Bab 10 Setelah memarkirkan mobil, Mas Rian membantu Bu Sari untuk membawaku ke dalam. Saat hendak memasuki klinik, kami berpapasan dengan Mas Farid dan Rini. Rini berjalan sambil memegangi perutnya, sedangkan Mas Farid memegang pundak Rini, persis seperti suami siaga. Sakit yang kurasakan semakin menjadi setelah menyaksikan pemandangan menyakitkan di depan mataku. Jadi ini alasanmu tidak mau mengangkat telpon dan membalas pesanku, Mas. Ternyata kamu lebih mementingkan wanita itu dari pada istrimu sendiri. Sayangkan kata-kata itu tidak sanggup kulontarkan. Karena tenagaku sudah semakin habis. Mas Farid berlaku begitu saja, tidak mengkhawatirkanku sama sekali. Seolah tidak peduli padaku. Mas Rian dan Bu Sari langsung membawaku ke dalam agar mendapatkan penanganan medis. Setelah membaringkanku di atas kasur khusus pasien, Bu Sari pun pamit karena masih ada urusan lain. Aku hanya menganggukkan kepala saat beliau berpamitan, karena kondisiku semakin lemah. Dokter langsung memerik
Bab 11Setelah dokter pergi, Mama kembali duduk di sampingku. Mama menggenggam tanganku, menatapku dengan rasa kasihan."Kenapa kamu tidak menjaga kandunganmu dengan baik, Nak? Apa sebenarnya yang terjadi? Apa kaitannya keguguran yang kamu alami dengan obat tidur itu, Nak?" Mama terlihat semakin khawatir."Adel tidak tahu kalau ternyata Adel sedang mengandung, Ma. Soal obat tidur itu, sepertinya ada yang sengaja mencampurnya ke minuman Adel, Ma," jelasku pada Mama."Cerita sama Mama, Nak. Sebenarnya apa yang terjadi?" Mama mendesakku. Air mata tak bisa lagi kutahan, mengalir deras dari kelopak mata. Sungguh aku tidak sanggup menceritakan semua ini pada Mama. Takut jadi beban pikiran baginya."Nak, apapun yang terjadi, Mama akan selalu bersamamu. Ceritakan semuanya pada Mama." Mama memperkuat genggaman tangannya, mengisyaratkan bahwa beliau akan selalu ada untukku, apapun yang terjadi.Aku menarik napas dalam, kemudian menghembusnya perlahan. Ya, aku akan menceritakan semuanya pada Ma
Bab 12Terdengar suara pintu terbuka, muncullah sosok seorang lelaki yang sangat kukenal dari balik pintu itu. Ia adalah orang yang sudah mendampingiku selama empat tahun, dan ia juga lah yang telah membuatku kehilangan janinku."Dek!"Mas Farid menghampiriku, mengelus kepalaku kemudian mengecup keningku. Aku membuang muka, masih marah dan benci padanya."Ma!" Mas Farid meraih tangan Mama , tapi Mama menepisnya."Kenapa baru datang sekarang?" tanya Mama ketus."Farid baru pulang dari kantor, Ma, terus langsung pulang ke rumah!" Mas Farid menundukkan kepalanya, mungkin ia takut pada Mama. Selama menjadi menantu Mama, Mas Farid belum pernah sekalipun mendapatkan perlakuan buruk atau kata-kata kasar dari Mama. Mama sayang sama Mas Farid dan sudah menganggapnya seperti anak sendiri."Maafin Farid, Ma," lirihnya, masih belum berani menatap wajah Mama."Oh ya, siapa wanita hamil yang bersamamu tadi?" Mama menatap Mas Farid dengan tatapan tajam."Itu sepupunya Farid, Ma," kilahnya untuk menu
