Setelah dilakukan pemeriksaan dan Dokter mengatakan Angela dalam keadaan baik-baik saja. Martin pun memutuskan bergegas pulang ke mansion bersama keluarganya. Di dalam mobil, Diana sangat bersyukur Angela tak mendapatkan luka serius. Berkali-kali ia mengecup pipi bulat Angela dan memeluknya dengan erat. Angelo hanya dapat tersenyum kecut kala mengetahui sebenarnya. Dia pun tak habis pikir, akan kepiawaian adiknya berakting tadi. Sampai-sampai dia yang selalu peka, tak dapat mengetahui sandiwara Angela.Martin pun menarik napas lega karena putrinya baik-baik saja. Sedangkan Cordelia, tanpa disadari oleh Martin, menyungging senyum licik seketika. Keesokan pagi, tepat di hari minggu, Martin tak berkerja. Dia memilih beristirahat di rumah dan mengistirahatkan diri. "Abang, apa Aunty Ulsula sudah dibelitahu?"Di lantai dasar, tepatnya di meja makan, Angela dan Angelo masih di ruang makan, menyantap kue yang dimasak oleh mommy mereka tadi pagi. Sedangkan Diana tengah membagikan kue buata
Dengan cepat Diana bergegas keluar dari ruangan kecil. Matanya melebar seketika saat melihat ada Martin di hadapannya sekarang. "Apa yang kau lakukan di sini?" Dengan kening berkerut amat kuat Diana pun bertanya."Tadi aku sedang bermain petak umpet dengan Angela dan mengira ada Angela di sini. Tapi, sepertinya dia tidak ada di ruangan ini."Martin pun tak kalah terkejut. Pikirannya langsung tertuju dengan kejadian kemarin, saat Diana yang masuk ke kamarnya tiba-tiba. Martin merasa Angelo dan Angela adalah dalang di balik semua itu. Martin pikir Diana telah berbohong padanya, ternyata ia salah besar. Sekarang, Martin mulai penasaran, apa yang sedang direncanakan buah hatinya. Diana tak menggubris perkataan Martin, malah melangkah cepat menuju pintu, hendak membuka pintu. Yang sebenarnya dia tahu tidak akan bisa dibuka dari dalam melainkan dari luar. Perasaan tak nyaman mulai menjalar di hati Diana seketika kala pintu tak dapat dibuka. Dengan cepat dia pun berbalik."Martin, apa kau
Diana mencoba untuk duduk di atas kasur meski sebenarnya kepalanya terasa amat pusing sekarang. Sesekali matanya terpejam, menahan rasa sakit yang melanda. Diana belum sadar jika berada di kamar Martin sekarang. "Apa begini tak-tikmu untuk menggoda pria, Diana?!" Dengan napas memburu Cordelia bertanya. Sejak tadi Cordelia menunggu Diana untuk terbangun. Tadi dia menyelinap diam-diam ke kamar Martin, ingin melihat keadaan Diana, yang menurutnya Diana tengah berakting. Beberapa jam lalu, Cordelia tak sengaja melihat Martin menggendong Diana lalu membawa Diana masuk ke dalam kamar. Cordelia pun bertanya pada Ursula apa yang terjadi. Ursula mengatakan bila Diana demam. Ursula sengaja tak memberi tahu penyebab Diana sakit. Ada rasa marah, cemburu, kesal dan takut, bercampur aduk menjadi satu, menyelinap ke relung hati Cordelia sekarang. Sampai saat ini Cordelia tidak tahu bagaimana perasaan Martin sesungguhnya. Meskipun sekarang sikap Martin berubah lebih lembut dan perhatian padanya.
