"Terserah aku dong, Mbak, kalau aku mau ngapain juga! Bibir-bibir aku, yang bercerita juga aku," sahut MarniIa seenak udelnya saja menjawab, sepertinya Marni sama sekali tidak merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya sama aku. Mungkin juga hati si Marni ini telah tertutup, oleh sifat iri dan dengkinya terhadapku. "Iya, Marni, memang yang bicara itu mulut kamu. Tapi yang dibicarakan sama kamu itu tentang aku, mending kalau kamu bicara semua itu, tentang aku itu hal yang nyata. Kebanyakan yang kamu omongin itu, hanya fitnahan untukku. Makanya aku minta sama kamu, kamu nggak perlu lagi kepo sama kehidupanku." Aku kembali menegaskan kepada Marni, kalau setiap kali dia bicara tentangku, ia selalu saja menyakiti hatiku."Alah, Mbak Mira. Bicaramu seperti orang yang tidak pernah ngomongin orang saja, sampai berani menasehatiku seperti itu." Marni tidak terima, saat aku minta supaya dia jangan mengganggu kehidupanku.Marni rupanya tersinggung, dengan ucapanku kalau dirinya suka seka
Aku menceritakan tentang rumah kamu yang telah aku beli, tetapi aku mengaku kalau Rani yang membelinya dan dia juga menyuruh kami untuk menempatinya."Kamu beneran, Dek. Kalau Rani menyuruh kita untuk menempati rumahnya, yang baru dia beli tanpa harus membayar sewa?" Mas Romi bertanya balik, sepertinya ia tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan."Iya bener, Mas. Rani menyuruh kita untuk menempati rumah barunya. Bagaimana, Mas mau atau tidak?" Aku bertanya lagi untuk memastikan Mas Romi mau atau tidak. "Mas pastinya setuju dong, Dek. Mas malah bersyukur banget, kamu berteman sama Rani. Sudah orangnya baik, dia juga tidak pelit sama kita." Mas Romi memuji kebaikan Rani.Memang pada dasarnya, Rani dan keluarganya adalah orang baik. Selama aku berteman dengan Rani, baik Rani maupun keluarganya memang selalu royal kepadaku. Aku dan Rani berteman sejak kami duduk di bangku SMA sampai sekarang. Ternyata, kami pun memiliki jodoh dari daerah yang sama pula, cuma berbeda kecamatan saja."Iy
"Iya, Bu Ratmi. Mbak Mira itu, kalau kerja lelet banget," sahut Marni menimpali ucapan Ibu mertuaku.Mereka berdua melewatiku begitu saja, bahkan Bu Ratmi sepertinya sengaja menabrakku, padahal aku berada di pinggir pintu. Marni pun mengekor dari belakang, bagaikan seorang ajudannya Bu Ratmi."Iya maafin Mira ya, Bu. Karena, tadi Mira sedang sibuk beres-beres, Bu." Aku meminta maaf kepada mertuaku karena telat membukakan pintu untuknya.'Lagian juga buat apa mereka berdua datang? Disaat aku sedang sibuk begini, kalau hanya untuk membuat kerusuhan lebih baik jangan.' Aku bergumam dalam hati, mengomentari kedatangan kedua mahluk tuhan yang selalu membuat keributan denganku.Aku juga nggak sengaja telat membukakan pintu, sebab aku tidak menyangka kalau ternyata mertuaku yang datang. Aku pikir yang datang itu orang lain, soalnya tadi mertuaku tidak mengucapkan salam terlebih dulu, pada saat dia datang ke rumahku. Tetapi, ia hanya mengetuk pintu dengan begitu kencang. Salah siapa coba ti
