Share

Kabar pernikahan.

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-28 22:28:11

"Iya, kepulanganku kali ini untuk menghadiri pernikahan dan merencanakan pernikahanku sendiri."

"Dengan siapa?" Spontan Satya bertanya lagi. Debar jantungnya merasakan firasat buruk.

Alfa menaikkan satu alisnya, "Sepertinya kamu sangat penasaran?"

"Khemm...." Satya berdehem, sadar dirinya sudah bersikap berlebihan. "Sebagai teman aku ikut bahagia mendengarnya. Dan kurasa normal jika aku penasaran dengan calon pasanganmu,"

Alfa tergelak, pria itu menganggukkan kepalanya lalu kembali berbicara. "Teman?" Satu alisnya terangkat. "Iya, tentu tidak salah. Tapi....." Alfa menjeda kalimatnya. "Sayangnya aku tidak ingin berbagi kebahagiaan itu denganmu. Tapi jangan khawatir, yang pasti aku tidak akan menikahi wanita yang membuat karirku hancur."

Seketika rahang Satya mengeras dengan mata menatap tajam. Ada kilatan amarah dalam tatapannya saat mendengar ucapan Alfa.

Ibarat gada kalimat itu menghantam tepat di dada Satya. Sudah dua kali teman lamanya itu memberinya sindiran.

Dada
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (10)
goodnovel comment avatar
Bertha Tamonob
Penasaran,Satya nikah dengan Danisa ato tidak
goodnovel comment avatar
Scarlet Buttler
keknya danisa engga bunting, dia kan sakit jiwa (NPD).
goodnovel comment avatar
MY
Hahaha... jadi Tari balik lagi sama penyelingkuh & pemerkosa itu? Auto delete kl begitu. Tidak memberikan contoh yg baik buat pembacanya. Memaafkan memang harus, tapi bukan berarti menerima kebusukan² yg mereka beri.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Kembali ke Jakarta.

    Seorang wanita cantik sedang duduk dibalik meja kerjanya. Tatapannya fokus pada lembaran kertas di hadapannya. Sesekali mata indah itu beralih pada layar laptop membandingkan tulisan pada kertas dan deretan angka di layar benda canggih itu. Dertt.... Dering ponsel mengalihkan fokusnya, sebuah nama tertera di layar ponsel. Sebuah senyum pun terbit dari bibir tipis yang disapu lipstik warna pink nude. [Kenapa gak jadi ikut?] Suara dari seberang sana. "Assalamu'alaikum, Sandra," ucap wanita yang tak lain adalah Bestari. Dengan bibir mengulum senyum dia menyapa sahabat juga sepupunya, Sandra. [Wa'alai salam, Bestari.] Terdengar Sandra mendengus. [Kenapa gak jadi datang?] "Maaf, Sabia sedang flu. Dia sedang rewel-rewelnya, kasian kalo dibawa bepergian." Bestari mengarahkan tatapannya pada box bayi tak jauh darinya. Di dalam box sedang terlelap sosok kecil kesayangannya. Sejak ibunya kembali ke Jakarta Bestari akan membawa Sabia, putri tunggalnya saat pergi bekerja. Di r

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-28
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menjelang pernikahan Ganendra.

    "Aku serius, aku ingin mengajak kamu dan Sabia untuk tinggal bersamaku di Jerman," Bestari mengerutkan dahinya. Tinggal bersama? Maksudnya apa? Apa mungkin karena statusnya? "Terima kasih, tapi kurasa tidak." Bestari menolak dengan sapan. Dalam hati dia jadi berpikir buruk tentang kakak sepupunya itu. 'Apa karena aku janda jadi bisa seenak diajak hidup bersama?' batinnya. Melihat perubahan minik wajah Bestari, Alfa tersenyum tipis. "Jadi nggak suka, ya? Kali begitu kamu lebih suka tinggal dimana?" Bestari menghela nafas panjang, sebenarnya malas menjawab. "Kalau di suruh milih, aku mau tinggal di sini saja," "Kenapa? Padahal di Jerman pendidikannya lebih maju dan lingkungannya juga nyaman untuk membesarkan anak." "Iya, tapi aku nggak bisa tinggal jauh dari Mama. Kak Alfa tahu kan, kondisi Mama." Bestari tak mungkin meninggalkan mamanya. Wanita yang sudah melahirkannya itu adalah pahlawan dan cahaya hidupnya setelah Sabia. Pengorbanan yang dilakukan Farah takkan bis

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Merry me?