Dengan terbatuk-batuk Diana mencoba beranjak dari kasur sambil melihat Martin tengah menggendong Cordelia yang nampak kesakitan. Diana tak menyangka akan membuat Cordelia terluka. Gurat kecemasan terpatri jelas di wajahnya sekarang.Diana melangkah perlahan, menghampiri Martin seraya memegang kepalanya yang masih berdenyut. "Cordelia, kau tak apa-apa 'kan?" Suaranya terdengar lirih hingga Martin atau pun Cordelia tak mendengar sama sekali. "Shftt, sakit, Baby.... sakit." Di dalam dekapan Martin, Cordelia memegang perutnya sambil menitihkan air mata.Martin enggan menyahut, wajahnya nampak panik saat melihat Cordelia meringis kesakitan sekarang. Dalam hitungan detik dia melayangkan tatapan tajam pada Diana. "Apa yang kau lakukan dengan Cordelia hah?!!!" tanya Martin menggelegar. Diana tersentak sesaat. Belum sempat dia memberi jawaban, Cordelia membuka suara tiba-tiba. "Baby, bawa aku ke kamarku sekarang, aku tak mau terjadi sesuatu pada anakku, panggilkan Dokter pribadi kita kema
"Jangan Daddy!"Angelo dan Angela langsung berteriak histeris saat mendengar Martin akan mengusir Diana. Keduanya bergegas mendekati Martin yang saat ini bersama Diana di ambang pintu."Mengapa aku harus angkat kaki dari rumah ini, Martin? Aku salah apa! Kalau aku pergi, anak-anakku juga ikut denganku!" Diana mencoba membela diri meski sebenarnya dia tahu jika Martin marah gara-gara ulahnya tadi. Namun, meninggalkan Angelo dan Angela di sini bersama Lauren. Membuat perasaannya tak tenang sama sekali. "Iya benar, Mommy salah apa?" Angela mencoba menahan tangan Diana. "Iya, jangan usir Mommy!" Sebagai seorang abang, tentu saja Angelo harus mengetahui apa yang membuat mommynya diusir. Terlebih lagi tadi Diana menceritakan apa yang terjadi sebenarnya pada mereka. Martin melotot tajam sambil mencengkeram kuat pergelangan tangan Diana. "Kau benar-benar licik! Setelah kau mendorong Cordelia tadi, kau masih bertanya apa kesalahanmu! Jangan harap! Angelo dan Angela akan tetap di sini!" Net
Angela menyipitkan mata kala melihat pundak Cordelia bergerak sesaat, seakan terkejut."Ayo jawab! Aunty, ngapain di sini hah?!" Angela melipat tangan di dada sambil menyeringai tipis.Dengan perlahan-lahan Cordelia memutar kepala lalu melotot tajam. "Aku sedang makanan kesukaanku! Memangnya kenapa! Apa ada masalah!" Cordelia mengangkat tinggi-tinggi makanan western food ke udara. Dia tampak kesal karena telah ketahuan Angela. Dahi Angela mengernyit kuat, tampak keheranan. "Kalau makan kenapa di sini? Kan ada ruang makan?" Cordelia mendengus lalu berkata,"Kau tidak akan mengerti! Sebaiknya kau diam-diam, jangan sampai Daddymu tahu!"Dengan angkuh, Angela mengangkat dagunya. "Memangnya kenapa kalau Daddy sampai tahu?""Ck! Anak ini, benar-benar ya." Cordelia maju beberapa langkah lalu merogoh ayam di dalam paper dan memberikan makanan fast food itu kepada Angela."Ini ambillah, Angela. Aku mohon jangan beritahu Daddymu atau pun orang rumah. Selama aku hamil, Mamaku melarang makan mak
