“Ceritakan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi kepadamu.”
West mematut Leona lamat-lamat dari kepala perlahan ke bawah. Dia bisa mengetahui dulunya, wanita itu memiliki wajah yang cantik. Bagi lelaki yang telah bertemu banyak orang seperti dirinya, akan sangat mudah mengenali watak siapa saja yang ditemui.
“Katakan dulu apa pekerjaanmu. Sebelum ke sini kau berkata akan mengatakannya ketika di rumah.” Leona malah tidak menjawab pertanyaan West.
“Aku?”
“Iya. Siapa lagi? Apa aku bertemu dengan Shaun dan istrinya sebelum kita ke sini?”
West tertawa mendengarnya. “Wah, ternyata kau memiliki sisi ketus juga, Leona.”
Leona menegakkan tubuh dengan dagu terangkat ke atas. Kali ini dia ingin menunjukkan kalau dirinya tidak berasal dari kalangan biasa. Kedua tangannya bergoyang sebelum tangan menyilang di atas lutut yang berimpitan.
“Tentu, Mr. Taylor. Kau bahkan belum mengetahui siapa diriku sebenarnya.”
West manggut-manggut seolah paham maksud perkataan wanita yang duduk tepat di hadapannya.
“Leona Elizabeth Parker, keturunan bangsawan di daerah Outville. Putri ketiga keluarga Parker yang diusir, karena menikah dengan pria dari kalangan bukan bangsawan. Suamimu bernama Mark Sinclair, bukan?” papar West lancar mengatakan asal usul wanita yang baru saja ditemui.
Mata abu-abu Leona langsung membesar. Rasa takut kembali hinggap dalam diri, khawatir jika pria ini memiliki niat yang tidak baik.
“Ba-bagaimana kau tahu tentangku?” Tangannya bersiap meraba ke samping kiri mencari benda yang bisa digunakan untuk melindungi diri, jika West berniat buruk kepadanya.
Pria berambut cokelat itu menyandarkan tubuh di punggung sofa dengan mengulas senyuman. “Mengetahui identitas seseorang, bukanlah hal yang sulit bagiku.”
“Tenang, Leona. Sekali lagi aku tegaskan, aku tidak pernah memiliki niat buruk kepadamu.” Tangannya naik ke atas, mengacungkan jari tengah dan telunjuk bersamaan ke atas. “Demi Tuhan, aku bersumpah hanya ingin membantumu.”
West berusaha meyakinkan Leona yang sudah ketakutan terlebih dahulu.
“Benar?” Leona masih tidak yakin.
“Sungguh-sungguh. Kau bisa percaya denganku.”
Gestur tubuh Leona kembali tenang. Tidak ada lagi gurat khawatir yang terpancar dua menit yang lalu.
“Apa pekerjaanmu? Kau harus jujur mengatakannya kepadaku.”
“Aku seorang penipu.”
“What?”
“Ya. Kau memintaku jujur dan aku katakan yang sebenarnya,” ujar West tanpa beban, “aku memiliki data base lengkap, sehingga bisa mencari tahu latar belakangmu dengan mudah.”
West menyeringai dengan pandangan belum lepas dari Leona. “Aku juga bisa membuatkan identitas baru untukmu. Karena itulah kau harus menurunkan berat badan, sebelum membalas suamimu.”
Wanita itu mulai paham ke mana arah pembicaraan West. Satu jam yang lalu pria itu bersikeras meminta dirinya untuk mengubah pola makan, hingga mengurangi konsumsi karbohidrat agar tidak menjadi lemak.
“Kau ingin aku—”
“Kurang lebih seperti itu. Detailnya akan kuberitahu nanti setelah kau ceritakan apa yang terjadi. Maksudku, pria seperti apa suamimu dan apa pekerjaannya.”
Mata abu-abu itu mengecil dan menatap penuh selidik. “Tadi kau bilang bisa mengetahui latar belakang seseorang, kenapa sekarang malah tanyakan apa pekerjaan suamiku?”
