Share

BAB 24

Author: Dana Jaryanto
last update Last Updated: 2025-04-16 18:17:01

"Pasien belum siuman. Kemungkinan karena terlalu lama tenggelam di dalam air. Silakan urus administrasinya terlebih dahulu, Pak," ucap dokter dengan nada profesional namun tenang.

"Tolong berikan penanganan terbaik untuk Nayara, ya, Dok. Semua biayanya saya yang tanggung," kata Dimas, tegas namun penuh kepanikan yang ditahan.

"Baik, Pak. Kami akan lakukan yang terbaik," dokter membalas sebelum kembali masuk ke dalam ruang perawatan.

Dimas kemudian berjalan menuju bagian administrasi rumah sakit. Meski tubuhnya masih basah dan dingin, ia tetap fokus mengurus semua biaya pengobatan Nayara tanpa sedikit pun mengeluh.

Namun tiba-tiba...

"Dimas." Sebuah suara familiar terdengar dari belakang. Dimas menoleh perlahan. Di sana berdiri Dhirga Mahendra, wajahnya tampak menahan emosi yang bercampur canggung.

"Aku... aku minta maaf, ya," ucap Dhirga dengan nada berat, jelas terasa dipenuhi keterpaksaan.

Dimas hanya mengangguk kecil. "Iya, nggak apa-apa."

"Bagaimana keadaan Nayara sekarang?" tanya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 25

    Dimas Prayoga.Ia tak benar-benar kembali ke vila. Hanya sebentar ia pergi, mencari butik terdekat untuk mengganti bajunya yang basah kuyup. Udara dingin mulai menusuk kulit, tapi pikirannya lebih dingin lagi—mengingat keadaan Nayara yang belum stabil.Setelah berganti pakaian, ia kembali ke rumah sakit. Langkahnya terhenti di depan meja perawat."Sus, apakah pasien atas nama Nayara sudah bisa dijenguk?" tanyanya sopan."Sudah, Pak. Tapi mohon maaf, Bapak ini keluarganya?" suster menatapnya penuh selidik."Saya saudaranya, Sus. Tadi saya yang mengantar Nayara ke sini. Suaminya meminta saya untuk menjaganya sementara," ucap Dimas tanpa ragu, menyisipkan kebohongan kecil demi bisa berada di sisi Nayara.Suster mengangguk, tampak puas dengan jawabannya. "Baik, silakan masuk. Pasien sudah sadar."Dimas mendorong pelan pintu ruang UGD. Hatinya tercekat melihat Nayara terbaring lemah. Wajahnya pucat, matanya sembab. Tangannya tergolek dengan infus yang menancap."Nay... kamu habis nangis, y

    Last Updated : 2025-04-16
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 26

    Di tempat berbeda, Clarissa duduk di samping Dhirga yang masih terlelap. Matanya menatap kosong, pikirannya melayang entah ke mana. Perlahan ia berdiri, turun dari ranjang, dan berjalan keluar kamar untuk mengambil minum. Namun, langkahnya terhenti di depan kamar Dimas di Villa itu.Pintu kamar itu sedikit terbuka. Clarissa mengintip—kosong."Dimas kemana ya?" gumamnya pelan, alisnya berkerut penuh curiga.Saat ia berbalik, langkahnya bertemu dengan Pak Salman yang sedang menyusuri lorong villa."Ayah, Dimas kemana?" tanyanya, mencoba terdengar biasa saja.Pak Salman menggeleng. "Belum pulang dari tadi sejak nganter Nayara ke rumah sakit."Clarissa terdiam sejenak. "Lho, tadi udah pulang kok, Yah. Tadi cuman aku dan Dhirga yang ada di sana"Pak Salman mengangkat bahu. "Tapi di sini belum kelihatan sama sekali."Kecurigaan Clarissa menguat. Ada sesuatu yang tidak beres. Tatapannya mengeras. Ia yakin Dimas masih berada di rumah sakit—dan kemungkinan besar, masih bersama Nayara.Tanpa pi

