***Meninggalkan sejenak Lara dan juga Alex dengan segala kemesraan mereka dalam bulan madu yang—sangat—terlambat.....Di sini, di Jakarta. Kalisha, ada yang masih ingat dengannya?Benar, dia adalah kekasihnya Ibrani. Seorang perawat yang membuat Ibra yang gila kerja menjadi tak hanya memikirkan soal pekerjaan melainkan juga tentang kisah cintanya.Kehidupannya, untuk menjalankan prosesnya menjadi manusia normal. Pria dewasa yang memasuki umur menikah.Agar dia tak diejek Alex sebagai pacarnya laptop dan ipad, dia harus menikah.Kalisha sudah bisa dilihat oleh Ibra saat dia menjemputnya sore hari ini. Ibra mengatakan jika dia menunggu Kalisha di parkiran sehingga bertemulah mereka di sana.Kalisha melihat tangan terlambai Ibra datang dari dalam mobil yang membuatnya dengan cepat berlari mendekat.“Ibra.”“Hai,” balasnya menyapa.Dia keluar untuk melihat bagaimana cantiknya Kalisha denagn pakaian perawat yang dia kenakan.Dan itu membuatnya tersenyum tiada henti.“Ada apa dengan seny
....Keluar dari bioskop, mereka bergandengan tangan. Suasana menjadi sedikit canggung setelah berakhirnya menonton film.Kalisha tidak tahu jika film yang diangkat dari komik itu akan diberi bumbu dewasa yang seperti ini. Dan dia malah mengatakannya pada Ibra untuk mereka pergi ke sini?Ah ... mau ditaruh mana ini muka?“Jadi kamu sukanya film yang seperti itu, Kal?” Tuh ‘kan apa Kalisha bilang!Ibra pasti akan menjadikan ini sebagai senjata yang bisa ‘menikamnya’ dari arah mana saja.“Aku pikir kamu cukup innocence untuk bisa tahu film yang seseksi ini loh.”Dan bodohnya Kalisha, dia tidak melihat dulu rating yang ada di internet, rating tentang rentang usia. Jika membicarakan tentang rating film, ini sudah pasti bintang lima, bintang sepuluh, bintang kejora bahkan juga bisa.“Aku tidak tahu kalau ada adegan-adegan seksinya seperti itu, Ibra. Karena di komiknya tidak ada begitu. Kalau pun ada, tidak se ... perti itu.”Entahlah bagaimana cara Kalisha menjelaskannya tetapi rasanya Ib
Karel tidak peduli sekeras apa suaranya sekarang ini karena dia pikir Pramita sudah melewati batasannya.“Kenapa kamu berteriak padaku, Karel?”Tapi lihat apa yang dilakukan oleh perempuan itu dengan tanpa dosanya. Dia tersenyum, seolah apa yang baru saja dia katakan tidak memberikan efek apapun lawan yang diajak bicara.“Karena kamu mulai bersikap berlebihan.”“Berlebihan bagaimana? Mana sikapku yang berlebihan, Karel? Kamu yang lebih dulu bersikap berlebihan. Kamu menolak perjodohan kita hanya untuk mengejar perempuan yang ststusnya istri orang! Ibu dari dua orang anak, istrinya konglomerat. Mana lagi yang tidak berlebihan daripada itu?”“Tapi tidak membuat perhitungan dengan Lara! Lara tidak ada urusannya dengan kita!”“Oh? Siapa bilang Lara tidak ada urusannya dengan kita? Lara lah yang membuat kamu tidak pernah bisa menerimaku, sama sekali! Lara yang meracuni kepalamu itu dengan anggapan bahwa cintamu yang bertepuk sebelah tangan itu bisa mendapat balasan!”“Tapi aku yang memutus
***Meski semua paginya indah, tetapi Alex akan menobatkan pagi ini sebagai salah satu pagi terbaiknya.Kenapa?Karena dia bisa melihat Lara yang masih terlelap dengan sangat cantik. Tangannya yang kecil memeluknya, ada di pinggangnya. Pemandangan langka karena biasanya saat Alex membuka mata, Lara sudah menghilang entah ke mana perginya.Tapi lain dengan pagi ini karena Alex masih bisa menemukannya di sini, ada di sebelah kanannya dengan wajahnya yang cantik saat Alex mengusap puncak kepalanya, mendaratkan satu kecupan di sana.Alasan Lara masih terlelap?Ah ... Alex tahu betul. Itu karena dia meghajar Lara dengan tiga ronde dalam semalam hingga dia kelelahan dan masih terlelap saat Alex membuka matanya.Tok tok tok!Satpam-satpam kecil sudah datang!Neo dan Shenina yang mengetuk pintu, Alex yakin benar soal itu. Mereka pasti akan bertanya, ‘Papa, Mama, kita akan ke mana hari ini?’