Beranda / Romansa / Mempelai yang Tak Diharapkan / Kejujuran Anindya pada Bestari.

Share

Kejujuran Anindya pada Bestari.

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-17 23:03:52

Belum lima belas menit Satya dan Ibra pergi, sang pengasuh mendatangi Tari.

"Permisi Bu, saya pamit balik ke Surabaya," ucap Sarah sambil membawa ransel di pundaknya.

Tari sama sekali tak menoleh untuk melihat wanita yang saat ini sangat dibencinya. Entah benar atau tidak perselingkuhan itu? Tapi, nyatanya sejak pertama kali wanita itu masuk ke dalam rumahnya Satya selalu membela jika dirinya mengadukan sikap tidak wajar Sarah yang terkesan genit dan terkadang tidak sopan.

Sebulan yang lalu tiba-tiba Satya membawa pulang seorang wanita muda bernama Sarah, katanya didapat dari sebuah agen penyalur pengasuh di dekat kantornya.

Kata Satya,, untuk membantu Tari mengasuh Sabia agar tidak kecapekan. Namun sikap Sarah yang ceplas-ceplos dan kadang terkesan genit membuat Tari tidak terlalu menyukai wanita yang mengaku berasal dari desa itu.

"Sama siapa kamu balik ke Surabayanya? Sendirian?" sahut Jihan membuat Tari menoleh, menyipitkan mata menatap perempuan yang berdiri di sisi kan
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Toko Dzidane
iya, jadi bosan ....
goodnovel comment avatar
Neng Maria Kuswati
apa yang dilakukan satya dngn pengasuh itu.... sebrengsek itukah si satya ......
goodnovel comment avatar
azmawati hadi
pendek bangat Bab ini... dibaca engage puas
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Makin rumit.

    Sore ini Tari dan Jihan sibuk di dapur. Dua wanita itu sibuk mencoba resep makanan yang rencananya akan Tari masukkan di daftar menu di kafe miliknya. "Segini?" tanya Jihan menakar sirup yang akan di masukkan ke dalam blender. "Iya, habis itu susu uhtnya juga sesuai takaran yang ada di buku," jawab Tari sambil memotong buah strawberry dan mangga. Dua puluh menit berlalu dan minuman juga sepiring camilan sudah siap di atas nampan. "Biar aku yang bawa." Jihan mengambil nampan tesebut dna membawanya ke ruang tengah. Dibelakangnya Tari mengikuti sambil menggendong Sabia. Sambil mengawasi Sabia yang asyik bermain sambil. menonton kartun kesukaannya, Tari dan Jihan berbincang. Meski dua sahabat itu belum sepakat masalah Anindya namun mereka tetap akur. "Apapun yang terjadi aku tidak akan membiarkan pernikahannya itu terjadi. Meskipun itu artinya aku harus melawan Papa," ujar Tari. "Kenapa harus kamu? Suruh Anindya sendiri yang bicara sama Papa Ibra. Maaf, tapi ini semua nggak a

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Terpaksa jujur

    Pukul setengah lima Ganendra pulang dari kantor. Pra itu berjalan menuju dapur, dimana istrinya sedang memasak dibantu artnya. "Assalamu'alaikum," ucapnya berdiri di depan meja dapur sambil mengukurkan tangannya. Jihan menoleh, diletakkan pisau yang digunakan mengupas kentang. "Wa'alaikum salam," jawabnya lalu mencium tangan Ganendra. Sebuah senyum tipis muncul di bibir Ganendra. Meski belum sepenugnya berbaikan namun sikap Jihan tetap patuh dan menghormatinya sebagai suami. "Masak apa?" tanyanya membuat obrolan. Jihan menghela nafas, rasanya enggan menjawab namun tak bisa mengabaikan. "Sayur sop sama perkedel kentang, ayam kecap, ikan goreng dan sambal," jawabnya lengkap. Ganendra menganggukkan kepalanya, "Hemmm.... kelihatan enak," katanya lagi dengan senyum lebar. "Terus?" Jihan menatap suaminya itu datar. Ganendra bukan orang yang suka bebasa-basi. Pasti ada yang diinginkannya dari omong kosongnya itu. "Bisa bikinkan aku kopi?" "Hemm..." Jihan menganggu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Kondisi Tari yang sebenarnya.

