"Jadi beneran kamu mau bercerai dengan Mas Bayu, Rin?" tanya Nirma penasaran."Iya, Nir. Keputusan ku sudah bulat," jawab Airin yakin. Disedotnya lemon tea yang dipesannya, matanya menerawang hampa."Aku gak nyangka kalo Mas Bayu bisa berbuat seperti itu. Setahuku dia 'kan alim kayak kamu," ucap Nirma tak percaya dengan apa yang dihadapi sahabat baiknya itu."Apa kamu yakin kalau anak yang dikandung perempuan itu memang benar-benar anaknya Mas Bayu? Bisa saja 'kan dia cuma ngaku-ngaku biar Mas Bayu mau menikahi nya," tanya Nirma lagi."Entahlah, Nir. Aku gak terlalu peduli itu anak Mas Bayu apa bukan. Yang jelas Mas Bayu mengakui dia ada hubungan dengan perempuan itu. Bagiku itu alasan yang sangat cukup untuk berpisah darinya," ucap Airin datar."Kamu yang sabar yah, Rin. Apapun keputusan mu, aku akan selalu ada untukmu," ucap Nirma menghibur. Dirangkulnya bahu sahabat karibnya itu."Thanks yah," ucap Airin sembari mengurai pelukan sahabatnya."Apa aku ini memang kurang peka yah, Nir?
Pukul tiga kosong-kosong, Airin masih terjaga dalam sujud nya. Menghabiskan sepertiga malam terakhir dengan bermunajat kepada Sang Pencipta, mengadukan segala masalah yang dihadapinya kepada Sang Penguasa kehidupan. Apa pun yang terjadi, tentu semua atas kehendak Ilahi.Enam tahun pernikahan bukanlah waktu yang sebentar, ujian datang silih berganti. Menjadi menantu di keluarga kaya raya tidaklah semudah yang orang lain bayangkan. Latar belakang keluarga yang berbeda membuat keluarga Bayu tidak menerima nya diawal-awal pernikahan, namun semua itu Airin hadapi dengan kesabaran. Dia selalu berusaha untuk menjadi istri dan menantu yang berbakti kepada suami dan juga keluarganya.Berkat kesungguhan dan kesabaran Airin untuk membaktikan diri di keluarga suaminya, seiring berjalannya waktu keluarga ini pun lambat laun menerimanya menjadi bagian dari keluarga. Terlebih-lebih nenek dan ayah mertuanya sangat menyayangi nya. Bahkan mereka sudah menganggap nya seperti putri mereka sendiri. Hanya
Airin berdiri mematung di depan jendela kamarnya. Agak lama dia melamun di sana, matanya melihat keluar kepada pohon mangga besar yang mengembangkan daunnya yang rimbun. Di sana sini nampak sinar bulan jatuh dari antara sela-sela daun yang rimbun. Dibukanya lebih lebar jendela kamarnya, sejauh mata memandang nampak sinar bulan purnama yang putih lembut.Sudah empat purnama dia tinggal di rumah ini semenjak kepergian nya dari rumah suaminya. Mantan suami lebih tepatnya, karena sekarang sudah habislah masa Iddah nya. Sudah sah dia menjadi janda yang diceraikan. Semenjak kepulangannya, hari-hari nya lebih banyak dihabiskan di dalam rumah. Sesekali dia pergi ke Toko meubel Mas Rahman kakaknya, hanya sekedar mengantarkan makanan atau berkunjung, terkadang dia juga mengantarkan Raka keponakan bersekolah. Untunglah di rumah ada Ibu, Mba Laras, dan anak-anaknya sehingga waktu tidak terasa sepi.Sebenarnya dia sudah mengutarakan keinginnya untuk bekerja di toko Mas Rahman. Akan tetapi Mas Ra
"Astaghfirullah! Dompet saya gak ada, Mba." ucap Airin kepada Mba kasir."Jadi ini, jadi dibeli gak, Mba?""Bentar yah mba aku telpon temanku dulu." Airin mengeluarkan hp dari dalam tasnya. Mencoba menghubungi Nirma, akan tetapi tidak ada jawaban."Maaf yah Mba, saya gak jadi beli bukunya," ucap Airin kecewa dan meninggalkan meja kasir dengan perasaan menyesal."Mau numpang baca aja, pura-pura beli," ucap Mba kasir lemah, namun masih dapat terdengar oleh Airin yang baru beberapa langkah saja meninggalkan meja kasir. Airin jadi tidak enak hati.Diluar toko buku, Airin berkali-kali menghubungi Nirma, namun tidak ada jawaban. Di acara sebising itu pasti Nirma tidak akan mendengar panggilan telepon nya. "Jatuh di mana yah dompetnya. Perasaan tadi langsung masukin ke tas," gumam Airin. Diketiknya sebuah pesan untuk Nirma.***Pukul 12.00 acara baru selesai, Nirma membuka HP ny