Dia tidak percaya, jika aku membeli semuanya itu memakai uangku. Karena Bu Ratmi berpikir kalau aku tidak bekerja, jadi tidak mungkin aku mempunyai uang sendiri. Ia berpikir, jika uang yang aku punya bukanlah uang hasil kerjaku, tetapi uang dari nafkah yang diberikan Mas Romi untukku."Bu, asal Ibu tau ya, jika selama ini aku juga membantu Mas Romi mencari uang. Cuma bedanya, aku mencari uang lewat online. Aku tidak seperti orang-orang, yang bekerja berangkat pagi pulang sore. Aku memang kelihatan diam saja di rumah, tetapi aku bisa menghasilkan rupiah, Bu. Bahkan saat Ibu bilang, kalau aku hanya bisa ongkang kaki sambil main handphone. Itu semuanya tidak benar, Bu. Sebab, dari sanalah aku mendapatkan rezeki, buat menutupi kekurangan ekonomi keluargaku. Jadi Ibu harus paham itu," ungkapku."Kamu itu memang pintar sekali berbohong, Mira. Tetapi sayang, aku tidak percaya dengan ucapanmu. Karena bagiku, yang namanya mencari uang itu ya dengan bekerja, bukannya mainin handphone seperti k
Aku menjelaskan semua yang terjadi kepada Bu Nuri, supaya dia tidak terus menyalahkanku atas kesalahan yang dibuat oleh orang lain. Aku bosan harus terus disalahkan dan dipojokkan, mulai sekarang aku akan melawan siapapun orangnya yang berbuat semena-mena kepadaku. Akan aku buktikan kepada mereka, siapa Mira sekarang."Kamu sekarang sudah berani melawan ya, Mira. Kamu nggak sadar siapa aku, aku ini lebih tua dari kamu. Kamu kalau bicara itu yang lemah lembut, jangan ngegas begitu!" Bu Nuri memprotesku, sebab menurutnya pembelaanku ini adalah melawan baginya."Kalau anda sopan, aku juga pasti segan," sahutku, sambil berlalu pergi meninggalkannya.Aku biarkan dia terus berteriak dan memakiku, bahkan mengatakan aku kurang ajar sekalipun, aku tidak peduli dan tidak mau meladeninya lagi. Lebih baik aku berkemas, supaya aku cepat pindah dari tempat yang seperti penjara buatku ini.*****"Mas, semuanya sudah selesai 'kan?" tanyaku. Aku bertanya kepada Mas Romi, yang sedang mengangkat barang
"Mas, siapa? Sepertinya kalian sudah saling mengenal?" tanyaku."Iya, Mbak. Kami sudah saling mengenal, bahkan bukan hanya kenal, tapi kami hampir saja menikah. Sebab aku adalah orang, yang dijodohkan oleh Ibunya Mas Romi. Sebelum Mas Romi menikah dengan Mbak. Tapi sayang perjodohan itu tidak berlanjut, sebab Mas Romi malah memilih Mbak untuk dijadikan istrinya." Delisa menjelaskan dengan gamblang, tanpa ada yang ditutupi olehnya. Rupanya benar, kalau perempuan itu adalah Delisa, orang yang akan dijodohkan dengan suamiku oleh mertuaku. Ternyata apa yang dikatakan Bu Ratmi tentang Delisa adalah benar. Dia itu perempuan berparas cantik, tinggi dan memiliki bodi goal. Tapi kenapa Mas Romi menolaknya? Bahkan ia malah memilihku, yang sudah jelas tidak ada apa-apanya, jika dibandingkan dengan Delisa. Balik lagi, mungkin semua ini adalah takdir Allah, yang membuat kami bersatu. Bahkan kehidupan rumah tanggaku sudah bertahan, lebih dari enam belas tahun. Menurutku kami sudah menjalani perj
"Aku tau namamu, sebab Bu Ratmi setiap berkunjung ke rumahku selalu bercerita tentang Mas Romi. Dia juga memberitahuku, kalau istrinya bernama Mira. Apa ada yang salah?" tanya Mbak Delisa, dia juga menceritakan darimana dia mengetahui namaku. "Nggak ada yang salah kok, Mbak. Cuma aku kaget saja, Mbak Delisa bisa tau namaku. Ya sudah ayo diminum tehnya, Mbak!" Aku mempersilahkan Delisa untuk meminum tehnya."Iya, Mira, terima kasih," sahutnya.Kemudian Mbak Delisa pun meminum teh yang aku bikinkan, serta mencicipi kue yang aku sajikan. Setelah cukup lama dia berada di rumahku, Mbak Delisa pun pamit kepadaku serta kepada suamiku. Dia juga memberitahu kami, kalau rumahnya tidak jauh dari rumahku saat ini.*****"Lusi, katanya kamu mau pindah deket rumah Mbak. Ayo sini main, kota lihat tempat kontrakannya, sebab Mbak sudah menemukan tempat yang cocok untukmu!" Aku mengabari Lusi, kalau sudah ada kontrakan yang dekat dengan rumahku."Iya, Mbak. Lusi nanti siang meluncur ke rumah, Mbak.