    "Tunggu, Jihan, tahan dulu!" Bestari segera melerai dua orang itu. "Ikutlah denganku, kita bicara berdua." Tanpa menunggu jawaban Bestari langsung menarik tangan sahabatnya itu dan membawanya masuk ke dalam kamar. Kedua orang tua Jihan menghela nafas, merasa sedikit lega. Setidaknya pertengkaran pasangan kekasih itu berhenti. Bagaimanapun mereka tidak ingin hubungan dua keluarga menjadi buruk meski anaknya batal nikah. "Tolong maafkan Ganendra ya Mbak Risma, Mas Darmawan," ucap Farah memegangi tangan ibunya Jihan. "Saya juga minta maaf, Mbak Farah. Jihan sangat keras kepala. Pendiriannya sangat kuat. Kalau sudah memutuskan sulit dirubah." Ibunya Jihan juga menyesalkan sikap keras putrinya. "Tidak Tante, saya yang salah. Saya tidak bisa tegas sehingga menyakiti perasaan Jihan." Dengan gentle Ganendra mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Ibra menepuk pundak putranya, bangga. "Ya, semoga saja Tari bisa membujuk Jihan. Jujur saya juga bingung kalau sampai pernikahan k

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Usaha untuk bertemu.

    Pov Abisatya. "Tolong, kali ini saja bantu gue Bas," pintaku pada Bastian, pemilik WO yang disewa Ganendra untuk mengurus pernikahannya. "Aduh... gimana ya? Lo tahu sendiri Ganendra itu kayak gimana? Kalau dia sampai tahu, habis usaha gue ini." Bastian menggaruk kepalanya yang kuyakin tidak gatal. Sebenarnya aku juga tak tega memaksanya seperti ini. Tapi aku tak punya cara lain. Usaha yang baru dua tahun dirintisnya itu mulai berkembang setelah mendapat bantuan dari Ganendra. Begitulah keluarga Rahardian, selalu berperan dalam setiap usaha kerabatnya. Entah karena mereka memang baik atau sengaja ingin membuat semua kerabat bergantung pada mereka. Tapi memang dari segi finansial, keluarga Tante Farah dan Om Ibra yang paling kaya. Tante Farah anak tunggal dari keluarga Erlangga, pengusaha sukses dari jogja sedang Om Ibra anak sulung keluarga Rahadian, salah satu pengusaha terkaya di Jakarta. "Ayolah, gue janji gak akan bikin ribut. Gue cuma ingin tahu keadaan Tari, it

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Meminta kesempatan kedua.

    Aku berusaha menahan diri sampai akad nikah selesai. Meski dada bergemuruh melihat kedekatan Alfa dengan putriku, namun sekuat tenaga aku menahan diri. Jangan sampai mengganggu acara sakral itu. Akad nikah pun selesai dan ditutup dengan doa. Tepat saat aku hendak melangkah Bestari bangkit dari duduknya. Sambil menggendong putri kami yang menangis dia berjalan ke arah pintu. Alfa hendak menyusul namun seseorang memanggilnya. Gegas aku menyusul keluar. Melihat Putriku yang entah namanya siapa hatiku terasa teriris. Tolong maafkan papamu ini, Nak. Begitu bodohnya sampai tak mengetahui keberadaanmu. Sampai di luar kulihat Tari berjalan kesana kemari berusaha menenangkan putriku yang rewel. Ada apa dengannya apa dia sedang sakit? Mengapa menangis seperti itu, saat diberi susu pun menolak. Kuhela nafas panjang lalu melepas masker yang menutupi separuh wajahku. Dengan yakin aku melangkah mendekatinya. "Tari," panggilku dan seketika botol susu di tangan Tari jatuh ke lantai. Mat

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Kemarahan Farah.

    "Om bohong kan? Tari tidak mungkin menikah dengan orang lain." Aku menatap Om Ibra memelas tapi pria itu malah tersenyum miring. Aku menggeleng, kualihkan pandanganku pada Tari. "Ini tidak benar kan Tari, kamu hanya mencintaiku kamu tidak boleh menikah dengan orang lain." Tari tak menjawab, malah melengos dan memilih pergi bersama Sandra. "Tunggu Tari, kita harus bicara." Tak terima aku mengejarnya namun sebelum tanganku bisa menyentuhnya sebuah tangan menarik lenganku kasar. "Siapa yang mengizinkanmu menyentuhnya!!" ucap Ganendra dan langsung melepaskan bogem mentah ke arahku. Bugh..... Aku yang tak siap langsung tersungkur. Telingaku berdenging.... bersamaan pandanganku mengabur. Pusing dan nyeri terasa di rahangku. "Bangun!!" Ganendra melambai tangannya dengan tatapan mengejek. "Dua pukulan kecilku tidak membuatmu lemah, kan?" ejeknya. Dua kali sudah dia memukulku tapi di saat aku tak siap. Untuk ketiga kalinya akan menjadi giliranmu. "Beri aku satu pukulan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-31
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Ancamann Ganendra.

