Bergegas Abigail dan Ronald pergi ke kamar Angelo. Sekali lagi gurat keterkejutan terpatri jelas di wajah mereka. Saat melihat pemandangan di ruangan di mana Sugar berdiri di sudut ruangan dengan sinar mata memancarkan ketakutan. Saat ini, rambut wanita bermata hazel itu terlihat berantakan. Kemeja putih yang disinyalir milik Angelo membuat mereka saling lempar pandangan sejenak. Angelo tersungkur di lantai sambil memegang wajah. Sementara Eros menatap Angelo dengan tangan terkepal kuat. "Pembohong kau!" Eros tiba-tiba mendekati Angelo. Namun, Abigail secepat kilat menahan tangan Eros. Abigail melototkan mata. "Hei hentikan, apa kau sudah gila hah?!"Ronald pun memapah Angelo lalu berdiri di tengah-tengah mereka. Ia pun bertanya-tanya apa yang terjadi di antara kedua teman akrabnya tersebut. "Iya aku memang sudah gila! Seharusnya kau mengatai hal gila tersebut pada Angelo!" raung Eros. "Lihatlah dia tadi mengatakan kalau Sugar ada di luar, tapi nyatanya Sugar ada di dalam kamarnya
"Siapa Sugar?" Angelo melirik Sugar, tatkala melihat Sugar mematung di depan pintu. Sugar menoleh hendak menggerakkan bibir namun suara seseorang dari luar, membuat Angelo menghentikan gerakan tangannya yang hendak mengambil botol air mineral di dalam kulkas."Angelo, ini aku Claudia!" Claudia tersenyum lebar lalu buru-buru masuk dalam sambil menabrak pundak Sugar.Sugar tersentak, menahan tubuhnya dengan mengapai dinding. Angelo menoleh ke sumber suara. "Claudia," desisnya pelan. Sudah lama ia tak berjumpa Claudia. Hal itu dikarenakan kesibukan masing-masing, setahunya Claudia sibuk menemani papanya dan dia pun sibuk menemani Sugar. Agak terkejut dia dengan kedatangan Claudia. Apalagi, hari ini penampilan wanita bermata teduh itu terlihat amat berbeda, wajahnya muram dengan kantung mata hitam nampak di bawah mata. "Angelo, maaf aku datang tiba-tiba kemari, ada yang ingin aku bicarakan denganmu, apa kau sedang sibuk sekarang?" Claudia langsung membuka suara sambil perlahan-lahan m
Claudia tersenyum sumringah lantas mendekap tubuh Angelo seketika. Angelo sedikit terkejut namun segera membalas pelukan. "Terima kasih, aku pikir cintaku hanya bertepuk sebelah tangan karena selama ini kau tidak pernah mendekati aku," tutur Claudia sambil menangis tersedu-sedu. Dari tadi pundaknya naik dan turun. Dia tak menyangka bila Angelo mencintainya pula. Angelo tersenyum tipis. "Iya, aku pun mengira kalau cintaku hanya bertepuk sebelah tangan saja, maaf jika sikapku membuat kau salahpaham. Sudah, jangan menangis lagi ya."Dalam dekapannya, Claudia mengangguk dan berusaha menghentikan air matanya agar tak mengalir. Angelo elus-elus punggung Claudia berharap tangis wanita yang akan dinikahinya itu dapat berhenti. Claudia tiba-tiba mengurai pelukan kemudian menatap dalam mata Angelo. "Angelo, aku mencintaimu.""Aku juga men—"Angelo tak sempat meneruskan kalimat kala Claudia melabuhkan kecupan di bibirnya tiba-tiba. Sepasang mata cokelat tersebut kembali melebar, terkejut dan
Claudia tersenyum tipis sementara mata Angelo tampak membola. Dengan cepat lelaki bermata cokelat itu menoleh ke arah Sugar. "Siapa yang menyuruhmu keluar? Tidak ada keluar-keluar, kau masih tanggungjawabku!" kata Angelo dengan tegas. Membuat Sugar melengoskan muka ke samping. Senyum Claudia langsung memudar. "Tapi–"Angelo mengalihkan pandangan pada Claudia seketika. "Clau, kau harus tahu Sugar adalah tanggungjawabku, aku tahu sekarang kau sedang cemburu tapi aku tolong mengertilah dengan perkerjaanku. Aku tahu batasanku, kau jangan khawatir ya."Claudia tergugu, lidahnya mendadak sulit digerakkan sekarang. "Baiklah, maafkan aku ya bersikap seperti anak kecil tadi," balasnya kemudian. "Hm, tak apa, sudah sekarang masuklah, aku akan mengabarimu nanti." Angelo mengacak-acak rambut Claudia sejenak. Claudia tertawa pelan kemudian melabuhkan kecupan di bibir Angelo. Usai itu, ia melenggang pergi dengan cepat. Meninggalkan Angelo menarik napas panjang dan memutuskan kembali ke apartme
