"Angela!" Angela tersentak saat sosok di depan menyadari kehadirannya, hendak membalikkan badan. Namun, tungkai kakinya mendadak lumpuh sekarang. 'Aduh, hei kaki bergeraklah!' Angela hanya bisa melempar senyum kaku. Pria yang selalu dia hindari beberapa hari ini pun mendekat bersama teman sekelasnya. "Ada apa?" tanya Angela agak ketus. Angela sedang berusaha menyembunyikan gemuruh kuat di dalam dada. Ia tak dapat mengelak sejak kemarin ketika Leo menyatakan cinta. Angela baru sadar jika menyukai Leo juga. Sedikit berbunga-bunga hatinya kemarin. Namun, mengingat betapa brengseknya Leo. Angela berusaha menghalau perasaannya. Sekarang, dia akan melihat seberapa serius Leo, apakah tindakan dan perkataannya selaras atau tidak. Untuk saat ini, Angela lebih mementingkan dahulu misi daripada urusan hatinya. Hari ini, hati Angela berdesir perih, diterpa cemburu ketika melihat Britney memeluk Leo barusan. Inilah yang ia takutkan, Leo hanya manis di bibir saja. Leo takut bila Angela salah
Angela menjerit di dalam hati sambil menutup kembali pintu dengan sangat kuat, membuat Leo di luar sana terperanjat kaget karena hampir saja mengenai hidung mancungnya.'Apa yang dia lakukan di sini?!' batin Angela sambil mengacak-acak rambut. 'Mau apa dia?' "Siapa Kak?" Jayden mengerutkan dahi, melihat Angela seperti orang kesetanan. Angela melirik ke samping. "Bukan siapa-siapa, hanya orang gila, kalau dia mengetuk lagi dan menanyakan Kakak, bilang saja Kakak tidak ada di rumah! Oke?" Belum sempat mendengar tanggapan sang adik, Angela bergegas menaiki tangga tatkala bunyi ketukan terdengar kembali dari balik pintu. Sementara di luar, dengan sabar Leo menunggu sambil sesekali melirik bunga mawar dan buah-buahan untuk calon istri sekaligus calon keluarganya itu. "Ish, berisik sekali, Bang Justin tolong buka pintunya," titah Jason pada saudara kembarnya yang beda beberapa menit saja. Ia merasa terganggu dengan bunyi ketukan pintu karena sekarang sedang fokus membaca sambil menguny
"Jayden, Justin! Mengapa kalian malah ketawa hah?! Pasti ini ulah kalian kan?!" pekik Angela saat melihat kedua adiknya berdiri di depan jendela sambil tertawa-tawa keras. Tak ada ketakutan dari bola mata keduanya. Mereka malah semakin tertawa karena sekarang Leo tampak mulai lelah bernyanyi di luar sana. Angela mendengus lantas mempercepat langkah kaki menuju pintu kemudian membuka pintu dan langsung berteriak dengan mata terpejam. Tak sadar bila sekarang di hadapannya ada Diana dan Martin, terlonjak kaget. "Berhentilah bernyanyi! Suaramu sangatlah jelek!!!" jerit Angela. "Angela!"Angela tersentak ketika mendengar suara mommynya. Secepat kilat membuka mata. Melebar sempurna pupil matanya itu. "Mom, aku ...." Lidah Angela mendadak sulit digerakkan sekarang. Dia melirik sekilas Leo di ujung sana, masih berdiri sambil memandangnya dengan tatapan sendu. "Kenapa kau membiarkan dosenmu berada di luar?" Diana terlihat kesal. Baru saja sampai tapi melihat seorang pria asing berdiri di