"Eh, Marni. Kamu mau makan bakso juga?" tanyaku."Ya iyalah, Mbak. Masa iya aku datang ke sini makan soto, orang warung ini cuma jualan bakso tidak jualan soto. Dasar, orang aneh," sahut Marni menggerutu, kemudian dia duduk di kursi kosong yang ada di sebelahku.Marni menjawab ucapanku, dengan begitu sinis tidak ada ramahnya sama sekali. Mungkin dia terlalu benci padaku, atau bagaimana aku tidak tahu. Selama aku berada di kampungnya Mas Romi dan mengontrak dekat rumahnya, tidak pernah ada kata santun untukku, yang terucap dari mulut Marni. Tapi ya sudahlah, toh sekarang aku sudah bukan tetangganya lagi."Maksudku bukan seperti itu juga, Marni. Aku hanya mau menawari kamu makan bakso bersama. Ya kalau memang kamunya tidak mau, ya sudah." Aku berbasa basi, berkata menawari Marni. "Oh, jadi maksud Mbak Mira aku mau ditraktir, gitu?" Marni bertanya kepadaku."Iya, Mbak Marni. Mbak Mira tadinya mau nraktir, Mbak Marni. Tapi karena Mbak Marni sepertinya tidak mau, jadi Mbak Mira nggak jad
"Lho, kok ada foto Mas sama Meri sedang berpelukan begini sih? Kamu dapat dari mana, Dek?" Mas Romi bertanya dengan sorot mata yang menatap tajam ke arahku."Aku dikirim Susi, Mas. Katanya kalian berdua ada hubungan spesial, bener nggak sih Mas apa yang dia bilang? Karena aku melihat foto kalian juga terlihat begitu mesra," tanyaku mau minta penjelasan.'Dek ... Dek, kamu itu lebih percaya Mas suami kamu, sama Merry Adik kamu, atau sama Susi temen kamu? Temen yang sudah merebut mantan pacar kamu, sewaktu kamu masih sekolah dulu. Kalau memang kamu lebih percaya sama Susi, Berarti kamu salah besar, Dek. Karena Mas sama Merry itu tidak ada hubungan spesial, terkecuali hubungan antara kakak ipar dan adik ipar. Kamu jangan mau di bodohi sama Susi dong, Dek. Dia itu hanya menginginkan, supaya hubungan kamu dan Mas berantakan. Kamu tahu nggak, Dek, kalau Susi dan suaminya sekarang hubungannya sedang goyang. Karena suaminya Susi ketahuan selingkuh, makanya dia memanas-manasi kamu. Mungkin t
"Alhamdulillah, akhirnya Meri mau menggantikan Lusi. Kalau sampai Meri tidak mau, pasti toko kueku terbengkalai. Semoga dengan kedatangan Meri nanti, toko kueku akan semakin berkembang, aamiin," harapku.Kemudian aku mengangkat tubuh Nadyra dan segera memberikan asi kepadanya. Tidak berapa lama anak keduaku yang bernama Azka pulang dari sekolah dan langsung masuk ke kamarku untuk menyalamiku. Alhamdulillah, aku mempunyai anak-anak yang shaleh, semoga gadis kecilku juga menjadi anak yang shaleha, aamiin."Assalamualaikum, Bu, Kakak pulang," ucapnya sambil meraih tanganku dan menciumnya."Waalaikumsalam, Kak Azka, alhamdulillah Kakak udah pulang tuh, Dek. Bagaimana belajarnya hari ini, Kak, lancar?" Aku bertanya keadaan Azka di sekolah, setelah aku menjawab salam dari anakku yang nomer dua ini."Lancar dong, Bu, Kakak bisa menjawab semua soal ulangan hari ini," sahut Azka.Ia menjawabnya dengan begitu bersemangat, kebetulan hari ini memang ada ulangan harian di sekolah Azka."Alhamdul