“Come on, Leona. Aku hanya memiliki waktu tiga puluh menit untuk mencari data tentangmu. Bagaimana aku bisa mencari tahu tentang suamimu dengan detail dalam waktu sesingkat itu?” balas West mengusap kening. Lelah juga berkomunikasi dengan perempuan seperti Leona.
Suasana hening ketika wanita berambut hitam itu berpikir sejenak. Bahunya naik, lalu turun perlahan ke bawah.
“Baiklah. Mark dulunya hanya seorang pegawai biasa di perusahaan pialang.” Senyum tipis tergambar di parasnya mengenang awal bertemu dengan pria itu. “Dia pria yang manis dan penyayang. Karena itulah, aku rela meninggalkan keluargaku demi dirinya.”
“Awal pernikahan, aku bekerja dengan sekuat tenaga. Mengumpulkan uang membeli rumah. Tujuannya agar bisa menunjukkan kepada keluarga, kalau Mark bisa memberi kecukupan materi untukku.” Sorot mata yang tadinya dihiasi cinta, kini berubah tajam seperti binatang buas yang ingin memangsa incaran.
West mendengar cerita Leona baik-baik, tanpa menyela.
“Tahun kelima pernikahan, aku membantunya mendirikan perusahaan investasi dana. Ya, walau sudah tidak bekerja lagi, tapi aku membantu Mark bekerja di belakang layar. Kau paham maksudku, ‘kan?” Pandangan netra yang basah kemerahan itu beralih kepada West.
“Maksudnya kau adalah otak dari perusahaan yang dikelola suamimu sekarang?” West tampak terkejut mendengar penjelasan Leona.
Leona menganggukkan kepala. “Aku ingin orang-orang menghargainya, terutama keluargaku. Karena itulah seluruh aset perusahaan dan rumah, dituliskan atas namanya.”
“Dan sekarang dia mengkhianatimu, hingga kau hidup terlunta-lunta?” Mata biru kecil milik West melebar. Dia berdecak tiga kali sambil bertepuk tangan. “Luar biasa bajingan itu. Bagaimana bisa laki-laki itu bersenang-senang dengan harta yang bukan miliknya?”
Pria itu mengusap rahang tegas yang dihiasi rambut tipis itu keras. Dia tidak menyangka ada pria yang begitu kejam kepada istrinya sendiri. Bahkan keberhasilannya saat ini, tidak lepas dari jerih payah Leona.
“Jadi apa rencanamu sekarang?” ujar West kemudian.
Kening Leona berkerut dalam, bibir bagian atas kanan terangkat sedikit. “Apa maksudmu menanyakan rencanaku? Bukankah kau yang mengatakan ingin membantuku tiga jam yang lalu? Lelucon apa ini?”
West menggeleng cepat. “Bukan itu maksudku. Apa kau berencana untuk mengambil perusahaan itu lagi?”
“Jika itu bisa membalas perbuatan Mark, kenapa tidak kulakukan?” lirih Leona tertunduk.
Pria berambut cokelatan itu mengangguk paham. “Baiklah. Sekarang keinginanmu ada dua, pertama membalaskan pengkhianatan suamimu dan kedua merebut lagi harta yang seharusnya milikmu?” katanya memastikan.
“Benar. Aku ingin membuat Mark sengsara dan menyesali perbuatannya,” sahut Leona tanpa ragu.
“Apa kau masih mencintainya?” selidik West.
Wanita berparas chubby itu terdiam. Dia benci dengan Mark, tapi jauh di lubuk hati terdalam ia masih mencintainya.
“Diam berarti benar.” Pria itu mendesah pelan sebelum kembali berucap. “Sebelum kujelaskan apa rencananya, lebih baik kau hilangkan dulu perasaanmu. Itu tidak akan memberi hasil yang baik untuk usaha kita.”