Bab 13Mama mendorong pintu kamar tempatku dirawat dengan sedikit kasar, lalu menjatuhkan bokongnya di atas kursi sambil menghela napas.Aku pun heran melihat sikap Mama yang tidak seperti biasanya. Akhirnya aku pun bertanya, "Mama kenapa, kok' kelihatannya kesal begitu?""Bukan hanya kesal, Del, Mama marah, kecewa dan juga benci kepada suamimu itu.""Kenapa lagi, Ma?""Ternyata kecurigaan kita benar, Del. Suamimu ada main sama wanita itu. Tadi Mama habis dari ruangan dokter, Mama meminta rekam medis pasien yang bernama Rini itu. Awalnya dokter menolak, tapi setelah Mama memberikan alasan, akhirnya dokter menyuruh asistennya untuk mengambil rekam medisnya Rini dan mengizinkan Mama melihatnya. Di dalamnya tertulis bahwa Farid adalah ayah dari anak yang ada di dalam kandungan Rini," ungkap Mama. Mama beristighfar berulang kali untuk meredam emosinya. Agar sakit jantungnya tidak kumat lagi.Astaghfirullah ... aku menggeleng pelan, tidak menyangka jika Mas Farid setega itu padaku.Aku mem
Bab 14Sesampainya di rumah, kami masuk melalui pintu depan. Saat memasukinya, kami sangat terkejut melihat seisi rumah. Bagaimana tidak, rumahku sudah seperti kapal pecah saja. Sampah berserakan dimana-mana, sofa dan meja di ruang tamu letaknya sudah tidak beraturan. Setelah melewati ruang tamu, kini kami memasuki ruang tengah, dan kondisinya lebih parah lagi. Piring, gelas dan sendok bekas makan berserakan di atas lantai. Belum lagi melihat ke dapur sana, pasti di dapur lebih berantakan. Rasanya, aku sudah tidak sanggup lagi menyaksikan pemandangan di rumahku sendiri. Kepalaku mendadak pusing karenanya."Ya ampun, apa-apaan ini? Kenapa kondisi rumah seperti kapal pecah begini?" Mama sengaja mengeraskan suaranya supaya wanita itu mendengarnya. Tapi wanita itu tetap saja mengurung diri di kamarnya, tanpa mempedulikan kedatangan kami."Ma, tolong antar Adel ke kamar ya, Adel mau istirahat," pintaku pada Mama dan Mama pun mengangguk."Biar Mas saja yang mengantarmu ke kamar," ucap Mas
Bab 15 Mama menghampiriku setelah ia selesai menunaikan shalat Maghrib. Mama duduk di tepi ranjang sambil mengelus kepalaku. "Del, kamu tahu enggak? Tadi Mama ngerjain suamimu dan wanita itu. Mama menyuruh Farid menguras bak dan membersihkan kamar mandi. Sedangkan Rini, Mama menyuruhnya untuk membersihkan seluruh ruangan, setelah itu Mama menyuruhnya lagi untuk mengepel lantai." Mama terlihat bersemangat sekali saat menceritakannya hal itu padaku. Senyumku mengembang mendengar cerita Mama. Rasain kamu Mas, Rini, pembalasan akan dimulai! "Baru dikasih kerjaan gitu aja udah ngeluh. Katanya badannya jadi pegal, pinggangnya sakit, huh … alasan saja. Memang dasar pemalas." Mama mengumpat, menunjukkan perasaan kesalnya terhadap Rini. "Tadi Mama juga sempat lihat gimana expresi suamimu, sepertinya Farid tidak tega melihat gundiknya itu Mama suruh-suruh. Farid mau bantuin, tapi mayma melarangnya dan menyuruh Farid untuk menyikat kamar mandi hingga bersih." Hampir saja suara tawa kami ter
Bab 16Kami duduk di atas sofa ruang tengah sambil menonton TV, sementara Rini masih sibuk mencuci piring kotor.Mas Farid terlihat gelisah, entah apa yang sedang ia pikirkan. Apa mungkin ia sedang ketakutan, takut rahasianya terbongkar? Entahlah!"Ma, ini kan sudah malam, jika Mama mau pulang biar Farid antar." Tiba-tiba Mas Farid memecah keheningan di antara kami. Mama mengalihkan parhatiannya dari TV LED berukuran 42 inci yang sedang menayangkan sinetron favoritnya tersebut, beralih menatap Mas Farid."Mama enggak mau pulang. Mama akan menginap di sini sampai keadaan Adel pulih kembali," jawab Mama. Mama kembali fokus menyaksikan sinetron suara hati istri yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi terbesar di negeri ini. Mama memang menyukai sinetron, berbeda denganku. Aku tidak suka film sinetron, malah lebih suka membaca cerita di salah satu aplikasi yang lagi tenar akhir-akhir ini.Wajah Mas Farid mendadak berubah, seperti tidak suka jika Mama menginap di sini."Kenapa,
