Share

BAB 27

Author: Dana Jaryanto
last update Huling Na-update: 2025-04-17 20:01:24

Matanya membelalak. Nafasnya terxekat. Clarissa berdiri terpaku di balik celah pintu yang terbuka sedikit, menyaksikan adegan yang baginya lebih manis dari balas dendam itu sendiri—Dimas sedang duduk di sisi ranjang, jemarinya membelai rambut Nayara yang tertidur lelap.

"Nggak salah lagi... Ini yang bikin hubungan Dhirga dan Dimas memanas belakangan ini," bisik Clarissa, senyumnya merekah penuh kemenangan.

Ia segera mengeluarkan ponselnya. Jepret. Satu foto penuh makna tersimpan. Tak puas, ia lanjutkan dengan merekam video saat Dimas mulai berbicara dengan suara pelan namun penuh emosi.

"Nay... aku itu sayang banget sama kamu," ucap Dimas, seolah Nayara bisa mendengarnya dalam tidurnya yang tenang. Suaranya gemetar, matanya berkaca-kaca.

"Sejak zaman kuliah aku sudah tertarik sama kamu. Tapi kenapa... kenapa kamu malah pilih laki-laki seperti Dhirga?" Ia menarik nafas panjang, seakan menyembunyikan luka yang telah lama terpendam. "Tapi nggak apa-apa, Nay. Mulai sekarang sampai kapanpu
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 28

    Di balik kaca mobil, terlihat Dimas duduk di kursi kemudi, dan di sampingnya Nayara dengan wajah letih. Dhirga yang melihat itu langsung menghampiri mereka dengan langkah lebar, namun nadanya tetap ia jaga."Nay, pulang sama aku sekarang," katanya pelan tapi tegas, suaranya dipaksa tenang demi menutupi amarah yang sedang membara. Ia masih mengingat pesan papanya agar tak gegabah.Dimas segera turun dari mobil, lalu membukakan pintu penumpang. Nayara pun turun perlahan dengan tongkat putih di tangannya. Hati Dhirga terasa disayat melihat perempuan yang masih sah menjadi istrinya itu bersandar pada pria lain.Namun, ia menggertakkan gigi dan menahan emosinya."Terima kasih, Dim," ucap Nayara sembari tersenyum ke arah Dimas.Dhirga langsung menggenggam tas Nayara dan menggandeng tangan istrinya dengan kasar. Cengkeramannya begitu kuat hingga Nayara mengernyit kesakitan."Mas, pelan-pelan... sakit," lirih Nayara mencoba melepas genggaman."Jangan banyak omong! Cepat masuk ke mobil!" bisik

    Huling Na-update : 2025-04-17
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 29

    Plak! Plak!"Aduh!"Nayara menjerit pelan, tangisnya pecah saat dua tamparan keras mendarat di pipinya. Tubuhnya terhuyung, namun ia tetap mencoba duduk dengan susah payah. Wajahnya kini memerah dan basah oleh air mata. Dhirga berdiri di hadapannya, matanya menyala penuh amarah, tak peduli dengan kondisi Nayara yang baru saja pulih dari rumah sakit."Lihat ini, Nay!" bentak Dhirga.Ia mengacungkan ponselnya, memperlihatkan sederet foto dan video. Dalam gambar itu, terlihat Nayara dan Dimas duduk berdampingan di sebuah ruangan rumah sakit, tampak akrab. Lalu video menyusul, suara Dimas terdengar jelas, mengungkapkan sesuatu yang membuat Nayara terperangah."Tapi aku nggak tahu, Mas... Aku beneran nggak tahu apa-apa," Nayara mencoba menjelaskan, suaranya bergetar diselingi isak tangis."Nggak tahu?! Kamu pikir aku bodoh? Seharusnya kamu jauhin dia! Mau taruh di mana harga diri aku sebagai suamimu, hah?!"Plak!Tamparan ketiga mendarat. Kali ini lebih keras. Nayara terjatuh lagi, tubuhny

