Lara memejamkan matanya saat Alex semakin dekat dan membuat bibir mereka bertemu.Saling memagut, dan terbilang cukup lama. Kedua tangan Lara yang semula meremas dadanya sendiri itu kini berpindah karena Alex meraih kedua bilah pergelangan tangannya. Memergikannya dari Lara, membimbing agar Lara memeluk leher Alex.Lalu ciuman mereka bertambah semakin dalam. Debar jantung Lara porak-poranda. Napasnya tertahan kesulitan mengatur antara candunya bibir Alex dan mengambil udara untuknya."T-tunggu!" cegah Lara saat Alex hampir menjatuhkan bibirnya di ceruk leher Lara.Lara menahan Alex dengan menahan wajahnya menggunakan kedua tangan. Mereka saling pandang di bawah temaram cahaya lampu, yang semakin lama semakin membuncahkan Lara dalam rayuan."Kamu tidak mau?" tanya Alex memastikan.Lara memejamkan matanya dengan lemah. Memberi jawaban ambigu untuk Alex yang memiringkan kepalanya ke kiri."Beri aku jawaban, Lara.""Maksudmu, kita tidur dan melakukan ....""Iya, seperti itu."Alex paham d
Pramita, benar. Itu adalah nama yang pernah dikatakan oleh Karel kepadanya. Lara hampir lupa.Lara hanya tahu namanya saja tanpa tahu sepeti apa wujudnya. Kini saat mereka berhadapan seperti ini, Lara bisa melihatnya yang sangat cantik.Tidak akan ada yang mempermasalahkan jika Karel menikah dengannya karena dia hampir tanpa cela.Wajahnya kecil, dengan rambut hitam bergelombang yang seimbang dengan paras ayunya. Dilatar belakangi dari keluarga yang terhormat, konglomerat yang keberadaannya tidak bisa dipandang sebelah mata, jelas dia tidak terima jika Karel menolaknya.Sehingga di sinilah dia sekarang. Di hadapan Lara. Tidak perlu Lara tanya dari mana dia tahu Lara di sini. Dengan kekayaan dan uang yang dia punya, dia bahkan bisa mengetahui di mana kerajaan semut didirikan.Dan kalimat, 'Jadi Karel menolakku karena lebih memilih perempuan sepertimu' telah menunjukkan seberapa besar Pramita benci pada Lara."Maaf, jangan salah paham! Karel tidak memilihku dan tidak ada hubungan apap
"Astaga, Pramita!"Karel bangkit dari duduknya yang ada di balik meja. Mendekat dengan langkah yang gegas pada Pramita.Menyeret lengannya agar dia keluar dari sini. Membawanya sedikit menjauh, melewati kerumunan pasien atau keluarga pasien yang sebelumnya secara kebetulan mendengar teriakannya yang menggema terpantul di setiap dinding rumah sakit.Mereka berhenti di bawah pohon yang ada di taman. Dengan Pramita yang menarik lengannya dari Karel dengan kasar."Jangan membuat kekacauan di sini, Pramita!" ucap Karel tak main-main.Pramita menatapnya dengan mata yang mengembun, dia tertawa lirih sesaat sebelum bertanya, "Apa seleramu yang seperti itu, Karel?""Apa maksudmu?""Kamu pikir aku tidak tahu alasan kamu menolak dijodohkan denganku? Apa kurangnya aku sampai kamu lebih memilih istri orang hah?"Kedua telinga Karel memanas mendengarnya."Apa yang kamu tahu, Pramita?""Aku datang menemuinya."Dan Karel tahu benar 'nya' siapa yang dimaksudkan oleh Pramita."Kamu menemui Lara?""Ya.