Bab 17Mas Farid menatapku tajam, mungkin ia tidak menyangka jika aku berani berkata seperti itu padanya. Selama ini, aku selalu bersikap baik dan lembut, serta selalu menghormatinya sebagai imamku. Itu dulu, sekarang tidak lagi. Luka yang ia torehkan di dalam hatiku telah membunuh dan memusnahkan seluruh rasa cintaku, yang tersisa hanyalah rasa benci."Dek, apa kamu tidak punya simpanan lagi? Tolonglah, Mas yakin kamu pasti masih punya tabungan. Ini kan buat kebaikan kita juga." Mas Farid mengiba. Ia pikir aku akan luluh? tidak, Mas!Aku memang masih mempunyai tabungan, tapi aku tidak akan mau menggunakan uang tabunganku untuk membayar cicilan rumah ini. Biarkan saja rumah ini disita pihak Bank, biar Mas Farid dan gundiknya itu jadi gelandangan."Enggak punya, Mas! Mas usahain dong, pinjam sama teman atau sama siapa, gitu!""Mas enggak berani minjam uang lagi. Uang yang Mas pinjam untuk membayar tagihan klinik kemaren saja belum Mas bayar," ungkapnya.Ya ampun, ternyata uang itu dapa
Bab 68"Mbak Adel," tangan Rini bergerak, mengisyaratkan agar aku mendekat. Aku pun menurutinya, mendekat ke arah Rini."Mbak, maafin Rini, ya! Rini telah merusak rumah tangga Mbak Adel dengan Mas Farid. Mas Farid tidak bersalah, Mbak. Rini lah yang sudah menjebak dan memaksa Mas Farid. Ini semua adalah kesalahan Rini. Rini mohon, berikan kesempatan kedua buat Mas Farid, Mbak. Mas Farid sangat menyayangimu, Mbak."Rini kemudian menceritakan kisah masa lalunya. Mulai dari penolakannya saat dilamar oleh Mas Farid, sampai akhirnya ia nekat menyusul Mas Farid ke kota. Di stasiun seorang preman menawarkan bantuan, dan preman itulah yang menjebaknya dan merenggut kesuciannya. Rini juga menceritakan semua kisah pilunya saat dijual oleh preman tersebut hingga akhirnya ia terjebak, menjadi wanita penghibur di tempat prostitusi.Rini juga bercerita saat ia menjebak Mas Farid, hingga ia hamil dan tidak tahu anak siapa. Karena Rini tidak hanya berhubungan dengan Mas Farid, ia juga melakukan hubun
Bab 67Aku, Mas Farid, Ibu dan juga Mama, kini berada di rumah sakit umum, di ruang rawatnya Rini.Entah apa yang terjadi pada Rini sehingga kondisinya kritis seperti itu. Rini berbaring lemah tak berdaya di atas kasur yang hanya berukuran untuk satu orang itu. Di hidungnya dipasang selang pernapasan, sedangkan di punggung tangannya terdapat selang infus.Mas Farid tertunduk lesu melihat kondisi istrinya itu, sementara ibu mertua, entahlah. Aku tidak bisa menerka-nerka bagaimana perasaannya saat ini.Tak lama kemudian, seorang anggota kepolisian datang menghampiri kami. Beliau kemudian menjelaskan kondisi Rini kepada kami."Selamat pagi, Pak, Bu. Tadi, pasien sempat siuman, dia meminta agar kami menghubungi saudari Adel. Katanya ada hal penting yang ingin ia katakan pada saudari Adel," ucapnya sambil memandangi tubuh Rini yang kini sedang berbaring lemah tak berdaya."Sebenarnya, apa yang terjadi pada Rini, Pak?" tanya Mama penasaran. Ternyata Mama sama denganku, aku juga ingin menany