    Ganendra langsung berdiri begitu terdengar suara mobil di depan rumah. "Itu pasti dia?" katanya lalu melangkah. "Tunggu!" Jihan menyusul dan langsung mencekal lengan suaminya itu. "Jangan pakai emosi. Tari sudah memiliki keputusannya sendiri. Jadi, hormati keputusannya." "Tari adikku, aku juga punya keputusanku sebelum menurutu keinginan Tari." Ganendra melepas tangan Jihan dan melangkah keluar. Seolah tak peduli, dengan tatapan dingin Tari menggendong putrinya lalu naik ke kamarnya di lantai dua. Sebuah helaan nafas terdengar dari mulut Jihan. Beberapa hari ini kakak beradik itu membuatnya pusing dan hampir kehabisan kesabaran. Ganendra yang main api dengan Anindya lalu Tarinyang makin hari makin aneh dengan sikap dinginnya. "Bikin pusing," gumamnya tidak berniat mengikuti Ganendra ataupun Tari. "Kalau mau berantem yan terserah," gerutunya lalu melangkah menuju dapur untuk lanjut memasak. Di teras Ganendra langsung menyambut Satya denga tatapan tajam penuh amarah. Raha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menemui Gibran.

    [Halo, Assalamu'alaikum...] Terdengar suara Anindya dari spiker ponsel Tari yang tergeletak diatas meja samping ranjang. "Wa'alaikum salam, iya, ada apa, Anin?" tanya Tari sambil menyapukan bedak ke wajah dan leher Sabia. Dja baru selesai memandikan putrinya saat ponselnya itu berdering. [Mbak,] panggil Anindya dengan nada suara sedih. Sejak menyadari kesalahannya, Anindya sudah membiasakan untuk memanggil Tari dengan panggilan 'Mbak' sebagai bentuk rasa hormat dan juga kasih sayangnya sebagai seorang adik kepada kakak iparnya. "Ada apa? Kok nangis, kamu gak papa kan?" Tari memberondong adik iparnya itu dengan banyak pertanyaan karena merasa khawatir mendengar suara Anindya yang tiba-tiba diiringi isak tangis. [Mama Mbak, dia berubah lagi,] adunya sambil menahan tangis. "Berubah gimana maksudnya?" [Kemarin setelah ketemu Mbak Tari, mama meminta Papa untuk membatalkan perjodohan. Tapi pagi ini tiba-tiba saja Mama bilang akad nikahnya akan dimajukan besok pagi,] "Ap

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menemui Gibran.

    Gibran tersenyum, "Jika aku menuruti keinginan Anindya dengan membatalkan perjodohan kami, apa yang akan aku dapat sebagai gantinya?" Tari tersenyum sinis, dia sudah bisa menebak reaksi Gibran. "Tentu tidak ada yang gratis di dunia. Dan kami paham soal itu. Katakan saja apa yang kamu inginkan?" "Coba katakan apa yang bisa kamu tawarkan?" tantang Gibran dengan ekspresi yang sulit Tari baca. "Mungkin sebuah investasi atau hal yang lain yang mungkin kamu inginkan?" Tari memberi tawaran. "Menarik, tapi sayangnya aku ingin yang lain." Gibran kembali menyesap kopinya. "Minumlah, jangan terlalu serius, kita bicara santai saja." Tari menuruti ucapan pria di depannya itu, menyesap jus strawberry favoritnya. "Mungkin kamu lupa, tapi dulu kita sering bertemu," kata Gibran sambil menyandarkan punggunya santai. "Aku salah satu teman kakakmu yang sering main ke rumah kalian. Jus strawberry dan cilok bumbu kacang," Tari menatap pria itu lekat. Wajah pria itu seperti tak asing bagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Ternyat kalian semua.

    "Danisa?" Tari membulatkan matanya kaget. "Apa yang Anindya lakukan dengan Danisa? Jangan-jangan....." [Mbak, maaf aku masih ada kelas. Nanti kalau sudah selesai aku langsung ke rumah Mbak Tari.] Sebuah pesan masuk ke pinsel Tari daru Anindya. Wajah Tari beruha dingin. Tak menyangka selama ini ternyata adik iparnya itu menipu dirinya. Tari segera berbalik masuk ke dalam taksi online yang masih menunggunya. "Pak, tolong ikuti mobil itu," perintahnya pada sang sopir, Tari ingin memastikan jika Anindya benar-benar telah menipunya. Tak menunggu lama pak sopir langsung tancap gas mengejar mobil yang sudah melaju cukup jauh. "Bisa lebih cepat Pak, kita jangan sampai kehilangan jejaknya." Tari tak sabar, mobil yang membawa Danisa dan Anindya sudah melaju cepat di depan. Dia harus bisa mendapat bukti untuk membuat Anindya tak bisa lagi mengelak. Teganya gadis itu menipu dirinya. "Tenang saja, Mbak. Saya jamin kita tidak akan ketinggalan. Saya sudah biasa main kejar-kerjaran s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Lari.