"Mbak Mira, terima kasih ya. Karena Mbak Mira telah paham dengan keadaanku," ucap Lusi."Iya, Lusi, sama-sama. Aku harus paham, sebab yang namanya manusia pasti punya problem. Kehidupan yang kita jalani tidak akan selamanya bisa sesuai harapan kita," sahutku."Ya sudah, Mbak, aku pamit ke toko dulu ya. Assalamualaikum," pamit Lusi.Aku pun mengiyakan, saat Lusi pamit untuk pergi ke toko. Kemudian ia pergi meninggalkanku sendirian, yang sedang bingung memikirkan jalan keluar untuk masalah ini. Setelah Lusi kembali ke toko, setelah ia selesai membicarakan apa yang ingin diungkapkannya. Aku melamun seorang diri, membayangkan bagaimana nasib toko kueku, ketika Lusi sudah tidak ada lagi nanti? Sedangkan aku baru saja melahirkan dan tidak bisa membuat kue seperti dulu. Menurut Lusi, ia akan pergi sekitar satu minggu lagi. Jadi aku harus segera mencari orang untuk menggantikan Lusi membuat kue, mumpung masih ada waktu untuk mencari orang yang tepat pengganti Lusi tersebut. Setelah setelah
"Itu, Dek, Meri barusan menyuruh Mas memasangkan lampu yang ada di kamarnya. Kata dia mumpung ada Mas karena ternyata lampu kamarnya putus," sahut Mas Romi."Oh begitu, ya Mas, ya sudah kalau memang seperti itu. Mas, sudah dulu ya, meneleponnya soalnya Nadyra-nya mau nyusu dulu. Nanti kita sambung lagi," pungkasku.Setelah itu aku pun mengakhiri sambungan telepon, kemudian menyimpan telepon tersebut di atas nakas, sebab Nadyra memang sudah terbangun dari tidurnya. Aku menyusui Nadyra, sambil tiduran, supaya Nadyra kembali terlelap. Soalnya baru juga berapa menit dia tidur kini sudah terbangun karena kehausan. Setelah Nadyra kembali tertidur, aku pun merapikan selimutnya, lalu bangkit dari kasur. Aku berniat akan pergi ke toko untuk mengeceknya. Sudah lebih satu bulan semenjak aku melahirkan, aku tidak pernah lagi mengecek toko kueku. Biasanya aku menyerahkan semuanya kepada Lusi. Pas aku baru membuka pintu kamar, ternyata Lusi sudah ada di depan pintu kamarku. "Eh, Mbak Mira, baru
Rasanya nggak mungkin juga, jika suami serta adik kandungku tega menghianati aku. Makanya aku tidak akan percaya seratus persen, dengan perkataan Susi, yang belum jelas kebenarannya. Bisa saja Mereka berpelukan begitu karena Mas Romi mau menolong Meri, bukan karena sengaja berpelukan karena mempunyai perasan lain. Aku percaya, kalau mereka berdua tidak akan seperti itu.[Ya sudah, terserah kamu saja kalau memang kamu tidak percaya. Aku hanya ingin memberitahu kanu saja, apa yang terjadi di sini tanpa sepengetahuan kamu.] Susi mengirimi chat lagi kepadaku.[Terima kasih, Susi, sebab kamu telah mau memberitahu aku. Tapi aku lebih percaya kepada mereka berdua,] terangku lagi.Setelah membalas chat terakhir dari Susi, Susi pun tidak lagi mengirim chat kepadaku. Sepertinya ia kecewa karena aku tidak percaya dengan aduannya tersebut. Biar saja, sebab jika aku menuruti semua aduan Susi, sudah pasti rumah tanggaku, yang aku bina sekitar lima belas tahun ini akan sia-sia.Setelah tidak ada c
"Makanya, Mbak Widi, jangan menuruti emosi dulu. Cari tau dulu kebenarannya, kalau sudah seperti ini siapa yang rugi," tanyaku merasa geram dengan apa yang terjadi."Iya, Mbak Mira, aku menyesal sudah gegabah. Sekarang aku menyesal, Mbak, sebab telah mendengar kata orang dan menuruti emosi." ujar Mbak Widi."Ya sudah nggak apa-apa, Mbak. Aku mau kok memaafkan Mbak Widi," ungkap Meri.Adikku ini memang orang baik, ia tidak pernah mau ribet dan mempermasalahkan apa pun. Sifat dia sama persis dengan sikap Bapak kami, yang lebih memaafkan ketimbang memperpanjang masalah. Aku pun memiliki sifat yang sama, tidak pernah mau ribet, atau berpikir untuk membalas perlakuan jahat orang lain. Karena bagiku memiliki sifat seperti itu capek, sebab permasalahan akan tetap ada dan tidak ada habisnya. Aku ingin hidup tentram dan damai, makanya kami tidak terlalu mempermasalahkan semua itu. Toh lama kemanan orang yang membenci kita akan bosan sendiri, sebab kita tidak meladeni mereka."Terimakasih, M