Senin pagi yang cerah untuk memulai kesibukan. Ya, kesibukan adalah obat terbaik untuk melupakan banyak hal. Itulah yang saat ini Airin lakukan. Dengan bekerja di Toko Mas Rahman akan membuat hari-harinya cepat berlalu tanpa terasa.Sebenarnya hari ini bukanlah pertama kalinya untuk Airin bekerja di sana. Sebelum menikah dengan Bayu, setelah menamatkan diploma nya dia bekerja di sana membantu kakaknya di bagian administrasi. Dan sekarang dia juga ditempatkan di bagian yang sama.Dikeluarkan nya kartu identitasnya yang baru setelah sebelumnya dirubah di kantor dinas terkait , tertera di sana status nya sudah berubah menjadi 'cerai hidup'. Sebelumnya dia berpikir jika tulisan yang akan tertera di sana adalah 'janda'. Airin senyum-senyum sendiri mengingat nya.Tiba-tiba telepon genggamnya berdering. Ada panggilan masuk, dari Nirma."Airinnn...!" ucap Nirma girang."Assalamualaikum, Nirma.""Waalaik
Arga segera memasuki toko. Dilihatnya toko tersebut lengang."Permisi, Assalamualaikum." ucap Arga, namun tidak ada jawaban."Permisi, Assalamualaikum." ucap Arga sekali lagi. "Waalaikumsalam," jawab seorang perempuan dari dalam ruangan."Mana orangnya?" gumam Arga. Matanya sibuk mencari sumber suara yang menjawab salamnya, tapi tidak juga menampakkan wajahnya."Maaf tadi saya tinggal ke dalam sebentar. Ada yang bisa saya bantu?" ucap Airin yang baru keluar dari ruangannya.Arga menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya perempuan yang baru keluar dari ruangan di ujung toko dengan sedikit terkejut."Dia 'kan... yang waktu itu nabrak aku di mall," gumam Arga.Diperhatikan seperti itu oleh seorang laki-laki, Airin merasa tidak nyaman, apalagi di toko hanya tinggal mereka berdua. Ratna dan Sisca sedang makan siang di ruangan belakang. Akan tetapi Airin harus tetap bersikap ram
Menjelang Maghrib, Airin baru bisa keluar dari toko. Hari ini adalah hari pertama dia masuk kerja, sehingga banyak yang harus dia pelajari. Toko ini sudah lebih maju tentunya, dari lima tahun sebelumnya. Pegawai yang lain sudah pulang semua karena toko sudah tutup jam lima sore. Airin hendak menarik rolling door toko, tiba-tiba dari belakang seseorang mengagetkannya."Biar aku aja, Rin," ucap Bima yang tiba-tiba muncul tanpa Airin sadari.Airinpun menepi, membiarkan Bima menarik pintu tersebut dan menguncinya."Makasih, Mas," ucap Airin."Bukan apa-apa kok.""Kok, Mas Bima ada di sini?""Oh, kebetulan tadi lewat. Terus liat kamu di depan toko," jawab Bima sembari memberikan kunci toko ke Airin, "Kok, kamu baru keluar. Mas Rahman mana?" lanjutnya."Mas Rahman tadi siang keluar, ada urusan katanya.""Terus kamu pulang sama siapa?" "Aku naik ojol, Mas.""Udah mau Magrib, aku anterin aja, yah!""Gak usah, Mas. Biar aku naik ojol aja.""Udah, Ayok. Udah mau azan ini," ajak Bima sedikit me