“PAPAAAA?” panggilan mereka tertahan di luar pitu sebab pintunya masih terkunci.Tok tok tok!Alex tida
“Jangan begini, Alex! Anak-anak lihat!” bisik Lara lirih seraya menoleh ke belakang tetapi yang ada bibirnya malah dicium oleh Alex.Salah satu alis prianya itu terangkat seolah bicara, ‘Diam atau aku akan menciummu!’“Kenapa memangnya kalau ada anak-anak? Bukannya aku sudah pernah bilang kalau kita saling menyayangi itu akan menjadi contoh yang baik buat mereka?”“Ck! Contoh yang baik apanya? Tapi yang kamu lakukan ini lebih ke mesum loh!”“Kalau memang kebelet, silahkan pergi ke kamar dulu! Biar saya yang temani Neo dan Shenina makan,” ucap Nina yang membuat Lara semakin meronta dari pelukan Alex.“Tuh! Sampai bu Nina bilang begitu. Lepas tidak?!” kesal Lara pada Alex yang akhirnya melepaskan pelukan.Mereka menoleh sekilas pada Nina yang membawakan ayam saus madu untuk si kembar yang duduk berdampingan dengan anteng di meja makan.Akhirnya Alex melepasnya, meski itu dengan bibirnya yang bisa dikuncir dengan ikat rambut milik Lara. Biarkan saja! Kadang si Alex itu memang perlu diber
“Kenapa kamu tanya begitu, Lara?”Alex memandang Lara, menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga saat dia mendapati ada kekhawatiran yang hebat tumbuh di dalam kedua bola matanya.“Karena saat kebahagiaan didapatkan dengan cepat, biasanya itu disertai dengan badai, Alex. Kamun tidak ingat bagaimana hari iku kita berbahagia karena kita akan punya baby? Lalu tiba-tiba kebahagiaan itu sirna. Tidak ada sama sekali terlintas di pikiran kita bahwa kita akan kehilangan dia, ‘kan?”“Itu karena saat itu orang-orang yang tidak suka dengan kita masih bebas berkeliaran di mana-mana, Lara. Tapi sekarang tidak, ‘kan? Kita tidak punya musuh lagi, Sayang. Jangan khawatir dengan apapun! Kamu akan baik-baik saja. Kebahagiaan ini, semuanya, adalah hak milik kamu. Tidak ada Nala, tidak ada Shiera lagi. Percayalah ....”Alex mengusap lembut pipi Lara yang bersemu merah.Sekilas melirik pada Neo dan Shenina yang ada di dalam pengawasan dua bodyguard miliknya yang memastikan Neo dan Shenina ada di d
“Ibrani,” panggil Alex lewat telepon setelah dia berjalan menjauh dari samping pohon dan menyerahkan kemera mahal yang semula dia gunakan untuk memotret Neo dan Shenina pada Karg, salah satu nama bodyguard yang mengawal keluarganya.Alex menghubungi Ibra karena Karg baru saja berbisik di telinganya dengan mengatakan, ‘Sir, Ibrani just called me, you must contact him. A little bit chaos happened in Jakarta.’“Pak Alex, maaf menganggu liburanmu.”“Kamu tidak bisa menyelesaikannya sendiri? Apa yang terjadi?”“Pak Alex kenal dengan pemilik restoran bintang lima yang bernama The Heaven?”“Tidak, Ibrani. Apa yang terjadi?” Kali ke dua.“Apa pernah pergi ke sana?”“Pernah seingatku. Kenapa?”“Dengan siapa?”“Apa maksudmu?”“Jawab saja pertanyaanku, Pak Alex!” Ibra yang ada di seberang telepon sepertinya sedang menahan amarah.“Dengan Lara, dengan anak-anak juga. Kalau kamu tanya kapan waktu pastinya, aku tidak ingat. Ada apa?”“Itu ....”“JAWAB, IBRANI!”“Ada yang bilang kalau Pak Alex bert
“Tidak akan terjadi apapun, Lara. Jangan cemas. Ya?”Alex meraih tangan Lara, merangkul bahunya sebelum akhirnya memeluknya.“Ibrani sudah mulai bergerak untuk menyisihkan semua gulma itu. Jadi jangan terbebani. Kamu bilang kalau kamu mau ke sini sebagai cara kamu menghilangkan kecemasan, ‘kan?”“Kecemasannya sudah hilang kalau soal Nala, Shiera, atau tentang kehilangan baby kita. Kamu yang bikin aku bisa melupakan kecemasan itu dengan membuktikan kamu ada di sini denganku, Alex. Tapi bagaimana dengan yang selanjutnya? Hm ... memang benar kalau manusia tidak hanya hidup dengan manusia yang baik saja tetapi juga dengan manusia yang jahat hatinya.”“Akan selalu ada manusia seperti itu, Lara. Disingkrkan di sini, yang sebelah sana malah semakin menjadi.”“Tadinya aku benar-benar akan mengambil pusing dan cemas, tapi rasanya aku tidak akan peduli lagi sih. Masa bodohlah! Selama tidak mengenai kamu, Neo atau Shenina aku akan baik-baik saja. Biar si Pramita itu melampiaskan dendamnya padak
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,