    Huling Na-update : 2025-04-18
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 30

    "Ya Allah..." lirih Nayara, tubuhnya gemetar dan tak mampu bangkit. Ia mencoba berdiri, namun baru saja menumpu, lututnya kembali roboh menghantam lantai dingin. Darah menetes dari luka di kakinya, mengalir pelan membasahi ubin."Tolong..." suaranya nyaris tak terdengar, hanya desahan lirih dari seseorang yang nyaris kehilangan daya.Seorang pelayan yang tengah melintas di lorong mendadak menghentikan langkah. Ia mendengar suara lirih dari balik pintu setengah terbuka. "Nay? Ya Tuhan, kamu kenapa?!" pekiknya panik, segera berlari mendekat."Bantu aku... Aku nggak bisa bangun," ucap Nayara lemah, air mata membasahi wajahnya.Tanpa ragu, pelayan itu membantu Nayara bangkit, memapah tubuh rapuh itu menuju kamar kecil di belakang."Makasih ya..." ucap Nayara sesampainya di atas kasur."Sama-sama, Nay. Aku ambilkan tongkatmu sekalian bersihin darah di lantai, ya. Kamu istirahat dulu."Nayara mengangguk pelan. Tubuhnya terasa mati rasa. Bahkan untuk sekadar duduk tegak pun terasa begitu ber

    Huling Na-update : 2025-04-19
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 31

    "Nay!" teriak Dhirga panik, ketika melihat tubuh Nayara tergeletak tengkurap di lantai kamar. Nafasnya nyaris tak terdengar, wajahnya pucat, lutut terdapat luka terbuka yang masih mengeluarkan darah dan keningnya memar. Tanpa pikir panjang, Dhirga langsung membopong tubuh lemah itu ke atas kasur kecil yang ada di sudut kamar. Ia menahan napas—entah karena panik, takut, atau rasa bersalah yang membuncah di dadanya."Dhirga! Panggil dokter sekarang juga!" perintah Leonardo lantang dari ambang pintu. Suaranya menggelegar, penuh tekanan dan kekhawatiran."Iya, Pah!" jawab Dhirga cepat, lalu mengambil ponselnya dan segera menghubungi dokter pribadi keluarga Mahendra. Suaranya tergesa saat menelepon, bahkan tangannya sedikit gemetar.Tak sampai dua puluh menit, seorang dokter paruh baya datang tergesa membawa tas hitam berisi perlengkapan medis. Ia langsung menghampiri Nayara yang masih tak sadarkan diri. Dokter itu memeriksa denyut nadi, pupil mata, serta luka-luka yang menghiasi tubuh per

    Huling Na-update : 2025-04-19
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 32

    "Apakah ini berlianmu, Sayang?" tanya Dhirga, menatap Clarissa yang tiba-tiba menegurnya saat ia hendak kembali ke kamar. Clarissa tidak langsung ikut masuk. Ia justru memantau dari kejauhan, memperhatikan setiap gerak-gerik Dhirga—hingga akhirnya matanya menangkap sesuatu yang berkilau di balik bantal Nayara.Clarissa buru-buru mengambil benda itu. "Iya... ini berlianku! Jadi Nayara yang ngambilnya?!"Belum sempat Dhirga menjawab, dia sudah berlari keluar kamar menuju pos satpam yang terletak di depan rumah. Nafasnya memburu. Matanya penuh gejolak."Pak, tolong putarkan rekaman CCTV semalam," ujar Dhirga tergesa-gesa di susul oleh istri keduanya.Clarissa berdiri di belakangnya. Wajahnya tampak tegang, dan jantungnya berdegup kencang. Ia tampak mencoba menjaga ekspresinya tetap tenang."Baik, Pak Dhirga. Kira-kira jam berapa, Pak?" tanya petugas satpam sambil membuka layar monitor."Saya tidur sekitar jam sembilan malam. Coba mulai dari jam itu sampai pagi."Rekaman pun diputar. Dari

