"Saya belum tidur, Mas! Tapi saya tidak berisik. Suara-suara apa yang Mas dengar dari luar? Jangan... jangan... kamar saya ada makhluk halusnya ya?" Arimbi dengan cepat membuka pintu. Ia ketakutan. Ia bahkan belum mengganti pakaian tidurnya dengan piyama yang lebih sopan. Saat ini ia hanya mengenakan celana pendek dan tank top bertali satu.Ganesha tidak langsung menjawab. Sejenak ia seperti kehilangan orientasi. Ia terpesona pada kecantikan alami Arimbi yang natural. Saat ini Arimbi tidak mengenakan kosmetik sama sekali. Istimewa Arimbi juga mengenakan pakaian tidur yang lumayan seksi. Ganesha adalah seorang laki-laki normal. Pemandangan seperti ini membuat fantasinya langsung melayang-layang. "Ehm. Suara-suara yang saya dengar bukan suara yang berasal dari ragamu. Tapi dari hatimu. Kamu membatin macam-macam tentang rencana balas dendam saya bukan?" Setelah oleng sejenak, Ganesha mampu menjawab pertanyaan ngeri Arimbi."Iya, Mas. Saya bingung. Anu... bagaimana mengatakannya ya?" Mas
Arimbi meringis saat Ganesha membuangnya ke atas ranjang begitu saja. Ganesha ini tidak ada lembut-lembutnya sama sekali. Walaupun kemesraan ini hanya pura-pura, setidaknya jangan setidakberperasaan itu juga. Penampakan sih, panas-panas membara. Tapi kenyataannya malah pegal-pegal patah. "Tugas saya sudah selesai sekarang. Silakan kembali ke kamarmu. Saya mau beristirahat." Setelah melentik bangun dari ranjang, Ganesha berkacak pinggang. Gayanya menyerupai seorang tuan tanah yang tengah mengusir penduduk yang tidak mampu membayar sewa lahan. "Santai, Mas. Saya juga tidak kepingin lama-lama di sini." Arimbi berguling dan ikut bangkit dari ranjang. Melihat sikap seenak perut Ganesha, ia sekarang paham mengapa Menik meminta putus. Perempuan mana yang tahan setiap saat diketusi alih-alih disayangi."Baguslah," imbuh Ganesha singkat. Arimbi tidak menanggapi kalimat Ganesha. Daripada sakit hati sendiri lebih baik ia meninggalkan manusia songong ini sendirian. Ganesha menyingkir kala Ar
Semakin ke sini Arimbi kian mengenali pribadi Ganesha. Satu yang paling Arimbi perhatikan adalah Ganesha tidak pernah lari dari apapun. Walau terkesan dingin dan datar, tapi Ganesha menghadapi semua masalahnya dengan kesatria. Ganesha tidak pernah berkelit ke sana ke mari seperti Seno. Arimbi mengapresiasi karakter Ganesha yang satu ini.Sebenarnya Arimbi ingin sekali membaca pesan-pesan di ponselnya. Ia penasaran setengah mati. Namun di sisi lain, ia juga takut mentalnya tidak kuat membaca reaksi dari para netizen. Sejurus kemudian Arimbi duduk di ranjangnya. Ia memutuskan akan membaca pesan yang masuk daripada ia tidak bisa tidur karena penasaran."Tarik napas... buang napas. Tenang Arimbi. Baca saja pelan-pelan. Belajarlah menghadapi keadaan. Orang boleh mengatakan apapun. Tapi kamu juga berhak tidak mendengarkan mereka." Arimbi menyemangati dirinya sendiri. Selanjutnya Arimbi meraih ponsel di samping ranjang. Menarik napas panjang dua kali dan mulai membuka ponselnya. Dugaannya b
Setelah memberi struk dan kembalian pada customer, Arimbi berkali-kali memindai jam di pergelangan tangannya. Masih pukul 14.30 WIB. Ada kurun waktu setengah jam lagi sebelum shiftnya berakhir. Itu artinya pertemuannya dengan Menik harus menunggu sekitar setengah jam lagi. Padahal Arimbi sudah sangat kangen pada Menik. Sahabatnya itu dimutasi ke Surabaya hampir setahun lamanya. Tepatnya setelah Menik putus dengan Ganesha. Bukan hanya Menik yang penasaran ingin mengetahui kehidupannya. Arimbi pun demikian. Setahun telah berlalu. Bisa saja saat ini Menik telah mempunyai gebetan baru. "Kamu kenapa sih, Rimbi? Sudah tidak sabar ingin bertemu suami?" Lita yang akan menggantikan shift Arimbi menggoda rekannya. Ia melihat rekannya ini gelisah karena bolak balik memelototi jam. Setelah menyaksikan penampakan Ganesha, suami Arimbi, Lita maklum. Wajar kalau Arimbi ingin cepat pulang. Laki-laki menawan lahir batin seperti Ganesha itu memang rugi kalau diangguri. "Nggak, Ta. Aku akan bertemu te