    "Rasakan ini," sentak Anindya memutar tubuhnya dna langsung menyiramkan air keras yang di bawanya. Byurrr.. ces.... Senyawa itu langsung melepuhkan kulit tangan dan wajah yang tadinya mulus menjadi menyeramkan. "Akh..... Akh......." teriak Danisa kesakitan sampai jatuh dan berguling di jalan. "Hah.. Danisa," pekik Karina kebingungan. Dia hanya menatap Danisa yang kesakitan tanpa berusaha melakukan sesuatu. Tak hanya Danisa, tiba-tiba Sarah juga menjerit kesakitan karena terkena cipratan sisa air keras saat Anindya melemparkan botol bekas wadah air keras ke arahnya. "Akh..... sakit.... sakit....Anjing kamu," umpatnya kesakitan. Satu sisi wajahnya berubah menyeramkan juga satu lengannya ikut melepuh. Jeritan dan teriakan Sarah dan Danisa bersahutan membuat semua orang tertegun. Tak ada yang bereaksi, semua terdiam dengan mata membelalak. Tari, Rama juga Karina tubuhnya tiba-tiba membatu karena kaget. Mereka tak menyangka Anindya akan menyiramkan air keras itu ke arah D

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tertembak.

    "Tari..." Satya berlari menghampiri tubuh istrinya yang tersungkur di jalan. Dadanya berdegup kencang melihat istri yang sangat dicintainya itu ambruk dan berlumuran darah. "Tari...." Perlahan Satya membalikkan tubuh istrinya. Anindya pun langsung bangun dan membantu kakaknya. "Sayang buka matamu," ucap Satya sambil menepuk pelan pipi Tari. Namun wajah pucat itu tak merespon. "Mbak Tari..." Dengan tangan gemetaran Anindya menggoyangkan lengan kakak iparnya itu. "Kumohon bangun Mbak,.." Dia sangat menyesal dengan apa yang sudah terjadi. Jika tahu ini yang akan terjadi, dia pasti akan menolak ajakan Danisa. Satya mengangkat wajahnya, mobil uang sudah melaju cepat. "Tangkap mereka dan bawa ke hadapanku hidup atau mati!" perintahnya pada Johan. "Siap Bos." Johan mengnagguk lalu memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mengejar mobil Rama. Satya segera membopong tubuh istrinya dan masuk ke dalam mobil. "Kita rumah sakit, cepat!!" perintahnya pada sopir. Sebelum masu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25

Bab terbaru

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tamat.

    "Aku ingin waduk dan jembatan gantungnya jadi background utamanya. Tetap fokus pada modelnya tapi perlihatkan keindahan waduk dan langitnya." Seorang wanita cantik sedang memberi arahan pada dua orang pria yang memegang kamera. "Ok," jawab sang fotografer mengacungkan jempolnya. Di sisi yang lain kameramen juga mengacungkan jempolnya. "Siap, Nin!" Wanita dengan kemeja putih dan celana jeans itu pun mengangguk lalu melangkah mundur, membiarkan rekan-rekannya mulai bekerja. Bola mata berwarna coklat itu mengamati setiap pergerakan orang-orang di depan sana. Sesekali matanya indah itu menyipit dengan bibir mengerucut, saat adegan didepannya menurutnya kurang pas. Wanita berambut panjang itu berulang kali menyelipkan anak rambutnya yang tertiup angin tanpa sedikitpun mengalihkan fokusnya mencatat dalam otaknya mana adegan dan eagle mana yang perlu diedit. Wanita itu mendesah lega saat terdengar suara salah satu rekan kerjanya. "Cut," ucap pria bernama Andre, sambil membawa

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Hatiku masih sangat lemah Mbak

    "Wah..... bagus banget rumahnya," seru Anindya begitu keluar dari mobil. Matanya langsung disambut oleh pemandangan rumah dengan desain modern farmhouse American yang membuatnya tan henti-hentinya berdecak kagum. Ini kali pertama dirinya datang ke rumah kakak iparnya itu. "Semoga kamu betah di sini ya," ucap Tari sambil menggendong Sabia yang terlelap. Sementara Satya mengeluarkan koper dan tas mereka yang ada di dalam bagasi mobil. "Pasti, aku pasti akan betah." Anindya mengurai senyum lebar. "Ingat jangan kecewakan Tari," ujar Satya setelah meletakkan koper dan tas di di teras rumah yang langsung di ambil alih bibi dan pak sopir. "InsyaAllah, aku tidak akan mengecewakan semua orang lagi." Entah sudah ke berapa kalinya kalimat itu Anindya. Sejak kemarin kakak laki-lakinya juga kedua orang tuanya terus mengingatkannya sehingga membuatnya harus mengulangi janjinya. "Sudah gak usah di dengerin," bisik Tari menggamit lengannya. "Ayo masuk," ajaknya mengajak adik ipar

