Entah bagaimana menceritakan bagaimana indahnya rasa semalam karena rasanya itu tak akan pernah cukup jika Lara menulisnya dalam satu bait susunan kalimat.Bagaimana gagah Alex yang telah sepenuhnya pulih dari keluhan kaki pincang atau apapun yang berkaitan dengan kondisi kesehatan.Lara sepenuhnya menikmati apa yang mereka lakukan semalam. Melihat bagaimana bersemangatnya Alex, Lara memutuskan untuk tidak akan menggodanya seperti semalam lagi.Alasannya?“Dia tidak mau melepaskan aku sama sekali.”Ah! Pusing kepala Lara.Oleh karena itulah, pagi ini dia memutuskan untuk meninggalkan Alex terlelap sendirian di atas sana. Lara turun lebih dulu karena dia tak ingin mendengar bisikan sensual yang singgah di telinganya dan itu mengatakan, ‘Lara, ayo kita ulangi satu babak lagi.’Ouh!Tidak ....Jika diulangi sekali lagi, yang ada Lara tidak akan bisa jalan.Sebaiknya dia menyibukkan diri dengan membuat sarapan.Neo dan Shenina sudah bangun sejak tadi dan sekarang sedang bermain di halaman
Tidak ingin makan pancake seharian, tentu saja Alex mencari tumbal yang lainnya.Siapa jawabannya?Tentu saja itu adalah Ibrani.Ini, di sini dia manusianya. Di balik meja kerjanya dan berdiri menyambut kedatangan Alex yang berangkat dengan diantar oleh Ron. Kedua bibir Ibra ternganga melihat kotak makan yang berisikan pancake. Full dengan pancake meski ada beperapa potongan buah di dalamnya.“Apa-apaan ini?” tanya Ibra kesal. Memandang Alex dengan sudut matanya yang meruncing.“Kamu melihanya, ‘kan? Itu pancake. Kamu tidak tahu pancake?”“Ya tahu. Tapi kenapa Pak Alex membawakan aku pancake?”“Itu untuk makan siang nanti. Aku juga bawa. Ini.”Alex mengangkat sekilas lunch bag yang dia bawa di tangan kanannya.“Pancake juga?” tanya Ibra curiga.“Iya.”“Siapa yang bikin?”“Aku. Tapi adonannya Lara. Dia bilang biar kamu juga merasakan yang dia buat.” Alasan dulu, sementara ini dia harus membohongi Ibra perkara pancake agar ada yang membantunya menghabiskan. Karena jika tidak, Alex ben
Keheningan sejenak menghampiri mereka.Alex pikir dia salah dengar. Tapi Lara baru saja jelas mengatakan tentang ‘hutang apa’ kepadanya. Alex yang terbiasa mendengar Lara bicara tahu jika itu tidak bercanda.“Lalu, hutang yang kemarin dibayar Ibra itu, bukan kamu yang pinjam?”“Hutang apa, Alex?”“Empat puluh sembilan juta koma sekian. Dari Winsafe Bank.”“Tidak. Aku tidak pernah meminjam pada bank. Satu-satunya hutang yang aku punya itu cuma KPR rumah, sudah. Dan itu aku bayar secara rutin kok. Dan kamu bilang kamu akan melunasinya jadi bulan ini aku tidak bayar.”“Iya, yang itu sudah beres. Aku pikir kamu punya hutang yang lain, Lara. Soalnya kemarin ada surat yang datang dari bank. Dibawa masuk sama Ibra dan diperiksa. Itu adalah pinjaman berjangka atas namamu. Di alamatkan ke kantor mungkin karena rumah lama kamu 'kan tidak ada orangnya?”Alis Lara berkerut saat dia memberi gelengan pada Alex.“Tidak, Alex. Aku tidak pernah meminjam pada bank. Kamu tidak salah membayar punya orang
Tenang ...Alex berpikir dalam diam sejenak karena jika dia panik dia akan menghancurkan kedamaian batinnya sendiri.Meski sekarang benar sedang bergejolak begitu mendengar pengakuan dari Neo bahwa Lara tidak ada di sana guna menjemputnya begitu juga dengan Ron.“Baik, Papa akan minta paman Ibra buat jemput Neo dan Shen ya? Tunggu di sana sebentar! Selain paman Ibra, Neo sama Shen harus terus sama Miss Lily. Okay?”“Okay, Papa.”“Kalau begitu berikan ponselnya ke Miss Lily sekarang! Papa mau bicara sama Miss Lily.”“Iya.”Lalu, Alex mendengar ponsel yang beralih. Dia menjelaskan situasinya dengan cepat. Kemungkinan yang terjadi bahwa bisa saja Lara dalam bahaya, tak ada bedanya dengan Ron. Jadi sampai Ibra datang, Lily tak boleh menyerahkan anak-anaknya kepada siapapun.Dan itu dimengerti oleh Lily dengan jawaban, “Baik, Pak Alex.”Lalu Alex keluar dari ruangannya setelah menyambar jas dari gantungan.Langkah gegasnya membuat Ibra yang duduk di balik meja kerjanya di luar seketika itu
