Home / Romansa / Memories / Chapter 6

Share

Chapter 6

Author: Sherra Misaki
last update Last Updated: 2021-09-06 10:21:55

“Hai semuanya! Nampaknya aku benar-benar tertinggal.” Sebuah suara yang terdengar dari jauh. Suara yang persis sama seperti yang kudengar kemarin. Suara yang lembut dan menyenangkan, terdapat aura semangat dan keceriaan tersirat didalamnya. Meski begitu wibawanya tetap tidak hilang. Dan sampai waktunya si misterius itu bersuara, aku baru menyadari.

               Dia yang kemarin.

               Hei" panggilku sambil menyenggol lengan Jessy. "Dia itu siapa?" dia menatapku agak heran. "Kau bercanda?"  "tidak, aku serius, dia itu siapa?" tiba-tiba Ellen ikut angkat suara. "Ya ampun, Sofia. Dia itu Derald. Cowok populer yang pernah jadi pacar Jennifer Amity. Putus dua bulan lalu, katanya karena beda komitmen. Dan Derald yang memutuskannya. Itu berita yang bahkan masih hangat sampai sekarang!" Terlihat wajah serius dari dua orang yang menghimpit ku ini. "Wah.. aku sangat kacau. Orang populer saja aku tidak kenal. Aku memang payah. Hehe.." kataku tersenyum berat sambil menggaruk tengkuk ku yang —sebenarnya—tidak gatal.

               Jadi, dia Derald.

               Derald ya…

               Sekejap aku menghilang dalam pikiranku sendiri dan tidak mendengar apapun lagi disekitarku. AKu tidak mengingat apa yang terjadi selama aku ‘menghilang’.

               Memang sih, dari postur tubuhnya, sudah tidak mengherankan kalau dia pernah jadi pacar Jennifer. Dan dia benar-benar seperti seorang 'Derald'. Bukannya aku tau bagaimana seharusnya seseorang bernama Derald. Tapi dia memang sangat cocok dengan nama Derald, apalagi dengan wajah yang terlihat seperti seorang brave leader di film-film.

               "Hei Derald! Dari mana saja kau? Kemarilah" seketika Bob dan Jimmy berdiri dan merangkul Derald yang baru selesai berlari dari sebernag lapangan menuju tempat kami berada. Mereka seperti sudah kenal lama. Bahkan mungkin lebih dekat lagi. Seperti sahabat.

               Dan saat itu juga aku merasa isi perutku mulai merambat naik, ingin kembali ke luar. Aku seperti berdebar debar untuk kedua kalinya hari ini. Astaga… apakah aku menderita asma?

               Bob kemudian berkata “Nah, Derald, ini Sofia. Anggota tim kita” lalu dia mulai berbisik ―walau aku masih bisa mendengarnya dengan sangat-sangat jelas— “dan dia anggota baru itu.” Tergambar di raut wajah Derald seperti tersirat Oooh begitu. “Sofia, ini Derald” kata Bob memperkenalkan Derald padaku. Kurasa dia agak sedikit terlambat, karena aku sudah tau. Untuk menjaga reputasi dan kesopanan, maka kuucapkan “Hai, Derald”.

              “Hai, Derald”Aku berdiri dan menawarkan jabat tangan.

               Dia terlihat agak syok. Tapi aku tidak masalah. Lalu dia membalas tanganku, dan masih dengan senyumnya yang sama.

               “Kita pernah bertemu sebelumnya kan?” Tanya Derald padaku.

               “Hmm.. Iya.. kurasa, ahaha..” kataku agak canggung. Aku tidak tau bagaimana harus bertindak sekarang.

               “Sudah kuduga. Aku selalu ingin bicara denganmu lagi sejak itu.” Dia sangat antusias dan tersenyum lagi padaku. Pesonanya sangat menyilaukan. Tapi sebelum aku tertangkap basah tidak tau harus bagaiman hanya didepan cowok tinggi ini, aku memaksakan diri dan berbohong.

