detak jantung Tari berdetak lebih kencang bak genderang. Matanya menatap tajam pada suaminya. Tiba-tiba perasan Satya jadi tak enak. Dan benar saja saat dia menoleh ibarat pedang tatapan mata Tari menghunus tepat ke jantungnya. "Eh...." Satya segera menarik tangannya dan mendorong lengan Karina menjauh. Wanita itu langsung merengut dan hendak meraih lagi tangan Satya. "Karina, jangan kayak gitu," ucap seorang pria menarik tangan Karina tapi dengan kasar ditepis oleh wanita itu. "Apa sih?" sentaknya kasar lalu kembali mendekati Satya. Segea Satya menghindar dengan berpindah tempat mendekat Tari dan langsung memeluk pinggang istrinya itu. "Karina kenalkan ini istri aku, Bestari." Satya merapatkan tubuhnya dan tubuh Tari. Meski kesal Tari pun mengurai senyum tipis dan mengulurkam tangannya. N

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Teman lama membawa petaka

    "Pisah kamar?" tanya Satya menatap istrinya tajam. "Nggak ada." Baru akan dijawab, Satya kembali berbicara dengan nada tegas. "Aku minta maaf sudah membuatmu kesal tapi untuk pisah kamar aku tidak mau," ucapnya lagi. "Sudah cukup dua tahun kita terpisah. Sekarang aku tidak mau lewatkan waktu kebersamaan kita." Tari mendesah berat. Matanya sudah berair ingin menangis namun ditahannya. Dia tidak mau terlihat cengeng di depan Satya. Meski jujur, hatinya sakit mengetahui jika dulu Satya sering menjelekkan dirinya di depan teman-teman pria itu. Tak hanya kali ini. Dulu bahkan Tari mendengar dan melihat sendiri bagaimana Satya menjelekkan dirinya di depan Rendra. Sebagai laki-laki tidak seharusnya Satya mengumbar aib orang lain ynag belum tentu kebenarannya. "Tidurlah di ranjang dengan Sabia. Biar aku tidur di sofa. Jika tak. ingin melihatku anggap saja aku tak ada," Satya beranjak turun dari tempat tidur. Baru beberapa langkah dia kembali lagi. "Dan satu lagi," ucapnya ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Aku juga bisa kasar bahkan menghancurkanmu,"

    Tidak seperti perkiraan Satya, ternyata pekerjaannya bisa dia selesai sebelum jam lima sore. Pria itu pun segera merapikan meja kerjanya dna bergegas pulang supaya bisa makan malam bersama istri dan anaknya. Tepat saat adzan magrib mobil Satya beehenti di depan teras rumah. Pria itu pun langsung turun dari mobil. "Istri saya mana Bik?" tanya Satya pada bibi yang membukakan pintu. "Mbak Tari lagi sholat di kamar," jawab bibi. "Gimana Sabia?" tanyanya lagi. "Tadi sempat panas lagi tapi sekarang sudah turun habis minum obat." Satya menghela nafas, putrinya pasti rewel seharian dan Tari kerepotan. Jika saja tidak ada meeting mungkin dia akan memilih kerja dari rumah. "Tolong siapkan makan malam ya Bik," ucapnya sebelum melanggar menaiki tangga menuju lantai atas. Saat dia masuk kamar Tari baru selesai sholat magrib. Wanita itu menengadahkan tangannya sambil mengucapkan doa dengan putrinya yang tiduran di karpet tepat di sebelahnya. Hati Satya terenyuh, segera

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Sisi kasar dari Bestari.

    "Aku juga bisa kasar bahkan menghancurkanmu," desis Tari penuh dengan kemarahan. Hatinya sudah hancur sehancur-hancurnya. Dia tidak pernah menyangka akan jatuh cinta pada orang yang menyebarkan fitnah kejam tentang dirinya. Bahkan pada orang yang sama sekali tidak mengenalnya dan dikenalnya. Sebegitu bencinya kah Satya pada dirinya? Kenapa dia begitu bodoh, Tari merutuki dirinya sendiri. "Assalamu'alaikum.... selamat malam.." Suara mendayu dari depan. Satya menghela nafas. Perlahan dilepaskannya lengan Tari dari genggamannya. Tari menatapnha sinis, ternyata suaminya itu lebih peduli dengan temannya dibanding dirinya dan Sabia. Tak menunggu lama, Tari pun segera berallu dari hadapan Satya. "Wa'alaikum salam." Satya menyambut tamunya. "Silahkan duduk," ucapnya menggiring dua orang tamunya itu ke sofa. Rama mengangguk sopan. Beda dengan Karina, dia menelisik seluruh ruangan itu dengan kedua matanya yang dipasangi bulu mata palsu. Wajahnya langsung sinis saat melihat fot

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Kabur.