"Aku jalan dulu ya, Ta? Selamat bekerja. Ayo, Sen?" Arimbi berpamitan pada Lita seraya mengode Seno agar mengikutinya. Lita yang sedang menghitung belajaan customer mengacungkan jempolnya. Banyak customer yang sedang antri.Arimbi memang berupaya membawa Seno menjauh. Ia tidak ingin ada telinga lain yang ikut mendengar kalau Seno mengoceh-ngoceh. Satu hal yang membuat Arimbi kesal adalah Seno tidak mau bekerjasama. Seno sengaja membuatnya kelimpungan dengan memperlihatkan air muka membangkang."Kamu ke sini Mbak Nina tahu tidak?" Arimbi melancarkan ancaman terselubung. Memangnya cuma Seno yang bisa melakukan perang urat syaraf dengannya?Seno tidak menjawab. Namun sinar matanya menguarkan aura kekesalan. Arimbi telah memegang kartu As-nya. Sialan!"Oh kayaknya belum tahu ya? Baiklah." Arimbi merogoh tas slempangnya. Ia mengeluarkan ponsel."Baik! Kita bicara di luar. Kamu tidak perlu mengancam Mas dengan menelepon Nina." Seno menggeram kesal. Ia segera mengekori langkah Arimbi yang le
"Banyak sekali pertanyaan yang ada di kepalaku, Rim. Sampai-sampai aku bingung. Pertanyaan yang mana dulu yang harus aku tanyakan padamu." Menik menghempaskan pinggulnya pada kursi Sunday to Monday kafe. Kafe ini adalah kafe langganan mereka sejak SMA. Sampai sekarang tiada perubahan yang berarti di kafe ini. Kecuali bangunannya yang tambah modern dan juga ketersediaan wifi untuk pengunjung. Pak Barus, sang pemilik kafe ternyata cukup piawai mengikuti perkembangan zaman."Ya, apa yang terlintas di kepalamu saja. Tenang, bertanya apapun padaku tidak perlu bayar kok." Arimbi ikut duduk di hadapan Menik. Tas slempangnya ia letakkan di kursi sampingnya. Dengan begitu ia akan lebih leluasa mengobrol. Pengalamannya mengobrol dengan Menik itu tidak pernah sebentar. Istimewa mereka tidak berjumpa cukup lama. Akan banyak cerita dan gossip-gossip terbaru yang sudah ada di ujung lidah masing-masing. "Baik. Kita pesan minuman dulu. Setelahnya kita akan berbincang sampai mulut kita berbusa." Men
"Sebenarnya aku tidak begitu suka kamu menikah dengan Esha. Bukan, aku bukan cemburu, Rim." Menik menggeleng."Aku hanya merasa kamu itu tidak cocok dengan Esha. Aku berpacaran dengan Esha dua tahun lamanya. Sebelum itu aku juga sudah mengenalnya hampir dua tahun juga. Ingat, aku ini sekretaris ayahnya. Jadi total aku berada di ruang lingkupnya hampir empat tahun." "Lanjutkan, Nik," pinta Arimbi. Arimbi mencium sesuatu dalam kalimat ambigu Menik."Baik. Aku mengenalmu nyaris separuh usiaku. Kita berteman sejak berseragam putih merah. Aku mengenalmu seperti aku mengenali diriku sendiri. Kamu terlalu perasa untuk Esha yang dingin. Aku takut kamu hanya membuang-buang waktumu untuk orang secomplicated Esha. Kamu tahu kenapa aku putus dari Esha?""Karena Mas Esha itu datar, dingin dan tidak banyak bicara," pungkas Arimbi. Menik menggeleng."Sebenarnya masalah utamanya tidak sesederhana itu." Menik tersenyum miris. Ia kemudian meneguk iced matcha boba latte-nya. Arimbi memperhatikan dalam
