Mata Eros merah menyala. "Tentu saja aku ada masalah, seharusnya pria sejati tidak bersikap kasar pada seorang wanita, terlebih Sugar, wanita yang istimewa!" Ia mengambil paksa tangan kiri Sugar, menariknya lalu menyembunyikan Sugar di belakang.Kening Sugar berkerut kuat, heran dengan situasi yang terjadi di depan matanya saat ini. Semakin mendidih darah Angelo saat melihat Sugar begitu dekat dengan Eros, tangannya mendadak terkepal kuat. "Bilang saja kau suka padanya!" serunya berapi-api.Eros menyungging senyum sinis. "Iya, memang benar aku suka pada Sugar, apa kau keberatan hah?!"Angelo tergugu, ada sensasi aneh menerpa hatinya kala mendengar perkataan Eros barusan. Sebuah rasa yang tak bisa dia jabarkan sama sekali. "Iya, aku keberatan karena dia adikku, kau harus meminta izin padaku terlebih dahulu!" Sugar yang tak mengerti arah pembicaraan kedua lelaki dewasa tersebut, hanya melirik Angelo dan Eros secara bergantian. Berbeda dengan Claudia, terdiam dengan tatapan aneh. Eros
Sugar melebarkan mata saat tangannya ditarik dan bibirnya dikecup Eros tiba-tiba. Detik selanjutnya, matanya berkedip-kedip pelan, heran dengan situasi saat ini. Sugar langsung mematung di tempat. Sedangkan Eros segera menjauhkan wajah karena melakukan sesuatu di luar kendalinya barusan. Dari tadi dia tak mampu, melihat bibir mungil Sugar yang menggoda tersebut."Maaf aku ...." Eros tersenyum kaku kemudian sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tanpa disadari kedua telinga Eros terlihat merah, menahan malu.Sugar tak menyahut, hanya menatap Eros dengan tatapan aneh. "Apa ini? Suka itu apa?" tanyanya sambil memiringkan kepala ke kanan sedikit. Eros malah tertawa keras. Kondisi kesehatan Sugar membuat wanita pemilik mata hazel itu tak mengerti dengan ciuman dan ungkapan hatinya tadi. Meskipun begitu, Eros memaklumi. Dia berharap Sugar dapat sembuh secepatnya. Sugar mengerutkan dahi, melihat Eros tergelak sambil memegang perut. Sedangkan dari kejauhan, Angelo terpaku dengan da
Lelaki berperawakan tinggi dan besar tersebut sudah tak mampu lagi menahan diri. Dengan mata terpejam ia lumat cepat bibir ranum Sugar. Dadanya masih menyala bak kobaran api, entah mengapa dia begitu marah besar saat ini. Angelo pun mulai meletakkan satu tangan kanannya di tengkuk Sugar kemudian memperdalam kecupan hingga sekarang lidahnya mulai masuk ke dalam rongga mulut Sugar perlahan-lahan. Sugar membatu dengan mata berkedip-kedip. Dahinya lantas mengerut dan sesekali alisnya saling bertautan. Kendati demikian, dia dapat merasakan jantungnya berdebar-debar tak karuan sekarang. Seakan-akan ada gunung merapi yang akan meletus. Terasa pula kupu-kupu pun ikut berterbangan di di dalam sana. Saat tak melihat adanya pergerakkan, Angelo membuka matanya perlahan-lahan lalu menatap sayu mata Sugar. "Pangeran, ini apa?" tanya Sugar dengan tatapan polos. Dia teringat bila tadi saat di mall Eros pun melakukan hal yang sama sepe
