"Angelo, suara siapa itu?!" Mata Angelo langsung melebar ketika bibirnya dikecup wanita asing ini. Ponsel yang digenggamnya pun langsung terjatuh ke lantai. Tentu saja ia marah karena ciuman pertamanya diambil paksa oleh wanita yang tidak dicintainya. Ini sudah keterlaluan, pikir Angelo. Seharusnya yang mengecup bibirnya adalah Claudia bukan wanita di hadapannya sekarang. Tanpa pikir panjang Angelo menyentak kasar dada wanita tersebut."Argh ...." Pemilik mata hazel itu terpental jauh hingga membuat keningnya membentur sudut meja. Seketika, sebuah kalimat pendek dan bernada lemah meluncur bebas dari bibir mungilnya. "Maaf, aku minta maaf ...." Ia langsung menundukkan kepala kemudian memeluk lututnya erat-erat, tanpa disadarinya darah mulai menetes dari dahinya perlahan-lahan.Angelo terbelalak. "Astaga, apa yang aku lakukan?" Ia tampak syok, tak menyangka akan menyakiti seorang wanita. Buru-buru mendekat lalu berjongkok di hadapan sosok tersebut."Hei kau tidak apa-apa 'kan?" tany
Angelo diserang kepanikan mendadak lantas membalikkan badan dengan cepat."Kenapa kau keluar tidak memakai pakaian hah?! Masuklah ke toilet sekarang!" titah Angelo. Namun, bukannya menurut wanita itu malah melangkah perlahan mendekati Angelo dalam keadaan tubuh bugil. "Tapi Pangeran, aku tidak—""Aku bilang masuk!" Angelo semakin menegang tatkala mendengar bunyi langkah kaki di belakang. Tubuh elok wanita itu menari-nari di benaknya sedari tadi. Perkataan Angelo membuat langkah kaki wanita tersebut langsung terjeda. "Baiklah aku akan masuk tapi ajari aku mandi ya," ucapnya lalu berlari kencang menuju toilet.Angelo menarik napas dalam-dalam setelahnya. Kemudian secara perlahan memutar tumit ke belakang. "Astaga, apa yang harus aku lakukan? Mengajarinya mandi, yang benar saja."Angelo tercenung sesaat membayangkan hal-hal negatif. Dengan cepat ia menggelengkan kepala. Mengusir pikiran liar yang mulai merasuk otak besarnya itu."Ah sudahlah, biarkan, sebaiknya aku membersihkan rumah i
Gleg!Angelo meneguk ludah berulang kali karena tak sengaja memegang buah dada wanita tersebut saat ini. Akibat lantai licin membuat ia kehilangan keseimbangan tadi, alhasil keduanya bertabrak barusan. Angelo bergeming dengan pupil mata melebar sedikit melihat tubuh wanita mungil ini yang menantang dan menggoda iman. "Pangeran, mau mandi sama aku?" Bukannya marah ia malah terkikik-kikik. Busa-busa sabun yang berada di ruangan membuat wajahnya sedikit tenggelam. Angelo menggeleng cepat lalu dengan tergesa-gesa bangkit berdiri. "Aku sudah mandi! Pakai handukmu!" titahnya sambil melangkah mendekati kaca bulat hendak mematikan air. Tanpa banyak tanya wanita itu pun patuh. Berkali-kali Angelo membuang muka dan sesekali memejamkan mata saat tanpa sengaja memandang ke arah wanita tersebut."Sudah Pangeran, sekarang apa?" "Keluarlah dulu, aku harus membersihkan kamar mandi ini!" Angelo menahan sabar, melihat seluruh ruangan dipenuhi busa sekarang. Tak pelak membuat tubuhnya juga terkena.
