Home / Romansa / Mempelai yang Tak Diharapkan / Kehidupan Anindya setelah menikah. (Pov Anindya)

Share

Kehidupan Anindya setelah menikah. (Pov Anindya)

Author: iva dinata
last update Last Updated: 2024-12-04 23:01:13
Pov Anindya.

Sudah satu bulan ini aku tinggal di rumah Gibran. Sejak itu pula semua pergerakanku dibatasi. Kemana pun aku pergi harus diatar sopir dan ditemani satu bodyguard.

Alasannya karena papa dan kak Satya takut aku akan kembali bertemu dengan Danisa dan bersekongkol untuk mencelakai Mbak Tari.

Seandainya saja mereka tahu, jika wanita yang terobsesi dengan Kak Satya itu saat ini sangat membenciku. Kemungkinan besar jika kami bertemu dia pasti akan membunuhku.

Ponselku juga belum dikembalikan. Hanya saat Mbak Tari menelpon dan ingin bicara denganku barulah ponselku dikembalikan, tapi tentu saja dalam pengawasahan Papa dan Gibran.

Mereka masih berpikir aku masih ingin meminta bantuan Mbak Tari untuk membatalkan pernikahanku dan Gibran.

Satu-satunya kelemahan Om Ibra dan Kak Satya adalah Mbak Tari, itu sebabnya saat pernikahanku Mbak Tari dibawa pergi oleh Kak Satya.

Seiring berjalannya waktu kini aku bisa menerima semua yang terjadi. Mungkin ini jalan yang diber
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Memantabkan hati untuk bertahan.

    "Jangan takut, katakan sejujurnya. Aku akan pulang dan menyelesaikan semuanya. Jika itu masalah uang, akan kuberikan uangku pada Gibran. Kalau masalah Papa aku akan mengurusnya." Jantung Aisyah dan berdebar menunggu jawaban Anindya. Gadis 22 tahun itu menghela nafas panjang dengan kedua tangan saling meremas. Seolah sedang menahan sesuatu yang ingin sekarang diungkapkannya. Aisyah pun bangkit, namun belum sempat melangkah tangannya sudah dicekal oleh Farhan. "Biarkan," bisik Farhan di telinga istrinya. Pria itu ingin melihat apa yang akan dilakukan putri mereka. Apakah putrinya itu tega mengadu domba orang tuanya dengan Tari. Atau menekan keinginannya untuk pergi. Anindya melirik ekspresi kedua orang tuanya. Dia tahu kedua orang itu pasti khawatir jika Tari ikut campur dalam masalah keluarga mereka. Karena itu pasti akan berimbas pada keharmonisan rumah tangga Satya dan Tari. Putri Ibra itu cukup keras jika menginginkan sesuatu. Sama seperti Ibra, jika merasa benar akan b

    Last Updated : 2024-12-05
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Banyak rahsia.

    "Ya... emang suamimu itu gil*. Kamu aja yang bodoh maunya dinikahi pria tempramen dan sakit jiwa kayak Gibran," ujar Gendis keceplosan. "Hah.... mak-sudnya?" Anindya menatap Gendis dan ibunya bergantian. Galuh, ibunya Gendis buru-buru mencubit tangan putrinya. "Walah.... jangan ambil hati ucapan Gendis, dia memang suka ngawur kalau bicara." Wanita yang sudah lebih dari lima tahun tinggal di negara tetangga itu memberi kode putrinya dengan tatapan matanya. Mengerti, Gendis langsung nyengir, "Iya.... aku cuma bercanda kok, jangan ambil hati ya....." ucap Gendis sambil mengibaskan tangannya ke depan. "Gibran kan suka marah-marah, kadang aku suka keceplosan bilang dia gil*, gak waras dan sakit jiwa." Katanya menjelaskan. Anindya memicingkan matanya, entah kenapa dia sama sekali tidak percaya jika ucapan Gendis itu hanya candaan. Dari semua kerabat, hanya keluarha Galuh yang sangat berbeda. Tidak seperti saudara-saudara Gibran yang lain Galuh tidak menganggap penting gelar