    "Ada apa?" tanya Ganendra pada pria yang sejak tadi mengikutinya dari mulai lobby kantor sampai masuk ke ruangan kerjanya. Sebenarnya sejak tadi Ganendra tak menghiraukan pria itu tapi seperti tak tahu malu Bastian mengambil. alih semua peran sekretaris dan asisten Ganendra. Saat sang sekertaris membawakan minum, Bastian langsung merebut dan mengambil alih menyajikan di meja Ganendra. Lalu saat asisten pribadi Ganendra hendak membacakan jadwal meeting, Bastian juga mengambil alih pekerjaan pria itu. "Gue mau minta sedikit waktu lo," jawab Bastian dengan senyum yang membuat Ganendra muak. "Gue nggak ada waktu buat pengkhianat. Pergilah, sebelum gue suruh security nyeret lo keluar!" usirnya sembari memeriksa berkas-berkas dimeja kerjanya. Bastian bergeming, tak peduli meski dibilang pengkhianat. Baginya nasib karyawan dan usahanya lebih berharga ketimbang harga diri. "Gue minta maaf. Gue sudah salah sama lo sekeluarga." Bastian menundukkan kepalanya. "Silahkan lo m

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Mendatangi kediaman Rahardian.

    Hari minggu pagi, Abisatya mengajak kedua orang tuanya untuk mendatangi kediaman keluarga Rahardian yang baru diketahuinya dua hari yang lalu. "Kamu sudah tahu rumah baru mereka?" tanya Farhan di tengah perjalanan. "Setahu Papa, Ibra dan Ganendra tinggal di apartemen dekat kantor mereka tapi selama ini tidak pernah terlihat ada Farah ataupun Bestari." Lanjutnya sembari memandang ke arah jalanan yang dia rasa berbeda dengan jalanan menuju apartemen yang barusan dia katakan. "Kemarin orangku sudah mendapatkan alamat mereka yang baru. Aku susupkan dua orang di acara pernikahan Ganendra untuk mengikuti Tari selesai acara," jelas Abisatya. "Kok bisa? Memangnya kamu tahu tempat pernikahannya?" Farhan cukup terkejut dan memberondong sang putra dengan pertanyaan. "Mama gak cerita?" tanya Satya melirik Aisyah yang duduk di kursi belakang. Aisyah pun membuang muka. "Tidak," jawab Farhan lalu melirik istrinya yang masih setia dengan kediamannya. "Papa juga nggak nanya." "Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02

Bab terbaru

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    "Assalamu'alaikum," ucap Anindya saat memasuki rumah. "Wa'alaikum salam...." Tari yang duduk di sofa ruang tengah langsung beranjak bangun, menyambut afik iparnya itu dengan pelukan. Wanita yang sedang hamil lima bulan itu nampak begitu bahagia. Senyumnya mengembang membuat Anindya bertanya-tanya dalam hati. Apa yang terjadi saat dirinya tak ada di rumah? Kenapa tiba-tiba kakak iparnya terlihat sangat bahagia? Apa kedatangan orang tuanya membuat sang kakak ipar sebahagia itu? Bukankan dua bulan sekali mama papanya rutin datang berkunjung? "Mbak Tari kayaknya bahagia banget?" "Ya iyalah, Mbak ikut bahagia. Bahagia banget malah," jawab Tari masih dengan senyum mengembang. Bahkan tangan lembutnya merapikan beberapa anak rambut Anindya yang menutupi wajah. Anindya mengerutkan dahinya. "Di suruh pulang jam 4, nyampek rumah jam 5," omel Satya dari arah tangga. Sontak dua wanita itu menoleh, nampak Satya yang sudah rapi menuruni tangga. "Jadi orang kok susah banget disuru