Raut wajah wanita itu yang semula merah padam langsung berubah drastis."Mister Martinez? Ada keperluan apa Anda datang kemari?" ucapnya sambil tersenyum kecil lalu melirik pergelangan tangannya yang sekarang dipegang Martin Martinez, pengusaha terkenal di Venezuela. Tentu saja dia mengenali Martinez. Martin tak menyahut, malah menyentak kasar tangan wanita itu kemudian merebut paksa Angela dari tangannya. Lalu menatap dingin wanita di hadapannya sekarang. "Aku datang menemui anakku ini!" seru Martin seketika. "Apa anak ini, anak an—akmu?" Wanita itu melirik-lirik Martin dan Diana secara bergantian, tampak heran."Nona Anastasia, Nona Diana dan Mister Martin, sebaiknya kita duduk dulu, mari kita bicara dengan kepala dingin permasalahan ini." Miss Ariel angkat bicara. Sedari tadi dia berdiri tak jauh, memperhatikan orang tua dan murid bertikai di depan mata, hendak melerai namun tak ada celah untuk masuk tadi.Martin mengangguk lalu berjalan bersama Angela menuju sofa. Diana pun lan
Kornelius menyeringai tipis. "Nona benar-benar tidak ingat?"Diana lantas tertegun tak pernah melihat Kornelius tersenyum seperti itu. Untuk pertama kali, Kornelius memperlihatkan sisi lainnya. Namun, Diana mencoba untuk menatap mata Kornelius yang saat ini, seakan ingin menerkamnya. Diana sangat tak suka dengan tatapan itu. "Iya, aku tidak ingat, cepat katakan apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu, Kornel!" seru Diana. Kornelius menegakkan tubuh lalu mundur beberapa langkah dan membuang napas kasar. "Padahal aku sudah berharap Nona akan ingat di malam kita tidur bersama."Diana mengerynit. Kali ini tatapan Kornelius tak seperti tadi, terlihat murung dan sangat kecewa. "Katakan saja Kornel! Aku lupa, apa kita benar-benar melakukan hubungan badan? Aku sama sekali tidak ingat!" seru Diana, tak sabaran kala Kornelius tak langsung menjawab pertanyaan yang bersemayam di benaknya sedari tadi.Sebab foto yang didapatkan Martin bukanlah palsu. Tentu saja Diana bertanya-tanya, apa yang
"Angelo, aku mencintaimu, kembalilah padaku!" Kalimat yang dikeluarkan Claudia barusan. Membuat rahang Angelo semakin mengetat. Kini wajah wanita itu terlihat kumal dan kusam. Pakaian tahanan melekat dengan sempurna di tubuhnya saat ini. Claudia memandang Angelo dengan tatapan memuja. Angelo menebak bila Claudia melarikan diri dari penjara. Dia menahan kesal mengapa Claudia bisa meloloskan diri. Namun, mengingat ayah Claudia juga memiliki latar belakang di kemiliteran. Hal itu bukanlah hal yang sulit untuk Claudia bisa melarikan diri. Terlebih, saat ini ia dapat melihat sedikit bercak darah di pakaian Claudia. "Apa kau sudah gila! Aku sudah menikah!" seru Angelo dengan mata berkilat. Mendengar hal itu, mata Claudia yang semula berseri-seri langsung menyala bak kobaran api. Dengan napas mulai memburu ia pun berteriak,"Iya aku sudah gila, dan itu semua karena ulahmu! Aku tidak peduli, kau harus menjadi milikku!"Sesudah menanggapi, terdengarlah suara tawa keras di sekitar. Claudia t
Kening Jane lantas mengernyit. "Ada apa?" tanyanya. Amat penasaran ia, mengapa mimik muka Angelo mulai berubah menjadi lebih dingin sekarang, seolah-olah tengah marah pada seseorang. Angelo tak membalas, sejak tadi mendengar dengan seksama penjelasan Eliot. Di mana Adam, papa Claudia merupakan salah satu tersangka yang terlibat di dalam penculikan Jane."Pantas saja kita kesulitan mencari letak lokasi tempat penyekapan Jane, ternyata lelaki bedebah itu yang menutupinya, mama tiri Jane benar-benar gila! Seandainya saja kalau dia masih bernapas aku akan membakarnya hidup-hidup." Di ujung sana Eliot memberi pendapat. Tarikan napas berat pun terdengar bersamaan. Ia begitu kesal karena orang dipercayainya telah berkhianat dan membuat proses penyelamatan sempat terhambat kemarin. Angelo enggan menanggapi, namun dari sorot matanya berkabut kekecewaan mendalam pada Adam.Eliot menarik napas panjang kemudian, memahami Angelo yang masih diam di balik ponsel. "Dan satu lagi, pasti ini akan m