               “Aku juga!” kataku dengan tersenyum, kemudian mengangkat kepala agar bisa melihat matanya.

               “Keren! Kalau begitu ayo kita pergi bersama dan mengobrol kapan-kapan.”

               Tunggu sebentar…

               Hanya diriku atau orang ini memang terlalu mudah mengajak orang orang untuk jalan jalan bersamanya?

               “Jadi kalian sudah saling mengenal? Ah, kalian benar benar tidak asik. Kupikir salah satu diantara kalian akan jatuh cinta pada pandangan pertama, sial.” Keluh Bob di sambut dengan tawa para laki-laki di tim kami. Aku mencoba menahan senyum malu, dan menutup sedikit dengan rambutku yang hanya mencapai bahu.

               Tidak butuh waktu lama setelah itu saat aku kembali duduk, mata Ellen dan Stacy belum lepas dariku. Rasa iri, heran, takjub dan tidak menyangka itu akan terjadi, bergabung jadi satu dalam sorot mata mereka. Perasaan negative mereka benar benar menusukku ssecara tak kasat mata, sangat tidak menyenangkan. Aku hanya pura-pura tidak lihat.

               “Ok, sekarang bagaimana?” tanya Derald membuka sesi pertemuan dengan suara benar benar seperti pemimpin sungguhan. Dia keren.

Lalu kami semua membuat strategi. Terdapat 3 cabang lomba, cerdas cermat, penyelamatan dan penanganan darurat, dan eksperimen kimia. Masing masing mata lomba terdiri dari 2 orang, karena itu hanya satu tim yang akan ikut lomba. Ellen dan Stacy lebih ahli dalam eksperimen kimia, Bob dan Jimmy juga ahli di penyelamatan darurat. Jadi, aku yang tidak punya keahlian apapun ini, mau tidak mau ikut cerdas cermat bersama Derald, yang sudah pasti lebih menguasai materinya.

               Setelah mengumpulan laporannya, seluruh tim berpencar mencari tempat latihan mereka selama seminggu kedepan. “Sepertinya disana kosong” saran Stacy menunjuk ke bangku taman yang teduh dengan pepohonan. Baru kami berencana berjalan kesana, tim 3 sudah menempatinya lebih dulu.

Aku melihat tempat yang cukup bagus ditaman, walau tidak semewah markas tim lain. “Disana!” teriakku sambil menunjuk pohon besar di taman.

               “Ya.., itu cukup teduh.” kata Jimmy. ”Bagaimana menurutmu Bob?” Bob terlihat tidak sabar.

               “Tentu saja iya, aku bisa makan setiap kali kita berkumpul!” Kalau melihat dari tempatnya yang berada di dekat kantin, alasan Bob memang cukup masuk akal.

               “Baiklah, apa yang kita tunggu?” Derald siap berlari, dan dia benar-benar melakukannya. “Yang terakhir harus traktir jajan!” katanya bersemangat dan diikuti Jimmy.

               “Aku setuju!”

               Kami berlomba sampai dibawah pohon itu. Tapi sepertinya, aku memang ditakdirkan untuk menjajani mereka. Dan fakta bahwa aku tidak berbakat dalam bidang olahraga juga sangat mendukung. Sepanjang waktu sebelum seleksi rasa-rasanya sangat cepat berlalu. Aku harus kebut materi dan ini membuatku agak lelah. Banyak yang harus kuketahui sebagai anak baru. Dan tentunya Derald tidak akan membiarkanku istirahat sampai aku benar-benar siap. Dia juga banyak memberiku kertas-kertas penuh materi yang harus aku pelajari.