Secara perlahan Angelo mengendurkan cekalan. Dia mulai tertegun, menatap Sugar dengan mata sayu-sayu. Bagaimana tidak Sugar saat ini tidak memakai pakaian sama sekali. Sehingga lekukan tubuhnya terlihat amat jelas sekarang. Lelaki mana yang tidak naik birahinya, melihat seorang wanita bertelanjang bulat. Angelo kucing dan Sugar adalah ikannya. "Sugar lepas bajunya, soalnya panas hihi, Sugar tidur di sini ya, ada AC," ucap Sugar jujur. Sedari tadi dia bolak-balik di atas sofa, karena hawa di kota Toronto malam ini lumayan panas. Terlebih, jaket hoodie milik Angela yang dia pakai membuatnya semakin gerah. Karena tak mampu menahan rasa panas, Sugar terpaksa melepas seluruh pakaiannya. Namun, ide cemerlang melintas di benaknya seketika. Sugar memilih masuk mengendap-endap ke kamar Angelo. Angelo tak menyahut, tengah menatap wajah mungil Sugar yang menurutnya imut di matanya sekarang. Tanpa dia sadari bola mata cokelat itu tak berkedip-kedip sedari tadi, memandangi warna mata hazel Suga
Iris mata Angelo melebar sejenak."Iya, benar ini aku." Sugar melirik Angelo dan wanita di hadapannya ini secara bergantian. Wajahnya yang semula terlihat gembira mendadak mendung. "Aku tidak menyangka akan bertemu kau di sini." Wanita tersebut mengulas senyum tipis sambil menyelipkan anak rambutnya ke telinga. "Iya aku juga Clau." Angelo memalingkan mata ke samping, menghalau jantungnya yang mendadak berdetak kencang seolah-olah akan melompat dari dalam sana. Claudia — wanita pujangga sekaligus permata bagi Angelo, berdiri di depannya dengan memakai dress panjang berwarna putih. Tampak anggun dan elegan dia. "Kau pergi bersama siapa?" Claudia melirik sekilas Sugar. Angelo berdeham rendah sejenak demi mengatasi rasa gugup yang melandanya. Ia toleh ke kanan, memberi bahasa isyarat pada Sugar untuk memperkenalkan diri. Tetapi, Sugar tak mengerti. Sepertinya Angelo mendadak lupa akan kondisi psikis Sugar. Sugar hanya diam dengan mata memancarkan kesedihan. "Sugar, dia adik—""Aku k
"Aduh, panas!" Claudia langsung berdiri sambil mengibas bagian dada yang disiram Sugar barusan dengan kopi panas. Sedari tadi ringisan pelan keluar dari bibir Claudia, menahan perih karena kulitnya melepuh. Berulang kali ia meniup-niup dadanya. Matanya pun mulai nampak berkaca-kaca sekarang.Angelo panik lalu memandang Sugar dengan mata berkilat-kilat menyala seketika. "Dia penjahat, Pangeran!" seru Sugar."Kau yang penjahat bukan Claudia!" bentak Angelo, membuat Sugar terlonjak kaget untuk ke sekian kalinya. Tubuhnya pun gemetar dan sorot matanya memancarkan ketakutan. Sebab untuk pertama kali melihat Angelo marah besar.Keributan yang terjadi di sekitar tak pelak membuat para pengunjung cafetaria memusatkan perhatian ke arah mereka."Tapi ...." Sugar tergugu, dadanya mulai terasa sesak sekarang. Sebab, Angelo menatapnya dingin kini. Tanpa sadar ia langsung meremas dadanya seketika.