Jane terlonjak kaget kala Claudia berhasil membuatnya terhuyung-huyung ke belakang dan hampir saja terjatuh. Beruntung dirinya dapat menahan diri meski kakinya sekarang terkena pecahan kaca. "Mati kau!" pekik Claudia lagi. "Kau yang mati!" Cukup sudah, Jane habis kesabaran. Dengan sekuat tenaga ia mendorong dada Claudia hingga wanita tersebut terpental jauh, di mana punggung dan kepala bagian belakangnya membentur dinding. Claudia pun langsung pingsan di tempat. "Ck, menyusahkan sekali!" kata Jane sembari menarik napas lega. "Jane!"Perhatian Jane teralihkan kala mendengar suara Angelo di sekitar. Ia alihkan matanya ke arah pintu utama apartment, di mana Angelo berdiri dengan mimik muka terkejut dan panik."Baby!" Dengan hati-hati Angelo mendekat lalu menuntun Jane ke sisi yang aman. Usai itu, tanpa mengucapkan satu patah kata lelaki tersebut memeluk dan mencium kening Jane berkali
Jane mencoba untuk tetap tenang. Sebab sosok di hadapannya auranya tak seperti dahulu. Terakhkir kali bertemu, wajahnya nampak teduh. Namun, sekarang terasa dingin dan hitam pekat. Ada sesuatu yang tidak dapat Jane jelaskan sendiri."Apa maumu, Clau?" tanya Jane sembari memundurkan langkah kaki perlahan-lahan hendak mengambil pisau di dapur. Pasalnya saat ini Claudia tengah memegang pisau. Bukannya menjawab, wanita berambut panjang tersebut malah melangkah maju, sambil melayangkan tatapan mengintimidasi. Namun, Jane sama sekali tidak takut. Mungkin karena latar belakangnya dari keluarga mafia. Menjadikan dia tak gentar sama sekali.Jane tersenyum mengejek setelahnya. "Apa kau belum bisa menerima kalau Angelo memilih aku daripada kau?" ujarnya, sengaja memancing emosi Claudia.Kalimat yang dilontarkan Jane barusan membuat napas Claudia menderu cepat dan matanya pun langsung melotot tajam."Kalau kau sudah tah
"Astaga, kita melupakan Jane, oh ya selamat Jane, semoga kau tahan dengan sikap Angelo. Kami senang ingatanmu sudah pulih sekarang," ucap Eros seketika. Keasikan mengobrol membuat mereka melupakan wanita mungil di samping Angelo. Yang sejak tadi tersenyum kecil, mendengarkan mereka berbincang-bincang. Jane mengulum senyum. "Terima kasih, tenanglah aku sudah terbiasa dengan sikapnya, katanya seraya melirik Angelo sekilas. Angelo balas dengan mengulas senyum kecil."Oh ya, nanti malam jangan terlalu cepat kasihan anak orang," kelakar Ronald membuat semburat merah di kedua pipi Jane langsung muncul. "Ya, pelan-pelan Angelo, aku tahu ini pertama kalinya bagimu," timpal Eros sembari tertawa pelan. Sontak Angelo dan Jane saling lempar pandangan. Seandainya saja teman-temannya tahu bila mereka sudah bercinta kemarin. Maka dapat dipastikan akan dijadikan bahan olok-olokkan oleh ketiga pria jahil di depan."Hei, sepertinya tawa kita membuat orang risih." Eros melirik ke segala arah kala
Martin nampak syok ketika melihat Angelo berdiri dalam keadaan dada terbuka. Dapat dipastikan anak sulungnya tersebut baru saja selesai berhubungan badan. Jane pun berbaring di atas kasur sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Gurat kepanikan tergambar jelas di wajahnya sekarang.Dengan muka tak berdosa, Angelo melirik Jane sekilas, memberinya kode untuk tetap diam di tempat dan jangan bergerak. Jane mengerti, membalas melalui gerakan mata. Mengatakan takut pula pada Angelo. Namun, Angelo memberi bahasa isyarat untuk jangan takut. "Biadap!" murka Georgio, lantas mendekat kemudian melayangkan tamparan kuat pada pipi kanan Angelo. Kepala Angelo bergerak ke kanan seketika. Pipinya pun langsung memerah. Sambil memegang pipi, Angelo menoleh ke depan."Apa kau sudah gila hah?!" jerit Georgio."Maafkan aku Tuan Georgio, aku memang sudah gila. Kalau aku tidak melakukan ini. Kau pasti tidak akan merestui hubungan kami! Jadi, lebih baik aku hamili anakmu dulu!" seru Angelo tegas, hin