“Tapi—”
“Tidak ada tapi lagi, Leona. Mana bisa membalaskan dendam ketika masih cinta? Itu konyol sekali,” sela West sedikit meninggikan suara.
Lelaki bertubuh tegap itu berdiri dan bersiap untuk pergi dari ruang tamu.
“Aku harus bagaimana?” desis Leona membuat langkah West berhenti.
“Sebaiknya kau renungi dulu. Saranku, kau harus menghapus rasa cintamu bagaimanapun caranya.” West memutar balik tubuh menghadap Leona dan melihat wajah menyedihkan itu. Dia tidak habis pikir ada perempuan yang masih mencintai suaminya, setelah mengetahui perselingkuhan pria itu.
“Aku beri kau waktu tiga hari, sebelum memulai rencana kita.”
Pandangan Leona perlahan naik melihat West. Lagi-lagi bulir bening tergenang di sana, membuatnya tampak lemah. “Aku tanya, bagaimana cara agar bisa menghapus cintaku, West?”
“Aku mengenal dan mencintainya selama sepuluh tahun. Bagaimana bisa menghapus cinta itu dalam waktu singkat?”
Leona mulai kesal dengan diri sendiri. Tubuhnya bergetar merespons perasaan yang mulai berkecamuk. Dia benci dengan perbuatan Mark dan itu adalah fakta, tapi menghilangkan cinta yang selama ini dipupuk begitu saja, tentu akan sulit dilakukan.
“Ganti ponsel dan nomormu,” usul pria itu.
“Aku yang akan membelikannya untukmu besok,” jelas West ketika Leona ingin berbicara. Dia tahu persis saat ini, perempuan yang ada di hadapannya tidak memiliki uang.
Wanita itu mengangguk lesu dengan wajah menyedihkan.
West mendesah lagi tak tega melihat kondisi Leona sekarang. Dia maju satu langkah, kemudian berlutut di hadapannya.
Leona terkejut melihat pria itu berlutut di dekat kakinya. Dia menjadi gugup saat wajah West terlihat jelas dari jarak dekat. Selama ini tidak pernah ada laki-laki yang berlutut seperti ini, termasuk Mark.
“Ada cara jitu agar kau segera melupakan cintamu kepadanya, Leona.” West menatap lekat wajah yang dihiasi bintik halus tersebut.
“Apa?” tanya Leona nyaris berbisik.
Tangan West naik membelai pinggir pipi tembem milik wanita itu, kemudian mengusap tetesan air mata yang ada di sana.
“Berkencanlah denganku,” jawab West lugas.
Bersambung....
Mata abu-abu Leona berkedip pelan menatap tak percaya, setelah mendengar perkataan West barusan.“Kau … jangan bercanda, West. Sama sekali tidak lucu!”Pria bermata biru itu mengangkat bahu dengan bibir melengkung. “Tidak begitu juga. Aku setengah serius, Leona.”Bibir Leona terbuka sedikit, sebelum mengeluarkan tawa keras. “Setengah serius? Kau lihat aku, West. Gendut, sama sekali tidak menarik. Sedangkan kau ….”Wanita itu menarik napas lesu, lantas menundukkan kepala. “Menarik. Cukup tampan. Aku yakin banyak wanita di luar sana menyukaimu.”“Meski itu hanya bercanda, tolong jangan ucapkan lagi,” sambungnya kemudian.