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    Sudah dua minggu sejak pertemuan di kedai eskrim, Guntur tak menampakkan diri. Dari Satya baru diketahui jika pria itu sudah kembali ke Jakarta. Anindya sempat menghubungi mantan kakak iparnya itu untuk menanyakan perihal kelanjutan pembuatan iklan. [Tentu saja jadi. Untuk konsepnya pakai yang pertama jamu presentasikan.] Balasan pesan dari Guntur yang membuat Anindya mengumpat untuk pertama kalinya sejak pindah ke Surabaya. "Gil*!! Dasar pria gil* sialan," umpatnya setelah membaca balasan pesan dari Guntur. "Itu kulkas pasti sengaja ngerjain aku. Kalau dari awal suka dengan konsep yang pertama kenapa bilangnya jelek, udah gitu minta dibuatkan konsep lain. Aduhh... dasar..." Anindya menggerutu dengan kedua tangan mengepal gemas. "Pengen aku pites kepalanya yang kayak batu itu," ujarnya kesal. "Sabar Bu Bos..... itu orang bawa fulus," seru Cindy, salah satu anak buah Anindya. Saat ini Anindya sedang berada di kantor yang lebih tepatnya basecamp tempat berkumpul dengan an

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    "Kamu gak ke kantor, Nin?" tanya Tari saat mendapati adik iparnya pulang lebih awal dari biasanya. "Sudah tadi, pulang kuliah mampir sebentar. Kerjaannya gak banyak, cuma ngecek hasil kerjaan anak-anak aja," jawab Anindya menjatuhkan bobot tubuhnya diatas sofa ruang tengah. Wajahnya terlihat lelah, kusut dan tidak bersemangat. Seperti orang banyak pikiran. "Gimana dengan iklan buat kedai eskrim milik Guntur?" tanya Tari lagi. "Terakhir kamu cerita belum ada kesepakatan tentang temanya," Tari ikut duduk di sebelah Anindya setelah sebelum meminta art-nya membuatkan minuman segar untuk adik iparnya yang baru pulang. "Tahu tuh, perjaka tua ribet banget," celetuk Anindya tiba-tiba merasa kesal. "Astagfirullah... Gak boleh lo Nin, ngomong kayak gitu," tegur Tari memukul pelan lengan Anindya. "Ck... emang iya," gerutu Anindya. Wajah cantik bertambah suram saat ingatannya tertarik mundur pada kejadian dua hari yang lalu. Ketika dirinya dan Guntur berdebat tentang tema iklan p

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    "Ck... seneng banget yang habis ngerjain anak orang," sindir Anindya melirik pria yang duduk di balik kemudi. Guntur menoleh, menatap sejenak Anindya lalu kembali fokus pada jalanan di depannya. Pri itu berdecak, "Harusnya kalian berterima kasih padaku," katanya. Sepanjang jalan Guntur tersenyum lebar. Entah apa alasan pastinya namun pria dengan wajah tampan nanu terkesan tegas itu sangat puas melihat ekspresi Andre yang langsung shock dan pamit pulang lebih dulu setelah mendengar pernyataan yang diucapkannya. "Hah, berterima kasih untuk apa?" Anindya menoleh, dahinya berkerut dan tatapannya menyipit. "Mulai sekarang kamu nggak perlu cari alasan untuk menolak,.... siapa tadi namanya?" Guntur berlagak lupa. "Andre," sahut Anindya ketus. "Iya, itu. Dan laki-laki itu bisa mulai berhenti membuang waktu untuk mengejar sesuatu yang tidak yang tidak mungkin dia dapatkan." "Ck.... sok tahu," gumam Anindya membuang muka keluar jendela. "Kenapa, jangan-jangan kamu menyukai A

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part.

    Andre menatap wanita yang duduk di hadapannya dengan tatapan kesal bercampur gemas. Matanya memicing sambil menggigit bibir bawahnya menahan diri agar tidak lepas kendali. "Apa?" kata Anindya melebarkan matanya. "Nggak papa," ketus Andre seperti abak kecil, ngambek. "Kalau kamu kayak gitu aku jadi pengen pulang," celetuk Anindya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Andre mendesah berat, ditatapnya wanita yang audah membuatnya jatuh hati sejak pertama kali bertemu itu sendu. "Kamu kok tega, ngancurin semua rencana dan harapan aku?" Anindya mengangkat pundaknya cuek. "Terserah ya, menurutmu apa? Tapi yang pasti aku sudah menepati janjiku untuk menerima ajakan makan malam darimu, jika job iklan pariwisata selesai sebelum akhir bulan," terangnya lalu mencomot kentang goreng pesanannya. "Ck.." Andre berdecak kesal. Bagaimana tidak kesal, makan malam romantis yang direncanakan jadi berantakan. Sudah dari jauh-jauh hari Andre sudah merencanakan dinner romantis