Setelah kejadian di Bandara, Arga dan Ibunya terlihat perdebatan hebat. Arga kesal, karena tanpa menanyakan pendapat nya, Ibu dan kakaknya mengatur pertemuan dengan seorang perempuan untuk dijodohkan dengan dirinya.Ibunya bersikukuh bahwa apa yang dilakukannya adalah demi kebaikan. Andai saja Arga bersedia untuk menikah lagi dengan sukarela, tentu dia tidak akan mengatur pertemuan diam-diam tanpa sepengetahuannya. Ibunya bahkan mengancam, jika Arga tidak segera menikah lagi, maka Ibunya akan segera mencarikan pengasuh untuk mengurus cucu-cucunya. Ibunya beralasan, bahwa di usia nya yang sudah lanjut seharusnya dia menikmatinya, bukannya malah direpotkan dengan mengurus anak-anak. Tentu ancaman itu tidak sungguh-sungguh diucapkannya, Bu Lastri hanya menggertak saja, karena dia sangat tahu bahwa Arga tidak akan rela jika anak-anaknya diasuh oleh seorang pengasuh. Dia bahkan rela meninggalkan perusahaan demi menjaga sendiri anak-anaknya, dengan bantuan Ibu dan Kakaknya t
Aura merasa senang dan sedikit gugup saat menerima tugas pertamanya sebagai sekretaris setelah satu bulan pelatihan . Meski terasa menantang, Aura siap untuk memulai dan memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Dia mempersiapkan segala kebutuhan untuk menyelesaikan tugas tersebut, termasuk menyusun jadwal, membuat catatan, dan mengatur dokumen. Hari ini, Aura menyiapkan jadwal rapat untuk Bos Alan, CEO perusahaan tempatnya bekerja untuk pertama kalinya. Jadwal rapat tersebut sangat penting karena akan membahas strategi perusahaan untuk tahun depan.Aura mengecek jadwal yang sudah ia siapkan, memastikan bahwa semua detailnya telah diatur dengan baik. Setelah ia merasa yakin, Aura pun membawa jadwal rapat tersebut ke ruang kerja Bos Alan.Suasana ruangan itu hening. Di depannya, Bos Alan sibuk mengetik di laptopnya, menunjukkan betapa ia memang sangat sibuk. Aura menyerahkan jadwal tersebut namun Bos Alan meminta Aura membacakan jadwal rapat t
Aura berdiri di depan meja kerjanya yang telah dikosongkan sembari membawa barang-barangnya dengan perasaan kecewa. Hari ini dia dipecat dari kantornya. Dia terlihat sangat sedih dan kecewa karena dia baru saja kehilangan pekerjaan yang sudah lima tahun lebih ditekuninya hanya karena dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang ditanganinya.Aura berusaha menenangkan dirinya dengan mengatakan bahwa dia akan menemukan pekerjaan yang lebih baik dan melanjutkan cinta-cintaannya menjadi desainer interior yang handal dengan kemampuannya sendiri, tapi rasa sakit dan kekecewaan masih membekas dalam hatinya.Aura berjalan keluar dari gedung kantor dengan perasaan yang sangat hampa, berharap bahwa dia akan menemukan jalan keluar dari kesulitan yang akan dia alami nanti jika ayahnya Arga Wicaksono mengetahui keadaannya sekarang.Dia berpikir kembali pada pagi tadi, saat dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang sangat penting. Aura tidak bisa membantah bahwa dia sala
"Kok sendirian mba momongannya? Suaminya kemana?""Wah lucunya. Berapa tahun Mba anaknya?""Mirip banget yah sama Mamahnya.""Seneng yah masih muda sudah punya momongan. Jadi nanti gedenya kayak kakak adek."Aura hanya menanggapinya dengan senyuman masam. Berkali-kali gadis berusia dua puluh lima tahun itu harus menjelaskan kepada pengunjung taman jika bocah berumur lima tahun yang kini sedang dimomongnya adalah adiknya. Sedikit yang percaya, namun tidak sedikit pula yang menyangkalnya."Bunda....!" Aura cemberut sembari menghentak-hentakankan kakinya begitu gadis itu tiba di rumahnya."Kakak. Ada apa, kok teriak-teriak begitu?" tanya Airin yang sedang sibuk memotong kue brownies yang baru selesai dibuatnya. "Besok-besok pokoknya Aura gak mau jagain Inara lagi.""Memangnya kenapa?" Airin menanggapi santai. Dia tahu, Aura tidak benar-benar serius dengan perkataannya."Orang-orang di taman itu loh, Bunda. Masa mereka anggap Inara itu anaknya Aura. Aura gak rela. Aura kan belum menikah.