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Keputusan

    "Maaf saya tidak bisa melanjutkan pernikahan dengan Mas Gibran. Dari awal pernikahan niat kami berbeda dan tidak mungkin akan bisa satu arah. Bertahan hanya akan membuat kami saling menyakiti," ucap Anindya di depan keluarganya dan keluarga Gibran. Gadis itu berbicara dengan tenang dan penuh percaya diri. Tak ada sedikit pun rasa gugup dan takut yang terlihat di wajah ayunya meski semua orang menatap kearahnya dengan berbagai reaksi. Gibran terkesiap, wajah tampannya nampak kaget dan kecewa. Matanya menatap lekat wanita yang masih berstatus istrinya itu dengan bibir bergetar. "Tidak bisakah kamu pikirkan lagi? Pernikahan kita belum juga satu tahun, masih ada waktu untuk memperbaiki niat dan tujuan kita," kata Gibran dengan mimik memelas. Anindya bergeming. Hatinya sudah sangat yakin untuk mengakhiri pernikahannya dengan Gibran. Baginya mempertahankan pernikahan tanpa cinta itu hal yang paling bod*h untuk dilakukan karena pernikahan adalah sebuah perjalanan panjang yang memb

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pada akhirnya kamu akan mengikhlaskannya.

    "Astaga.. Anin.. Berapa kali lagi, Mbak harus jelaskan? Gak separah itu sayang," keluh Tari merasa frustasi. "Jangan bohong lagi, Mbak. Kemarin Mbak bilang semuanya baik-baik saja, semua gosip dan rumor itu sudah diseleaikan oleh Kak Ganendra. Tapi ternyata apa? Mbak bohong," bantah Anindya tak kalah frustasi. "Sekarang Mbak harus jujur apa saja dampak dari rumor itu? Aku yakin tidak sesederhana itu, Danisa pasti punya alasan besar kenapa memintaku menyebarkan rumor itu. " Belum puas dengan penjelasan Tari di kafe, sampai rumah Anindya langsung memberondong kakak iparnya itu dengan banyak Sekali pertanyaan. Tari menghela nafas panjang. "Anin, kami semua tahu itu bukan salahmu. Kamu dalam pengaruh dan ancaman Danisa. Tidak ada yang menyalahkan kamu, jadi berhenti merasa bersalah," Anindya terdiam ucapan Tari tak membuatnya tenang. Tiba dia teringat sesuatu. "Om Ibra pasti sangat marah kan Mbak, itu sebabnya Om Ibra dan Kak Ganendra juga Jihan tak pernah datang menjengukku?

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Bangkit.

    Pagi ini setelah sarapan pagi Tari akan menemani Anindya ke kampusnya. Setelah sebulan lebih menenangkan diri kini Anindya sudah bersiap untuk menata kembali hidupnya yang sempat kacau karena balas dendam Hal pertama yang Anindya sudah lakukan adalah mengikhlaskan segalanya dan memohon pengampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukannya. Selanjutnya gadis 20 tahuan itu akan kembali fokus pada tujuan dan cita-citanya. "Kalian mau Papa antar?" tanya Farhan setelah menyelesaikan sarapannya pagi ini. "Nggak usah Pa, kampus sama kantor kan berlawanan arah. Aku sama Mbak Tari diantar sopir," tolak Anindya tak ingin merepotkan papanya. "Jangan khawatir Pa, ada Pak Johan yang ikut dengan kita. Kalau gak salah Papa ada meeting penting kan pagi ini?" Tari ikut menimpali, teringat telpon dari Satya semalam untuk menyampaikan kepada Farhan tentang meeting penting pagi ini. "Iya, Papa ada meeting penting pagi ini dengan Ibra dan Ganendra dan perwakilan pemegang saham lainnya," jawab Fa

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Mulai sekarang jadilah Anindya yang baru."

