“Ya,.. baiklah, sepertinya kita memang harus lebih fokus lagi, hahah…” Kataku menuju akhir dari pembicaraan. “Ya,…” Jawab Derald terdengar seperti tidak senang. Dia lalu melanjutkan dengan nada bicara yang berbeda 180 derajat dalam hitungan milisekon.
“Jadi, bagaimana menurutmu jika aku benar-benar mengatakan pengakuan pada ibumu seperti tadi?” Seakan aku melewatkan satu atau dua detak jantungku, aku merasa ruang pernafasanku menyempit. Huft.. dia kembali menggodaku, bahkan disaat saat seperti ini. Kebiasaan Derald yang aneh. Aku menghentikan langkahku di anak tangga kedua dari lantai pertama. Aku melihat sudah tidak ada orang, dan hanya beberapa lampu malam sedikit menerangi ruangan itu. “Me―Memangnya tadi itu… benar-benar perasaanmu?” Aku tersenyum konyol tanpa sadar sambil mempercepat langkahku ke dapur lalu membuka cabin
Aah, apa kakiku masih menapak di lantai? Sepertinya ada laki-laki yang meneriakkan namaku, sesaat sebelum semuanya tampak gelap. Tidak boleh menyusakan, kah? Terdengar terlalu keren untukku mengatakannya, kurasa. Tapi, ya, itu benar. Seharusnya aku tidak bergantung padanya terlalu sering. Aku bahkan membuat Derald membantuku meminta izin pada ayahku. Hal sepele seperti itu saja aku tidak mampu dan meminta bantuannya. Bila dipikir-pikir, aku sangat lemah, bukan? Sejak kapan aku menjadi seperti ini? Sangat tidak keren. Jika terus seperti ini, aku tidak akan pernah sampai diposisi Derald,.. Ya…, terlalu jauh… “Oiii…” Suara yang berat menggema seperti berasal dari tempat yang sangat jauh. Beberapa saat kemudian aku mencium bau min menyengat, salah satu bau favoritku di dunia ini selama 13 ta
“Aku ini benar benar sangat payah…” Meski tubuhku sedikit mendapat kekuatannya kembali, sepertinya hatiku masih tidak ingin diatur oleh otakku dan bertindak sesuai keinginannya. “… seharusnya aku.. sedang belajar sekarang. Kau tau, aku akhirnya berhasil masuk dalam tim inti untuk perlombaan besok. Kesempatan ini ada 3 tahun sekali, dan jatuh pada angkatan kita, keren bukan? Eheheh…” Aku tidak tau mengapa, tapi Fazel tidak merespon apapun, mungki dia tidak mendengarkan. Ya… lebih baik dia tidak mendengar aku yang seperti ini, entah dia peduli atau tidak, aku hanya merasa malu. “Akhirnya aku memiliki beberapa teman. Ellen, Stacy, Bob, Jim,… dan, Derald… Oh, kau tau, aku sepertinya juga belum berkenalan dengan rekan baru kami di tim S
Di jam-jam seperti ini riuh suara terdengar tidak terlalu ramai. Hanya tersisa beberapa kelompok siswa yang masih berbincang-bincang. Sisanya sudah menuju kembali ke kelas untuk jam pelajaran berikutnya. Dan disinilah aku, berusaha mencari jenis makanan apa yang dapat mengisi perutku yang benar benar kosong tanpa harus menghabiskan waktu lama disini. Pilihanku hanya tertuju pada roti kemasan dengan harga yang relative tinggi. Aku biasanya tidak memilih roti kemasan sebagai opsi jajanku di kantin, menurutku harganya yang cukup menghabiskan setengah dari uang sakuku tidak terlalu sepadan dengan kuantitas yang kudapatkan. Tetapi karena kondisi tubuhku yang sedang seperti ini, aku tidak berani ambil resiko dan lebih memilih menghabiskan uang untuk sarapan yang ‘berkualitas’. Aku segera membuka bungkus plastiknya dan memasukkan roti kedalam mulutku tanpa kulepaskan. Semoga ini cukup um