"Pangeran ...." Tubuh Sugar masih bergetar pelan, mulai lemas. Namun, ada sensasi geli dan aneh bercampur menjadi satu tatkala Angelo menyapu leher jenjangnya sekarang hingga membuat Sugar tanpa sadar mengatup kelopak mata.Angelo sesekali meninggalkan jejak-jejak di leher Sugar sambil menghirup aroma tubuh wanita tersebut yang berhasil membuat kejantanannya berdiri tiba-tiba tadi. Napasnya kian memburu, telinganya pun tampak memerah. Akibat nafsu, dia melupakan prinsipnya dan membuat seorang wanita yang memiliki gangguan mental, menangis tersedu-sedan dengan sorot mata memancarkan ketakutan. "Pangeran, aku mohon hentikan ...." Sugar tak pantang menyerah. Dalam keadaan sadar dan air mata membanjiri kedua pipinya, dia berusaha menyadarkan Angelo. Meskipun tak ada tanda-tanda Angelo akan melepaskan cekalan yang sekarang terasa mulai sakit dan perih. Untuk kesekian kalinya, Angelo tak mengubris. Kupingnya seakan-akan disum
Angelo melempar senyum kaku setelahnya sembari melirik-lirik sekilas kamarnya di ujung sana. "Angelo, kau tidak ingin mempersilakan kami masuk?" tanya Eros dengan kening berkerut kuat. Tak seperti biasa, Angelo agak terkejut melihat kedatangan ia dan teman-temannya. Abigail dan Ronald pun saling lempar pandangan sesaat. Karena tak ada jawaban, Eros langsung menerobos masuk ke dalam, diikuti kedua temannya itu. 'Aduh bagaimana ini? Semoga Sugar tidak keluar.' Angelo tampak kikuk dan takut bila Sugar akan keluar tanpa memakai busana. Dengan cepat menutup pintu lalu membalikkan badan. Ia pun mendekat kemudian bergabung bersama teman-temannya."Kau ini aneh!" celetuk Ronald sambil menghempaskan bokong di sofa lalu menaruh kedua kaki di atas meja yang berada di depannya seketika."Iya benar, oh ya di mana wanita itu?" Abigail pun duduk di samping Ronald. Berbeda dengan Eros, masih berdiri sambil mengedarkan pandangan di sekitar, mencari keberadaan Sugar. "Dia sedang beristirahat." S
Bergegas Abigail dan Ronald pergi ke kamar Angelo. Sekali lagi gurat keterkejutan terpatri jelas di wajah mereka. Saat melihat pemandangan di ruangan di mana Sugar berdiri di sudut ruangan dengan sinar mata memancarkan ketakutan. Saat ini, rambut wanita bermata hazel itu terlihat berantakan. Kemeja putih yang disinyalir milik Angelo membuat mereka saling lempar pandangan sejenak. Angelo tersungkur di lantai sambil memegang wajah. Sementara Eros menatap Angelo dengan tangan terkepal kuat. "Pembohong kau!" Eros tiba-tiba mendekati Angelo. Namun, Abigail secepat kilat menahan tangan Eros. Abigail melototkan mata. "Hei hentikan, apa kau sudah gila hah?!"Ronald pun memapah Angelo lalu berdiri di tengah-tengah mereka. Ia pun bertanya-tanya apa yang terjadi di antara kedua teman akrabnya tersebut. "Iya aku memang sudah gila! Seharusnya kau mengatai hal gila tersebut pada Angelo!" raung Eros. "Lihatlah dia tadi mengatakan kalau Sugar ada di luar, tapi nyatanya Sugar ada di dalam kamarnya
"Siapa Sugar?" Angelo melirik Sugar, tatkala melihat Sugar mematung di depan pintu. Sugar menoleh hendak menggerakkan bibir namun suara seseorang dari luar, membuat Angelo menghentikan gerakan tangannya yang hendak mengambil botol air mineral di dalam kulkas."Angelo, ini aku Claudia!" Claudia tersenyum lebar lalu buru-buru masuk dalam sambil menabrak pundak Sugar.Sugar tersentak, menahan tubuhnya dengan mengapai dinding. Angelo menoleh ke sumber suara. "Claudia," desisnya pelan. Sudah lama ia tak berjumpa Claudia. Hal itu dikarenakan kesibukan masing-masing, setahunya Claudia sibuk menemani papanya dan dia pun sibuk menemani Sugar. Agak terkejut dia dengan kedatangan Claudia. Apalagi, hari ini penampilan wanita bermata teduh itu terlihat amat berbeda, wajahnya muram dengan kantung mata hitam nampak di bawah mata. "Angelo, maaf aku datang tiba-tiba kemari, ada yang ingin aku bicarakan denganmu, apa kau sedang sibuk sekarang?" Claudia langsung membuka suara sambil perlahan-lahan m