Pupil mata Angela sontak melebar sempurna tatkala Leo membungkamnya dengan sebuah kecupan. Saat ini keduanya berada di atas sofa ruang tamu. Dalam keadaan sadar ia mendorong kasar dada Leo hingga membuat ringisan pelan keluar dari mulut lelaki itu. Sebab tenaga Angela lumayan kuat."Sialan kau!" Angela bergegas turun dari sofa sambil mengusap-usap bibirnya dengan kasar. "Berani-beraninya kau menciumku?!" "Memangnya tidak boleh, kau kan calon istriku." Sementara Leo tersenyum sumringah karena telah berhasil mencicipi bibir Angela barusan, yang akhir-akhir ini membuat dia tak bisa tidur sepanjang malam. "Apa kau sudah gila? Sejak kapan aku menjadi calon istrimu? Sebenarnya apa mau? Kenapa kau datang kemari!" Angela benar-benar murka. Wajahnya pun nampak memerah sekarang. Dia seperti seekor singa yang siap menerkam Leo. Akan tetapi, di mata Leo, Angela tak lebih seperti seekor kucing lucu sedang meminta makan. Secara perlahan Leo duduk di sofa lalu menatap Angela yang berjarak satu met
Langkah kaki Angela langsung terjeda. Matanya membola seketika, dengan cepat membalikkan badan. Sementara Leo, setelah berucap buru-buru menyelenong masuk ke dalam kamar Angela kemudian menutup pintu. "Kau, bagaimana dia bisa ...." Lagi dan lagi lidah Angela mendadak kelu. Secepat kilat melangkah menuju kamar lalu memutar gagang. "Ahk!" Pintu dibuka namun Angela dibuat terkejut dan panik saat melihat Leo dalam keadaan setengah telanjang alias bagian atasnya terbuka. Leo baru saja meloloskan pakaian atas, tersenyum jahil ia. Karena telah berhasil mengerjai pujaan hati. "Astaga Dear, ternyata kau nakal ya." Secepat kilat Angela membalikkan badan kembali dengan dada mulai berdebar-debar tak karuan. Ia sentuh dadanya sejenak. Bayangan roti sobek Leo membuat Angela meneguk ludahnya berkali-kali. Pantas saja para wanita di kampus menginginkan Leo. Sebab Leo terlampau seksi saat tidak memakai baju. Otot-ototnya kekar nan berisi itu benar-benar membuat Angela mulai agak sinting saat ini.
Mendengar hal itu, bersemu merah pipi Angela, menahan malu karena ketahuan berbohong. Angela memilih diam. Ia lirik sekilas Leo mengulum senyum jahil. Bagaimana tidak Martin sekarang mengatakan kalau dirinya saat umur belasan tahun, pernah kabur dari rumah karena mengetahui Niel akan bertunangan. 'Ya Tuhan Daddy!' Ingin sekali Angela berteriak dan mengatakan pada daddynya untuk berhenti berbicara. Ia malu sangat malu, hendak bersembunyi sekarang atau bila perlu memindahkan wajahnya ke pantat saat ini juga. Karena daddynya kembali membuka kartu tentang kegilaan dia pada Niel. "Ya benar, aku pun heran anak kita belum move on, ckck!" Diana pun ikut mengompori.Angela merengut, memilih menundukkan kepala sambil mengerutu kecil, hari ini mommynya tampak berbeda, seakan-akan memiliki dendam pribadi padanya dan itu semua karena Leo, si dosen mesum. 'Awas saja kau, dosen mesum!' batin Angela sedang berencana menyerang Leo nanti.Sementara Leo tersenyum sumringah. Sebab tak ada rintangan un
Lagi dan lagi keheningan tercipta di antara mereka. Angela tak langsung menyahut, bergeming dengan tatapan tajam sedari tadi. Kali ini matanya sedikit menyipit, tampak berpikir keras. Sementara Leo menyungging senyum lebar. Karena yakin bila Angela pasti akan menerima tawarannya. Dengan sabar ia pun menunggu jawaban. Semenit pun berlalu, hanya terdengar rintik hujan di luar sana yang mulai perlahan-lahan berhenti. "Dear, bagaimana? Tawaranku akan membuat kau senang dan tidak merugikanmu sama sekali." Leo tidak tahan lagi manakala Angela cukup lama menanggapi. "Tidak," kata Angela, dengan tegas. Membuat Leo terperangah. Sebab wanita pujaannya ini, benar-benar keras kepala dan sulit sekali dirayu. "Astaga Dear, kau telah melukai hatiku lagi, padahal tawaran ini menguntungkanmu." Leo maju beberapa langkah hendak meraih tangan Angela. Namun, gerakannya lambat, Angela terlebih dahulu memundurkan langkah kaki. "Cih, menguntungkanmu bukan aku! Aku bisa mencari pelakunya seorang diri! B
