Share

Bab 13. Persimpangan Keputusan

Penulis: Nikma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-05 15:58:06

Setelah pertengkaran yang cukup sengit, Adrian merasa kelelahan. Emosi yang meluap-luap dalam diskusi tadi membuatnya butuh ruang untuk menenangkan diri. Tanpa menoleh ke arah Gita yang masih duduk di tepi ranjang, Adrian keluar dari kamar, membiarkan keheningan menggantikan suara-suara tinggi yang baru saja memenuhi ruangan.

Begitu Adrian menutup pintu, ia mendapati ibunya, Rima, berdiri di ujung lorong. Wajah Rima menunjukkan raut serius, jelas bahwa ia telah mendengar sebagian besar pembicaraan di dalam kamar. Ia menyandarkan diri di dinding dengan sikap tenang.

“Kalau kamu memang ada hubungan dengan Luna,” kata Rima tanpa basa-basi, “Mama tidak akan keberatan. Bahkan… Mama pikir Luna itu jauh lebih baik daripada Gita.”

Mendengar ucapan itu, Adrian merasa terkejut. Tanpa bisa menyembunyikan perasaannya, ia langsung menegur, “Ma!” Suaranya bernada kaget dan sedikit tajam, seolah ingin menegaskan bahwa ucapannya tadi tidak sepatutnya keluar. Namun, Rima tetap tenang, menatapnya seola
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 14. Tak Ada Tempat Pulang

    Gita berbaring di ranjang kamarnya, memandang langit-langit yang familiar namun terasa asing dalam suasana hatinya yang kalut. Meski ia mencoba memejamkan mata, pikirannya terus dipenuhi bayangan-bayangan tentang rumah tangganya, rasa sakit dan penolakan yang ia rasakan, serta ucapan-ucapan yang begitu melukai hati.Tak lama, terdengar ketukan pelan di pintu, dan Hamid masuk membawa secangkir teh hangat. Dengan senyum lembut, ia mendekat dan meletakkan cangkir di meja samping. Gita duduk perlahan dan mengucapkan terima kasih, menatap wajah ayahnya yang penuh kasih sayang. Kehangatan itu memberinya sedikit kenyamanan, meski tidak sepenuhnya mampu mengusir rasa sakit di dadanya.Hamid duduk di tepi ranjang, menatap putri bungsunya dengan pandangan yang tenang namun penuh perhatian. Setelah hening beberapa saat, ia berkata dengan lembut, “Gita, bapak tahu hidupmu tidak mudah. Pernikahan memang penuh tantangan. Tapi… mungkin kamu bisa coba mempertimbangkan untuk k

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 15. Kenyataan Mengejutkan

    Pagi itu, suasana tenang di area kosan tiba-tiba dipecahkan oleh suara-suara panik dari beberapa penghuni yang berkumpul di depan bangunan. Mereka kaget melihat seorang wanita yang terbaring tak sadarkan diri di jalan, dan segera berkerumun, khawatir bahwa wanita itu mungkin mengalami kecelakaan atau terluka. Beberapa penghuni mencoba membangunkan Gita, namun tak ada respons. Di tengah kebingungan itu, suara mobil yang melambat membuat mereka menoleh. Sebuah mobil hitam berhenti tak jauh dari kerumunan. Naufal, yang sedang dalam perjalanan ke rumah sakit, merasa ada sesuatu yang aneh melihat orang-orang berkumpul di depan kos-kosan pagi itu. Rasa penasaran membawanya turun dari mobil untuk mencari tahu. Ketika ia mendekat dan melihat lebih jelas, tubuhnya tiba-tiba menegang. “Gita?” Naufal bergumam, suaranya penuh keterkejutan. Mata Naufal tak lepas dari sosok wanita yang terbaring lemah di tengah kerumunan. Ia segera menyadari bahwa wanita yang pingsan itu adalah Gita. Rasa khawat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 16. Persimpangan Hati