    "Aku tahu, tidak seharusnya aku membawa orang lain dalam masalah kita. Tapi, kenyataan Tari sudah terseret dalam masalah kita. Dan jika kita bercerai sekarang, maka rumor itu akan muncul kembali. Tari akan jadi pihak bersalah yang akan terus dihujat. Jadi, kumohon pikirkanlah." Sejak semalam ucapan Gibran terus terngiang di telinga dan pikiran Anindya. Sama seperti pagi ini, kalimat itu membuat hatinya resah dan tak tenang. Rasa bersalah semakin menggunung dihatinya. Sholat dan dzikir sedikit memenangkan hatinya shubuh tadi. Namun pagi ini gelisah itu kembali merajai hatinya. Helaan nafas terdengar berat dari mulut gadis yang saat ini sedang melipat kedua kakinya diatas sofa kamar dengan tatapan keluar jendela. Bola mata berwarna kecoklatan itu menatap sendu langit pagi yang tertutup mendung seperti hatinya yang sedang gundah. Sejak semalam hujan mengguyur kota metropolitan itu dengan begitu derasnya. Dan pagi ini hawa dingin menyelimuti seluruh kota sampai terasa ke hatinya.

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Permintaan Gibran

    Sudah sebulan ini keluarga Rahardian menjadi topik utama pemberitaan di semua acara berita di televisi nasional maupun portal berita online. Hampir semua infotainment memberitakan tentang rumor hubungan gelap antara Tari dan Gibran karena beredarnya foto-foto mereka saat masuk ke sebuah hotel ketika menemui Anindya. Gambar dan judul berita yang menggiring opini jika rumah tangga Anindya Aditama dan Gibran Narendra Wiratama sedang terguncang dan sedang dalam proses perceraian karena kehadiran Bestari Ayu Rahardian sebagai orang ketiga. Selain menyeret nama Rahardian, salah satu keluarga terkaya di negara ini, gosip itu juga membawa-bawa nama salah satu keluarga keturunan kerajaan di jawa yang membuat rumor itu sedikit sulit diredam dan semakin meluas. Beberapa pihak memanfaatkan berita itu untuk mendapatkan keuntungan dengan mencari antusias netizen yang selalu haus akan berita dan rasa keingintahuan yang tinggi. Jadilah berita itu terus bergulir dan sempat membuat nilai sa

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Kau harus menebus semua kesalahanmu dengan nyawamu."

    "Membun*hmu," ucap Anindya dengan mengacungkan pist*l yang dibawanya tepat di kening Danisa. Sekektika tubuh Danisa membeku, matanya melebar dengan degup jantung berdentum kencang. "Yakin mau membun*hku?" ujarnya berusaha untuk tenang. "Katakan, mereka dulu atau kamu?" tanya Anindya yang langsung membuat dua orang kawan Danisa seketika panik. Dengan menahan sakit dua orang itu pun berusaha untuk bangun. "Diam atau satu peluru akan lepas dari tempatnya," ujar Anindya seraya mundur dua langkah memastikan ketiga targetnya dalam pengawasannya. "Kamu tidak akan bisa melakukannya. Kamu mencintaiku begitu juga aku. Kita terikat satu sama lain," ucap Danisa berusaha mempengaruhi pikiran Anindya. "Kamu tidak boleh lupa saat-saat kita bersama. Kita melakukan banyak hal untuk pertama kalinya. Akulah satu-satunya orang yang selalu memprioritaskan kamu. Aku yang selalu menuruti keinginanmu." Danisa berusaha membawa Anindya kembali pada kenangan-kenangan kebersamaan mereka dulu. "A

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tidak. Selama Danisa masih hidup, dia pasti akan kembali,"

    "Ini semua harus berakhir dan akulah yang harus mengakhirinya," gumam Anindya dengan keteguhan hati. "Kamu mau menyusul mereka?" Dilla terlihat tidak setuju dengan keputusan Anindya. "Kamu tahu kemana mereka pergi?" Tak menjawab Anindya malah mengajukan pertanyaan. Dilla berdecak kesal. Pertanyaannya malah dijawab dengan pertanyaan lagi. Meski begitu tetap menjawab. "Ke dermaga, di sana sudah menunggu kapal yang akan membawa mereka ke Batam setelah itu ke Singapura." Anindya menganggukkan kepalanya. "Danisa bilang akan membawamu tapi aku tinggal di sini sampai kuliahku selesai baru menyusul kalian. Tapi tenyata..... " Dilla tidak pernah menyangka orang yang dianggapnya sebagai seorang kakak yang datang ketika dirinya terpuruk ternyata orang jahat yang hanya memanfaatkannya dan setelah merasa tak butuh berniat menghabisi nyawanya. Beruntung Dilla mengikuti ucapan Anindya. Meski sempat tak percaya. "Turuti kataku, jika aku salah kamu juga takkan rugi. Namun jika ak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status