Angela membuang muka ke samping. "Pergilah, Leo Johnstone, hujan sudah reda." Suara memelas Angela membuat Leo langsung menundukkan pandangan dan ia pun terlihat lemas. "Baiklah, kalau begitu aku pulang."Bergegas Leo turun ke bawah dan tak lupa meminta izin pada orang tua Angela. Dari atas kamar, Angela mengintip dari jendela, melihat mobil Leo meninggalkan pelataran rumahnya sekarang. 'Maaf Leo Johnstone, aku hanya ingin menjaga hatiku ini," gumam Angela pelan dengan wajah muram. ***Keesokan paginya, Angela berencana akan mendekati Whitney. Salah satu pelaku yang diduga Leo. Kebetulan hari ini mata kuliah Leo tidak ada. Angela merasa senang meski sebenarnya sedari malam menangis. Entah karena apa, mungkin karena menonton drakor, pikir Angela sesaat. "Hai Whitney, kau sudah makan?" tanya Angela kala di jam istirahat.Masih duduk di kursi, Whitney mengerutkan dahi. Karena tidak ada angin, tidak ada hujan, Angela tiba-tiba mengajaknya berbicara. "Belum, ada apa?" Whitney balik
"Angelo, aku mencintaimu, kembalilah padaku!" Kalimat yang dikeluarkan Claudia barusan. Membuat rahang Angelo semakin mengetat. Kini wajah wanita itu terlihat kumal dan kusam. Pakaian tahanan melekat dengan sempurna di tubuhnya saat ini. Claudia memandang Angelo dengan tatapan memuja. Angelo menebak bila Claudia melarikan diri dari penjara. Dia menahan kesal mengapa Claudia bisa meloloskan diri. Namun, mengingat ayah Claudia juga memiliki latar belakang di kemiliteran. Hal itu bukanlah hal yang sulit untuk Claudia bisa melarikan diri. Terlebih, saat ini ia dapat melihat sedikit bercak darah di pakaian Claudia. "Apa kau sudah gila! Aku sudah menikah!" seru Angelo dengan mata berkilat. Mendengar hal itu, mata Claudia yang semula berseri-seri langsung menyala bak kobaran api. Dengan napas mulai memburu ia pun berteriak,"Iya aku sudah gila, dan itu semua karena ulahmu! Aku tidak peduli, kau harus menjadi milikku!"Sesudah menanggapi, terdengarlah suara tawa keras di sekitar. Claudia t
Kening Jane lantas mengernyit. "Ada apa?" tanyanya. Amat penasaran ia, mengapa mimik muka Angelo mulai berubah menjadi lebih dingin sekarang, seolah-olah tengah marah pada seseorang. Angelo tak membalas, sejak tadi mendengar dengan seksama penjelasan Eliot. Di mana Adam, papa Claudia merupakan salah satu tersangka yang terlibat di dalam penculikan Jane."Pantas saja kita kesulitan mencari letak lokasi tempat penyekapan Jane, ternyata lelaki bedebah itu yang menutupinya, mama tiri Jane benar-benar gila! Seandainya saja kalau dia masih bernapas aku akan membakarnya hidup-hidup." Di ujung sana Eliot memberi pendapat. Tarikan napas berat pun terdengar bersamaan. Ia begitu kesal karena orang dipercayainya telah berkhianat dan membuat proses penyelamatan sempat terhambat kemarin. Angelo enggan menanggapi, namun dari sorot matanya berkabut kekecewaan mendalam pada Adam.Eliot menarik napas panjang kemudian, memahami Angelo yang masih diam di balik ponsel. "Dan satu lagi, pasti ini akan m