    Gita duduk di tepi tempat tidur rumah sakit, matanya menatap kosong ke luar jendela. Bayangan gedung-gedung di kejauhan tampak buram, terhalang oleh pikiran-pikirannya yang semakin berat. Pikirannya berkelana ke berbagai arah, mencoba mencari makna dari kenyataan yang baru saja menghantamnya. Kehamilan ini, yang seharusnya menjadi kabar gembira, justru membuatnya terombang-ambing di antara dua pilihan yang sama sulitnya.Perasaan bahagia menyelusup pelan saat ia memikirkan sosok kecil yang kini ada di dalam tubuhnya. Sejak awal pernikahannya dengan Adrian, memiliki anak adalah salah satu impian yang ia simpan erat di dalam hati, meskipun perjalanan ke arah sana selalu penuh tekanan dan tuntutan. Namun sekarang, di saat impian itu hampir terwujud, ia malah dihadapkan pada kenyataan pahit yang membuatnya ragu apakah ia ingin membawa anak ini ke dalam kehidupan yang penuh ketidakpastian.Gita menarik napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya yang semakin kacau. Di satu s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 17. Dukungan

    Di ruang rawat yang hening, Gita terbaring dengan pandangan kosong, pikirannya dipenuhi berbagai perasaan yang semakin membuatnya tertekan. Kondisinya yang belum pulih menjadi perhatian besar bagi Naufal, yang terus memantau perkembangan kesehatannya. Setiap kali ia memeriksa Gita, ia melihat bahwa kesehatan fisiknya seolah tertahan oleh kondisi emosional yang tak kunjung membaik.Suatu pagi, Naufal memasuki ruangan dengan membawa berkas pemeriksaan Gita. Ia melihat wajah Gita yang tampak letih dan penuh beban. Dengan nada lembut, ia duduk di samping tempat tidur, mencoba menarik perhatian sahabat lamanya.“Gita,” ucap Naufal pelan, berusaha berbicara dengan lembut. “Aku tahu ini semua sangat sulit untukmu, dan aku bisa merasakan betapa beratnya beban yang kamu pikul sekarang. Tapi kamu harus ingat, kondisi emosional ini memengaruhi bayimu. Kamu nggak perlu berpura-pura bahagia, tapi setidaknya cobalah untuk lebih tenang.”Gita mengalihkan pand

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 18. Lebih Baik Berpisah

    Naufal duduk di samping tempat tidur Gita, menatap wajahnya yang penuh kebimbangan. Selama beberapa hari terakhir, ia menyaksikan Gita bergulat dengan perasaannya, mencoba mencari jawaban di tengah dilema yang rumit. Meskipun Naufal ingin memberikan dukungan tanpa mendorong ke arah tertentu, ia tahu bahwa situasi ini tak bisa berlanjut selamanya.Dengan nada hati-hati, Naufal akhirnya memutuskan untuk memberikan saran. “Gita, aku tahu ini sulit, tapi mungkin sebaiknya kamu coba menghubungi Adrian, setidaknya untuk memberi kabar bahwa kamu baik-baik saja. Kalau kamu terus menghilang tanpa jejak… Adrian bisa saja melaporkan kehilangan. Itu hanya akan membuat keadaan semakin rumit.”Gita menunduk, tatapannya tampak kosong. Saran Naufal masuk akal, tetapi ia masih merasa ada beban berat dalam hatinya. Baginya, menghubungi Adrian berarti menghadapi semua yang selama ini ia coba hindari, dan ia belum yakin siap untuk itu.Melihat kebimbangannya, Naufal me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 19. Luka Paling Menyakitkan: Kehilangan

    Setelah beberapa hari menjalani perawatan, Gita akhirnya diperbolehkan pulang. Naufal mengantarnya sampai ke depan rumah sakit. Saat mereka berdiri di sana, Naufal menatapnya cemas. “Gita, sekarang kamu mau ke mana? Apa kamu benar-benar tidak ingin kembali ke rumah… ke rumah suamimu?” Gita menghela napas panjang, menundukkan pandangannya. Pertanyaan itu, meskipun sederhana, menimbulkan keraguan di hatinya. Ia tahu bahwa banyak yang harus ia pertimbangkan—bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang bayi yang kini ada di dalam kandungannya. Setelah beberapa saat hening, Gita mengangkat wajahnya dan menatap Naufal, meskipun sorot matanya tampak penuh kebimbangan. “Aku… aku belum siap untuk memutuskan sekarang. Banyak hal yang aku takuti. Rasanya seperti… aku butuh waktu untuk menenangkan diri dulu.” Naufal mengangguk, memahami perasaannya. “Aku paham. Kamu memang perlu waktu untuk diri sendiri. Jangan merasa tertekan untuk mengambil keputusan cepat.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 20. Pertemuan