21+++***(Maaf tidak sesuai ekspetasi) ~~~Sepasang mata bulat Jane langsung membola, hendak melawan. Namun, Angelo mengekang tubuhnya. Terlebih, bibirnya dibungkam Angelo sekarang. Kali ini Jane tak bisa menolak. Mungkin karena rindu yang mengebu-gebu. Dia mulai pasrah terhadap perlakuan Angelo.Bibirnya dikecup, disesap dan lidahnya pun dililit-lilit Angelo hingga keduanya saling bertukar saliva. Jane memejamkan mata, menikmati kecupan ganas yang dilakukan Angelo saat ini. Sementara Angelo amat tak tahan. Sejak tadi menahan diri, melihat bibir ranum Jane bergerak-gerak. Di mata Angelo, wanita bertubuh mungil ini amat menggemaskan. Kini lelaki bermata cokelat tersebut. Dengan mata menutup mencekal pergelangan tangan Jane. Napasnya memburu, jantungnya pun berdetak kencang, seakan-akan organ dalamnya akan meledak. Sampai pada akhirnya ia menjauhkan sedikit wajah kala mendengar Jane kesulitan mengambil napas. Angelo membuka mata, menatap seksama wajah Jane yang masih berusaha mera
Sampai keluar mata Angelo kala mendengar perkataan Martin barusan. Dia terperangah sejenak."Daddy." Angelo menahan geram karena Martin tak dapat diajak berkompromi saat ini. "Ck, berkerjasamalah denganku, Dad, ayo cepat ralat ucapan Daddy barusan."Martin tak menyahut, malah mendengus lalu melipat tangan di dada. Angelo menghela napas lelah kemudian. Dengan cepat ia menekan bell rumah lalu berkata,"Maaf Tuan Georgio, Daddyku hanya bercanda tadi, sebenarnya dia ingin meminta maaf pada Tuan.""Cih, aku tidak bercanda! Aku memang mengajakmu berduel, sialan!" protes Martin cepat membuat Angelo semakin kalang kabut.Angelo menatap tajam Martin, memberi bahasa isyarat untuk diam. Lagi dan lagi Martin balas dengan mengeluarkan dengkusan kesal.Tak ada tanda-tanda pagar akan terbuka. Angelo pun mulai memarahi Martin. Tak lupa ia berulang kali melontarkan kata maaf dengan berbicara melalui alat di dekat pagar, yang di mana itulah adalah kamera pengintai berupa suara yang terhubung ke dalam m
Jane terbelalak. Dengan cepat meloncat dari atas ranjang kemudian bergegas menghidupkan lampu ruangan. Angelo meringis pelan tatkala mendapat pukulan di rahangnya barusan. Seumur-umurnya baru kali ini dia dipukul oleh seorang wanita. Sambil memegangi pipi, dia memandang ke sudut ruangan, di mana Jane berdiri dengan raut wajah kebingungan. "Angelo, kenapa kau bisa di sini?" Jane heran mengapa Angelo bisa masuk ke dalam kamarnya. Padahal setahunya keamanan di mansion sudah diperketat Georgio. Namun, detik selanjutnya dia sadar bila Angelo adalah tentara yang memiliki kemampuan khusus di dunia militer. "Pergilah Angelo, sebelum ketahuan Daddyku," ujar Jane kemudian sambil membuang muka ke samping. Jujur saja, ia ingin sekali berlari kencang ke arah Angelo dan memeluknya erat-erat sekarang. Namun, mengingat pesan yang dikirim Claudia tadi, Jane urungkan. Angelo mendengus lalu menghampiri Jane hendak meraih tangan pujaan hatinya. Akan tetapi, Jane segera menepis tangannya dengan cepat