    Huling Na-update : 2025-04-20
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 33

    "Kamu mau ke mana lagi, sayang?" tanya Clarissa di sela langkahnya menaiki tangga menuju kamar."Aku mau ke kamar Nayara," jawab Dhirga singkat.Clarissa mau tak mau mengikuti suaminya. Saat Dhirga sampai di depan pintu kamar Nayara, dadanya terasa sesak. Nayara masih terbaring tak sadarkan diri. Wajahnya pucat, bibirnya kering, dan tubuhnya dingin. Membawanya ke rumah sakit terasa mustahil—terlalu banyak luka yang akan memunculkan tanya."Coba kamu cek detak nadinya," perintah Dhirga pada pelayan yang berjaga di sisi kasur Nayara.Pelayan itu segera menyentuh pergelangan tangan Nayara. "Ada, Pak. Tapi memang lemah dan tidak stabil."Dhirga mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Kecemasan jelas tergambar dari wajahnya yang tegang, dengan dahi yang berkerut dalam dan mata yang memerah karena kurang tidur."Sayang, kamu kenapa?" suara Clarissa terdengar pelan namun penuh rasa ingin tahu."Aku khawatir. Nayara masih belum sadar. Aku... aku nggak bisa tenang," lirih Dhirga.Claris

    Huling Na-update : 2025-04-20
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 34

    "Aku izinkan kamu bekerja, Nay. Asalkan..." ucap Dhirga, suaranya pelan namun tegas, menggantung kalimatnya di udara."Asalkan apa, Mas?" tanya Nayara lirih, sedikit cemas."Asalkan bukan di kantor Dimas," jawab Dhirga cepat, suaranya mengeras sedikit.Nayara mengangguk pelan. "Iya, Mas. Aku sudah tidak pernah berhubungan lagi dengan Dimas, seperti yang Mas minta.""Bagus, Nay. Memangnya kamu mau bekerja di mana?" tanya Dhirga, ekspresinya melunak namun tetap serius."Di Darmaseraya Group, Mas. Kebetulan besok aku ada panggilan wawancara di sana."Nama itu membuat alis Dhirga sedikit terangkat. Darmaseraya Group, perusahaan besar yang tak kalah saing dengan Mahendra Group maupun Prayoga Group. Meski begitu, Dhirga tak keberatan selama itu bukan di bawah kendali Dimas."Oke, Nay. Yang penting, ingat. Jangan dekat-dekat Dimas! Dan satu lagi, jangan pernah bilang kamu berasal dari keluarga Mahendra!" Suara Dhirga kembali meninggi, penuh tekanan.Nayara menunduk dalam, mengangguk tanpa me

    Huling Na-update : 2025-04-20
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 35

    "Nayara Prameswari," ucap Bram sambil berdiri dari kursinya yang megah, menyambut tamu yang baru saja masuk ke ruangannya.Nayara membalas dengan anggukan kecil dan menundukkan kepala, menunjukkan rasa hormat yang tulus. Rasa gugup sempat menyelinap, tapi ia berusaha tetap tenang."Silakan duduk, Nay," kata Bram sambil menunjuk kursi di depan meja kerjanya. Lalu, ia mengalihkan pandangannya ke resepsionis, "Kamu kembali ke tempat.""Baik, Pak," jawab sang resepsionis sopan sebelum pamit keluar.Bram menatap Nayara lekat-lekat. Matanya sempat berhenti pada bekas luka di wajah Nayara yang belum sepenuhnya pulih. Namun, ekspresinya tetap datar, profesional. Ia kemudian membuka map CV yang tergeletak di atas meja."Nayara, kamu lulusan Sarjana Ekonomi ya?" tanya Bram membuka percakapan."Betul, Pak," jawab Nayara singkat, namun tenang."Melamar sebagai admin penjualan di sini?""Iya, Pak."Bram mengangguk pelan, matanya menelusuri baris-baris informasi pada lembar CV."Coba ceritakan peng