    Last Updated : 2024-12-06
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Saudara kandung

    Setelah sarapan Anindya berangkat ke tempat pertemuan bersama Galuh dan Gendis. Seperti kata Galuh, semalam Atikah mertua Anindya menelpon, memberi tahunya agar datang ke pertamuan keluarga yang akan diadakan di hotel milik keluarga Gibran. "Gibran pasti lupa memberitahumu, besok ada pertemuan keluarga untuk menyambut kedatangan Ayra salah satu anggota keluarga kita. Pakai dress yang Mama belikan seminggu yang lalu. Kamu mengerti kan?" perintah Atikah semalam malalui sambungan telpon. Sebelumnya Anindya hanya tahu Gibran hanya memiliki seorang adik perempuan bernama Gia yang masih duduk di bangku SMA. Meski ingin sekali bertanya tentang siapa Ayra tapi Anindya menahan diri. Seperti perintah Gibran, jangan pernah ikut campur atau bertanya tentang masalah pribadinya. Dan sepertinya Ayra adalah salah satunya. Semalam Atikah juga meminta pengertian Anindya karena Gibran yang akan menjemput Ayra di bandara dan langsung membawanya ke hotel. Itu artinya Anindya harus berangkat sendir

    Last Updated : 2024-12-08
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Mulai akrab dengan Gia

    "Wah.... Jangan-jangan Mbak Anin jatuh cinta sama Mas Guntur?" celetuk Gia yang langsung membuat wajah Anindya memerah karena malu. Guntur tak bisa menahan tawanya, pria berwajah dingin itu membuang muka, tak ingin kegahuan jika fia tertawa karena sikap konyol gadis di depannya itu. Seumur hidupnya baru kali ini dia bertemu wanita yang tak tahu malu seperti adik iparnya itu. 'Bisa-bisanya menatap pria asing seperti itu,' batin Guntur menggelengkan kepalanya. "Husstt... jangan bicara sembarangan, nanti kalau ada yang dengar jadi salah faham," tegur Atikah menepuk lengan Gia. Ada yang aneh dalam pandangan Anindya, menurutnya apa yang dikatakan Gia hanya guyonan yang tak serius, tapi raut wajah Atikah malah terlihat khawatir. "Gia hanya bercanda, Mah." Lelaki berwajah dingin itu menjelaskan dengan senyum tipis yang menenangkan Atikah. "Iya, maaf Mama terlalu panik," ucap Atikah mengangguk lega. "Ternyata bisa senyum juga," gumam Anindya sambil menundukkan kepala.

    Last Updated : 2024-12-09
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Lepas dari amukan Gibran.

    "Anin.... Anin...kamu di dalam?" Gibran menghentikan gerakan tangannya yang diatas udara dan menajamkan pendengarannya, mengingat suara yang tak asing sedang memanggil nama istrinya dari balik pintu. "Anindya kamu di dalam kan? Nin, jawab!! Tante Atikah memintaku mencarimu," teriak Gendis sambil sesekali menggedor pintu toilet. Suara di balik pintu itu milik Gendis, sepupu Gibran. Gendis dan Galuh sempat melihat Gibran membaww Anindya keluar dengan wajah menahan amarah. Galih yang khawatir terjadi sesuatu pada Anindya segera meminta putrinya untuk menyusul. "Nin.... aku masuk ya, buka pintunya!!" Lagi, Gendis berusaha membuka pintu toilet dari luar. Mau tak mau Gibran melepaskan cengkeraman tangannya di lengan rambut Anindya. Dia menghela nafas beberapa kali untuk meredakan emosinya yang sempat naik. "Kita lanjutkan nanti di rumah," ucapnya pada Anindya yang langsung membuat gadis itu merasa lega namun juga cemas. Anindya menghela nafas panjang sambil memegangi dad