    Sepi, ruang makan juga dapur nampak sepi tak ada satu pun orang yang nampak. Tak seperti pagi sebelumnya meja makan kosong tak ada satu pun piring di sana. Hanya sebuah vas bunga dan kunci lengkap dengan gantungannya tergeletak begitu saja. Masih belum percaya, Satya berlari menuju kamar artnya yang ada di belakang dapur. Diketuk beberapa kali namun tak ada sahutan. Saat dibuka, kamar kosong. Dengan jantung yang bertalu-talu Satya berlari ke depan. Berharap Pak Yono berada di pos dekat pagar depan. "Pak Yono," panggilnya sambil membuka pintu pos lalu berlaih ke garasi. Mungkin Sopirmya itu ada di sana. Sayangnya garasi pun kosong. "Halo, kamu dimana?" Satya menghibungi Johan, bodyguard pemberian Ibra khusus untuk menjaga Tari. "Istri saya sama kamu?" tanyanya lagi menahan amarah karena Johan tidka mau menjawan pertanyaannya. "Berikan ponselnya pada Tari! Saya mau bic," Tut tut.... Sambungan telpon dimatikan. "Sh*T....." umpat Satya marah. Rahangnya mengeras

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   kepergian Tari.

    Setelah sholat dhuhur di bandara Satya langsung menuju kediaman keluarga Rahardian. Art yang membukakan pintu memberitahu jika tidak ada orang di rumah. Jihan dan Ganendra pergi sejak tadi pagi. Tidak percaya begitu saja, Satya izin ke kamar mandi sebentar dan langsung naik ke lantai atas. Memerikda aemua kamar termasuk kamar Ganendra dan kamar milik mertuanya. Sang art yang merasa bingung hanya berani mengawasi dari ruang tengah. Tak hanya kamar semua ruangan sampai halaman samping tak ketinggalan. Merasa tak ada hasil Satya pamit dan langsung menuju kantor pusat perusahaan Rahardian group. Beberapa karyawan mengangguk sopan saat berpasangan di lobby kantor. Selain menantu pemilik perusahaan Satya juga CEO dari perusahaan Aditama yang juga bergabung di bawah Rahardian Group. Sudah pasti banyak karyawan yang mengenalnya. "Siang Pak Satya," sapa salah satu karyawan yang Satua juga kenal. Satya menghentikan langkahnya. "Apa Pak Genendra ada di ruangannya?" tanya Satya pa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Bangkit.

    Pagi ini setelah sarapan pagi Tari akan menemani Anindya ke kampusnya. Setelah sebulan lebih menenangkan diri kini Anindya sudah bersiap untuk menata kembali hidupnya yang sempat kacau karena balas dendam Hal pertama yang Anindya sudah lakukan adalah mengikhlaskan segalanya dan memohon pengampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukannya. Selanjutnya gadis 20 tahuan itu akan kembali fokus pada tujuan dan cita-citanya. "Kalian mau Papa antar?" tanya Farhan setelah menyelesaikan sarapannya pagi ini. "Nggak usah Pa, kampus sama kantor kan berlawanan arah. Aku sama Mbak Tari diantar sopir," tolak Anindya tak ingin merepotkan papanya. "Jangan khawatir Pa, ada Pak Johan yang ikut dengan kita. Kalau gak salah Papa ada meeting penting kan pagi ini?" Tari ikut menimpali, teringat telpon dari Satya semalam untuk menyampaikan kepada Farhan tentang meeting penting pagi ini. "Iya, Papa ada meeting penting pagi ini dengan Ibra dan Ganendra dan perwakilan pemegang saham lainnya," jawab Fa

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Mulai sekarang jadilah Anindya yang baru."

    "Aku tahu, tidak seharusnya aku membawa orang lain dalam masalah kita. Tapi, kenyataan Tari sudah terseret dalam masalah kita. Dan jika kita bercerai sekarang, maka rumor itu akan muncul kembali. Tari akan jadi pihak bersalah yang akan terus dihujat. Jadi, kumohon pikirkanlah." Sejak semalam ucapan Gibran terus terngiang di telinga dan pikiran Anindya. Sama seperti pagi ini, kalimat itu membuat hatinya resah dan tak tenang. Rasa bersalah semakin menggunung dihatinya. Sholat dan dzikir sedikit memenangkan hatinya shubuh tadi. Namun pagi ini gelisah itu kembali merajai hatinya. Helaan nafas terdengar berat dari mulut gadis yang saat ini sedang melipat kedua kakinya diatas sofa kamar dengan tatapan keluar jendela. Bola mata berwarna kecoklatan itu menatap sendu langit pagi yang tertutup mendung seperti hatinya yang sedang gundah. Sejak semalam hujan mengguyur kota metropolitan itu dengan begitu derasnya. Dan pagi ini hawa dingin menyelimuti seluruh kota sampai terasa ke hatinya.