    Huling Na-update : 2025-04-20

Pinakabagong kabanata

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 42

    "Terima kasih, Pak," ucap Nayara lembut begitu ia turun dari taksi online yang berhenti tepat di depan gedung utama kantor Darmaseraya Group. Tangannya menggenggam erat tongkat yang selalu menemani langkahnya. Meski perlahan, ia tampak tenang.Langkah Nayara baru beberapa meter dari pintu masuk ketika suara familiar menyapanya."Nay, kamu nggak pakai mobil kantor hari ini?" Sapa Bram"Enggak, Pak. Katanya mobilnya mogok," jawab Nayara tenang sambil tersenyum kecil. Ia berusaha tampak biasa saja meski dalam hatinya masih menyimpan cemas.Bram mengangguk, matanya menatap Nayara sejenak sebelum berkata, "Kalau begitu, nanti sore saya antar pulang ya."Nayara segera menggeleng. "Duh, jangan, Pak. Saya takut suami saya marah."Bram terlihat berpikir sejenak, lalu menimpali, "Kalau begitu, kamu pakai mobil saya saja. Sopir biasa nanti yang antar."Mata Nayara sedikit melebar, lalu mengangguk pelan. "Kalau itu boleh, Pak. Terima kasih banyak, ya." Senyum tipis terukir di bibirnya, tulus namu

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 41

    "Tumben Mas Dhirga kirim pesan... biasanya langsung masuk kamar," bisik Nayara lirih sambil melangkah menuju kamar.Langkahnya perlahan, seiring dengan detak jantung yang kian tak beraturan. Ada kecemasan yang perlahan merambat dari dada ke seluruh tubuh. Pesan singkat dari Dhirga semalam terasa seperti sinyal samar akan badai yang segera datang. Trauma kekerasan yang pernah ia terima sebelumnya kembali menghantui benaknya, membangkitkan kenangan pahit yang tak pernah benar-benar pergi.Ada masalah apa lagi?Sepenting apa pertemuan besok sampai harus mengabari duluan?Bayangan akan sesuatu yang buruk terus menghantui pikirannya. Dhirga hanya mengirim satu kalimat singkat, tanpa penjelasan. Tidak seperti biasanya. Biasanya ia akan langsung masuk kamar, dengan wajah dinginl , dan nyaris tidak bicara. Tapi semalam... hanya pesan.Pagi itu, seperti biasa Nayara bersiap berangkat. Namun ada yang berbeda. Mobil kantor yang biasa menjemputnya dikabarkan mogok. Sopir pun mengabari bahwa ia ta

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 40

    Pesan singkat dari Dimas Prayoga muncul di layar ponsel Nayara."Nay, tolong angkat. Penting."Nayara menatap layar itu lama. Tangannya gemetar, pikirannya bercabang. Jika ia angkat, ia khawatir Dhirga akan tahu dan marah besar. Tapi jika tidak, bisa jadi ada hal penting. Entah kenapa, nama Dimas yang kembali muncul selalu membawa gelombang kecemasan sekaligus perasaan tak menentu.Telepon kembali berdering. Kali ini, Nayara menutup mata sejenak, menarik napas panjang, lalu menyentuh tombol hijau."Halo, Dim... ada apa?" suaranya lemah, tapi cukup jelas."Kamu katanya sudah kerja ya di Darmaseraya?" suara Dimas di seberang terdengar ringan, namun Nayara tahu, ada sesuatu di balik pertanyaan itu.Nayara menelan ludah. Pertanyaan itu sebenarnya biasa saja, tapi situasi membuatnya terasa rumit."Iya, Dim. Kenapa?""Oh, bagus kalau gitu. Kebetulan aku lagi menjalin kerja sama dengan Darmaseraya. Mungkin nanti kita bisa lebih mudah berkoordinasi, kan kamu sekarang jadi sekretaris Pak Bram.