Seminggu telah berlalu sejak pertemuannya dengan Menik. Namun Arimbi sama sekali tidak bisa melupakan cerita-cerita yang Menik sampaikan. Istimewa cerita perihal tentang kemungkinan kalau Ganesha mempunyai orientasi seksual yang menyimpang alias gay. Arimbi sebenarnya masih sulit mempercayai hal tersebut. Jikalau orang lain yang menceritakannya, dirinya tidak akan percaya. Tapi kalau Menik, ia sulit membantah. Menik adalah bestie-nya sejak orok. Arimbi sangat mengenal kepribadian Menik. Menik bukanlah tipe orang yang gemar berasumsi liar apalagi bergosip omong kosong. Integritas Menik, Arimbi berani menjamin. Fakta lainnya, Menik pernah menjadi pacar Ganesha. Itu artinya Menik berbicara berdasarkan teori dan juga prakteknya.Selama seminggu ini juga Ganesha tidak pernah menginjakkan kaki di rumah. Interaksi mereka hanya sebatas telepon saja. Itu pun sudah lima hari yang lalu. Kala itu Ganesha menelepon dan mengiformasikan bahwa ia akan sangat sibuk beberapa bulan ke depan. Perusahaa
"Relakan, Mbak. Tempatkan masalah sesuai dengan masanya. Masa lalu tempatnya memang di waktu lalu. Dewasalah untuk menerima kenyataan bahwa tidak ada yang bisa Mbak lakukan tentang masa lalu, kecuali memutuskan terus hidup di sana dan menderita selamanya atau berubah menjadi lebih baik."Nina tidak menjawab pertanyaan Arimbi. Dirinya sangat mengerti apa yang dikatakan oleh Arimbi. Ia bukanlah orang bodoh. Dirinya hanya seorang pendengki serakah yang tidak bisa melihat kebahagiaan orang lain."Kita pulang ya, Nin? Ayah yakin setelah minum obat dan tidur pasti kamu akan merasa lebih baik. Kalau ada waktu, Rimbi pasti akan menengokmu ke rumah. Iya 'kan, Rim?" Pak Sujatmiko menatap Arimbi sendu dengan pandangan meminta pertolongan.Arimbi langsung tidak menjawab pertanyaan terselubung pamannya. Melainkan ia menatap Ganesha terlebih dahulu. Meminta izin tanpa bicara. Ketika melihat Ganesha mengangguk samar barulah Arimbi berbicara."Iya, Mbak. Nanti kalau ada waktu luang, Rimbi akan menjen
"Kamu di sini saja, Rim. Ingat kamu sedang hamil. Nina itu sedang depresi. Apa pun akan berani ia lakukan." Ganesha menahan bahu Arimbi saat istrinya itu ingin bangkit dari tempat tidur."Tapi saya harus, Mas. Bagaimanapun Mbak Nina itu sepupu saya. Sedikit banyak saya memahami kepribadiannya. Lagi pula ada Mas juga. Saya pasti aman." Arimbi membujuk Ganesha."Ayolah, Mas. Daripada Nina membuat ulah yang mengacaukan acara, sebaiknya kita cegah terlebih dahulu." Arimbi menghela lengan Ganesha. Teriakan histeris Nina makin membahana."Baiklah. Tapi kamu jangan jauh-jauh dari Mas. Mas tidak mau kamu sampai kenapa-kenapa." Kalimat Ganesha ditanggapi anggukan singkat oleh Arimbi. Sesampai di ruang tamu, keadaan mulai kacau. Nina terus menjerit histeris, dan mengatakan bahwa ia tidak terima diperlakukan tidak adil oleh Seno. Sejurus kemudian dua orang Satpam komplek terlihat memasuki rumah. Dengan segera mereka mengamankan Nina. Namun Nina terus meronta-ronta liar dan memaki-maki Seno sera
"He eh," Bu Astuti mengangguk lemah. Mata tuanya berkaca-kaca. Sungguh ia menyesal pernah berbuat tidak baik pada Arimbi, hanya karena ia kesal pada Ganesha. Jika saja waktu bisa diulang, betapa ingin dirinya mengubah sikap judes dan nyinyirnya dulu pada Arimbi. Istri Ganesha ini lembut dan baik hati."Ini minumnya, Bu. Kalau Ibu tidak keberatan saya bantu meminumkannya ya, Bu?" Dengan sopan Arimbi meminta izin Bu Astuti."He eh... he eh..." Bu Astuti mengangguk berkali-kali. Kedua mata tuanya kini membentuk kolam air mata. Bu Astuti menangis tanpa suara."Ayo diminum, Bu. Pelan-pelan saja agar tidak tersedak." Arimbi membungkuk. Ia memeluk bahu Bu Astuti sambil mendekatkan bibir Bu Astuti pada birai gelas. "Sudah, Bu?" tanya Arimbi lagi. Bu Astuti sudah menghabiskan seperempat gelas air putih. Bu Astuti mengangguk. "Sebentar ya, Bu. Saya mengambil tissue dulu." Arimbi menarik selembar tissue dari atas meja. Setelahnya ia mengelap sudut bibir dan dagu Bu Astuti yang basah. "Maaf...