    Setelah sebulan penuh berjuang untuk pulih secara fisik dan emosional, Gita mulai merasa lebih kuat. Ia menyadari bahwa ia perlu melangkah ke depan dan membangun hidupnya sendiri. Gita mulai mencari pekerjaan melalui internet, berharap menemukan posisi yang sesuai dengan kemampuannya. Tak lama, ia menemukan sebuah lowongan sebagai staf di salah satu perusahaan besar. Gita mengirimkan lamaran dan, tak disangka-sangka, menerima panggilan wawancara. Hari yang dinanti tiba. Gita datang ke perusahaan itu dengan perasaan gugup. Duduk di ruang tunggu bersama para pelamar lainnya, ia merasa sedikit asing. Dunia kerja ini adalah hal baru baginya, tetapi ia yakin bahwa inilah kesempatan untuk membuktikan bahwa ia bisa mandiri. Namun, di antara para pegawai yang berlalu-lalang, seorang pria tiba-tiba mengenalinya. Hardi salah satu teman dekat Adrian yang bekerja di perusahaan itu, terkejut saat melihat sosok Gita yang duduk dengan raut wajah tegang menunggu giliran wawancar

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 21. Tak Ingin Berpisah

    Bab 21. PertemuanMereka tiba di sebuah kafe dekat kantor Hardi. Adrian memilih meja yang sedikit tersembunyi. Begitu mereka duduk, Adrian menghela napas, mencoba menyusun kata-kata di kepalanya.“Gita,” Adrian memulai, “Aku tahu banyak hal yang selama ini aku abaikan. Mungkin… ini semua salahku, dan aku menyesal—”Belum selesai Adrian bicara, Rima tiba-tiba menyela dengan suara dingin, “Kamu hanya bisa menyesal sekarang, setelah istrimu membuat keluargamu khawatir dengan caranya sendiri.” Ia menoleh ke arah Gita, tatapannya tajam. Gita tertunduk, menelan sindiran pedas yang diarahkan padanya.“Ma, cukup!” tegur Adrian. Tapi Rima tak memedulikannya.“Gita, bisa-bisanya kamu pergi begitu saja selama lebih dari sebulan. Kamu gak memberi kabar, gak peduli sama Adrian! Anak saya terus-terusan nyari kamu, kamu malah malah sedang antre untuk wawancara kerja,” ucap Rima

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11

Bab terbaru

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 96. Manipulasi

    Naufal, yang mulai putus asa mendekati Gita secara langsung, menyusun strategi baru. Ia menyadari bahwa hubungan Gita dengan kakaknya, Ferdi, bisa menjadi celah yang dapat dimanfaatkannya. Meskipun hubungan mereka tidak selalu mulus, Naufal tahu bahwa Gita memiliki ikatan emosional dengan Ferdi dan sering kali merasa bertanggung jawab terhadapnya.Malam itu, Naufal menemui Ferdi di sebuah warung kopi sederhana di pinggir kota. Ferdi, yang tampak lelah dan kurang bersemangat, langsung menyadari bahwa pertemuan ini tidak biasa. “Ada apa, Naufal? Kenapa sampai cari gue malam-malam begini?” tanyanya sambil meminum kopinya.Naufal tersenyum tipis, mencoba memancarkan kesan tenang dan simpatik. Ia meletakkan amplop tebal di atas meja, tepat di depan Ferdi. “Saya tahu kondisi Gita sekarang berat. Dan sebagai kakaknya, pasti Mas Ferdi juga ingin membantunya, kan?”Ferdi melirik amplop itu dengan alis mengernyit. “Maksudnya apa ini?”Na

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 95. Kunjungan Tak Diundang

    Naufal, yang semakin tidak bisa menahan kegelisahannya, memutuskan untuk mengunjungi rumah Gita. Pikiran tentang kondisi Gita yang mungkin tidak baik-baik saja terus menghantuinya, terutama setelah berbagai konflik yang ia tahu Gita alami. Meski ia tahu ini keputusan yang bisa memicu masalah baru, ia tetap berdiri di depan pintu rumah Gita, mengetuk pintu dengan perasaan campur aduk.Di dalam rumah, Gita sedang sibuk merapikan ruang tamu ketika suara ketukan itu memecah keheningan. Ia berjalan menuju pintu dengan ekspresi penasaran, tetapi terkejut ketika melihat siapa yang berdiri di sana.“Naufal?” suaranya terdengar ragu, mencoba menutupi rasa was-was yang tiba-tiba muncul.Naufal berdiri dengan senyum tipis yang hampir seperti permintaan maaf. Namun, ada ketegangan di wajahnya. “Gita, aku cuma ingin memastikan kamu baik-baik saja,” katanya pelan, nada khawatir terdengar jelas di suaranya.Gita menahan pintu agar tidak terbuka lebar, ma