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 39

    "Oh, saya pikir kamu ada hubungan keluarga dengan keluarga Mahendra," kata Bram sembari menatap Nayara penuh selidik.Perkataan itu membuat Nayara tersentak. Tenggorokannya terasa kering, dan ia secara refleks menelan ludah. Ia tahu, jika terlalu jujur, Bram pasti akan mengorek lebih dalam—hal yang paling ingin ia hindari saat ini."Saya… bukan siapa-siapa, Pak," jawabnya singkat, lalu segera pamit untuk kembali ke ruang kerjanya.Namun belum sempat ia menapaki koridor panjang kantor, langkahnya terhenti saat berpapasan dengan Sonia—mantan sekretaris Bram yang kini dipindahkan ke bagian administrasi. Mata Sonia menyipit tajam, bibirnya melengkung membentuk senyum sinis.Tanpa aba-aba, Sonia menarik paksa lengan Nayara."Akh! Sakit!" seru Nayara, terkejut sekaligus kesakitan.Dengan kasar Sonia menyeret Nayara menuju tangga darurat yang sepi dan gelap. Di tempat itulah, ia mendorong tubuh Nayara hingga menghantam tembok dingin."Lu siapa sih, hah? Baru juga datang udah ngerebut posisi

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 38

    Saat pintu lift terbuka dan Bram melangkah keluar menuju lobi, matanya langsung menangkap sosok lelaki paruh baya berjas rapi yang tengah berdiri dengan tangan bersilang di depan dada. Wajah lelaki itu begitu familiar.“Pak Dimas!” seru Bram penuh semangat. Ia segera menghampiri dan menjabat tangan pria itu dengan hangat.Senyum Dimas mengembang. “Pak Bram,” balasnya, sama ramahnya.“Kenapa tidak langsung naik ke atas, Pak? Bukankah kita sudah buat janji?” tanya Bram heran.“Saya memang sengaja menunggu di bawah, biar ada kejutan sedikit buat Pak Bram,” ucap Dimas, terkekeh ringan. “Tapi… bisa nggak kita ngobrolnya di kafe dekat sini saja?”“Oh, tentu. Mari, mari, Pak,” sahut Bram antusias. Sebelum melangkah keluar, ia sempat menoleh ke arah resepsionis.“Kamu, tolong beri tahu Nayara. Katakan saya keluar sebentar,” perintah Bram.“Baik, Pak,” jawab sang resepsionis sigap.Keduanya pun keluar dari gedung. Hanya terpaut satu bangunan dari kantor pusat Darmaseraya, terdapat sebuah kafe

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 37

    "Kalau kamu keberatan dengan keputusan saya, kamu boleh ajukan surat resign sekarang!" tegas Bram dengan nada tajam, tatapannya menusuk tajam ke arah Sonia.Sonia terdiam. Rahangnya mengeras, namun ia memilih untuk diam."Awas aja lu cacat," rutuknya dalam hati, menahan emosi yang sudah berada di ujung tanduk."Oke, semua keputusan saya bersifat final. Jika ada yang tidak suka, silakan ajukan surat pengunduran diri ke HRD sekarang juga," lanjut Bram dengan nada yang tetap keras."Baik, Pak," jawab seluruh peserta meeting serempak, beberapa dengan nada enggan.Bram lalu mengalihkan pandangan ke Nayara. "Nay, ini buku catatan. Tolong kamu catat ya seluruh hasil meeting hari ini.""Siap, Pak!" jawab Nayara dengan penuh semangat. Ia segera mengeluarkan pulpen dan mulai mencatat dengan seksama.Meeting pun dimulai. Bram memberikan arahan strategis kepada seluruh manajer dan beberapa staf yang bertugas di berbagai cabang Darmaseraya Group. Nayara memperhatikan dengan cermat, mencatat setiap