"Kalian akan jadi penonton saja?"Tanya Dari Alex membuat Lara dan Ibra terkejut. Mereka yang semula ada di ambang pintu kini perlahan berjalan keluar. Menyaksikan Alex yang berdiri dari berlututnya setelah memeluk Neo."Maaf, kami 'kan hanya tidak mau mengganggu kegiatan bapak dan anak," jawab Ibra dengan tersenyum menunjukkan barisan giginya. "Selamat, Pak Alex. Kamu sudah mendapatkan hati ke dua anakmu," lanjutnya dengan bertepuk tangan lirih.Yang di dalamnya mengandung secangkir godaan karena Alex diam-diam mencuri pandang pada Lara yang menunduk memandangi Neo."Ya ... meski ada satu orang lagi yang harus Pak Alex dapatkan hatinya juga sih."Kedua bahu Alex jatuh mendengar Ibra.Jika biasanya sekretaris laki-laki dari lelaki yang dianggap 'menakutkan' dan juga sedikit 'diktator' itu memiliki citra yang serius dan sebelas dua belas dengan sang bos, tapi Ibra ini ... entahlah, Alex tidak tahu.Dia suka sekali menggodanya.Terutama setelah Alex jungkir balik mengejar cinta Lara da
Tidak pernah ada ceritanya di dalam hidup seorang Lara akan kembali pada Alex seperti ini.Dulu, setiap akan tidur, apalagi saat dia melihat anak-anaknya yang masih bayi tengah terlelap, dia selalu berdoa kepada Tuhan.Hampir tidak pernah luput dalam malam-malamnya.'Aku tidak berharap apapun selain kebahagiaan untuk Neo dan Shenina. Aku bersedia menukarkan kebahagiaan yang tersisa untukku, meski itu mungkin tidak ada, untuk kebahagiaan mereka saja. Kelak, mungkin aku ingin mereka memiliki seorang ayah. Jika doaku ini sampai di hadapanMu, satu hal saja ... aku ingin seorang lelaki yang menyayangi mereka. Lelaki yang mereka sukai, lelaki yang bisa berperan sebagai ayah. Yang lembut hatinya dan tidak akan pernah membuat mereka menangis.'Lara tidak tahu ....Apakah doanya hari itu dikabulkan Tuhan lebih cepat, atau bagaimana?Tapi di sinilah Lara sekarang.Dia tengah duduk di depan Alex. Lelaki yang dia benci karena egonya yang tinggi, yang justru telah menjadi jawaban atas semua yang di
Pagi datang dengan matahari yang bersinar cerah dari sebelah timur.Atau mungkin ... ini adalah senyum Lara yang sedang cerah?Tidak-tidak ... ini bukan tentang yang semalam.Karena semalam tidak ada yang terjadi di antara Lara dan juga Alex. Setelah Alex berpindah ke atasnya dan menggoda Lara bahwa dia tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi, meski keteguhan hati Lara sudah seperti tisu tercelup air yang dibelah menjadi tujuh bagian saat Alex memintanya melepas pakaian, tapi Lara tidak terhanyut dalam bujuk rayu Alex.Lara mengancam Alex dia tidak mau menikah dengannya jika Alex nekad melakukannya sekarang."Kalau kamu memaksaku, organ vitalmu tidak akan bisa berfungsi dengan baik, Alex!""Bagaimana kalau aku tidak takut dengan ancamanmu?""Kalau begitu aku tidak mau menikah denganmu. Titik."Alex memejamkan matanya dengan tak berdaya. Pasrah, mengenyahkan diri dari atas Lara dan memilih untuk tidur seperti sedia kala.Dalam hatinya berpikir, daripada Lara tidak mau menikah dengann
"Siapa nama mereka?""Neo dan Shenina. Mereka kembar," jawab Lara atas tanya dari Aruan."Sayang, sapa oma dan opa dulu!" ucap Lara memberi tahu Neo dan Shenina."Halo Opa.""Halo Oma."Mereka menurut untuk menyapa Jefri dan Aruan seperti yang diminta oleh Lara."Oh astaga manisnya kalian. Cantik kayak Lara, dan si kecil Neo fotocopy-annya Alex. Persis. Oma senang ketemu kalian, Sayang ...."Karena anak-anak harus sekolah, Jefri dan Aruan membiarkan mereka pergi dengan diantar oleh Ron, sopir milik Alex. Tentunya setelah bercanda sebentar dan dua orang tua itu bergantian menggendong Neo dan Shenina.Kemudian Lara dan Alex mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu.Menatap Lara dengan tidak percaya, mereka hampir terdiam mungkin melewati sewindu jika Lara tidak lebih dulu bertanya,"Mama dan Papa apa kabar?"Manis, yang membuat Aruan meremas tangan Jefri sedikit erat."Baik. Kami ingin tahu banyak tentangmu, Lara."Lara tersenyum, duduk di samping Alex yang tak
'Pilihan percakapan yang bodoh, Ibra!'Ibra merutuki dirinya sendiri yang malah berani menyebut nama Shiera di depan Alex.Saat Ibra mengerling ke sebelah kemudi, Alex sedang membuang napasnya.Jika bisa bicara, dia pasti sedang mengatakan, 'Kenapa kamu bawa nama perempuan itu, Ibrani?'"Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu kesal. Aku hanya menyampaikan yang aku terima semalam. Bukannya salah kalau aku tidak mengatakan apapun padamu dan menyimpannya sendirian? Bukankah setidaknya Pak Alex harus tahu?""Iya, terima kasih untuk sudah memberi tahuku. Apa saja yang dia bilang?""Dia bertanya apa kabar Pak Alex sekarang, itu saja?""Jawaban apa yang kamu berikan padanya, Ibra?""Aku bilang kalau Pak Alex baik-baik saja, bahagia. Entah dia akan percaya atau tidak aku tidak tahu.""Kenapa dia tiba-tiba mencariku? Saat kamu bilang aku lumpuh dan wajahku seperti monster dia minggat seperti pengecut, 'kan?""Tidak tahu, Pak Alex. Mungkin ... uangnya sudah habis?""Jelas kalau itu."Ibra membelokk