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 94. Rekonsiliasi di Bawah Cahaya Lilin

    Setelah melewati badai konflik yang mengguncang kehidupan mereka, Adrian memutuskan bahwa sudah waktunya untuk memberikan ruang bagi dirinya dan Gita untuk bernapas. Ia mengatur sebuah malam yang sederhana namun penuh makna di sebuah restoran kecil yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota. Restoran itu dipenuhi pencahayaan temaram dari lilin-lilin kecil yang memancarkan suasana hangat dan intim.Ketika Adrian tiba bersama Gita, pelayan membimbing mereka ke meja di sudut ruangan, tepat di samping jendela besar yang menghadap taman dengan lampu-lampu redup menghiasi pohon-pohon di luar. Adrian meski masih menggunakan kursi roda, tampak bersemangat dan lebih santai dibanding beberapa hari terakhir.Gita mengenakan gaun sederhana dengan potongan elegan berwarna biru tua, yang memancarkan pesona alaminya. Rambutnya ditata dengan anggun, dan raut wajahnya terlihat tenang—sebuah kelegaan yang sudah lama tidak Adrian lihat sejak semua konflik dimulai.Saat pelayan mengan

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 93. Konfrontasi Langsung

    Beberapa minggu telah berlalu, dan Adrian kini siap menghadapi Luna secara langsung. Dengan bukti-bukti kuat atas penyalahgunaan dana perusahaan yang telah dikumpulkan oleh tim keuangan dan pengacaranya, ia merasa waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini telah tiba. Adrian memutuskan untuk mengatur pertemuan resmi di kantor, meminta Hendri mengoordinasikan jadwal dan memastikan semua saksi yang relevan hadir.Ketika Luna tiba di kantor, ia tampak percaya diri seperti biasanya, mengenakan blazer mahal yang menegaskan statusnya. Namun, sorot matanya menunjukkan sedikit kegelisahan, seperti orang yang tahu bahwa badai besar sedang menantinya.Di ruang rapat besar, Adrian duduk di kursi utama, didampingi oleh pengacaranya dan Gita yang berada di sampingnya. Hendri dan beberapa saksi dari tim keuangan juga sudah berada di sana, siap memberikan kesaksian jika diperlukan.“Silakan duduk, Luna,” ujar Adrian dengan nada dingin, tangannya terlipat di atas me

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 92. Pertemuan Memanas

    Sesampainya di rumah sakit, Naufal bergegas menuju ruang rawat Gita. Ia berjalan cepat di lorong rumah sakit, dadanya naik turun, penuh emosi. Ketika tiba di depan pintu, ia mengetuk pelan dan membuka pintu tanpa menunggu jawaban.Di dalam, Gita terbaring lemah, wajahnya terlihat pucat. Matanya setengah terbuka saat melihat Naufal masuk. “Naufal?” suaranya lirih, hampir seperti bisikan.Naufal mendekat, duduk di kursi di samping tempat tidurnya. Matanya menatap Gita dengan penuh perhatian. “Apa yang terjadi padamu? Apa mereka tidak bisa menjagamu?” tanyanya dengan suara yang terdengar penuh emosi.Gita tersenyum kecil, mencoba menenangkan suasana meski tubuhnya lemah. “Aku baik-baik saja, Naufal. Hanya sedikit kecapekan,” katanya pelan, meskipun jelas dari kondisinya bahwa itu lebih dari sekadar kelelahan.Namun, sebelum Naufal sempat bertanya lebih jauh, pintu ruang rawat terbuka lagi. Adrian masuk, didorong oleh kursi roda el