Claudia tersenyum sumringah lantas mendekap tubuh Angelo seketika. Angelo sedikit terkejut namun segera membalas pelukan. "Terima kasih, aku pikir cintaku hanya bertepuk sebelah tangan karena selama ini kau tidak pernah mendekati aku," tutur Claudia sambil menangis tersedu-sedu. Dari tadi pundaknya naik dan turun. Dia tak menyangka bila Angelo mencintainya pula. Angelo tersenyum tipis. "Iya, aku pun mengira kalau cintaku hanya bertepuk sebelah tangan saja, maaf jika sikapku membuat kau salahpaham. Sudah, jangan menangis lagi ya."Dalam dekapannya, Claudia mengangguk dan berusaha menghentikan air matanya agar tak mengalir. Angelo elus-elus punggung Claudia berharap tangis wanita yang akan dinikahinya itu dapat berhenti. Claudia tiba-tiba mengurai pelukan kemudian menatap dalam mata Angelo. "Angelo, aku mencintaimu.""Aku juga men—"Angelo tak sempat meneruskan kalimat kala Claudia melabuhkan kecupan di bibirnya tiba-tiba. Sepasang mata cokelat tersebut kembali melebar, terkejut dan
"Angelo, aku mencintaimu, kembalilah padaku!" Kalimat yang dikeluarkan Claudia barusan. Membuat rahang Angelo semakin mengetat. Kini wajah wanita itu terlihat kumal dan kusam. Pakaian tahanan melekat dengan sempurna di tubuhnya saat ini. Claudia memandang Angelo dengan tatapan memuja. Angelo menebak bila Claudia melarikan diri dari penjara. Dia menahan kesal mengapa Claudia bisa meloloskan diri. Namun, mengingat ayah Claudia juga memiliki latar belakang di kemiliteran. Hal itu bukanlah hal yang sulit untuk Claudia bisa melarikan diri. Terlebih, saat ini ia dapat melihat sedikit bercak darah di pakaian Claudia. "Apa kau sudah gila! Aku sudah menikah!" seru Angelo dengan mata berkilat. Mendengar hal itu, mata Claudia yang semula berseri-seri langsung menyala bak kobaran api. Dengan napas mulai memburu ia pun berteriak,"Iya aku sudah gila, dan itu semua karena ulahmu! Aku tidak peduli, kau harus menjadi milikku!"Sesudah menanggapi, terdengarlah suara tawa keras di sekitar. Claudia t
Kening Jane lantas mengernyit. "Ada apa?" tanyanya. Amat penasaran ia, mengapa mimik muka Angelo mulai berubah menjadi lebih dingin sekarang, seolah-olah tengah marah pada seseorang. Angelo tak membalas, sejak tadi mendengar dengan seksama penjelasan Eliot. Di mana Adam, papa Claudia merupakan salah satu tersangka yang terlibat di dalam penculikan Jane."Pantas saja kita kesulitan mencari letak lokasi tempat penyekapan Jane, ternyata lelaki bedebah itu yang menutupinya, mama tiri Jane benar-benar gila! Seandainya saja kalau dia masih bernapas aku akan membakarnya hidup-hidup." Di ujung sana Eliot memberi pendapat. Tarikan napas berat pun terdengar bersamaan. Ia begitu kesal karena orang dipercayainya telah berkhianat dan membuat proses penyelamatan sempat terhambat kemarin. Angelo enggan menanggapi, namun dari sorot matanya berkabut kekecewaan mendalam pada Adam.Eliot menarik napas panjang kemudian, memahami Angelo yang masih diam di balik ponsel. "Dan satu lagi, pasti ini akan m