"Kamu kenapa, Ga? Ada masalah?" tanya Mas Danu ketika rapat sudah selesai. Mereka berdua masih duduk di ruang rapat, sementara pegawai yang lainnya sudah keluar."Eh...Gak. Gak ada apa-apa kok." "Tapi dari tadi kamu terlihat melamun. Di rapat bahkan kamu tidak memperhatikan presentasi mereka. Sebenarnya ada apa? Apa kamu sedang ada masalah dengan istrimu?""Gak ada. Hanya saja...." Arga terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan. Seharusnya hubungannya dengan Airin tidak ada masalah mengingat tadi malam dia dan istrinya justru sedang dalam fase keintiman yang sangat dalam. Tadi malam Arga benar-benar merasa senang karena akhirnya Airin sudah mulai terbuka dan berani dalam hal urusan ranjang. Tapi rasa itu berubah menjadi kebingungan ketika pagi ini Airin seolah-olah sengaja menghindarinya. Telepon dan SMS nya bahkan tidak di balas."Ayolah cerita. Siapa tahu Mamasmu ini bisa bantu.""Emm... Pernah gak, Mba Irma tiba-tiba diemin Mas Danu.""Bukan pernah lagi. Hampir setiap bulan. Apalagi k
Hingga pukul tujuh pagi, Arga belum juga menjumpai Airin. Bahkan ketika dia dan anak-anak menikmati sarapan pagi, Istrinya tidak juga muncul."Airin kemana, Bu?" tanya Arga sembari melihat ke kanan dan ke kiri."Tadi ada kok di dapur.""Gak ada, Bu. Dari tadi Arga cari-cari gak ada tuh di dapur ataupun di kamar anak-anak.""Masa!""Beneran, Bu. Dari pulang ke masjid Arga belum melihatnya.""Tadi dia di dapur kok, pas kamu ngajak anak-anak jalan pagi. Ini nasi goreng kan istrimu yang masak.""Terus sekarang Airin dimana?""Mana Ibu tau. Kamu kan suaminya.""Paling Bunda lagi marah yah sama Ayah," ledek Aura."Marah kenapa? Ayah gak buat salah.""Yah biasanya kalau Perempuan lagi marah kan suka ngediemin, gak pengen ketemu. Kayak yang di TV-TV itu loh, Yah," balas Aura."Kamu ini kebanyakan nonton sinetron. Bunda kalian kan gak pernah marah.""Tapi Bunda juga kan Perempuan, Yah. Wajar juga kalau marah.""Bundamu tidak seperti itu." Arga mulai kesal karena tidak menemukan titik terang ke
Siang ini Airin memutuskan pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencarikan hadiah untuk suaminya. Airin meminta Nirma yang kebetulan sedang berada di Jakarta untuk menemaninya. Merekapun pergi bersama dengan anak-anak mereka. Airin juga membawa kedua pengasuhnya untuk membantunya menjaga si kembar. Sementara Nirma ditemani suaminya."Kasih ide dong, Nir. Kira-kira hadiah apa yah?""Bagaimana kalau jam tangan mewah.""Itu hadiah tahun kemaren, Nir.""Kalau baju?""Itu terlalu biasa.""Parfum?""Sudah pernah.""Dompet?""Sudah juga.""Apalagi yah?"Airin dan Nirma terlihat berpikir sejenak."Ahaa. Aku ada ide." Raut wajah Nirma terlihat berbinar-binar."Apa, Nir?" "Sini Aku bisikin." Nirma mendekatkan mulutnya di telinga Airin."Ah kamu ini." Wajah Airin seketika merona mendengarkan perkataan yang Nirma bisikkan."Percaya, deh. Tidak ada yang lebih cowok sukai daripada yang ITU." Nirma sengaja menekankan kata terakhir dengan intonasi yang lebih kuat."Dasar kamu, yah. Tidak berubah meskip