"Asal Mas tau, kalau adik ipar Mas Romi ini seorang pelakor. Ia itu berusaha menggoda suamiku, saat kemarin ia belanja di warungku, Mas" Mbak Widi memberitahu kami semua itu."Maaf, Mbak, maksud, Mbak apa? Kok Mbak mengatakan aku seorang pelakor? Memangnya kapan aku menggoda suami Mbak," tanya Meri yang datang menghampiri kami.Melihat Meri keluar, Mbak Widi juga mendekatinya. Kemudian ia mengangkat tangan kanannya, akan menampar Meri. Tapi keburu ditangkis oleh Mas Romi. Mba" Wish hampir saja berbuat anarkis terhadap adikku, jika saja Mas Romi tidak sigap menangkis tangan Mbak Widi."Mbak Widi, tolong Mbak jangan kasar begitu. Tolong beritahu kami dulu, seperti apa sih permasalahan yang sebenarnya? Kok bisa seperti ini," tanyaku meminta penjelasan."Mbak Mira ngapain bertanya kepadaku? Mbak kan bisa tinggal tanya saja sama adik Mbak, ngapain mesti nanya sama aku," tanya balik Widi dengan begitu ketus."Maaf ya, Mbak, bukan aku mau ngeles. Tapi aku memang tidak merasa menjadi seorang p
"Ya sudah, Lus, suruh masuk saja ya," pintaku."Iya, Mbak siap," sahutnya.Setelah itu Lusi pun segera pergi untuk menyuruh orang, yang mencariku tersebut supaya masuk. Tidak berapa lama, Lusi bersama orang yang ingin bertemu aku itu pun masuk dan ternyata itu adalah Rani temanku."Rani, katanya kamu sedang di luar kota, tapi kok kamu sudah ada di sini?" Aku to the poin bertanya kepada Rani.Aku kaget bercampur heran, kenapa ia bisa berada di rumahku saat ini. Padahal tadi pagi saat aku telepon dia untuk mengundang dia, supaya datang keacaraku. Rani bilang, kalau ia sedang ada di luar kota. Makanya aku tidak percaya jika sekarang ia ada di hadapanku. Apa mungkin, pada saat pagi di telepon itu dia sedang mengerjai aku? Makanya sekarang ia sudah ada di hadapanku."Mira, kamu sudah kena prank yang aku buat. Aku memang sudah dari luar kota, tetapi sudah pulang dua hari yang lalu. Aku sengaja, bilang sedang diluar kota, sebab ingin memberi kejutan sama kamu. Dan ternyata kejutan aku berhas
"Mas pasti setuju dong, Dek, toh semuanya juga demi kebaikan keluarga kira juga," sahut Mas Romi."Ya sudah, masalah ini nanti kita obrolin lagi saja. Sekarang lebih baik kita makan sore dulu, pasti sudah pada laper kan," tanyaku.Kemudian kami pun pergi menuju ruang makan dan makan bersama. Empat minggu setelah kejadian perampokan di rumahku, Mas Rayhan pun dikabarkan sudah diperboleh dibawa pulang. Berhubung yang nabrak bertanggung jawab, jadi tidak perlu mengurusi administrasi lagi. Bahkan Mas Rayhan diantar pulang oleh orang yang menabrak tersebut. "Mas, alhamdulillah ya, Mas Rayhan sudah bisa pulang. Kebetulan kita mau syukuran kelahiran anak kita," ucapku."Iya, Dek, alhamdulillah. Ibu, Bapak dan Meri juga bisa hadir. Mereka sekarang sedang dalam perjalanan," sahut Mas Romi."Apa benar, Mas? Kapan Ibu memberitahu Mas," tanyaku.Aku merasa kaget, saat mendengar orang tua dan saudaraku mau datang. Ternyata mereka menyempatkan diri, supaya bisa hadir, di acara cukur akikah serta