Bab 66Kembali? Berarti Mas Farid telah salah mengira. Ia pikir dengan aku memaafkannya, aku akan bersedia kembali lagi padanya. Aku memang sudah memaafkannya, tapi tidak untuk kembali lagi padanya."Tidak, Mas. Aku memang sudah memaafkanmu. Tapi untuk kembali, maaf aku tidak bisa," ucapku dengan tegas."Itu berarti, kamu belum ikhlas maafin Mas, Dek. Mas harus meyakinkanmu dengan cara apa lagi? Biar kamu tahu betapa Mas sangat mencintaimu?" Mas Farid terlihat frustasi, hingga ia menjambak rambutnya sendiri."Apa karena kaki Mas sudah cacat? Makanya kamu tidak bersedia lagi menerima Mas? Jawab, Dek." Mas Farid terus mendesakku agar menjawab pertanyaannya."Sejujurnya, bukan karena kondisi fisikmu yang membuatku tidak mau lagi bersama denganmu, Mas. Tetapi karena kebohongan dan juga pengkhianatanmu itulah yang membuatku enggan untuk kembali lagi bersamamu," tegasku lagi agar Mas Farid bisa mengerti.Andai saja Mas Farid tidak mengkhianatiku, mungkin saat ini aku masih setia mendampingi
Bab 65. POV AdeliaSyukurlah, akhirnya Rini ditangkap polisi. Kini tidak ada lagi yang mengusik ketenanganku. Sekarang, Rini sudah mendekam di dalam penjara, ia pantas menerima balasan atas apa yang telah ia lakukan terhadapku.Mas Farid juga sudah siuman dan kini kondisinya sudah semakin membaik. Mas Farid telah keluar dari rumah sakit dan kini ia tinggal di kontrakan bersama ibunya. Sedangkan Mas Rudi, memilih untuk kembali lebih dulu ke kampung karena tidak bisa berlama-lama meninggalkan anak dan istrinya.Sejak Rini ditangkap polisi, aku tidak pernah lagi menjenguk Mas Farid. walaupun Ibu dan Mas Rudi berulang-kali menelponku dan memintaku untuk datang, tapi aku tidak bisa memenuhi permintaan mereka.Ibu bilang, Mas Farid ingin sekali bertemu denganku, dan ia juga ingin meminta maaf padaku.Aku tidak berniat lagi untuk menemui Mas Farid. Bagiku, ia bukan siapa-siapa lagi, meskipun kami belum resmi bercerai. Tapi sekarang, proses perceraian kami sedang diproses dan sebentar lagi ka
Bab 64Semenjak Mbak Adel ninggalin rumah, Mas Farid selalu murung, apalagi setelah kami pindah ke kontrakan karena rumah tersebut sudah disita.Aku sudah mencoba menghiburnya, melakukan apapun agar bisa menarik perhatiannya dan membuatnya jatuh cinta padaku. Tapi sekeras apa pun usahaku, tetap saja tidak berhasil.Hingga pada suatu hari, Mas Farid nekat menemui Mbak Adel di butiknya. Aku tahu, pasti Mas Farid ingin membujuk Mbak Adel agar mau balikan padanya.Usaha Mas Farid gagal total karena aku berusaha memanas-manasi Mbak Adel dengan cara meminta harta gono-gini. Aku sudah tahu bahwa butik itu milik Mbak Adel, aku sengaja melakukannya agar Mbak Adel semakin kesal.Mas Farid terlihat kesal saat seorang ibu-ibu datang bersama seorang lelaki yang mengaku sebagai calon suaminya Mbak Adel.Mas Farid tidak terima, bahkan sampai adu jotos dengan lelaki itu.Aku dan Mbak Adel berusaha untuk melerai mereka, karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan.Mbak Adel memilih untuk pergi meni
Bab 63Akhirnya, aku nekat mendatangi rumah Mas Farid. Aku ingin tinggal bersama Mas Farid dan istrinya. Awalnya Mas Farid menolak, tapi akhirnya ia setuju setelah aku kembali mengancamnya. Saat Mbak Adel mendapati bahwa aku telah berada di rumahnya, ia terlihat tidak suka dan sepertinya menaruh curiga. Tapi aku beralasan bahwa aku adalah sepupunya Mas Farid dan suamiku sudah meninggal. Dengan berat hati, Mbak Adel mengizinkanku tinggal di rumah mereka. Rumah yang akan menjadi milikku juga.Hidup satu atap bersama Mas Farid dan istrinya membuatku tidak nyaman. Aku ingin, Mas Farid menjadi milikku satu-satunya. Aku tidak ingin berbagi.Aku sengaja berlagak seperti tuan putri di rumah itu agar Mbak Adel merasa tidak tenang dan akhirnya pergi meninggalkan Mas Farid. Aku sengaja membuat Rumah berantakan seperti kapal pecah, dengan begitu aku berharap agar mereka bertengkar dan akhirnya berpisah.Aku juga sering meminta sesuatu yang tidak wajar. Seperti AC misalnya. Agar Mbak Adel cembur