Angelo tak langsung menanggapi, malah dengkusan kesal yang berhembus dari hidung mancungnya. Sedari tadi dia tengah membenarkan dasi sambil mematut diri di depan cermin. Melalui cermin dia dapat melihat Angela dan suaminya itu duduk bersama-sama di sofa. Terlihat bayi mungil berjenis kelamin laki-laki yang belum genap setahun, tertidur pulas di pangkuan Leo. Pakaian jas mungil berwarna hitam membuatnya tampak amat lucu dan menggemaskan. "Abang, kau dengar aku tidak?" Angela mengulangi pertanyaan kembali. Dengan cepat Angelo memutar badan kemudian memasukkan kedua tangan ke saku celana. Tuxedo putih yang dikenakan hari ini membuat tubuh kekarnya menyembul keluar. Semakin Tampan dan mempesona. "Aku dengar, tentu saja aku yakin, aku mencintai Claudia. Kau kenapa sih? Sama saja dengan Mommy!" kata Angelo agak kesal. Sebab mommynya pun kemarin hampir tak menyetujui hubungannya dengan Claudia dan beralasan bila merasa Claudia memiliki aura yang aneh. Sungguh alasan yang tidak masuk di
"Cepatlah Eros kita sudah terlambat ini!" Di luar pagar, Abigail berlari kecil hendak masuk rumah orang tua Claudia. Diikuti Ronald di belakangnya, sementara Eros menghentikan langkah kaki kala melihat sosok yang tak asing masuk ke dalam taksi barusan. "Tidak mungkin Sugar 'kan?" gumam Eros sembari mempertajam penglihatan. "Eros!" pekik Ronald sambil menyeret paksa Eros.Eros terkejut lalu berkata,"Iya iya sabar." Dengan cepat ia pun mengikuti langkah kaki Ronald dan Abigail."Ck, kau yang galau, kami pula yang terkena!" Ronald melirik sinis. Pasalnya sejak ditolak cinta Sugar seminggu yang lalu, Eros terlihat lesu dan selalu mengurung diri di kamar. Titiknya tadi malam, Eros mabuk-mabukkan dan berakhir hampir terlambat datang ke pemberkatan pernikahan Angelo dan Claudia saat ini. Eros tak menyahut, memilih mendengus. Tak berselang lama, ketiganya pun bergabung bersama para tamu undangan. Di depan altar, terlihat Angelo dan Claudia berdiri saling berhadapan. Pastor berada di tenga
Kerusakan pada taksi tidak terlalu parah sehingga sang supir hanya pingsan saja. Sugar reflek memegangi kepalanya yang mendadak pening. Darah pun terlihat mengalir dari pelipis perlahan-lahan. Seketika, secara bersamaan puing-puing memori berputar-putar di benaknya. Wanita berambut panjang tersebut meraung-raung kesakitan. "Argh sakit...." Sesekali mata Sugar terpejam, menahan sakit di kepala, yang sialnya sekarang terasa dihantam bongkahan batu besar."Ahk, Jane, namaku Jane." Jane membuka cepat mata kala telah mengingat siapa dirinya. Dengan napas tak beraturan dia menoleh ke depan. Melalui kaca mobil bagian tengah, Jane meliha supir masih memejamkan mata dengan pelipis di sudut kanannya mengeluarkan darah sedikit. "Haha, hai sweety.""Ingat kami huh?"Jane tersentak saat pintu mobil dibuka oleh seseorang dari luar. Ia menoleh ke samping, matanya langsung melebar. Melihat pria berkepala botak hendak menariknya untuk keluar. Namun, dengan sigap ia menghindar. "Bedebah!" Tanpa ba
"Siapa Paman? Sugar siapa, maksudku Jane siapa?"Angelo sangat tak sabaran sebab perkataan Eliot mengantung di udara. Terlebih, perasaannya semakin tak nyaman saat ini. Claudia yang mendengar nama Sugar disebut, lantas berteriak-teriak nyaring seperti orang kesurupan. Sampai-sampai membuat Diana dan Angela menutup kuping dengan serempak. Di ujung sana terdengar helaan napas berat berhembus kencang. "Jane anak mafia dari Moskow, musuh Daddymu. Ingatannya sudah pulih, tadi aku mendapat laporan Jane mengalami kecelakaan kecil di pusat kota."Angelo merasa senang sekaligus panik. Namun, detik selanjutnya keningnya berkerut samar dan mulai terheran-heran."Musuh? Memangnya kenapa kalau musuh? Daddy punya musuh di Rusia? Apa Jane baik-baik saja?" Sepasang netra cokelat itu beralih memandang Martin, melihat sosok yang dia hormati masih berseteru dengan tuan rumah."Jane baik-baik saja. Ck, kau ini, kenapa tidak paham? Kalau musuh berarti jalanmu mempersunting Jane akan sulit.""Mempersunti