“Aku bukan Nala!”Lara berteriak dengan keras mencegah terjadinya salah paham yang semakin besar.“Aku Lara, Isabella Lara. Bukan Nala!”Masih mencoba membela diri dan dia harap lelaki itu percaya.Tapi ....Bukankah itu sangat mustahil?Karena Lara melihatnya yang berjalan mendekat pada Lara dengan langkah kaki panjangnya yang mengayun tegas hingga sampai di tepi ranjang.Lelaki itu tersenyum dengan sinis, salah satu sudut bibirnya terangkat membentuk seringai licik. Sama halnya dengan matanya yang menunjukkan bagaimana dia memiliki sifat aslinya yang buas dan berbahaya.Tawa lirihnya membuat Lara tahu bahwa lelaki ini tidak akan memberinya ruang untuk bergerak atau pintu yang mengantarnya keluar.“Bagaimana bisa kamu menyebut nama orang lain saat wajahmu mengatakan sebaliknya, Nala?”“Nala itu saudara kembarku. Aku Lara!”Dia menggeleng dengan tidak percaya.“Aku sudah melihatmu selama beberapa kali. Kamu menikah dengan konglomerat itu dan ingin hidup enak darinya, ‘kan? Biar kamu t
BUGH!Suara berdebam seiring tumbangnya Daniel ke lantai akibat pukulan dari tangan Alex membuat kamar itu semakin memanas.Panas oleh amarah Alex karena saat dia masuk, dia menjumpai seorang wanita tengah tak sadarkan diri terbaring tanpa daya di dekat dinding.Wajahnya penuh luka memar sedangkan di sisi lain lantai Alex melihat bekas darah yang tercecer di sana, Lara.Lara pasti melakukan perlawanan agar tidak berakhir mengenaskan di bawah maniaknya lelaki ini. Lampu tidur yang rusak itu mengatakan lebih banyak hal ketimbang apapun.Lebih jujur daripada pembenaran atau penolakan.Alex membuang napasnya yang naik turun tanpa aturan setelah menghajar beberapa anak buah Daniel yang berada di depan, dia datang ke sini bersama beberapa bodyguard milik JS Group dan beringsut masuk ke dalam untuk mencari Lara.Jeritan kesakitan Lara dan rintihannya yang nelangsa menuntun Alex hingga ke sini.Di sinilah jawabannya.Dia menghancurkan pintu dengan mendobark dan menendangnya. Menyaksikan dengan
“Bicaralah yang benar, Karel! Aku baru saja bikin satu orang babak belur karena bicara kurang ajar. Jadi jangan buat yang selanjutnya itu kamu.”Alex bangkit dari duduknya dan berhadapan dengan Karel yang membuang sejenak napasnya.“Apa ucapanku kurang ajar? Aku hanya bilang kalau kamu tidak bisa menjaganya—“Karel berhenti bicara saat Alex mencengkeram kerah kemeja yang dikenakan oleh Karel dengan erat.“Siapa yang tidak bisa menjaganya, Karel? Katakan!”Karel tidak menjawab, Alex tertawa lirih hingga hampir tak terdengar.“Lara selama ini baik-baik saja. Baru hari ini dia seperti ini dan itu bukan karena faktor internal. Tetapi karena ada variabel lain yang masuk ke dalam hidup kami. Tidak ada kegagalan yang aku lakukan. Jadi berhenti bicara omong kosong. Aku bisa mematahkan tanganmu kalau kamu bicara begitu sekali lagi. Mengerti!”Alex mendorong Karel dari depan pucuk hidungnya. Membuatnya beberapa langkah ke belakang dengan tatapan yang masih saling bertemu.“Kalau ucapanmu hari i
Lara tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya dengan kata-kata. Tapi mungkin ini yang disebut sebagai pasti ada hal baik di balik setiap kejadian buruk.Lara, belum lama ini berpikir hidupnya akan habis di tangan lelaki maniak yang bernama Daniel itu.Tapi ... lihat apa yang dia dapatkan setelah melewati masa krisis itu!Sebuah kabar bahagia bahwa dia sedang mengandung buah cintanya bersama dengan Alex.“Tapi ... apa kandungannya baik-baik saja? Karena Lara tadi terluka 'kan, Dokter Evan?”Alex bertanya dengan khawatir karena memang sebelumnya dia melihat kondisi Lara yang dalam keadaan tidak baik. Mengingat kembali darah yang tercecer di lantai telah menyakiti hatinya dan membuatnya nyeri.“Tidak ada masalah dengan kandungan bu Lara, Pak Alex. Janinnya masih sangat kecil, masih sebesar biji apel. Usianya ada di minggu ke lima. Tadi sudah ada jawal pertemuan dengan dokter obgyn. Setelah dipindah ke kamar rawat, bu Lara akan kami berikan vitamin untuk ibu hamil dan asam folatnya ya.”D