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Permintaan Gibran

    Sudah sebulan ini keluarga Rahardian menjadi topik utama pemberitaan di semua acara berita di televisi nasional maupun portal berita online. Hampir semua infotainment memberitakan tentang rumor hubungan gelap antara Tari dan Gibran karena beredarnya foto-foto mereka saat masuk ke sebuah hotel ketika menemui Anindya. Gambar dan judul berita yang menggiring opini jika rumah tangga Anindya Aditama dan Gibran Narendra Wiratama sedang terguncang dan sedang dalam proses perceraian karena kehadiran Bestari Ayu Rahardian sebagai orang ketiga. Selain menyeret nama Rahardian, salah satu keluarga terkaya di negara ini, gosip itu juga membawa-bawa nama salah satu keluarga keturunan kerajaan di jawa yang membuat rumor itu sedikit sulit diredam dan semakin meluas. Beberapa pihak memanfaatkan berita itu untuk mendapatkan keuntungan dengan mencari antusias netizen yang selalu haus akan berita dan rasa keingintahuan yang tinggi. Jadilah berita itu terus bergulir dan sempat membuat nilai sa

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Kau harus menebus semua kesalahanmu dengan nyawamu."

    "Membun*hmu," ucap Anindya dengan mengacungkan pist*l yang dibawanya tepat di kening Danisa. Sekektika tubuh Danisa membeku, matanya melebar dengan degup jantung berdentum kencang. "Yakin mau membun*hku?" ujarnya berusaha untuk tenang. "Katakan, mereka dulu atau kamu?" tanya Anindya yang langsung membuat dua orang kawan Danisa seketika panik. Dengan menahan sakit dua orang itu pun berusaha untuk bangun. "Diam atau satu peluru akan lepas dari tempatnya," ujar Anindya seraya mundur dua langkah memastikan ketiga targetnya dalam pengawasannya. "Kamu tidak akan bisa melakukannya. Kamu mencintaiku begitu juga aku. Kita terikat satu sama lain," ucap Danisa berusaha mempengaruhi pikiran Anindya. "Kamu tidak boleh lupa saat-saat kita bersama. Kita melakukan banyak hal untuk pertama kalinya. Akulah satu-satunya orang yang selalu memprioritaskan kamu. Aku yang selalu menuruti keinginanmu." Danisa berusaha membawa Anindya kembali pada kenangan-kenangan kebersamaan mereka dulu. "A

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tidak. Selama Danisa masih hidup, dia pasti akan kembali,"

    "Ini semua harus berakhir dan akulah yang harus mengakhirinya," gumam Anindya dengan keteguhan hati. "Kamu mau menyusul mereka?" Dilla terlihat tidak setuju dengan keputusan Anindya. "Kamu tahu kemana mereka pergi?" Tak menjawab Anindya malah mengajukan pertanyaan. Dilla berdecak kesal. Pertanyaannya malah dijawab dengan pertanyaan lagi. Meski begitu tetap menjawab. "Ke dermaga, di sana sudah menunggu kapal yang akan membawa mereka ke Batam setelah itu ke Singapura." Anindya menganggukkan kepalanya. "Danisa bilang akan membawamu tapi aku tinggal di sini sampai kuliahku selesai baru menyusul kalian. Tapi tenyata..... " Dilla tidak pernah menyangka orang yang dianggapnya sebagai seorang kakak yang datang ketika dirinya terpuruk ternyata orang jahat yang hanya memanfaatkannya dan setelah merasa tak butuh berniat menghabisi nyawanya. Beruntung Dilla mengikuti ucapan Anindya. Meski sempat tak percaya. "Turuti kataku, jika aku salah kamu juga takkan rugi. Namun jika ak

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Gibran mencintaimu. Tapi kamu tidak pantas karena itu aku datang dan mengacaukannya."