Related chapters

  • Memories   Chapter 7

    “Kau mau pergi kemana?” Tanya Derald padaku yang tertangkap basah hari itu, membawa tas keluar kelas pada jam pulang sekolah normal, pukul 2 siang. Aku menoleh kebelakang perlahan dan mendapati tatapan malas Derald dengan jari yang mengisyaratkan untuk kembali. Aku kembali melihat kedepan dan menghela napas. Aku benar benar lelah. Setidaknya biarkan aku kembali ke kursi santai dirumah dan membaca novelku untuk sehari saja. “Baiklah, kau menang.” Responku pasrah. Mau tak mau, akupun kembali ke kelas. “Baguslah jika kau mengerti, karena hingga kita siap untuk medan tempur nanti, kita tidak akan mendapat waktu luang. Persiapkan dirimu, Sofia” Kalimat kemudian diakhiri dengan senyuman manis khas miliknya itu. Sedikit memberiku semangat, tapi aku menganggapnya sebagai ejekan pada anak baru yang buta mater

    Last Updated : 2021-09-06
  • Memories   Chapter 8

    Aku selalu merasa takut untuk merasa bahagia, apalagi untuk cerita roman remaja. Bukan hanya karena orangtuaku yang sangat kaku. Entahlah, setiapkali aku merasa bahagia, disaat yang bersamaan aku merasa akan ada suatu bahaya atau kecelakaan besar. Dengan ‘fobia’ anehku itu aku jadi orang yang sangat waspada. Posisi, keadaan, ataupun orang lain, aku seakan tidak bisa mempercayai mereka jauh dari lubuk instingku yang paling dalam. Tapi aku harus tetap memakai topeng ini untuk bisa menjalani kehidupan normal. Dan parahnya terkadang hormone hormone remaja ini terlalu sulit untuk dikendalikan. Aku bahkan sering merasa tidak mengerti diriku sendiri. Mungkin itulah artinya menjadi remaja? Dan seperti biasa di jam pulang sekolah, tim kami selalu belajar bersama di bawah pohon itu, markas kami. Bahkan seingatku kami tidak pernah pulang tepat waktu sejak saat itu. Sampai penjaga sekolah berteriak untuk mengakhiri seluru

    Last Updated : 2021-09-07
  • Memories   Chapter 9

    Kami semua berlatih bersama selam 2 minggu itu. Bukan hanya hubungan dan kerja sama kami yang mengalami perkembangan, namun juga ranah social disekitar kami. Tak luput juga gossip gossip baru yang beredar. Sekian banyak hoax-hoax yang beredar dan cukup banyak penghuni sekolah yang meyakini hal itu. Seperti Jennifer yang naksir keeper tim futsal sekolah yang sudah jelas mustahil ditaksir cewek popular, apalagi mengingat mantannya yang sekelas Derald. Yang membuatku paling tidak percaya adalah ada aku dalam pergosipan kali ini. Aku. Iya, Aku?? Mungkin karena selama enam hari aku terus bersamanya, cowok yang pernah jadi pacar Jennifer itu, dan menghabiskan sore hariku dibawah pohon dengan Derald, bersama yang lainnya juga sebenarnya. Juga tentang seberapa dekat rumah kami, dan soal kesamaan pelih

    Last Updated : 2021-09-07
  • Memories   Chapter 10

    “Hmm, Rhena kan?” Kami semua tercengang. “AHH! Derald!!” Bob membentak Derald dan melempar tatapan kesal. Tiba tiba suasana menjadi riuh dan mulai menggoda Bob. Ahaha.. ternyata seperti ini rasanya menggoda seseorang? Aku cukup menikmatinya. “Jelas aku mengetahuinya, dia sering hadir di rapat kegiatan sekolah. Rhena Taylor, perwakilan dari klub permainan papan” Terang Derald. Ah iya, aku baru ingat dia salah satu anggota OSIS. Kalau tidak salah aku mengingat, dia membacakan pidato pembukaan tahun lalu. “Oh.. Jadi itu sebabnya kau mendapatkan permainan ini? Dasar modus.” Celetuk Jimmy yang kemudian mengundang tawa kami semua. Permainan berlanjut. Dan lagi lagi aku mendapat angka 2. Tetapi aku tidak meli