Tiga tahun kemudian"Bunda....!" teriak Aira dari depan kamarnya. Gadis kecil berusia delapan tahunan itu bersungut-sungut sambil menghentak-hentakankan kakinya begitu melihat kamarnya berantakan saat pulang sekolah."Ada apa sayang? Kenapa teriak-teriak?" Airin langsung mendekat."Liatin kamar Aira, tuh."Airin mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar putrinya. Di atas ranjang, Arfan dan Arkan sedang melompat-lompat kegirangan. Bantal dan guling mereka lempar sembarangan, sedangkan buku-buku ditumpuk menyerupai bangunan."Subhanallah, Arfan, Arkan. Ayo turun sayang! Kamar Kakak Aira jadi berantakan nih," bujuk Airin lembut kepada bocah kembar berumur empat tahun itu."Gak, mau. Alkan kan mau main sama Kakak Aila," ucap Arkan polos."Iya tapi mainnya yang baik yah. Sini-sini turun, Bunda gendong." Airin berdiri di pinggir ranjang. Arkan dan Arfan langsung mendekat ke pelukan Bundanya."Kakak Aira kan baru pulang sekolah, masih capek. Kalian main sama Bunda dulu yah.""Iya, deh.""Pin
Setelah beberapa kali sidang perkara, sampai juga pada sidang pembacaan keputusan. Arga ditemani Airin dan Mas Danu ikut serta menyaksikan pembacaan vonis tersebut."Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Pusat Memutuskan! Satu, Bayu Suseno bin Guntur Suseno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penculikan dan Penganiayaan, Dua Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama tujuh tahun penjara . . . ."Arga dan Airin merasa lega mendengar putusan yang dibacakan oleh Hakim. Meskipun tuduhan rencana pembunuhan itu tidak terbukti di pengadilan, namun Arga merasa senang karena Bayu mendapatkan hukuman yang maksimal dari Pasal Penculikan dan Penganiayaan. Arga berharap Bayu akan jera dan segera menyesali perbuatannya.Sedangkan dari Pihak keluarga Pak Guntur, Mereka merasa kecewa dan tidak puas dengan putusan yang diberikan kepada anaknya. Pak Guntur beranggapan, Pihak Pengadilan tidak mempertimbangkan hal-hal yang meringankan vonis a
Setelah kedatangan Airin ke rumah sakit, Arga langsung mengajaknya pulang kerumah. Sebenarnya Airin menginginkan agar Arga tetap di rawat sampai keadaannya benar-benar pulih. Tetapi Arga malah beralasan jika dia akan lebih cepat sembuh jika Airin yang merawatnya."Mas Arga harus banyak istirahat biar cepat pulih. Jangan ke kantor dulu kalau belum benar-benar sembuh.""Aku sudah sehat kok, Sayang.""Sehat apanya! Masih lebam-lebam begini."Airin memegang dagu dan mengamati lebam-lebam di wajah suaminya lalu mengoleskan obat lebam yang dibawa dari rumah sakit."Laki-laki berantem itu sudah biasa, Sayang. Lebam-lebam ini menandakan kalau suamimu ini beneran laki.""Laki-laki itu tidak harus adu otot untuk menunjukkan kejantanannya, Mas.""Nah yang itu Mas juga setuju."Arga mengambil obat dari tangan istrinya kemudian memeluknya."Jadi sekarang apa Mas juga bisa menunjukkan sisi kejantanan Mas yang lain," bisik Arga menggoda."Aw.. Aw.. Aw.."Airin menjewer kuat telinga suaminya."Aduh s