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 91. Langkah Luna

    Wajah Rima menunjukkan penyesalan. Ia menatap Gita sekali lagi, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi hanya menghela napas berat. "Mama pergi dulu," ucapnya singkat sebelum berbalik dan meninggalkan ruangan. Langkahnya pelan dan terasa berat, seolah membawa beban kesalahan yang baru ia sadari.Setelah pintu tertutup, keheningan menyelimuti ruangan. Adrian duduk di samping Gita, mengusap tangannya dengan lembut, mencoba menenangkan dirinya sendiri sekaligus memberikan rasa nyaman kepada istrinya.“Maaf,” kata Adrian tiba-tiba, suaranya rendah. “Aku tahu semua ini terlalu berat untuk kamu. Aku tidak bisa terus membiarkan ini terjadi.”Gita menatapnya dengan lembut, meskipun masih terlihat lemah. “Kamu enggak perlu minta maaf, Adrian. Aku tahu kamu hanya mencoba melindungi aku.”Adrian menarik napas panjang, lalu melanjutkan dengan nada lebih serius. “Aku harus mengambil langkah besar, Gita. Kita enggak bisa terus hidup se

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 90. Cara Melindungi

    Adrian tiba di rumah sakit dengan napas yang masih memburu, wajahnya jelas menunjukkan kecemasan. Begitu keluar dari mobil dibantu Rudi, ia segera masuk ke lobi utama, matanya langsung mencari sosok yang dikenalinya. Di sudut ruang tunggu, ia melihat Rima duduk dengan tangan terlipat di pangkuannya, kepalanya tertunduk. Adrian mempercepat laju kursi rodanya, ekspresinya berubah dari cemas menjadi serius.“Ma,” panggil Adrian dengan nada tegas, menghentikan langkah Rima yang mendongak dengan ekspresi gugup. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Gita bisa sampai di rumah sakit?”Rima membuka mulut, mencoba berbicara, tetapi kata-kata seperti tersangkut di tenggorokannya. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, “Mama... Mama enggak sengaja. Kami sempat berdebat tadi di rumah.”Adrian menatap Rima dengan tajam, alisnya berkerut. “Berdebat tentang apa, Ma? Apa yang Mama lakukan sampai Gita harus dibawa ke rumah sakit?&rd

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 89. Konflik yang Memuncak

    Hari itu Adrian sedang berada di kantor, sibuk menangani krisis yang belum juga mereda. Sementara itu, Gita, seperti biasa, tinggal di rumah. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membereskan rumah, Musik lembut mengalun dari ponselnya, sedikit mengisi keheningan rumah.Namun, ketukan pintu yang mendadak memecah rutinitasnya. Gita menghentikan aktivitasnya dan melangkah ke pintu dengan rasa penasaran. Begitu pintu terbuka, ia mendapati Rima berdiri di sana dengan wajah yang tampak tegang dan tidak bersahabat.“Mama? Kok nggak ngabarin mau datang?” tanya Gita dengan suara lembut, mencoba tetap tenang meskipun dadanya berdebar. Ia tahu, kedatangan Rima jarang membawa kabar baik.Tanpa menjawab, Rima melangkah masuk begitu saja, mengabaikan sapaan Gita. Gerakannya kaku dan penuh determinasi, membuat atmosfer rumah mendadak terasa lebih dingin. "Kamu ini ya, Gita," kata Rima, suaranya bergetar antara amarah dan rasa frustrasi, "memang enggak pernah bikin hi

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 88. Mengatasi Masalah

    Adrian duduk di meja ruang makan, memandangi layar ponselnya yang dipenuhi dengan notifikasi tentang laporan-laporan perusahaan. Wajahnya tampak serius, tetapi sorot matanya mencerminkan tekad yang perlahan bangkit. Ia tahu, hanya dirinya yang bisa menangani semua ini, meski kondisi fisiknya tak lagi seperti dulu.Gita mendekatinya dengan segelas air di tangan. Perutnya yang semakin besar membatasi gerakannya, tetapi perhatian dan kekhawatirannya pada Adrian tetap terasa kuat. "Kamu kelihatan sibuk banget. Ada masalah lagi?" tanyanya lembut sambil meletakkan gelas di meja.Adrian mendongak, tersenyum tipis meski lelah. "Bukan cuma masalah lagi, Git. Ini sudah seperti badai besar.” Adrian memandang tangan Gita, lalu menghela napas. "Aku harus pergi ke kantor hari ini. Situasinya makin buruk, dan aku nggak bisa tinggal diam."Gita mengerutkan kening. "Aku ikut," katanya tanpa ragu.Adrian menatapnya, sedikit terkejut oleh nada tegas itu. "Gita, kamu nggak per

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status