    Last Updated : 2025-04-16
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 27

    Matanya membelalak. Nafasnya terxekat. Clarissa berdiri terpaku di balik celah pintu yang terbuka sedikit, menyaksikan adegan yang baginya lebih manis dari balas dendam itu sendiri—Dimas sedang duduk di sisi ranjang, jemarinya membelai rambut Nayara yang tertidur lelap."Nggak salah lagi... Ini yang bikin hubungan Dhirga dan Dimas memanas belakangan ini," bisik Clarissa, senyumnya merekah penuh kemenangan.Ia segera mengeluarkan ponselnya. Jepret. Satu foto penuh makna tersimpan. Tak puas, ia lanjutkan dengan merekam video saat Dimas mulai berbicara dengan suara pelan namun penuh emosi."Nay... aku itu sayang banget sama kamu," ucap Dimas, seolah Nayara bisa mendengarnya dalam tidurnya yang tenang. Suaranya gemetar, matanya berkaca-kaca."Sejak zaman kuliah aku sudah tertarik sama kamu. Tapi kenapa... kenapa kamu malah pilih laki-laki seperti Dhirga?" Ia menarik nafas panjang, seakan menyembunyikan luka yang telah lama terpendam. "Tapi nggak apa-apa, Nay. Mulai sekarang sampai kapanpu

    Last Updated : 2025-04-17
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 28

    Di balik kaca mobil, terlihat Dimas duduk di kursi kemudi, dan di sampingnya Nayara dengan wajah letih. Dhirga yang melihat itu langsung menghampiri mereka dengan langkah lebar, namun nadanya tetap ia jaga."Nay, pulang sama aku sekarang," katanya pelan tapi tegas, suaranya dipaksa tenang demi menutupi amarah yang sedang membara. Ia masih mengingat pesan papanya agar tak gegabah.Dimas segera turun dari mobil, lalu membukakan pintu penumpang. Nayara pun turun perlahan dengan tongkat putih di tangannya. Hati Dhirga terasa disayat melihat perempuan yang masih sah menjadi istrinya itu bersandar pada pria lain.Namun, ia menggertakkan gigi dan menahan emosinya."Terima kasih, Dim," ucap Nayara sembari tersenyum ke arah Dimas.Dhirga langsung menggenggam tas Nayara dan menggandeng tangan istrinya dengan kasar. Cengkeramannya begitu kuat hingga Nayara mengernyit kesakitan."Mas, pelan-pelan... sakit," lirih Nayara mencoba melepas genggaman."Jangan banyak omong! Cepat masuk ke mobil!" bisik

    Last Updated : 2025-04-17
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 29

    Plak! Plak!"Aduh!"Nayara menjerit pelan, tangisnya pecah saat dua tamparan keras mendarat di pipinya. Tubuhnya terhuyung, namun ia tetap mencoba duduk dengan susah payah. Wajahnya kini memerah dan basah oleh air mata. Dhirga berdiri di hadapannya, matanya menyala penuh amarah, tak peduli dengan kondisi Nayara yang baru saja pulih dari rumah sakit."Lihat ini, Nay!" bentak Dhirga.Ia mengacungkan ponselnya, memperlihatkan sederet foto dan video. Dalam gambar itu, terlihat Nayara dan Dimas duduk berdampingan di sebuah ruangan rumah sakit, tampak akrab. Lalu video menyusul, suara Dimas terdengar jelas, mengungkapkan sesuatu yang membuat Nayara terperangah."Tapi aku nggak tahu, Mas... Aku beneran nggak tahu apa-apa," Nayara mencoba menjelaskan, suaranya bergetar diselingi isak tangis."Nggak tahu?! Kamu pikir aku bodoh? Seharusnya kamu jauhin dia! Mau taruh di mana harga diri aku sebagai suamimu, hah?!"Plak!Tamparan ketiga mendarat. Kali ini lebih keras. Nayara terjatuh lagi, tubuhny