Kepanikan Angelo bertambah berkali-kali lipat. Dia melirik sekilas ke samping, melihat Claudia juga mulai panik."Ayo kita cari dia!" seru Claudia seketika. Angelo mengangguk lalu bergegas keluar bersama Claudia. Mencari keberadaan Sugar yang tidak tahu di mana sekarang. Angelo memberi ide pada Claudia untuk berpencar mencari Sugar. Claudia menyetujui saran dari Angelo. Tak lupa mereka mengatur waktu mencari dan bersepakat akan bertemu di depan cafetaria jika tidak menemukan Sugar. Angelo mencari di lantai satu dan dua, sementara Claudia lantai tiga dan empat. Sejak tadi, gurat kepanikan terpatri amat jelas di wajah Angelo. Merasa bersalah karena telah meninggalkan Sugar. Sesekali gerutuan dan umpat kasar keluar dari mulutnya. "Kemana dia?! Argh, Sugar!" seru Angelo tak peduli lagi pandangan para pengunjung mall yang kebingungan melihat tingkah lakunya saat ini. Kepala Angelo memutar ke kanan da
Mata Eros merah menyala. "Tentu saja aku ada masalah, seharusnya pria sejati tidak bersikap kasar pada seorang wanita, terlebih Sugar, wanita yang istimewa!" Ia mengambil paksa tangan kiri Sugar, menariknya lalu menyembunyikan Sugar di belakang.Kening Sugar berkerut kuat, heran dengan situasi yang terjadi di depan matanya saat ini. Semakin mendidih darah Angelo saat melihat Sugar begitu dekat dengan Eros, tangannya mendadak terkepal kuat. "Bilang saja kau suka padanya!" serunya berapi-api.Eros menyungging senyum sinis. "Iya, memang benar aku suka pada Sugar, apa kau keberatan hah?!"Angelo tergugu, ada sensasi aneh menerpa hatinya kala mendengar perkataan Eros barusan. Sebuah rasa yang tak bisa dia jabarkan sama sekali. "Iya, aku keberatan karena dia adikku, kau harus meminta izin padaku terlebih dahulu!" Sugar yang tak mengerti arah pembicaraan kedua lelaki dewasa tersebut, hanya melirik Angelo dan Eros secara bergantian. Berbeda dengan Claudia, terdiam dengan tatapan aneh. Eros
"Angelo, aku mencintaimu, kembalilah padaku!" Kalimat yang dikeluarkan Claudia barusan. Membuat rahang Angelo semakin mengetat. Kini wajah wanita itu terlihat kumal dan kusam. Pakaian tahanan melekat dengan sempurna di tubuhnya saat ini. Claudia memandang Angelo dengan tatapan memuja. Angelo menebak bila Claudia melarikan diri dari penjara. Dia menahan kesal mengapa Claudia bisa meloloskan diri. Namun, mengingat ayah Claudia juga memiliki latar belakang di kemiliteran. Hal itu bukanlah hal yang sulit untuk Claudia bisa melarikan diri. Terlebih, saat ini ia dapat melihat sedikit bercak darah di pakaian Claudia. "Apa kau sudah gila! Aku sudah menikah!" seru Angelo dengan mata berkilat. Mendengar hal itu, mata Claudia yang semula berseri-seri langsung menyala bak kobaran api. Dengan napas mulai memburu ia pun berteriak,"Iya aku sudah gila, dan itu semua karena ulahmu! Aku tidak peduli, kau harus menjadi milikku!"Sesudah menanggapi, terdengarlah suara tawa keras di sekitar. Claudia t
Kening Jane lantas mengernyit. "Ada apa?" tanyanya. Amat penasaran ia, mengapa mimik muka Angelo mulai berubah menjadi lebih dingin sekarang, seolah-olah tengah marah pada seseorang. Angelo tak membalas, sejak tadi mendengar dengan seksama penjelasan Eliot. Di mana Adam, papa Claudia merupakan salah satu tersangka yang terlibat di dalam penculikan Jane."Pantas saja kita kesulitan mencari letak lokasi tempat penyekapan Jane, ternyata lelaki bedebah itu yang menutupinya, mama tiri Jane benar-benar gila! Seandainya saja kalau dia masih bernapas aku akan membakarnya hidup-hidup." Di ujung sana Eliot memberi pendapat. Tarikan napas berat pun terdengar bersamaan. Ia begitu kesal karena orang dipercayainya telah berkhianat dan membuat proses penyelamatan sempat terhambat kemarin. Angelo enggan menanggapi, namun dari sorot matanya berkabut kekecewaan mendalam pada Adam.Eliot menarik napas panjang kemudian, memahami Angelo yang masih diam di balik ponsel. "Dan satu lagi, pasti ini akan m