    Last Updated : 2024-12-10
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   tidak pulang

    "Sebaiknya kamu berhati-hati selama ada Ayra. Dia bisa melakukan hal yang tidak pernah kamu bayangkan," Ucapan Gendis seolah nyanyian yang terus terngiang di telinganya. Sudah pukul sebelas malam namun rasa kantuk belum juga menghampirinya. Jika biasanya sepulang dari bimbel Anindya akan sangat mengantuk namun tidak hari ini. Rasa lelah itu sepertinya tak bisa mengusir rasa penasaran yang memenuhi pikiran dan hatinya. "Wyuhhhhh..." Anindya mendengus kasar. Sejak tadi gadis 20 tahunan itu belum menemukan posisi ternyaman di atas ranjangnya. Miring ke kiri terasa tak enak, miring kanan juga begitu. Terlentang tak nyaman, tengkurap sulit bernafas. "Kenapa jadi nggak nyaman begini," gerutunya pada diri sendiri lalu menutup mata berusaha untuk tidur. Kegiatan besok pagi cukup padat, dia butuh istirahat lebih awal. Namun baru beberapa detik mata berbulu lentik itu kembali terbuka. Tiba-tiba bayangan wajah garang Gibran muncul dan membuatnya takut. Ditambah lagi dengan kata-kata Gendis,

    Last Updated : 2024-12-12
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Sikap aneh Gibran

    Pov Anindya. "Kejadian saat Gibran dan Ayra----" "Khem... khem..." Kalimat Tante Galuh langsung terputus saat terdengat suara berat dari arah ruang tamu. Tanpa aba-aba kamu menoleh bersamaan. Menatap ke arah suara itu berasal. Astaga..... mataku melotot, memastikan apa yang kulihat benar. Aku menelan ludah melihat sosok yang berdiri tegap dengan mata elangnya. Kulirik tante Galuh pun terkejutnya sepertiku. "Sedang apa kalian?" Suara Gibran memecah keheningan. "Ini sudah jam berapa, kenapa kamu belum tidur?" ucapnya lagi dengan tatapan mata yang menyorot kearahku. Gegas aku berdiri, "Maaf, aku cuma mau ambil minum." Kuangkat botol air minetal yang kubawa. "Tante aku duluan ya," pamitku langsung melangkah cepat meninggal ruangan yang tiba-tiba terasa dingin dan mencekam. Kutinggalkan tante Galuh begitu saja tanpa menungu wanita itu menjawab ucapanku. Aku yakin Gibran tidak akan menyakiti Tantenya. Berbeda denganku, tamparan tadi siang pasti masih membuatnya denda

    Last Updated : 2024-12-13
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Dia kembali.

    "----Aku akan merobek wajahmu." Astaghfirullah...... mungkinkah dia? Aku menoleh ke sekitar mencari wanita pemilik buku ini. Rasa takut mulai merayap memenuhi hatiku. Ya Tuhan..... Dimana wanita itu? Dia.... Dengan tangan gemetaran aku membuka kembali hlaaman buku selanjutnya. Mungkin masih ada pesan terakhir karena seperti inilah dulu cara kami berkomunikasi. Degh..... Benar, di halaman terakhir terdapat sebuah kata 'Delusi' dengan huruf awalnya yang dilingkari. Jadi wanita itu,... "Sedang apa kamu di sini?" Suara berat menyentakku. Aku terkejut sampai buku yang kupegang terjatuh juga dengan selembar kertas ancaman itu. "Kau pukir kamu siapa, sampai membuatku harus turun dari mobil?" ucap Gibran dengan mata melotot. Kuhela nafas sambil mengelus dadaku yang terasa sesak karena kaget. Tak kuperdulikan, aku memilih memungut buku dan kertas yang baru saja kujatuhkan. "Tunggu apa ini?" Gibran tiba-tiba merebut kertas bertuliskan ancaman itu. "Oh itu bukan a

    Last Updated : 2024-12-14

Latest chapter

  • Mempelai yang Tak Diharapkan    Ternyata penipu.