    "Eh.... tunggu jangan salah faham! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ujar Gibran panik. Tanpa bicara Satya langsung mendekati istrinya. "Kamu nggak papa kan?" tanyanya khawatir sambil kedua tangan besarnya menakup wajah sang istri. Tari menggelengkan kepalanya. "Syukurlah," ucapnya Satya menghembuskan nafas lega. "Loh..... kamu gak salah faham?" Gibran melihat pasangan suami istri itu dengan tatapan takjub. Tadinya dia pikir Satya akan marah-marah menuduhnya dan Tari berbuat yang tidak-tidak karena berada di dalam kamar hotel sendirian. "Kamu pikir aku bodoh? Setelah semua masalah yang kami hadapi istriku akan mengkhianatiku? Yang benar saja," ujar Satya. "Aku salut padamu, kamu sanga pencemburu tapi sangat percaya pada istrimu." Gibran kagum. "Dimana Anindya?" tanya Satya. "Tadi dia pergi angkat telpon tadi sudah lima belas menit belum kembali," jelas Gibran. "Kenapa kamu biarkan dia pergi sendirian? Dia pasti sudah kabur," geram Satya. "Bodoh," umpat

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menemui Anindya.

    "Aku mau pergi sebentar. Nitip Sabia ya," ucap Tari pada Jihan yang sedang menghabiskan waktu senggangnya dengan menonton drakor kesukaannya di ruang tengah. "Nanti kalau Papa atau Mas Satya tanya, bilang aja aku mau keluar beli kebutuhan Sabia." Sambungnya setelah menyerahkan putrinya pada kakak iparnya itu. "Emang kamu mau kemana?" Jihan menatap Tari curiga. Tangannya mendekap Sabia yang ada di pangkuannya. Tari menggigit bibir bawahnya, bingung mau bohong atau jujur. "Mau pergi sebentar ketemu orang?" "Siapa?" "Teman," "Namanya siapa?" Jihan makin curiga. "Tak ada temanmu yang aku nggak kenal. Sebutkan namanya siapa?" Tari mendesah berat, Jihan lebih protective dari Ganendra. Sulit sekali membohongimu wanita itu. "Aku mau ketemu Anindya," jujur Tari tak bisa mengelak. "Apa? Kamu mau ketemu Anindya?" tanya Jihan dengan mata menyipit. "Kalau memang ada perlu kenapa di gak datang kesini aja? Emang Satya tahu kamu kamu mau keluar untuk ketemu Anindya?" Istri Gan

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Dibawah ancaman Danisa.

    "Sekarang kamu pilih, membantuku membalas Tari atau semua keluargamu akan mengalami hal yang sama dengan anak buah suamimu. Satu mat* dan satu terbaring koma di ranjang rumah sakit." Suara Danisa terdengar dari balik maskernya. "Pilih!!!" sentaknya. Anindya menelan ludahnya, tatapan tajam Danisa membuatnya bergidik ngeri. Setahun di rumah sakit jiwa tidak membuat kejiwaan kembaran Clarissa itu menjadi lebih baik tapi sepertinya malah bertambah parah. "Aku mohon jangan libatkan orang tuaku," mohon Anindya yang langsung disambut dengan tawa keras oleh Danisa. "Bukankah waktu itu aku sudah bilang, aku ingin memberimu kesempatan untuk melihat sendiri wajah-wajah orang-orang di sekitarmu. Dan aku memberimu bantuan namun untuk bayarannya kamu harus kembali padaku," terang Danisa mengingatkan Anindya tentang kesepakatan yang di tentukannya. "Apa kamu mau berpura-pura lupa?" tambah wanita berbaju serba hitam itu. "Ck..... kamu benar-benar mengecewakanku. Ingatlah kemarin kamu

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Danisa ikut berperan membantu Anindya,

    "Katakan!!" Sentak Satya marah. "Mas, tenanglah.." Tari memegangi lengan suaminya. Meminta pria itu untuk tenang. "Anin, aku minta maaf karena aku tidak bisa membantumu membatalkan perjodohan itu. Tapi kamu tahu kan, kita semua sayang sama kamu. Jadi kumohon jujurlah, apa kamu berhubungan lagi dengan wanita itu?" tanya Tari menatap Anindya lekat. Anindya menatap Tari melas. "Mbak lebih percaya sama Gibran? Semua yang pria itu katakan bohong. Gibran dan mamanya itu sangat licik Mbak," Tari terdiam, matanya menatap Anindya dengan sorot kecewa. Dia tidak yakin Gibran jujur tapi dia tahu Anindya sedang berbohong. Bukannya menjawab Anindya berusaha mengalahkan dengan menjelekkan Gibran dan mamanya. "Ganendra sudah menyelidiki semuanya. Lima menit yang lalu dia menelponku. Katanya, ada indikasi campur tangan Danisa dalam kejadian kemarin. Masih mau berbohong?" ujar Satya menahan geram. Kecewa, pasti. Dia tidak menyangka adiknya masih saja berhubungan dengan wanita yang dulu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status