Jane terlonjak kaget kala Claudia berhasil membuatnya terhuyung-huyung ke belakang dan hampir saja terjatuh. Beruntung dirinya dapat menahan diri meski kakinya sekarang terkena pecahan kaca. "Mati kau!" pekik Claudia lagi. "Kau yang mati!" Cukup sudah, Jane habis kesabaran. Dengan sekuat tenaga ia mendorong dada Claudia hingga wanita tersebut terpental jauh, di mana punggung dan kepala bagian belakangnya membentur dinding. Claudia pun langsung pingsan di tempat. "Ck, menyusahkan sekali!" kata Jane sembari menarik napas lega. "Jane!"Perhatian Jane teralihkan kala mendengar suara Angelo di sekitar. Ia alihkan matanya ke arah pintu utama apartment, di mana Angelo berdiri dengan mimik muka terkejut dan panik."Baby!" Dengan hati-hati Angelo mendekat lalu menuntun Jane ke sisi yang aman. Usai itu, tanpa mengucapkan satu patah kata lelaki tersebut memeluk dan mencium kening Jane berkali
Jane mencoba untuk tetap tenang. Sebab sosok di hadapannya auranya tak seperti dahulu. Terakhkir kali bertemu, wajahnya nampak teduh. Namun, sekarang terasa dingin dan hitam pekat. Ada sesuatu yang tidak dapat Jane jelaskan sendiri."Apa maumu, Clau?" tanya Jane sembari memundurkan langkah kaki perlahan-lahan hendak mengambil pisau di dapur. Pasalnya saat ini Claudia tengah memegang pisau. Bukannya menjawab, wanita berambut panjang tersebut malah melangkah maju, sambil melayangkan tatapan mengintimidasi. Namun, Jane sama sekali tidak takut. Mungkin karena latar belakangnya dari keluarga mafia. Menjadikan dia tak gentar sama sekali.Jane tersenyum mengejek setelahnya. "Apa kau belum bisa menerima kalau Angelo memilih aku daripada kau?" ujarnya, sengaja memancing emosi Claudia.Kalimat yang dilontarkan Jane barusan membuat napas Claudia menderu cepat dan matanya pun langsung melotot tajam."Kalau kau sudah tah
"Astaga, kita melupakan Jane, oh ya selamat Jane, semoga kau tahan dengan sikap Angelo. Kami senang ingatanmu sudah pulih sekarang," ucap Eros seketika. Keasikan mengobrol membuat mereka melupakan wanita mungil di samping Angelo. Yang sejak tadi tersenyum kecil, mendengarkan mereka berbincang-bincang. Jane mengulum senyum. "Terima kasih, tenanglah aku sudah terbiasa dengan sikapnya, katanya seraya melirik Angelo sekilas. Angelo balas dengan mengulas senyum kecil."Oh ya, nanti malam jangan terlalu cepat kasihan anak orang," kelakar Ronald membuat semburat merah di kedua pipi Jane langsung muncul. "Ya, pelan-pelan Angelo, aku tahu ini pertama kalinya bagimu," timpal Eros sembari tertawa pelan. Sontak Angelo dan Jane saling lempar pandangan. Seandainya saja teman-temannya tahu bila mereka sudah bercinta kemarin. Maka dapat dipastikan akan dijadikan bahan olok-olokkan oleh ketiga pria jahil di depan."Hei, sepertinya tawa kita membuat orang risih." Eros melirik ke segala arah kala
Martin nampak syok ketika melihat Angelo berdiri dalam keadaan dada terbuka. Dapat dipastikan anak sulungnya tersebut baru saja selesai berhubungan badan. Jane pun berbaring di atas kasur sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Gurat kepanikan tergambar jelas di wajahnya sekarang.Dengan muka tak berdosa, Angelo melirik Jane sekilas, memberinya kode untuk tetap diam di tempat dan jangan bergerak. Jane mengerti, membalas melalui gerakan mata. Mengatakan takut pula pada Angelo. Namun, Angelo memberi bahasa isyarat untuk jangan takut. "Biadap!" murka Georgio, lantas mendekat kemudian melayangkan tamparan kuat pada pipi kanan Angelo. Kepala Angelo bergerak ke kanan seketika. Pipinya pun langsung memerah. Sambil memegang pipi, Angelo menoleh ke depan."Apa kau sudah gila hah?!" jerit Georgio."Maafkan aku Tuan Georgio, aku memang sudah gila. Kalau aku tidak melakukan ini. Kau pasti tidak akan merestui hubungan kami! Jadi, lebih baik aku hamili anakmu dulu!" seru Angelo tegas, hin