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 36

    “Makasih ya,” ucap Nayara sambil menunduk sopan pada pelayan yang membantunya turun dari mobil.“Sama-sama, Nay,” jawab pelayan itu ramah.Langkah Nayara perlahan menapaki pelataran rumah. Tongkat putihnya menyentuh kerikil-kerikil kecil, sesekali menyusuri batas lantai dan tanah. Namun langkah itu terhenti.“Nay,” suara berat memanggil dari arah gerbang. Dhirga baru saja turun dari mobil berwarna hitam miliknya.Nayara menoleh, ada kekhawatiran di sorot matanya. “Iya, Mas?” jawabnya pelan.“Bagaimana wawancara kamu tadi?” tanya Dhirga sambil berjalan mendekat. Sorot matanya tajam, ada nada curiga dalam suaranya.“Aku... diterima, Mas. Aku resmi jadi sekretaris Pak Bram Hadiwijaya. CEO-nya Darmaseraya Group,” jawab Nayara, sedikit ragu, namun tetap berusaha tegas.Dhirga mendengus, lalu tertawa sinis. “Kok bisa? Kamu ‘kan cacat, Nay. Emangnya kamu sanggup kerja jadi sekretaris? Atau cuma kasihan aja dia sama kamu?”Nada suaranya meninggi, menyayat perasaan Nayara. Trauma yang menyayat

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 35

    "Nayara Prameswari," ucap Bram sambil berdiri dari kursinya yang megah, menyambut tamu yang baru saja masuk ke ruangannya.Nayara membalas dengan anggukan kecil dan menundukkan kepala, menunjukkan rasa hormat yang tulus. Rasa gugup sempat menyelinap, tapi ia berusaha tetap tenang."Silakan duduk, Nay," kata Bram sambil menunjuk kursi di depan meja kerjanya. Lalu, ia mengalihkan pandangannya ke resepsionis, "Kamu kembali ke tempat.""Baik, Pak," jawab sang resepsionis sopan sebelum pamit keluar.Bram menatap Nayara lekat-lekat. Matanya sempat berhenti pada bekas luka di wajah Nayara yang belum sepenuhnya pulih. Namun, ekspresinya tetap datar, profesional. Ia kemudian membuka map CV yang tergeletak di atas meja."Nayara, kamu lulusan Sarjana Ekonomi ya?" tanya Bram membuka percakapan."Betul, Pak," jawab Nayara singkat, namun tenang."Melamar sebagai admin penjualan di sini?""Iya, Pak."Bram mengangguk pelan, matanya menelusuri baris-baris informasi pada lembar CV."Coba ceritakan peng

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 34

    "Aku izinkan kamu bekerja, Nay. Asalkan..." ucap Dhirga, suaranya pelan namun tegas, menggantung kalimatnya di udara."Asalkan apa, Mas?" tanya Nayara lirih, sedikit cemas."Asalkan bukan di kantor Dimas," jawab Dhirga cepat, suaranya mengeras sedikit.Nayara mengangguk pelan. "Iya, Mas. Aku sudah tidak pernah berhubungan lagi dengan Dimas, seperti yang Mas minta.""Bagus, Nay. Memangnya kamu mau bekerja di mana?" tanya Dhirga, ekspresinya melunak namun tetap serius."Di Darmaseraya Group, Mas. Kebetulan besok aku ada panggilan wawancara di sana."Nama itu membuat alis Dhirga sedikit terangkat. Darmaseraya Group, perusahaan besar yang tak kalah saing dengan Mahendra Group maupun Prayoga Group. Meski begitu, Dhirga tak keberatan selama itu bukan di bawah kendali Dimas."Oke, Nay. Yang penting, ingat. Jangan dekat-dekat Dimas! Dan satu lagi, jangan pernah bilang kamu berasal dari keluarga Mahendra!" Suara Dhirga kembali meninggi, penuh tekanan.Nayara menunduk dalam, mengangguk tanpa me

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status