    Last Updated : 2025-04-18
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 1

    "Aku salah apa sama kalian?"Tangis Nayara Prameswari pecah hingga tubuhnya bergetar. Ia tersungkur di lantai marmer berpola mozaik. Tetesan darah yang mengalir dari hidungnya langsung menodai lantai.Nayara mendongakkan kepala, menatap kedua kakak iparnya dengan tatapan memohon. Namun, Jeni dan Sintia justru membalas dengan sikap acuh tak acuh.Sintia yang pertama bereaksi. "Di keluarga ini, kamu itu cuma Babu! Kamu tau, di mana posisi Babu?!"Kemudian, Sintia menoleh kepada Jeni dan berkata, "Jeni, kasih tau dia! Di mana tempat seorang Babu hina kayak dia!"Jeni maju beberapa langkah hingga akhirnya berdiri di sisi kanan Nayara. Ia menarik rambut Nayara ke belakang dengan tangan kirinya. Lalu tanpa segan, ia langsung menginjak kaki kanan Nayara."Aaarrghh!" Nayara berteriak kesakitan. "Sakit, Kak! Kakiku ... sakit ...."Nayara melirik kaki kanan Jeni yang masih berada di atas kaki kanannya. Sialnya, kaki kanan Nayara yang pincang itulah yang diinjak Jeni. Tanpa berperasaan, Jeni b

    Last Updated : 2025-04-09
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 2

    "Mas, aku sudah berusaha. Tapi Kak Jeni dan Kak Sintia selalu menyudutkan aku."Nayara menoleh kepada kedua kakak iparnya. Ia masih berharap hati dingin suaminya mencair dan melihat kebenaran yang terpampang nyata.Dhirga menatap tajam. "Kakak-kakakku nggak mungkin marah kalau kamu nggak berulah. Aku lebih kenal mereka daripada kamu."Belum sempat Nayara membela diri, Dhirga berkata lagi, "Cepat minta maaf sama mereka, terutama Kak Jeni!"Nayara menunduk. Ia hanya bisa mengangguk, menelan kepahitan yang tak pernah habis. Membela diri hanya akan membuat luka di hatinya semakin dalam.Maka, lagi-lagi Nayara harus mengalah. Demi mempertahankan keutuhan rumah tangganya, kenapa tidak?Nayara memang bukan babu di rumah mertuanya. Namun sejak menikah dengan Dhirga Mahendra, hidup Nayara tak ubahnya seperti seorang babu. Siapa Nayara?Nayara hanyalah seorang Istri pajangan yang menikah bukan atas dasar saling cinta. Namun, hanyalah berdasarkan kesepakatan diantara kedua keluarga.Sedangkan D

    Last Updated : 2025-04-09
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 3

    "Belum, Mas. Ada apa?"Nayara menoleh sekilas. Ia balik bertanya. Hari Sabtu seperti ini, suasana di rumah mertuanya begitu sepi. Anggota keluarga Mahendra bepergian menikmati waktu akhir pekan. Sedangkan semua pelayan sibuk dengan urusan masing-masing. Sejak kedatangannya, tak satu pun yang peduli pada Nayara. Ia tahu, keberadaannya di rumah ini tidak lebih dari sekadar bayangan.Dhirga bersedekap, matanya mengamati ruangan yang berantakan dengan pakaian yang masih bertumpuk. Ia menghela napas, lalu menatap Nayara dengan tatapan penuh curiga."Kamu nggak buat ulah lagi, kan?"Nayara tersenyum miris, meski hatinya tersayat. Lalu, menggeleng.Nayara masih teringat perlakuan Dhirga padanya tadi. Ia seolah tidak ingin berbicara dengan suaminya. "Kamu tahu maksudku, Nay. Jangan bikin masalah di rumah ini! Karena semua orang sudah cukup terganggu dengan kehadiranmu."Kalimat itu menghantam Nayara lebih keras dari tamparan."Mengganggu? Aku di sini karena Ayahku menukar nyawanya dengan p

