“Neo, Shen ... jangan takut! Papa akan cari tante itu biar tidak ganggu Neo dan Shen lagi, ya?”Alex mencoba menenangkan anak-anaknya yang sudah ingin menangis.Mereka pasti trauma. Mendapatkan kue dari orang yang mereka sangka sebagai ibu mereka tetapi nyatanya bukan. Lalu saat mereka telah memakan kuenya, Lara meminta mereka memuntahkan yang hampir digiling di dalam perut.Saat sampai rumah, mereka melihat Lara pingsan. Ketakutan mereka bertubi-tubi menghampiri.Dan itu menyakiti Alex.“Papa akan tangkap tante itu biar tidak bisa berbuat jahat lagi.”“Sungguh?” tanya Shenina memastikan dan Alex menjawabnya dengan anggukan pasti.“Sungguh, Sayang.”Shenina memeluk Alex dan Neo berterima kasih,“Terima kasih, Papa.”“Sama-sama.”Alex tersenyum menunjukkan wajahnya yang tenang meski batinnya bergejolak penuh umpatan pada Nala.“Sekarang sudah waktunya tidur siang,” ucap Alex memecah kebisuan sesaat di antara mereka.“Neo sama Shen juga harus tidur loh. Mama juga harus istirahat. Ya?”“
“Kenapa, Alex?”Alex tersentak saat tangan Lara singgah di bahu sebelah kanannya. Yang membuatnya menoleh ke belakang dengan wajah yang bisa ditebak oleh Lara bahwa sedang terjadi sesuatu yang tidak benar sehingga dia seperti itu.“Ada sesuatu yang tidak beres? Siapa yang baru saja menelponmu?”“Iya, Lara. Ada yang tidak beres. Ibra yang baru saja menghubungiku.”“Apa yang dia bilang?”“Dia menemukan di mana Nala. Dia bilang kalau Nala kerja sama dengan Shiera.”“Apa?”“Tapi yang belum dia selesaikan adalah ... bahwa ada penghianat di antara kita.”“Penghianat siapa, Alex?”“Aku tidak tahu, Lara.”“Kamu tidak tanya padanya?”“Dia belum selesai bicara dan panggilannya mati. Ada suara benda jatuh dan setelah itu dia tidak terdengar lagi.”Lara menutup mulutnya dengan menggunakan kedua tangannya. Napasnya tertahan saat dia memandang Alex yang mengusap wajahnya sendiri dengan kasar.“Ibra dalam bahaya, Lara. Aku akan mencarinya. Kamu tinggallah di rumah dan jangan keluar apapun yang terjad
Alex berlari mengikuti ke mana Ibra dibawa masuk ke dalam ambulans. Benar itu adalah Ibra.Alex memastikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa lelaki yang dibawa masuk dengan keadaan bersimbah darah itu adalah Ibra.Belum ada satu jam Alex bicara dengannya tapi sekarang Alex melihatnya dalam keadaan yang mengenaskan seperti ini?"IBRA!"Alex hampir menggila di dalam ambulans sampai dia ditenangkan oleh petugas medis yang sedang mencoba memberikan pertolongan pertama."Apa dia baik-baik saja? Apa dia bisa diselamatkan?""Dia kritis, Pak. Benturan di kepalanya mengambil bagian yang paling rawan."Alex seperti habis napas mendengar hal itu. Ambulans melaju semakin cepat meninggalkan kerusuhan di lokasi kecelakaan.Alex memandang Ibra yang berlumuran darah, mereka tiba di instalasi gawat darurat dengan Ibra yang diambil alih oleh dokter dan perawat yang ada di sana.Alex melihatnya menghilang di balik pintu ruang instalasi gawat darurat sedangkan sendirinya tertahan di sini dengan rasa hat
"DIA BUKAN PENGGUNA NARKOBA!" Alex tidak bisa mengendalikan nada bicaranya yang meninggi. Meraih kerah pakaian dokter Liu. Isyarat matanya seperti mengatakan, 'Bicara yang benar atau aku akan menghajarmu!'"Pak Alex, hentikan!"Seorang lelaki datang, meraih tangan Alex yang menegang menunjukkan otot-ototnya yang seperti kacang panjang.Alex sangat marah saat Liu mengatakan jika Ibra memiliki hasil uji laboratorium pada darahnya yang mengatakan secara positif dia adalah seorang pengguna narkoba."Jangan bikin keributan," ucap seseorang itu sekali lagi.Yang Alex tahu betul jika itu adalah Jack. Dia pasti mengikuti Alex setelah pergi dari tempat kejadian perkara.Alex menurut untuk melepas tangannya dari Liu. Tapi alis tegasnya masih bicara, lebih banyak daripada ucapannya, kemarahan seperti apa yang sekarang ini sedang bergejolak naik turun di dalam dadanya."Ada bekas suntikan di lengan kirinya, Pak Alex," ujar Liu sekali lagi, memberi tahukan bahwa hasil laboratorium yang keluar itu