    Last Updated : 2021-09-07
  • Memories   Chapter 11

    “Siaaap, MULAIII!!!”Aku menutup mataku. Mulai merasakan tubuhku bergerak maju tanpa menggerakkan kakiku. Tanpa sadar aku mengencangkan pelukanku padanya. Sepertinya aku sempat menjerit ketika dia mulai berlari, entahlah aku tidak terlalu mengingatnya. Aku membenamkan wajahku dibalik punggungnya yang lebar. Antara takut jatuh atau malu. Derald kembali berbicara ditengah nafasnya yang terengah. “*hufh* Kau berat ya..” “Jangan bicarakan itu sekarang, aku akan jatuh!” teriakku panic. Tapi Derald hanya tertawa dan terus melanjutkan larinya kearah teman-teman kami di bawah pohon. Aku mendengar sayup terdengar teriakan mereka dari kejauhan. Tetapi lagi lagi, yang bisa kuingat hanya diriku yang sedang memeluk Derald sambil berlari sekarang.&

    Last Updated : 2021-09-07
  • Memories   Chapter 12

    “Ayo” kata Derald. “Kemana?” tanyaku sambil berdiri. “Ke bawah pohon. Kau mau menunggu sendirian di lapangan ini?” Saat itu juga aku baru sadar orang-orang sudah pergi. “Ya... baiklah.” Sampai di ‘markas’ tempat kami biasa berlatih, aku langsung bersandar pada pohon itu. “Ah.. nyaman sekali” kataku perlahan bersandar. “Tadi itu sangat menyenangkan, seru sekali.. Seandainya kita tidak berdebat, pasti kita bisa menjawab semuanya.” Aku membuka tutup botol minumku dan mulai meminumnya. “Aku sudah mengatakan jawabannya, tapi kau malah bilang jawabanku salah.” Jawabnya. Kami terus bercerita tentang seleksi tadi. Itu memang topik yang bagus untuk saat ini. Sore itu sangat nyaman. Bersandar di bawah pohon,

    Last Updated : 2021-09-08
  • Memories   Chapter 13

    “Lomba akan diadakan 3 hari lagi. Karena lomba ini diadakan bersamaan dengan Pekan Pramuka, maka kita akan bersama dengan anggota pramuka dan klub sains dari berbagai daerah. Kita juga akan menginap 2 hari 1 malam disana.” Suara kemudian menjadi riuh, padahal kami hanya ber 6. Tapi aku hanya terdiam. Bukannya aku tidak suka jika itu menginap. Masalah terbesarnya berada di orangtuaku. Bagaimana aku akan mendapatkan izin untuk ini?Menginap? Bahkan untuk bermain bersama teman-temanku diluar hari sekolah saja sudah cukup untuk membuat satu rumah terasa kaku dan dingin. Itu terakhir kali terjadi di sekolah dasar. Aku hanya memiliki 72 jam tersisa sampai waktunya tiba nanti. Apa aku harus memicu permasalahan itu lagi? Atau aku harus mundur dari kesempatan ini? Tapi aku benar benar tidak ingin mundur. Ini bukan hanya tentang uang lomba, teman teman, atau Derald. Ini tentang diriku dan kesempatanku untuk berkembang. Aku mungkin tidak akan mendapat kesempatan yang s

    Last Updated : 2021-09-08
  • Memories   Chapter 14

    “Tunggu, tunggu dulu, Derald. Setelah kupikir pikir sepertinya tidak usah. Hahah, Iya, aku baik baik saja. Aku akan mencoba untuk mengatasi ini sendiri. Hahaha.. iya..” Kataku dengan tawa janggung disetiap selanya. “Kenapa?” Derald bertanya seperti benar benar tidak mengerti apa dan mengapa. Gawat, aku sungguh belum menemukan alasan yang pas untuk kukatakan padanya dan mencegahnya bertemu orangtuaku. Derald kembali berbicara. “Tenang saja, kau tau, semua sponsor acara sekolah kita sampai saat ini? Akulah yang menegosiasikannya selama aku bergabung dengan OSIS. Ini pasti akan berjalan lancer. Percayalah. Hahaha..” katanya sangat percaya diri sambil menepuk pundakku dengan maksud menghibur. Tapi aku tetap sama sekali tidak terhibur. “Oh, benar juga. Karena 3 hari lagi kita akan berangkat, bagaimana jik