    Last Updated : 2025-04-09

Latest chapter

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 29

    Plak! Plak!"Aduh!"Nayara menjerit pelan, tangisnya pecah saat dua tamparan keras mendarat di pipinya. Tubuhnya terhuyung, namun ia tetap mencoba duduk dengan susah payah. Wajahnya kini memerah dan basah oleh air mata. Dhirga berdiri di hadapannya, matanya menyala penuh amarah, tak peduli dengan kondisi Nayara yang baru saja pulih dari rumah sakit."Lihat ini, Nay!" bentak Dhirga.Ia mengacungkan ponselnya, memperlihatkan sederet foto dan video. Dalam gambar itu, terlihat Nayara dan Dimas duduk berdampingan di sebuah ruangan rumah sakit, tampak akrab. Lalu video menyusul, suara Dimas terdengar jelas, mengungkapkan sesuatu yang membuat Nayara terperangah."Tapi aku nggak tahu, Mas... Aku beneran nggak tahu apa-apa," Nayara mencoba menjelaskan, suaranya bergetar diselingi isak tangis."Nggak tahu?! Kamu pikir aku bodoh? Seharusnya kamu jauhin dia! Mau taruh di mana harga diri aku sebagai suamimu, hah?!"Plak!Tamparan ketiga mendarat. Kali ini lebih keras. Nayara terjatuh lagi, tubuhny

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 28

    Di balik kaca mobil, terlihat Dimas duduk di kursi kemudi, dan di sampingnya Nayara dengan wajah letih. Dhirga yang melihat itu langsung menghampiri mereka dengan langkah lebar, namun nadanya tetap ia jaga."Nay, pulang sama aku sekarang," katanya pelan tapi tegas, suaranya dipaksa tenang demi menutupi amarah yang sedang membara. Ia masih mengingat pesan papanya agar tak gegabah.Dimas segera turun dari mobil, lalu membukakan pintu penumpang. Nayara pun turun perlahan dengan tongkat putih di tangannya. Hati Dhirga terasa disayat melihat perempuan yang masih sah menjadi istrinya itu bersandar pada pria lain.Namun, ia menggertakkan gigi dan menahan emosinya."Terima kasih, Dim," ucap Nayara sembari tersenyum ke arah Dimas.Dhirga langsung menggenggam tas Nayara dan menggandeng tangan istrinya dengan kasar. Cengkeramannya begitu kuat hingga Nayara mengernyit kesakitan."Mas, pelan-pelan... sakit," lirih Nayara mencoba melepas genggaman."Jangan banyak omong! Cepat masuk ke mobil!" bisik

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 27

    Matanya membelalak. Nafasnya terxekat. Clarissa berdiri terpaku di balik celah pintu yang terbuka sedikit, menyaksikan adegan yang baginya lebih manis dari balas dendam itu sendiri—Dimas sedang duduk di sisi ranjang, jemarinya membelai rambut Nayara yang tertidur lelap."Nggak salah lagi... Ini yang bikin hubungan Dhirga dan Dimas memanas belakangan ini," bisik Clarissa, senyumnya merekah penuh kemenangan.Ia segera mengeluarkan ponselnya. Jepret. Satu foto penuh makna tersimpan. Tak puas, ia lanjutkan dengan merekam video saat Dimas mulai berbicara dengan suara pelan namun penuh emosi."Nay... aku itu sayang banget sama kamu," ucap Dimas, seolah Nayara bisa mendengarnya dalam tidurnya yang tenang. Suaranya gemetar, matanya berkaca-kaca."Sejak zaman kuliah aku sudah tertarik sama kamu. Tapi kenapa... kenapa kamu malah pilih laki-laki seperti Dhirga?" Ia menarik nafas panjang, seakan menyembunyikan luka yang telah lama terpendam. "Tapi nggak apa-apa, Nay. Mulai sekarang sampai kapanpu