Jane terlonjak kaget kala Claudia berhasil membuatnya terhuyung-huyung ke belakang dan hampir saja terjatuh. Beruntung dirinya dapat menahan diri meski kakinya sekarang terkena pecahan kaca. "Mati kau!" pekik Claudia lagi. "Kau yang mati!" Cukup sudah, Jane habis kesabaran. Dengan sekuat tenaga ia mendorong dada Claudia hingga wanita tersebut terpental jauh, di mana punggung dan kepala bagian belakangnya membentur dinding. Claudia pun langsung pingsan di tempat. "Ck, menyusahkan sekali!" kata Jane sembari menarik napas lega. "Jane!"Perhatian Jane teralihkan kala mendengar suara Angelo di sekitar. Ia alihkan matanya ke arah pintu utama apartment, di mana Angelo berdiri dengan mimik muka terkejut dan panik."Baby!" Dengan hati-hati Angelo mendekat lalu menuntun Jane ke sisi yang aman. Usai itu, tanpa mengucapkan satu patah kata lelaki tersebut memeluk dan mencium kening Jane berkali
Jane mencoba untuk tetap tenang. Sebab sosok di hadapannya auranya tak seperti dahulu. Terakhkir kali bertemu, wajahnya nampak teduh. Namun, sekarang terasa dingin dan hitam pekat. Ada sesuatu yang tidak dapat Jane jelaskan sendiri."Apa maumu, Clau?" tanya Jane sembari memundurkan langkah kaki perlahan-lahan hendak mengambil pisau di dapur. Pasalnya saat ini Claudia tengah memegang pisau. Bukannya menjawab, wanita berambut panjang tersebut malah melangkah maju, sambil melayangkan tatapan mengintimidasi. Namun, Jane sama sekali tidak takut. Mungkin karena latar belakangnya dari keluarga mafia. Menjadikan dia tak gentar sama sekali.Jane tersenyum mengejek setelahnya. "Apa kau belum bisa menerima kalau Angelo memilih aku daripada kau?" ujarnya, sengaja memancing emosi Claudia.Kalimat yang dilontarkan Jane barusan membuat napas Claudia menderu cepat dan matanya pun langsung melotot tajam."Kalau kau sudah tah
"Astaga, kita melupakan Jane, oh ya selamat Jane, semoga kau tahan dengan sikap Angelo. Kami senang ingatanmu sudah pulih sekarang," ucap Eros seketika. Keasikan mengobrol membuat mereka melupakan wanita mungil di samping Angelo. Yang sejak tadi tersenyum kecil, mendengarkan mereka berbincang-bincang. Jane mengulum senyum. "Terima kasih, tenanglah aku sudah terbiasa dengan sikapnya, katanya seraya melirik Angelo sekilas. Angelo balas dengan mengulas senyum kecil."Oh ya, nanti malam jangan terlalu cepat kasihan anak orang," kelakar Ronald membuat semburat merah di kedua pipi Jane langsung muncul. "Ya, pelan-pelan Angelo, aku tahu ini pertama kalinya bagimu," timpal Eros sembari tertawa pelan. Sontak Angelo dan Jane saling lempar pandangan. Seandainya saja teman-temannya tahu bila mereka sudah bercinta kemarin. Maka dapat dipastikan akan dijadikan bahan olok-olokkan oleh ketiga pria jahil di depan."Hei, sepertinya tawa kita membuat orang risih." Eros melirik ke segala arah kala
Martin nampak syok ketika melihat Angelo berdiri dalam keadaan dada terbuka. Dapat dipastikan anak sulungnya tersebut baru saja selesai berhubungan badan. Jane pun berbaring di atas kasur sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Gurat kepanikan tergambar jelas di wajahnya sekarang.Dengan muka tak berdosa, Angelo melirik Jane sekilas, memberinya kode untuk tetap diam di tempat dan jangan bergerak. Jane mengerti, membalas melalui gerakan mata. Mengatakan takut pula pada Angelo. Namun, Angelo memberi bahasa isyarat untuk jangan takut. "Biadap!" murka Georgio, lantas mendekat kemudian melayangkan tamparan kuat pada pipi kanan Angelo. Kepala Angelo bergerak ke kanan seketika. Pipinya pun langsung memerah. Sambil memegang pipi, Angelo menoleh ke depan."Apa kau sudah gila hah?!" jerit Georgio."Maafkan aku Tuan Georgio, aku memang sudah gila. Kalau aku tidak melakukan ini. Kau pasti tidak akan merestui hubungan kami! Jadi, lebih baik aku hamili anakmu dulu!" seru Angelo tegas, hin