Jane terlonjak kaget kala Claudia berhasil membuatnya terhuyung-huyung ke belakang dan hampir saja terjatuh. Beruntung dirinya dapat menahan diri meski kakinya sekarang terkena pecahan kaca. "Mati kau!" pekik Claudia lagi. "Kau yang mati!" Cukup sudah, Jane habis kesabaran. Dengan sekuat tenaga ia mendorong dada Claudia hingga wanita tersebut terpental jauh, di mana punggung dan kepala bagian belakangnya membentur dinding. Claudia pun langsung pingsan di tempat. "Ck, menyusahkan sekali!" kata Jane sembari menarik napas lega. "Jane!"Perhatian Jane teralihkan kala mendengar suara Angelo di sekitar. Ia alihkan matanya ke arah pintu utama apartment, di mana Angelo berdiri dengan mimik muka terkejut dan panik."Baby!" Dengan hati-hati Angelo mendekat lalu menuntun Jane ke sisi yang aman. Usai itu, tanpa mengucapkan satu patah kata lelaki tersebut memeluk dan mencium kening Jane berkali
Jane mencoba untuk tetap tenang. Sebab sosok di hadapannya auranya tak seperti dahulu. Terakhkir kali bertemu, wajahnya nampak teduh. Namun, sekarang terasa dingin dan hitam pekat. Ada sesuatu yang tidak dapat Jane jelaskan sendiri."Apa maumu, Clau?" tanya Jane sembari memundurkan langkah kaki perlahan-lahan hendak mengambil pisau di dapur. Pasalnya saat ini Claudia tengah memegang pisau. Bukannya menjawab, wanita berambut panjang tersebut malah melangkah maju, sambil melayangkan tatapan mengintimidasi. Namun, Jane sama sekali tidak takut. Mungkin karena latar belakangnya dari keluarga mafia. Menjadikan dia tak gentar sama sekali.Jane tersenyum mengejek setelahnya. "Apa kau belum bisa menerima kalau Angelo memilih aku daripada kau?" ujarnya, sengaja memancing emosi Claudia.Kalimat yang dilontarkan Jane barusan membuat napas Claudia menderu cepat dan matanya pun langsung melotot tajam."Kalau kau sudah tah
"Astaga, kita melupakan Jane, oh ya selamat Jane, semoga kau tahan dengan sikap Angelo. Kami senang ingatanmu sudah pulih sekarang," ucap Eros seketika. Keasikan mengobrol membuat mereka melupakan wanita mungil di samping Angelo. Yang sejak tadi tersenyum kecil, mendengarkan mereka berbincang-bincang. Jane mengulum senyum. "Terima kasih, tenanglah aku sudah terbiasa dengan sikapnya, katanya seraya melirik Angelo sekilas. Angelo balas dengan mengulas senyum kecil."Oh ya, nanti malam jangan terlalu cepat kasihan anak orang," kelakar Ronald membuat semburat merah di kedua pipi Jane langsung muncul. "Ya, pelan-pelan Angelo, aku tahu ini pertama kalinya bagimu," timpal Eros sembari tertawa pelan. Sontak Angelo dan Jane saling lempar pandangan. Seandainya saja teman-temannya tahu bila mereka sudah bercinta kemarin. Maka dapat dipastikan akan dijadikan bahan olok-olokkan oleh ketiga pria jahil di depan."Hei, sepertinya tawa kita membuat orang risih." Eros melirik ke segala arah kala