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 26

    Di tempat berbeda, Clarissa duduk di samping Dhirga yang masih terlelap. Matanya menatap kosong, pikirannya melayang entah ke mana. Perlahan ia berdiri, turun dari ranjang, dan berjalan keluar kamar untuk mengambil minum. Namun, langkahnya terhenti di depan kamar Dimas di Villa itu.Pintu kamar itu sedikit terbuka. Clarissa mengintip—kosong."Dimas kemana ya?" gumamnya pelan, alisnya berkerut penuh curiga.Saat ia berbalik, langkahnya bertemu dengan Pak Salman yang sedang menyusuri lorong villa."Ayah, Dimas kemana?" tanyanya, mencoba terdengar biasa saja.Pak Salman menggeleng. "Belum pulang dari tadi sejak nganter Nayara ke rumah sakit."Clarissa terdiam sejenak. "Lho, tadi udah pulang kok, Yah. Tadi cuman aku dan Dhirga yang ada di sana"Pak Salman mengangkat bahu. "Tapi di sini belum kelihatan sama sekali."Kecurigaan Clarissa menguat. Ada sesuatu yang tidak beres. Tatapannya mengeras. Ia yakin Dimas masih berada di rumah sakit—dan kemungkinan besar, masih bersama Nayara.Tanpa pi

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 25

    Dimas Prayoga.Ia tak benar-benar kembali ke vila. Hanya sebentar ia pergi, mencari butik terdekat untuk mengganti bajunya yang basah kuyup. Udara dingin mulai menusuk kulit, tapi pikirannya lebih dingin lagi—mengingat keadaan Nayara yang belum stabil.Setelah berganti pakaian, ia kembali ke rumah sakit. Langkahnya terhenti di depan meja perawat."Sus, apakah pasien atas nama Nayara sudah bisa dijenguk?" tanyanya sopan."Sudah, Pak. Tapi mohon maaf, Bapak ini keluarganya?" suster menatapnya penuh selidik."Saya saudaranya, Sus. Tadi saya yang mengantar Nayara ke sini. Suaminya meminta saya untuk menjaganya sementara," ucap Dimas tanpa ragu, menyisipkan kebohongan kecil demi bisa berada di sisi Nayara.Suster mengangguk, tampak puas dengan jawabannya. "Baik, silakan masuk. Pasien sudah sadar."Dimas mendorong pelan pintu ruang UGD. Hatinya tercekat melihat Nayara terbaring lemah. Wajahnya pucat, matanya sembab. Tangannya tergolek dengan infus yang menancap."Nay... kamu habis nangis, y

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 24

    "Pasien belum siuman. Kemungkinan karena terlalu lama tenggelam di dalam air. Silakan urus administrasinya terlebih dahulu, Pak," ucap dokter dengan nada profesional namun tenang."Tolong berikan penanganan terbaik untuk Nayara, ya, Dok. Semua biayanya saya yang tanggung," kata Dimas, tegas namun penuh kepanikan yang ditahan."Baik, Pak. Kami akan lakukan yang terbaik," dokter membalas sebelum kembali masuk ke dalam ruang perawatan.Dimas kemudian berjalan menuju bagian administrasi rumah sakit. Meski tubuhnya masih basah dan dingin, ia tetap fokus mengurus semua biaya pengobatan Nayara tanpa sedikit pun mengeluh.Namun tiba-tiba..."Dimas." Sebuah suara familiar terdengar dari belakang. Dimas menoleh perlahan. Di sana berdiri Dhirga Mahendra, wajahnya tampak menahan emosi yang bercampur canggung."Aku... aku minta maaf, ya," ucap Dhirga dengan nada berat, jelas terasa dipenuhi keterpaksaan.Dimas hanya mengangguk kecil. "Iya, nggak apa-apa.""Bagaimana keadaan Nayara sekarang?" tanya