    Last Updated : 2021-10-15

Latest chapter

  • Memories   Chapter 62 part 2

    “Ooi! Katakan sesuatu!” Suara pukulan yang keras tepat di perutnya bersamaan dengan suaranya yang mencoba untuk menahan muntahan darah untuk keluar dari mulutnya. Wajahnya yang berlumuran darah tiba tiba menyebut namaku. “Lari, S-Sofia…” “Derald!” Aku segera menggerakkan tubuhku dan berlari menuju Derald. Tapi ketiga orang yang berada dibelakangku segera menangkapku. “Sofia— Ugh…!“ Derald mencoba berteriak ketika melihat mereka menangkapku. Meski dia akhirnya dipukuli lagi dan lagi. Aku mencoba untuk memberontak tetapi mereka langsung menahan perger

  • Memories   Chapter 62

    “Bagaimana dengan perjanjiannya?” “Aah. Hanya beberapa jam lagi, ya…” Aku tiba-tiba menghentikan langkahku. “… setelah itu kita bisa membakar tempat ini.” Wah, wah… Sepertinya meninggalkan tempat ini bukan tindakan yang benar untuk sekarang. Apa jangan jangan ini yang aku dan Derald dengar sore tadi sebelum babak kedua dimulai. Aku segera kembali ketempat sebelumnya, merapat ke dinding. “Selain itu, memanfaatkan acara ini sungguh ide yang luar biasa, ketua. Anda memang hebat.&

  • Memories   Chapter 61

    “Kau… sungguh tidak menggunakan parfum?” Aku membalas wajah terkejutnya dengan tatapan bingung. Apa itu sesuatu yang aneh? Aku hanya mengangguk. “Sungguh, kau tidak pernah memakai parfum?” “Uhm.” Aku lagi lagi mengangguk. “Sungguh tidak pernah?” Dia mendekatkan wajahnya.

  • Memories   Chapter 60

    Aku segera beranjak menuju tenda kami yang berada di bawah pohon, tidak sulit untuk menemukannya. Segera aku masuk ke dalam tendaku yang ku tempati berdua dengan Alisa nantinya. Setidaknya aku perlu istirahat dari ini keriuhan ini. Istirahat yang cukup bagi fisik, dan mentalku. Terus berada bersama ditengah orangorang membuatku lelah, secara batin. Aku melepas jas almamater dan rompi rajut serta melonggarkan dasi yang ku gunakan. Hanya meninggalkan kemeja dan rok kotak-kotak, juga membiarkan kaos kaki hitamku tetap berada di tempatnya. Di dalam sini terasa panas, ditambah aku yang baru saja berlari, membuat tubuhku menjadi terasa panas. Aku mulai bisa merasakan keringat menetes satu demi satu dari tubuhku. M

  • Memories   Chapter 59

    “Uughhh..haaah….” Aku meregangkan tubuhku setelah keluar dari area hutan. Babak kedua akhirnya kami lalui dengan lancar. Ternyata tidak semua dari peserta lolos di babak ini. Itu sangat masuk akal jika kau tanya aku. Pasalnya, berbeda dari mengerjakan soal biasa, dengan sistem permainan “Mencari Harta Karun” pada babak ini, kau tidak bisa memilih soal mana yang menurutmu mudah atau yang bisa kau kerjakan terlebih dulu. Semuanya harus selesai denga jawaban yang tepat, atau setidaknya mendekati. Jika kau salah perhitungan, itu akan menyebabkan mu tersesat di dalam hutan itu. Ya, meskipun sudah ada tali pembatas untuk membuat permainan ini tetap aman. “Kau meregangkan tubuhmu seperti wanita tua, Sofia.” 