Dua tahun kemudian."Sah!" Arimbi, Ganesha dan beberapa kerabat lain ikut mengucapkan kata sah, saat penghulu menyatakan ijab kabul Seno dan Rina sah. Ya, hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk Seno, Rina dan juga Mahesa. Karena keduanya pada akhirnya memutuskan menikah setelah dua tahun berpacaran."Akhirnya mereka menikah juga ya, Rim?" Ganesha tersenyum sumringah melihat sepasang pengantin baru di depannya saling memasang cincin. Ia ikut gembira untuk Seno. Sebagai seorang kakak, ia mengasihi Seno dengan caranya sendiri. Di masa lalu Seno memang banyak sekali melakukan kesalahan. Namun perlahan-lahan ia berubah dan menjadi pribadi yang lebih. "Iya, Mas." Arimbi menimpali kalimat Ganesha singkat. Ia memang selalu hati-hati apabila membicarakan soal Seno. Ia tidak mau Ganesha mengira kalau dirinya masih peduli pada Seno."Seno sekarang sudah banyak berubah ya, Rim? Tepatnya sejak ia tahu kalau dirinya ternyata memiliki Mahes. Sekarang kebahagiaan Mahes adalah prioritasnya, Ma
"Ayo lanjutkan ceritamu di taman belakang saja." Arimbi membawa Menik ke taman kecil kesayangannya. Di sana ia kerap menghabiskan waktu bercocok tanam. Mulai dari berbagai macam jenis bunga hingga tanaman herbal ada di tamannya."Lanjutkan ceritamu, Nik." Arimbi menghempaskan pinggulnya di kursi taman. "Tuh, Mbak Tini juga sudah menyiapkan makanan kecil. Kita mengobrol di sini saja sementara Mas Esha dan Bang Ivan bekerja." Arimbi kian semangat mengorek cerita tatkala Mbak Tini muncul dengan sepiring pisang goreng hangat dan dua gelas sirup markisa."Ya, terus aku membawa Bu Mirna ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian Ivan dan Pak Kristov menyusul. Di situ aku baru tahu kalau ibu-ibu yang aku tolong adalah ibunya Ivan. Singkat cerita aku dan Bu Mirna kemudian menjadi akrab. Tidak lama kemudian Ivan pun menembakku. Katanya untuk pertama kalinya ibunya mencomblanginya. Dengan dua mantan Ivan terdahulu Bu Mirna tidak cocok. Ivan juga bilang ia sudah lelah pacaran ala remaja ingusan. Ia
Arimbi termangu menatap televisi. Baru saja diberitakan bahwa Bastian Hadinata yang digadang-gadang akan menjadi walikota telah dilengserkan. Selain dinilai tidak layak menjadi calon walikota, saat ini Bastian juga telah diamankan karena terbukti melakukan gratifikasi terhadap beberapa proyek pemerintah.Televisi juga menayangkan wawancara singkat dengan Bastian dalam seragam berwarna oranye. Di scene-scene lain, terlihat Priska dan Prisila berlarian sambil menutupi wajah mereka dengan syal. Mereka berdua tampak menghindari awak media yang terus memburu saat mereka baru saja keluar dari kantor polisi. Berita tentang korupsi dan gratifikasi yang dilakukan oleh Bastian Hadinata memang tengah menjadi headline di mana-mana. Apalagi semua aset-aset Bastian Hadinata saat ini telah disita oleh negara. Tidak heran kalau Prisila dan Priska sekarang menjadi bulan-bulanan pers. Mereka dikejar di mana pun mereka berada."Kamu percaya dengan karma bukan, Ri? Lihatlah, apa yang sekarang terjadi pa