Martin nampak syok ketika melihat Angelo berdiri dalam keadaan dada terbuka. Dapat dipastikan anak sulungnya tersebut baru saja selesai berhubungan badan. Jane pun berbaring di atas kasur sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Gurat kepanikan tergambar jelas di wajahnya sekarang.Dengan muka tak berdosa, Angelo melirik Jane sekilas, memberinya kode untuk tetap diam di tempat dan jangan bergerak. Jane mengerti, membalas melalui gerakan mata. Mengatakan takut pula pada Angelo. Namun, Angelo memberi bahasa isyarat untuk jangan takut. "Biadap!" murka Georgio, lantas mendekat kemudian melayangkan tamparan kuat pada pipi kanan Angelo. Kepala Angelo bergerak ke kanan seketika. Pipinya pun langsung memerah. Sambil memegang pipi, Angelo menoleh ke depan."Apa kau sudah gila hah?!" jerit Georgio."Maafkan aku Tuan Georgio, aku memang sudah gila. Kalau aku tidak melakukan ini. Kau pasti tidak akan merestui hubungan kami! Jadi, lebih baik aku hamili anakmu dulu!" seru Angelo tegas, hin
21+++***(Maaf tidak sesuai ekspetasi) ~~~Sepasang mata bulat Jane langsung membola, hendak melawan. Namun, Angelo mengekang tubuhnya. Terlebih, bibirnya dibungkam Angelo sekarang. Kali ini Jane tak bisa menolak. Mungkin karena rindu yang mengebu-gebu. Dia mulai pasrah terhadap perlakuan Angelo.Bibirnya dikecup, disesap dan lidahnya pun dililit-lilit Angelo hingga keduanya saling bertukar saliva. Jane memejamkan mata, menikmati kecupan ganas yang dilakukan Angelo saat ini. Sementara Angelo amat tak tahan. Sejak tadi menahan diri, melihat bibir ranum Jane bergerak-gerak. Di mata Angelo, wanita bertubuh mungil ini amat menggemaskan. Kini lelaki bermata cokelat tersebut. Dengan mata menutup mencekal pergelangan tangan Jane. Napasnya memburu, jantungnya pun berdetak kencang, seakan-akan organ dalamnya akan meledak. Sampai pada akhirnya ia menjauhkan sedikit wajah kala mendengar Jane kesulitan mengambil napas. Angelo membuka mata, menatap seksama wajah Jane yang masih berusaha mera
Sampai keluar mata Angelo kala mendengar perkataan Martin barusan. Dia terperangah sejenak."Daddy." Angelo menahan geram karena Martin tak dapat diajak berkompromi saat ini. "Ck, berkerjasamalah denganku, Dad, ayo cepat ralat ucapan Daddy barusan."Martin tak menyahut, malah mendengus lalu melipat tangan di dada. Angelo menghela napas lelah kemudian. Dengan cepat ia menekan bell rumah lalu berkata,"Maaf Tuan Georgio, Daddyku hanya bercanda tadi, sebenarnya dia ingin meminta maaf pada Tuan.""Cih, aku tidak bercanda! Aku memang mengajakmu berduel, sialan!" protes Martin cepat membuat Angelo semakin kalang kabut.Angelo menatap tajam Martin, memberi bahasa isyarat untuk diam. Lagi dan lagi Martin balas dengan mengeluarkan dengkusan kesal.Tak ada tanda-tanda pagar akan terbuka. Angelo pun mulai memarahi Martin. Tak lupa ia berulang kali melontarkan kata maaf dengan berbicara melalui alat di dekat pagar, yang di mana itulah adalah kamera pengintai berupa suara yang terhubung ke dalam m
Jane terbelalak. Dengan cepat meloncat dari atas ranjang kemudian bergegas menghidupkan lampu ruangan. Angelo meringis pelan tatkala mendapat pukulan di rahangnya barusan. Seumur-umurnya baru kali ini dia dipukul oleh seorang wanita. Sambil memegangi pipi, dia memandang ke sudut ruangan, di mana Jane berdiri dengan raut wajah kebingungan. "Angelo, kenapa kau bisa di sini?" Jane heran mengapa Angelo bisa masuk ke dalam kamarnya. Padahal setahunya keamanan di mansion sudah diperketat Georgio. Namun, detik selanjutnya dia sadar bila Angelo adalah tentara yang memiliki kemampuan khusus di dunia militer. "Pergilah Angelo, sebelum ketahuan Daddyku," ujar Jane kemudian sambil membuang muka ke samping. Jujur saja, ia ingin sekali berlari kencang ke arah Angelo dan memeluknya erat-erat sekarang. Namun, mengingat pesan yang dikirim Claudia tadi, Jane urungkan. Angelo mendengus lalu menghampiri Jane hendak meraih tangan pujaan hatinya. Akan tetapi, Jane segera menepis tangannya dengan cepat