    "Hari pulang jam berapa?" tanya Gibran yang duduk dibalik kemudi. "Jam 12-an," jawab Anindya tanpa menoleh. Gadis itu sibuk menghafal catatan yang diberikan Bagas kemarin siang. "Hari ini kamu ada ujian?" tanya Gibran melirik gadis yang duduk di sebelahnya. Sejak kemarin malam Anindya sibuk dengan buku-buku pelajarannya. "Iya." Kembali, Anindya menjawab singkat. Gibran menghela nafas. Anindya yang dilihatnya dulu dan sekarang sudah berbeda jauh. Dulu Gibran sempat menolak saat pertama kali Ibra Rahardian menawarkan perjodohan dirinya dengan Anindya, putri bungsu Farhan Aditama. "Anindya Savira Aditama, putri kedua dari Farhan Aditama. Sikapnya sombong, suka dengan kemewahan dan memiliki banyak catatan buruk baik di sekolah juga di kampus. Pernah bermasalah dengan pembullyan dan hampir dikeluarkan dari kampus." Informasi yang Gibran dapatkan tentang adik Abisatya itu tidak ada yang baik. Tapi setelah hidup bersama Gibran baru tahu ternyata Anindya tidak seburuk itu.

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Berbaikan dengan Mama

    "Jujur sama Mama, sebenarnya tadi kamu tiba-tiba menghilang karena kamu ingin kabur kan? Kamu sudah tidak tahan dengan sikap kasar Gibran kan?" Anindya menggelengkan kepalanya, "Nggak seperti itu Ma?" "Gak usah bohong sama Mama. Mama sudah tahu semuanya," kekeh Aisya pada pendiriannya. Anindya memandang Jihan yang juga memandangnya dengan tatapa sendu. Ada rasa bersalah tersirat dalam tatapan wanita cantik itu. Karena dirinya yang cemburu buta Anindya dipaksa menikahi Gibran. "Ini salah faham Ma, Mas Gibran tidak seperti yang kalian pikirkan. Dia memang kaku dan tegas tapi dia baik. Mas Gibran yang menolongku saat aku dibully di kampus. Bahkan dia menolak untuk damai," terang Anindya. Aisyah memcingkan matanya. Wanita yang telah melahirkan Anindya itu tidak serta merta mempercayai ucapan putrinya itu. Dia tahu betul seperti apa Anindya. Dia pandai berbohong. "Aku nggak bohong Ma," kekeh Anindya berusaha meyakinkan sang Mama. "Kalau Mama tidak percaya Mama bisa telp

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Dendam Danisa.

    "Satu... dua... ti...." Anindya sontak menutup matanya, jantungnya berdegup kencang membayangkan rasa sakit yang akan dirasakannya saat cairan keras itu mengenai kulit mulusnya. 'Yaa Allah..... Hanya Enkaulah penolongku dan hanya pada-Mu aku bersandar.' Dalam hati Anindya terus Metapalk doa meminta pertolongan dari Tuhan. Namun sampai beberapa menit tidak ada yang terjadi, suasana mendadak hening. Hanya terdengar deru mesin mobil yang berjalan. Tangan yang memeganginya juga mengendur. Perlahan Anindya membuka matanya. Nampak dua orang disamping kanan kirinya menatapnya lekat. "Takut?" ucap Danisa yang di sambut decak tawa dua orang teman Danisa. "Sepertinya dia penasaran dengan rasa sakitnya?" sahut seseorang yang duduk dibalik kemudi. "Rasa sangat panas dan menyakitkan. Kulitmu akan melepuh dan terasa perih. Rasa sakitnya masih terasa meski lukanya sudah kering. Kamu mau lihat?" Danisa memegangi maskernya seolah akan melepaskan kain penutup itu. "A-aku minta maa

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Dia benar-benar datang.