“Ya…” Oh, suaranya kembali ke volume normalnya. Tidak, sekarang Derald malah mengangkat wajahnya seakan penuh keangkuhan. ”… karena kita harus mencari peserta lain untuk lomba besok dan akan sangat menyusahkan aku jika kau sakit, iya kan? Hahahaha..” Aku segera memasang wajah cemberut kesal padanya selama dia tertawa dengan begitu bangganya. Tawanya bahkan berbalapan dengan dering bel masuk tanda istirahat pertama telah selesai. Aghh! Lagi lagi aku terlalu banyak berharap padanya! Tapi tiba tiba Derald menyentuh kepalaku dengan tangannya. “Jangan paksakan dirimu lagi, oke?” Derald mengatakan itu tepat di depan wajahku lengkap dengan sneyumnya yang super manis ultra-rare itu. Orang-orang pasti akan mimisan tidak lama seteleh melihat pemandangan ini. Aku mencoba menahannya dengan membuang mukaku seakan aku masih cemberut. Sebenarnya aku ha
“Jadi, bagaimana kita akan membuat berbagai bangun bangun tidak biasa ini?... umm, Prisma segienam?” Allen membuka pembicaraan kelompok kami sembari membaca secarik kertas bertuliskan bangun apa saja yang perlu kami buat. “Ada 3 yang perlu kita buat. Limas segiempat, prisma trapezium, dan Si prisma segienam.” Liz menjelaskan kembali apa yang tertulis pada kertas itu. “Baiklah, ayo kita mengumpulkan unag untuk kartonnya, Allen dan Fazel pergi membeli, kami akan membuat bangunnya.” Kataku singkat. Tahap paling menyusahkan bagiku adalah berlari kebawah, kemudian menuju ke luar sekolah dan membeli kertas karton di toko sebelah sekolah. Jadi aku tidak masalah membuat bangunnya, lagipula dalam masalah ketelitian dan perhitungan, kuis dadakan ringan dari Derald nyatanya lebih sulit. Aku jadi merasa tidak sia-sia memilih menjadi anggota Klub Sains.&nb
Seperti yang sudah direncanakan, aku pergi menuju ke aula samping ruang kesehatan untuk pertemuan hari ini. Akan ada pengumuman tentang perlombaan besok. Aku terus berdebar debar sejak aku melangkah menuruni tangga hingga akhirnya sampai di aula lebih cepat dari waktunya. Sebenarnya pertemuannya berjarak 30 menit dari bel pulang sekolah, jadilah aku datang lebih cepat. Tidak ada orang sama sekali disana. Aku seperti orang yang mencurigakan, mencari tempat sepi unutk memulai rencananya. Meski sangat canggung, aku menaruh tasku disana, persis dekat dengan steker. Setidaknya aku terlihat punya alasan jelas untuk menetap disana sendirian seperti seorang tanpa kehidupan, atau bisa kita sebut sebagai antisosial no life, Nolep. “Pfftt… kau benar benar seperti seorang nolep.” Suara seseorang menarik perhatianku yang duduk disana sendirian dan bermain ponselku. Deradl berjalan mende
Sedetik kemudian, Alisa kembali lagi bicara. “Hiyaa… Tapi tetap saja itu masih agak lama kaaan~?...” Dia kembali tersenyum dengan wajah manis yang sama ketika ia datang. Alisa memegang sebelah pipinya. “…Padahal aku sangat ingin menyayanginya dengan kuasa penuh..Huuuuh..” katanya sambil berjalan pelan mendekat padaku. Aku masih berusaha keras bergerak dari tubuhku yang kaku, dan hanya menghasilkan satu langkah kearah belakang. Masih terlalu dekat, hingga Alisa memegang bahuku. Tubuhku kaku total seketika itu juga. Kemudian ia berbisik di telingaku. “Mulai sekarang mohon bantuannya ya, So-fi-aaa~… Ehehehe.. Sampai Jumpa~!” Dia mengakhiri kalimat itu dengan tawa cantik dan sopannya, kemudian pergi meninggalkan aula. A―Apa it
Ah, iya, benar juga. Jika diingat lagi, waktu itu memang pernah ada pertemuan. Ketika pengumuman siapa yang akan dikirim untuk lomba, dan aku sibuk memikirkan perizinan waktu itu, aku jadi tidak memperhatikan sekitarku. Dasar, Sofia payah! “Ah, iya, Kau benar….” Tiba tiba aku merasakan sesuatu berbenturan dengan kepalaku. “Kesalahan..! Ehehehe..” Fazel tertawa setelah memukul pelan kepalaku dengan sisi samping telapak tangannya. “Duuuuh, apa apaan itu?” Gerutuku padanya yang hanya dibalas dengan tawa jahil. Setelah itu, Bob dan Jim juga menyapa Fazel, begitupun juga dnegan Derald. Aku heran bagaimana anak laki-laki bisa akrab dengan siapapun laki-laki yang mereka temui.