21+++***(Maaf tidak sesuai ekspetasi) ~~~Sepasang mata bulat Jane langsung membola, hendak melawan. Namun, Angelo mengekang tubuhnya. Terlebih, bibirnya dibungkam Angelo sekarang. Kali ini Jane tak bisa menolak. Mungkin karena rindu yang mengebu-gebu. Dia mulai pasrah terhadap perlakuan Angelo.Bibirnya dikecup, disesap dan lidahnya pun dililit-lilit Angelo hingga keduanya saling bertukar saliva. Jane memejamkan mata, menikmati kecupan ganas yang dilakukan Angelo saat ini. Sementara Angelo amat tak tahan. Sejak tadi menahan diri, melihat bibir ranum Jane bergerak-gerak. Di mata Angelo, wanita bertubuh mungil ini amat menggemaskan. Kini lelaki bermata cokelat tersebut. Dengan mata menutup mencekal pergelangan tangan Jane. Napasnya memburu, jantungnya pun berdetak kencang, seakan-akan organ dalamnya akan meledak. Sampai pada akhirnya ia menjauhkan sedikit wajah kala mendengar Jane kesulitan mengambil napas. Angelo membuka mata, menatap seksama wajah Jane yang masih berusaha mera
Sampai keluar mata Angelo kala mendengar perkataan Martin barusan. Dia terperangah sejenak."Daddy." Angelo menahan geram karena Martin tak dapat diajak berkompromi saat ini. "Ck, berkerjasamalah denganku, Dad, ayo cepat ralat ucapan Daddy barusan."Martin tak menyahut, malah mendengus lalu melipat tangan di dada. Angelo menghela napas lelah kemudian. Dengan cepat ia menekan bell rumah lalu berkata,"Maaf Tuan Georgio, Daddyku hanya bercanda tadi, sebenarnya dia ingin meminta maaf pada Tuan.""Cih, aku tidak bercanda! Aku memang mengajakmu berduel, sialan!" protes Martin cepat membuat Angelo semakin kalang kabut.Angelo menatap tajam Martin, memberi bahasa isyarat untuk diam. Lagi dan lagi Martin balas dengan mengeluarkan dengkusan kesal.Tak ada tanda-tanda pagar akan terbuka. Angelo pun mulai memarahi Martin. Tak lupa ia berulang kali melontarkan kata maaf dengan berbicara melalui alat di dekat pagar, yang di mana itulah adalah kamera pengintai berupa suara yang terhubung ke dalam m
Jane terbelalak. Dengan cepat meloncat dari atas ranjang kemudian bergegas menghidupkan lampu ruangan. Angelo meringis pelan tatkala mendapat pukulan di rahangnya barusan. Seumur-umurnya baru kali ini dia dipukul oleh seorang wanita. Sambil memegangi pipi, dia memandang ke sudut ruangan, di mana Jane berdiri dengan raut wajah kebingungan. "Angelo, kenapa kau bisa di sini?" Jane heran mengapa Angelo bisa masuk ke dalam kamarnya. Padahal setahunya keamanan di mansion sudah diperketat Georgio. Namun, detik selanjutnya dia sadar bila Angelo adalah tentara yang memiliki kemampuan khusus di dunia militer. "Pergilah Angelo, sebelum ketahuan Daddyku," ujar Jane kemudian sambil membuang muka ke samping. Jujur saja, ia ingin sekali berlari kencang ke arah Angelo dan memeluknya erat-erat sekarang. Namun, mengingat pesan yang dikirim Claudia tadi, Jane urungkan. Angelo mendengus lalu menghampiri Jane hendak meraih tangan pujaan hatinya. Akan tetapi, Jane segera menepis tangannya dengan cepat