    Anindya tertegun, lidahnya kelu dan pikirannya tiba-tiba kosong. Pandangannya menatap Gibran dengan tatapan tak percaya. "Kamu tidak salah dengar, Ayra anak haram papa dengan selingkuhan." Gibran memperjelas pernyataan sebelumnya. "Oh astaga...." ucap Anindya shock. "Jadi, maksudnya kamu mencintai saudara tiri kamu?" tanya Anindya dengan mata melebar. Dia benar-benar tidak pernah mengira akan akan bertemu dengan orang yang mencintai saudara sendiri. "Ini nyata kah? Bukan cerita novel?" tanyanya lagi. "Iya, benar." Gibran mendengus kasar, sedikit kesal karena merasa reaksi Anindya terlalu berlebihan. "Astaghfirullah...." pekik Anindya lalu membekap mulutnya sendiri. Tiba-tiba gadis itu teringat dengan ucapan Atika yang menunjukkan penolakan hubungan Gibran dna Ayra. "-----mereka tidak boleh bersama----" Ucapan Atika waktu itu terngiang kembali di telinga Anindya. Kini Anindya mengerti kenapa Atika berusaha membujuk dirinya untuk tetap bersama Gibran. Anindya semakin bin

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Semakin dekat.

    Malam ini Anindya dan Gibran pergi makan malam di rumah orang tua Gibran. Seperti biasanya, setiap satu bulan sekali mereka diharuskan ikut makan malam di rumah keluarga Gibran. Dan satu kali makan malam bersama keluarga besar dari kakek Gibran. Anindya memakai dress putih bermotif bunga-bunga kecil berwarna pink senada dengan renda yang menghiasai bagian lengan dan perut juga bagian bawah dress. Sedangkan Gibran memakai kemeja putih lengan pendek dan celana kain berwarna krem. Untuk pertama kalinya sepasang suami istri itu datang bersama dengan pakaian yang senada. Hal itu membuat Atika terkejut juga terharu. Wanita yang telah membesarkan Gibran itu terlihat sangat bahagia melihat kemajuan hubungan Anindya dna Gibran. Saat Gibran dan Anindya datang Atika dan Ayra yang menyambut dan membukakan pintu. "Astaga.... kalian kompak sekali. Mama senang lihatnya," ucap Atika terlihat sangat bahagia. Dipeluknya Anindya sayang. Berbeda dengan sang mama, Ayra kakak kedua Gibran te

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Memiliki teman baru.

    "Nanti pulangnya di jemput sopir. Langsung pulang," ucap Gibran setelah menghentikan mobilnya di pinggir jalan depan kampus. "Iya," jawab Anindya. "Pak Johan dan Pak Rudi akan mengawsimu dari jauh. Ada apa-apa langsung telpon. Jang sok menghadapi sendiri," tambah Gibran lagi yang dijawab anggukan oleh gadis manis di sebelahnya. "Sudah turun sana," perintahnya. "Assalamu'alaikum," ucap Anindya membuka pintu mobil namun tak bisa. Diulangi lagi tetap tak bisa. Doa pun menoleh pada Gibran yang menatap lurus ke depan. "Oh... maaf lupa," katanya meringis lalu mengulurkan tangannya mencium punggung tangan suaminya. "Ck... Apa otak kecilmu itu terlalu penuh dengan Ganendra sampai tidak bisa mengingat hal lain?" omel Gibran terlihat kesal. "Kan sudah minta maaf, kenapa bawa-bawa Kak Ganendra sih?" gerutu Anindya. "Kenapa gak terima?" balas Ganendra mendelik. "Ck... kamu jadi mirip Mbak Ayra kalau lagi datang bulan. Marah-marah gak jelas," "Emang kami tahu kapan Ayra datang b

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Hal tak terduga.