Bab 62Bus yang aku tumpangi sudah tiba di terminal. Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit lagi untuk sampai ke kampung halaman. Desa tempat tinggalku merupakan desa terpencil, sehingga tidak bisa dilintasi oleh bus. Hanya mobil angkot lah satu-satunya angkutan umum di desaku.Sambil menunggu angkot, aku menyempatkan diri mengganti pakaian dengan yang lebih sopan. Untungnya, tadi Bang Zon menghentikan motornya di sebuah butik dan menyuruhku untuk membeli beberapa helai pakaian. Menurutnya, pakaian yang kukenakan tidak pantas dipakai oleh wanita baik-baik. Yah, Bang Zon menginginkan agar aku berubah menjadi wanita yang lebih baik setelah keluar dari tempat tersebut.Setelah mengganti pakaian, aku kembali ke tempat semula. Ternyata di sana sudah ada angkot yang menunggu penumpang.Aku pun segera menaiki angkot tersebut dan tidak lupa menyebutkan nama kampungku.Di tengah perjalanan, angkot yang aku tumpangi tiba-tiba mogok. Sementara, penumpangnya tinggal aku sendiri dan saat ini k
Bab 61"Mampir ke cafe dulu ya, Bang. Rini lapar nih," ucapku kepada Bang Zon saat kami dalam perjalanan pulang menuju tempat pros--titusi yang sudah menjadi tempat tinggalku. "Iya," ucapnya sambil menganggukkan kepala.Saat Bang Zon menghentikan laju motornya di depan cafe, aku melihat sosok seorang lelaki yang selama ini ku cari-cari. Lelaki itu adalah Mas Farid, lelaki yang sangat kurindukan dan sangat kucintai.Mas Farid keluar dari dalam cafe, bergandengan tangan dengan seorang wanita berhijab. Parasnya sangat cantik dan ayu. Aku tidak tahu siapa wanita itu.Tanpa terasa, bulir bening mengalir dari sudut netra saat melihat dengan langsung sang pujaan hati bergandengan dengan wanita lain. Ingin segera kupeluk lelaki yang sangat kucintai itu, tapi kuurungkan niatku. Tidak mungkin aku menemuinya dengan penampilanku yang seperti sekarang, apalagi Mas Farid sedang bersama dengan wanita lain.Aku masih berdiri, mematung di depan cafe sambil memandangi Mas Farid dari belakang. Mas Fari
Bab 60Saat membuka mata, aku shock bukan main saat mendapati lelaki yang sudah berumur, tidur satu selimut denganku. Tubuhku hanya ditutupi oleh selimuti, begitu juga lelaki itu, ia juga sama sepertiku.Air mata tidak bisa lagi kutahan, mengalir dengan deras begitu saja. Aku sudah kotor, najis dan hina. Tubuhku sudah tidak suci lagi. Aku menangis sejadi-jadinya, meratapi nasibku."Kamu kenapa nangis?" Lelaki tersebut mendekat dan mencoba untuk mengelap air mataku. "Jangan sentuh aku," bentakku, membuat ia terkejut dan langsung bangkit dari tempat tidur."Nggak usah munafik. Kamu 'kan melakukannya bukan untuk yang pertama kalinya, kenapa malah menangis seperti itu? Kayak baru kehilangan keperawanan aja," ejeknya sambil memunguti bajunya yang berserakan di lantai."By the way, om suka pelayananmu. Lain kali, om akan boo-king kamu lagi," ucapnya. Setelah itu, lelaki itu pun pergi.Tubuhku masih dibalut oleh selimut. Perlahan, aku bangkit dari atas ranjang, memunguti pakaianku yang jug