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    "Loh... kamu mau kemana, Nin?" tanya Tari saat melihat Anin Anindya keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi. Tari yang sedang menata makanan diatas meja makan menghentikan kegiatannya. Dipandanginya adik iparnya itu dengan kening berkerut. Selama dua tahun tinggal bersama, Anindya jarang sekali keluar malam. Apalagi dengan pakaian rapi seperti saat ini. Dress selutut yang dilapisi dengan cardinal jeans tak ketinggalan sepatu kets putih senada dengan warna tas selempang yang dipakainya. Membuat wanita 24 tahun itu terlihat cantik dan modis. "Aku izin keluar sebentar ya Mbak, jam sembilan sudah sampai rumah kok." "Mau kemana? Sama siapa?" tanya Tari. Istri Satya itu sangat protective kepada adik iparnya itu. Tidak hanya mengenal teman-teman Anindya, dia bahkan tahu dan hafal dengan kegiatan Anindya di luar rumah. Anindya berjalan mendekat, "Mau makan malam sama Andre," jawabnya jujur. "Apa? Tunggu!-tunggu!!" Tari menarik salah satu kursi lalu mendudukkan dirinya. "D

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    Anindya dan Guntur berjalan beriringan menuju tempat parkiran dimana mobilnya berada. Dua insan itu berbincang ringan. Saling bertanya kabar satu sama lain. "Kudengar kamu melanjutkan S2-mu di Surabaya," Guntur menoleh pada wanita cantik yang berjalan di sampingnya. "Iya," jawab Anindya, menoleh sambil tersenyum tipis. Wajah cantik itu terlihat lebih dewasa dan anggun. Apalagi sikapnya yang lebih kalem. Sangat berbeda dengan Anindya yang dikenal Guntur dua tahun lalu. Masih segar di ingatan Guntur saat pertama kali melihat mantan adik iparnya itu. Saat itu kepulangan pertamanya setelah hampir sepuluh tahun di luar negeri untuk menjaga Ayra. Anindya yang masih muda terlihat penuh semangat dan ambisi. Sedikit ceroboh dan ceria. Berbeda sekali dengan yang dilihatnya sekarang. Dewasa anggun dan lebih se*si. "Bagaimana kabar, Gia? Dia pasti sudah kuliah sekarang?" Anindya mulai mencari topik lain. Jujur bertemu dengan Guntur cukup membuatnya kaget dan bingung harus bersika

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tamat.

    "Aku ingin waduk dan jembatan gantungnya jadi background utamanya. Tetap fokus pada modelnya tapi perlihatkan keindahan waduk dan langitnya." Seorang wanita cantik sedang memberi arahan pada dua orang pria yang memegang kamera. "Ok," jawab sang fotografer mengacungkan jempolnya. Di sisi yang lain kameramen juga mengacungkan jempolnya. "Siap, Nin!" Wanita dengan kemeja putih dan celana jeans itu pun mengangguk lalu melangkah mundur, membiarkan rekan-rekannya mulai bekerja. Bola mata berwarna coklat itu mengamati setiap pergerakan orang-orang di depan sana. Sesekali matanya indah itu menyipit dengan bibir mengerucut, saat adegan didepannya menurutnya kurang pas. Wanita berambut panjang itu berulang kali menyelipkan anak rambutnya yang tertiup angin tanpa sedikitpun mengalihkan fokusnya mencatat dalam otaknya mana adegan dan eagle mana yang perlu diedit. Wanita itu mendesah lega saat terdengar suara salah satu rekan kerjanya. "Cut," ucap pria bernama Andre, sambil memba

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Hatiku masih sangat lemah Mbak

    "Wah..... bagus banget rumahnya," seru Anindya begitu keluar dari mobil. Matanya langsung disambut oleh pemandangan rumah dengan desain modern farmhouse American yang membuatnya tan henti-hentinya berdecak kagum. Ini kali pertama dirinya datang ke rumah kakak iparnya itu. "Semoga kamu betah di sini ya," ucap Tari sambil menggendong Sabia yang terlelap. Sementara Satya mengeluarkan koper dan tas mereka yang ada di dalam bagasi mobil. "Pasti, aku pasti akan betah." Anindya mengurai senyum lebar. "Ingat jangan kecewakan Tari," ujar Satya setelah meletakkan koper dan tas di di teras rumah yang langsung di ambil alih bibi dan pak sopir. "InsyaAllah, aku tidak akan mengecewakan semua orang lagi." Entah sudah ke berapa kalinya kalimat itu Anindya. Sejak kemarin kakak laki-lakinya juga kedua orang tuanya terus mengingatkannya sehingga membuatnya harus mengulangi janjinya. "Sudah gak usah di dengerin," bisik Tari menggamit lengannya. "Ayo masuk," ajaknya mengajak adik ipar

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status