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 23

    Byur!Suara air kolam memecah keheningan malam. Sosok lelaki melompat tanpa pikir panjang, menyusul tubuh Nayara yang sudah hampir tenggelam. Dimas berenang secepat mungkin, tangannya meraih tubuh Nayara yang sudah lemas. Dengan tenaga penuh, ia menyeret Nayara ke tepi kolam."Cepat! Tolong angkat!" seru Dimas.Paman Dimas, yang sudah bersiaga, segera membantu mengangkat tubuh Nayara ke lantai tepi kolam. Nayara tampak tak sadarkan diri, wajahnya pucat, napasnya tak terdengar."Nayara! Nay! Dengar aku!" Dimas langsung melakukan pertolongan pertama. Ia menepuk-nepuk pipinya pelan, namun Nayara tetap tak merespons. Dengan tangan gemetar, ia memiringkan tubuh Nayara, memompa dadanya perlahan—satu, dua, tiga kali. Tak ada respons.Dimas menunduk, melakukan napas buatan. Satu tiupan. Dua tiupan. Tangannya kembali menekan dada Nayara, ritmis namun panik.Saat itu, Dhirga melihat apa yang dilakukan Dimas. Matanya membelalak, dadanya naik turun penuh amarah. Tanpa aba-aba, ia menghampiri dan.

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 22

    “Paman apa-apaan sih...” Dimas tersipu malu, pipinya bersemu merah, seakan kata-kata pamannya tadi membongkar sesuatu yang selama ini ingin ia simpan rapat-rapat. “Baiklah, Nay, Dim, Paman mau cek dulu persiapan makan malam untuk nanti” ujar Pak Salman dengan senyum hangat lalu meninggalkan mereka berdua di taman. “Baik, Paman,” jawab Dimas sopan. Nayara menoleh ke Dimas, masih menyimpan rasa penasaran. “Maksud Pak Salman tadi apa, Dim? Tentang... menunggu itu?” Dimas terdiam sejenak, matanya berusaha menghindar. “Ah, itu cuma gurauan Paman. Nggak usah dipikirin, Nay,” jawabnya sambil tertawa kecil, meski dalam hatinya bergemuruh hebat. Nayara hanya mengangguk pelan, percaya. Tapi di dadanya muncul rasa yang tak bisa dijelaskan. Malam pun perlahan menyelimuti villa. Di tepi kolam renang, suasana berubah semarak. Para pelayan mondar-mandir menata meja panjang yang dihiasi lilin aroma terapi dan kelopak bunga mawar. Taplak putih gading dibentangkan rapi, dan piring-piring por

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 21

    Tok tok tok..."Nay," suara Dimas terdengar lembut dari balik pintu, diiringi ketukan pelan.Nayara perlahan bangkit dari duduknya di pinggir ranjang, lalu membuka pintu. "Ada apa, Dim?"Dimas tersenyum kecil. "Kamu lagi sibuk nggak?""Enggak kok. Kenapa?""Biar nggak bosen di kamar, kita lihat-lihat sekitar yuk. Sekalian nikmatin udara dingin Puncak."Ajakan itu membuat Nayara terdiam sejenak. Kata-kata Dhirga seakan kembali terngiang di kepalanya. "Jangan dekat-dekat sama Dimas!" Ia ingin ikut, jujur saja, tetapi hatinya dicekam rasa bersalah. Akhirnya, ia menggeleng pelan."Enggak, Dim. Makasih. Rasanya aku pengin istirahat aja."Raut wajah Dimas langsung berubah. Senyumnya memudar, sorot matanya redup, bibirnya sedikit menegang seperti menahan kecewa. Tapi ia tak berkata apa-apa. Ia hanya mengangguk singkat, lalu menutup pintu dengan lembut.Nayara kembali duduk di kasur, memandangi langit-langit kamar yang artistik, tirai jendela yang melambai tertiup angin, dan wangi kayu manis

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status