    "Jangan mengujiku, berhenti bicara atau......" "Apa? Kamu mau menjambakku, memukulku? Silahkan, pu..." Dengan cepat Gibran menarik tangan Anindya sampai membuat tubuh ramping itu merapat ke dada bidangnya. Satu tangannya melingkar di pinggang dan satunya memegangi tengkuk gadis itu. "Gib... Mmmm.." Mata Anindya melebar dengan tubuh mematung. Tanpa di duga Gibran mencium bibir Anindya dengan kasar. Seperti orang kelaparan dilum*tnya benda kenyal itu dengan rakus. Setelah beberapa detik Anindya mulai sadar dan berusaha memberontak. Tubuh kecilnya menggeliat meminta dilepaskan. "Emmmm....." Gadis itu mengerang sambil tangannya memukuli punggung dan tangan Gibran namun tenaga tak berarti apa-apa untuk pria bertubuh tinggi dan kekar seperti Gibran. Tak putus asa, Anindya menggigit bibir Gibran kuat sampai membuat pria itu mengerang kesakitan. "Akh.... apa kamu sudah gila?" sentak Gibran sambil memegangi bibirnya yang berdarah. "Kamu yang gila," sentak balik Anindya.

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Akulah orang ketiga di hubungan rumit ini.

    Hari sabtu, hari tenang bagiku. Tak ada kelas jadi tak perlu ke kampus. Jadwal les kepribadian juga libur. Aku hanya perlu mengikuti bimbingan belajar saja. Dan mulai hari ini dilakukan di rumah. Senang sekali rasanya karena aku tidak perlu datang ke tempat bimbel tapi gurunya yang datang ke rumah untuk mengajariku. Aku tak perlu menahan rasa malu pada adik-adik yang ada di tempat bimbel. Dan semua itu atas perintah Gibran. Tidak tahu apa alasan pastinya, tapi yang pasti itu sebuah keberuntungan untukku. Bicara tentang Gibran, sekarang pria itu sudah berubah. Dia tak suka membentak dan sikapnya tak sekasar biasanya. Entah kapan pastinya, tapi seingatku sejak kembalinya Ayra dan Kak Guntur perlahan perubahan itu mulai terlihat. Kata-katanya masih pedas tapi tidak lagi bernada tinggi. Sikapnya juga lebih lembut. Tak pernah menjambak dan mencengkeram wajahku. Gibran yang biasa cuek juga lebih perhatian. Kadang dia mengantarku ke kampus dan menjemputku dari tempat les. Jik

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Istriku.

    Brakkk...... Suara pintu terbuka dengan paksa dari luar. "Apa yang kalian lakukan padanya ?" Suara yang tak asing ditelingaku terdengar menggema di raungan ini. Sambil menahan perih di salah satu sisi wajahku aku mendongak, melihat sosok yang berdiri angkuh di tengah pintu. Gibran Narendra? Kenapa pria itu ada di sini? "Lepaskan tangan kalian dari tubuh istriku!!!" sentaknya keras. Begitu mengagetkan sampai membuatkj tertegun. Bukan suaranya naman kalimatnya. Istriku? Pak Jodi, bodyguard yang ditugaskan menjagaku mendekat dan menyingkirkan tangan Renata juga Cicilia dari tubuhku. Dua orang itu langsung bergambung bersama Sifa dan yang lainnya. "Maaf, saya datang terlambat Non," ucap Pak Jodi terlihat menyesal. "Nggak papa Pak," kataku lalu beranjak bangun dengan bantuannya. "Si-siapa kalian?" tanya Sifa panik. "Siapa? Apa kau tuli?" ujar Gibran dengan tatapan dinginnya. "Benar kamu suaminya?" tanya Sifa namun tak dihiraukan oleh Gibran. Pria itu m

DMCA.com Protection Status