"Kamu tadi menanyakan bagaimana Mas tahu perihal rumah impianmu bukan? Nah, itu dia orang yang sudah memberitahu Mas. Seno, sini." Ganesha melambaikan tangannya pada Seno. Memanggil adiknya yang tengah mewarnai gambar dengan Mahesa. Semenjak tahu bahwa dirinya telah mempunyai seorang anak, Seno berubah banyak. Ia kini lebih kalem dan bertanggung jawab. Di sela-sela waktu luangnya, ia selalu menyempatkan diri bercengkrama dengan putranya. "Jadi kamu yang membocorkan rahasiaku?" Arimbi berpura-pura marah pada Seno. Ia juga berusaha bersikap wajar pada Seno. Bagaimanapun Seno adalah adik iparnya sekarang."Ampun, Kakak Ipar. Aku terpaksa melakukannya karena diancam Mas Esha. Katanya ia akan membuangku keluar kota kalau aku tidak mau bekerjasama." Seno meringis. Ia menghargai usaha Arimbi yang ingin berinteraksi wajar dengannya. Mereka sekarang telah menjadi satu keluarga besar."Jangan membuat Rimbi memandangku sebagai kakak yang kejam ya, Sen?" Ganesha mengacungkan tinjunya pada Seno.
Arimbi melirik Ganesha sekilas saat laju mobil memasuki hunian mewah kompleks Graha Mediterania. Kompleks perumahan mewah yang baru saja launching minggu ini. Ia mengetahui perihal hunian mewah ini karena memang dibangun oleh Caturrangga Group dan beberapa investor dari Jepang. Selain hotel dan condominium, Caturrangga Group juga membangun kompleks-kompleks perumahan mewah dengan segmen pasar kelas atas atau high end."Kita akan mengunjungi salah satu customer Mas ya? Apa tidak mengganggu kalau Mas menemui costumer di hari Minggu begini?" "Nggak kok, Rim. Tenang aja. Kita semua akan bersenang-senang bersama." Ganesha tersenyum lebar. Ia memahami rasa penasaran istrinya. Arimbi mengerutkan kening. Kita? Bersama? Apa yang Ganesha maksud?Laju kendaraan melambat tatkala melewati rumah demi rumah mewah yang mereka lewati. Sebagian besar bentuknya sama karena memang dibangun seragam. Sebagaian lagi bentuknya sudah berubah karena direhab sesuai dengan selera para pemilik rumah.Tatkala la
Bu Astuti terpana. Ia tidak menyangka kalau Rina bisa bersikap seluwes itu terhadap Mahesa. Biasanya Rina itu tidak menyukai anak kecil. Rina anak tunggal. Ia tidak terbiasa berinteraksi dengan anak kecil. Menurut Rina anak kecil itu rewel dan menyusahkan. Tumben kali ini Rina bersikap begitu kompak pada Mahesa. Syukurlah, berarti tujuannya mendekatkan Rina dengan Seno akan semakin mudah. Mengingat Mahesa adalah darah daging Seno. Mendekati Mahesa artinya mendekati Seno juga."Rina dan Mahesa cocok sekali ya, San? Sepertinya kalau menjadi ibu dan anak pas ya?" Bu Astuti meminta tanggapan Bu Santi."Iya, Tut. Kita sebagai orang tua mendoakan yang terbaik saja. Biar yang muda-muda menentukan jalan hidup mereka sendiri." Bu Santi memberi jawaban netral. Ia memang setuju Rina menjadi pengganti Nina. Selain perilaku Rina yang sekarang membaik, ia juga gembira bisa melaksanakan niat Pak Syarief almarhum yang ingin berbesanan dengannya. Namun ia menyerahkan semuanya pada Seno dan Rina sendir