  • Memories   Chapter 58 (Derald)

    “Kalau begitu, sekarang kita selalu bersama ya, Sofia!” Kataku padanya. Gadis itu kemudian membalas senyumku dengan begitu cerahnya. Aku merasakan sesuatu yang membuatku bergetar ketika melihat itu. “Lalu kau sendiri, kenapa ada di sini?” Dia balik bertanya padaku.Sungguh, aku berfikir untuk tidak mengatakannya. Dia mungkin tidak akan mengerti apa yang aku akan aku ceritakan. Apa sebaiknya aku berbohong? Tapi kebohongan apa yang harus aku katakan. Bagian dari dalam diriku seperti tidak bisa berbohong padanya.“Um.. ceritanya panjang—“ “Ceritakan!” Sekarang dia melihatku dengan mata yang berapi api. Well, sepertinya aku memang tidak bisa berbohong darinya.&

  • Memories   Chapter 57 (Derald)

    Tapi malam itu, rasanya aku sudah tidak kuat lagi menahan semuanya. Aku ingin berlari, berteriak, sejauh dan sekencang yang aku bisa. Aku ingin melepaskan semuanya. Dengan mata tertutup dan air mata yang mulai menetes aku berlari secepat yang aku bisa. AKu tidak memiliki tujuan, tidak tau harus kemana. Tapi aku hanya ingin berlari, dengan begitu mungkin aku kana kelelahan dan pingsan, atau mati jika aku beruntung, hanya itu yang ada dalam pikiranku saat itu. Tapi sepertinya malaikat masih ingin melihatku bertarung lebih lama lagi. Nihil, aku akhirnya hanya kesulitan bernafas dan terjatuh di tengah jalan yang sepi, tak ada siapapun. Saljunya terasa begitu lembut, meski akhirnya melukai tanganku yang sudah terlalu lama menahan suhu dingin di luar sini. Aku akhirnya mau tidak mau bangkit kembali setelah

  • Memories   Chapter 56 (Derald)

    Di malam bersalju itu, aku bertemu dengannya. Udara yang dingin menerpa jari jemariku yang kecil saat itu. Aku hanya bisa menahan dinginnya, dan perlahan merasakan kulitku yang seakan membeku. Meski begitu aku masih memilih untuk berada di luar. Mau bagaimana lagi, di dalam rumah ataupun di luar, dinginnya tetap sama. Entahlah, apa aku pantas mengatakan bahwa takdir yang harus kujalani ini terlalu sulit. Aku tidak ingin mengasihani diriku sendiri. Aku mulai percaya apa yang dikatakan orang orang. “Sesuatu yang kau dapatkan harus kau bayar dengan sesuatu yang setimpal.” Adik perempuanku baru saja lahir be

  • Memories   Chapter 55

    “Kau mengatakan sesuatu?” “Ahh umm tidak, hanya, aku terkesan kau bisa melewatkan tahap taman kanak kanak, sekaligus merasa kasihan.” Begitu jawabnya. Sebenarnya aku sedikit mencurigainya karena dia terbata bata. Tapi, mungkin ia hanya terkejut mendengar ada orang yang melewatkan TK. “Ya… orangtuaku, khususnya ayah. Dia berfikir taman kanak-kanak itu adalah hal yang sia sia dan terlalu memakan banyak biaya hanya untuk ‘bermain-main’. Jadi, daripada mengirimku ke TK, ayah menyuruhku untuk tetap di perpustakaan dan belajar.” “Kau benar benar terus belajar?” Derald hampir kehilangan fokusnya pada soal dan melihatku dengan tatapan terkejut.&n

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status