***Di dalam kamarnya, Lara melihat jam yang ada di ponselnya, sudah lebih dari pukul sebelas malam, tetapi tidak menunjukkan di mana keberadaan Alex, atau kapan dia akan pulang.Lara sangat khawatir karena yang bersinggungan dengan mereka adalah sebuah hal yang mengancam nyawa. Apalagi dengan keadaan sudah nyaris merenggut nyawa Ibra, Lara dibuat semakin cemas.Jujur, ini adalah ketakutannya yang sangat nyata, setelah sekian lama dia hidup sendirian dalam kekhawatiran akan masa depan anak-anaknya, tetapi yang sekarang kekhawatirannya lebih besar karena dia takut kehilangan Alex juga. Dengan keadaan dia yang hamil muda, pikirannya kacau balau.Padahal ... dia belum lama ini bisa merasakan bagaimana indahnya cintanya yang berbalas, bagaimana dia bisa menakhlukkan hati dingin Alex setelah sekian lamanya tak dianggap dan disisihkan.Saat hari berganti menjadi hari ini, Lara masih belum bisa merasakan apa itu bahagia karena masih ada saja orang yang tidak suka dengan mereka.Entah itu Nal
Beberapa saat sebelum Alex tiba di rumah ........Alex dan Jack berjalan keluar dari koridor rumah sakit, mereka melesat menuju ke tempat kejadian perkara. Lokasi di mana Ibra terlibat kecelakaan fatal nan mengenaskan yang nyaris saja merenggut nyawanya.Mereka menuju ke parkiran yang ada di King’s Queen. Jack menunjukkan di mana tempat dia menemukan jam tangan sekaligus balok kayu yang mereka duga sebagai alat untuk membuat Ibra tak sadar sebelum dia mengalami kecelakaan.Alex menengok ke sekitar, dia melihat ada satu CCTV yang sebenarnya mengarah ke tempat mereka berdiri sekarang. Tetapi sayangnya ... CCTV itu mati.“Ada CCTV tapi itu mati, Jack.”“Iya, Pak Alex.”Alex mengedarkan pandangannya dan melihat ada satu mobil yang parkir berseberangan dengan tempat di mana mereka berdiri.“Kalau dugaan kita benar Ibra memang parkir di sini, mobil yang di sana pasti punya rekaman dash cam-nya, ‘kan?” tunjuk Alex pada mobil yang berseberangan dengan mereka, sedikit jauh memang.Tetapi Alex
Mendengar tanya dari Alex, pupil mata Roy bergerak tak nyaman ke kiri dan ke kanan. Dia memandang Alex yang rahangnya menggertak.Lalu memandang Lara yang kepalanya tertunduk. Lara meremas sendok di tangan kanannya dengan menahan air mata.Sedangkan Laras tidak percaya dengan apa yang baru saja di tanyakan oleh Alex.“Apa maksudnya, Nak Alex?” tanya Laras mencoba mencari kebenaran.Apa yang perlu dia luruskan, apa yang tak dia ketahui yang tengah disembunyikan oleh Roy, suaminya sendiri dan terpaksa harus membuat Alex membuka suaranya.Dilihat bagaimana ekspresi Alex yang sudah ingin berontak, Laras tahu jika anak menantunya itu sedang tak main-main.“Papa sudah kerja sama buat bikin Ibrani kecelakaan tadi malam,” jawabnya dengan santai, tapi tak mengurangi bagaimana kebencian bermuara di dalam sana, terpupuk dengan sangat besar dan tumbuh liar seperti Cyperus Rotundus.“Benar apa yang dikatakan sama Alex?” Laras bertanya pada Roy yang napasnya seperti habis di tenggorokan.Roy tertund
Kembali ke belakang, pada saat sebelum Roy bertemu dengan Nala ........Roy, sedang duduk di kursi kerjanya yang ada di RG Holdings, usaha miliknya yang sangat dia cintai.Siang yang terik di luar, dia mengambil jeda sejenak dengan bangkit dari kursinya, menepi ke arah jendela raksasa yang ada di lantai sepuuh. Namun, hal itu dia urungkan karena dia mendengar getar ponselnya yang dia letakkan di atas meja.“Siapa?” tanya Roy dengan menggumam sendirian.Tetapi tangannya mengambil ponsel dan menerima panggilan dari nomor tak dikenal itu.“Halo?”“Papa.”Hanya dengan mendengar ‘papa’ yang sampai di telinganya, Roy tahu betul siapa pemanggil ini.“Nala?”Roy kembali duduk di kursinya saat Nala yang ada di seberang telepon membenarkan nama yang dia sebutkan.“Iya, ini Nala, Papa.”“Oh, Papa bersyukur karena kamu menghubungi Papa. Papa kangen kamu. Di mana kamu sekarang, Nala?”“Papa mau ketemu sama aku?”“Kalau kamu mau, why not? Di mana kamu sekarang?”“Ada di lobi RG Holdings. Papa bisa