21+++***(Maaf tidak sesuai ekspetasi) ~~~Sepasang mata bulat Jane langsung membola, hendak melawan. Namun, Angelo mengekang tubuhnya. Terlebih, bibirnya dibungkam Angelo sekarang. Kali ini Jane tak bisa menolak. Mungkin karena rindu yang mengebu-gebu. Dia mulai pasrah terhadap perlakuan Angelo.Bibirnya dikecup, disesap dan lidahnya pun dililit-lilit Angelo hingga keduanya saling bertukar saliva. Jane memejamkan mata, menikmati kecupan ganas yang dilakukan Angelo saat ini. Sementara Angelo amat tak tahan. Sejak tadi menahan diri, melihat bibir ranum Jane bergerak-gerak. Di mata Angelo, wanita bertubuh mungil ini amat menggemaskan. Kini lelaki bermata cokelat tersebut. Dengan mata menutup mencekal pergelangan tangan Jane. Napasnya memburu, jantungnya pun berdetak kencang, seakan-akan organ dalamnya akan meledak. Sampai pada akhirnya ia menjauhkan sedikit wajah kala mendengar Jane kesulitan mengambil napas. Angelo membuka mata, menatap seksama wajah Jane yang masih berusaha mera
Sampai keluar mata Angelo kala mendengar perkataan Martin barusan. Dia terperangah sejenak."Daddy." Angelo menahan geram karena Martin tak dapat diajak berkompromi saat ini. "Ck, berkerjasamalah denganku, Dad, ayo cepat ralat ucapan Daddy barusan."Martin tak menyahut, malah mendengus lalu melipat tangan di dada. Angelo menghela napas lelah kemudian. Dengan cepat ia menekan bell rumah lalu berkata,"Maaf Tuan Georgio, Daddyku hanya bercanda tadi, sebenarnya dia ingin meminta maaf pada Tuan.""Cih, aku tidak bercanda! Aku memang mengajakmu berduel, sialan!" protes Martin cepat membuat Angelo semakin kalang kabut.Angelo menatap tajam Martin, memberi bahasa isyarat untuk diam. Lagi dan lagi Martin balas dengan mengeluarkan dengkusan kesal.Tak ada tanda-tanda pagar akan terbuka. Angelo pun mulai memarahi Martin. Tak lupa ia berulang kali melontarkan kata maaf dengan berbicara melalui alat di dekat pagar, yang di mana itulah adalah kamera pengintai berupa suara yang terhubung ke dalam m
Jane terbelalak. Dengan cepat meloncat dari atas ranjang kemudian bergegas menghidupkan lampu ruangan. Angelo meringis pelan tatkala mendapat pukulan di rahangnya barusan. Seumur-umurnya baru kali ini dia dipukul oleh seorang wanita. Sambil memegangi pipi, dia memandang ke sudut ruangan, di mana Jane berdiri dengan raut wajah kebingungan. "Angelo, kenapa kau bisa di sini?" Jane heran mengapa Angelo bisa masuk ke dalam kamarnya. Padahal setahunya keamanan di mansion sudah diperketat Georgio. Namun, detik selanjutnya dia sadar bila Angelo adalah tentara yang memiliki kemampuan khusus di dunia militer. "Pergilah Angelo, sebelum ketahuan Daddyku," ujar Jane kemudian sambil membuang muka ke samping. Jujur saja, ia ingin sekali berlari kencang ke arah Angelo dan memeluknya erat-erat sekarang. Namun, mengingat pesan yang dikirim Claudia tadi, Jane urungkan. Angelo mendengus lalu menghampiri Jane hendak meraih tangan pujaan hatinya. Akan tetapi, Jane segera menepis tangannya dengan cepat