Tangan besar Leona meraba ke sisi kiri tempat tidur dengan mata masih terpejam. Kening berkerut menyadari tidak ada orang di sana. Kelopak netra abu-abu itu perlahan terbuka, lantas menatap lesu ruang kosong yang ada di sebelah.Tidak ada Mark di sana. Biasanya ia memeluk pria itu sebelum membuka mata, kemudian suaminya memberi kecupan selamat pagi. Begitulah setiap pagi yang ia lewati dulu. Kini semua berubah setelah pengkhianatan Mark. Lelaki itu bahkan masih bersandiwara seolah masih mencintainya, sebelum aksi bejatnya diketahui Leona.Hari kedua tanpa suami di sisi, masih terasa berat bagi Leona. Bayangkan, ia telah menghabiskan waktu sepuluh tahun bersama, berbagi suka dan duka. Sekarang hanya luka yang ia rasakan. Lagi, bulir bening meluncur begitu saja dari sudut matanya.“Leona.” Tiba-tiba terden
West menoleh ke arah pandangan Leona. Dia melihat seorang pria berambut model Ivy League berjalan memasuki area café bersama dengan seorang pria lainnya. Kening berukuran ideal tersebut berkerut bingung. “Itu Mark?” gumam West kembali beralih kepada Leona. Wanita itu mengangguk singkat. Dia masih mengawasi pergerakan Mark dengan sudut mata. “Dia ke sini,” balas Leona mulai cemas. Ternyata pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu melihat keberadaan dirinya di sana. Tubuh Leona mulai bergetar merespons perasaan yang bercampur aduk saat ini. Mengetahui hal itu, West langsung pindah ke samping Leona. Dia menggenggam erat jemari wanita tersebut, agar menguatkannya. “Kau tidak perlu takut, Leona. Kita lihat bagaimana reaksinya setelah ini,” ujar West pelan. Mark semakin dekat dengan mereka sekarang. Mata elang kecokelatan itu tidak beranjak seperti ingin melahap Leona hidup-hidup. “Thanks God, akhirnya
Mata abu-abu lebar milik Leona mengitari rumah minimalis yang terbuat dari kayu. Suasana sekitar terasa begitu hening, karena rumah ini terletak di tempat terpencil. Jika saja West mengajaknya ke sini saat awal mereka bertemu, tentu ia akan menolak mentah-mentah. Tentu khawatir jika diculik dan disekap di sini hidup-hidup.“Semoga kau menyukainya, Leona,” ujar West memandang wajah takjub wanita itu.Leona menoleh dengan semringah. “Sure, West. I love it. Suasana di sini begitu tenang dan nyaman.”West mengangguk cepat. “Aku bisa melihatnya. Ayo masuk!”Dia menarik tangan Leona ketika melangkah memasuki rumah tersebut.Begitu berada di dalam, Leona semakin dibuat terkesima dengan interior rumah. Sebuah kepala rusa terpajang di atas tungku perapian. Satu set meja kayu berada di depan tempat perapian. Tak jauh dari sana terdapat satu set sofa berukuran menengah.“Ke mana Shaun dan Cass
“Maaf, aku hanya ingin memberikan bantal dan selimut ini kepadamu,” ucap Leona ketika suasana semakin terasa tegang. Lebih menegangkan dibanding film horor yang pernah ditontonnya bersama dengan Mark dulu.Dia menarik napas panjang sebelum mundur sedikit ke belakang. Entah kenapa jantungnya menjadi terusik ketika melihat wajah West dari jarak dekat. Apalagi mereka sempat berbagi pandang beberapa saat. Untuk pertama kali dalam sepuluh tahun, Leona merasa debaran tak biasa di dalam diri.Ini hanya karena terbawa suasana saja. Jangan berpikir aneh-aneh, Leona, gumamnya dalam hati.“Selimutnya hanya satu, Leona.” West mengubah posisi menjadi duduk, lantas menyerahkan lagi selimut kepada Leona.Wanita itu menggeleng. “Buatmu saja. Lemakku masih cukup untuk menghangatkan tubuh,” sahutnya setengah bercanda.West tergelak mendengar perkataan Leona barusan. “Di sini dingin ketika malam hari. Kau yakin lemak
Satu bulan kemudianLeona berusaha membuka mata yang masih terasa berat. Setelah memaksa agar kelopak terangkat, akhirnya ia bisa melihat pria yang terlelap di sisi lain tempat tidur dengan jelas. Siapa lagi jika bukan West Taylor.Ya, sampai saat ini mereka masih berbagi tempat tidur dan selimut. Pada awalnya Leona dan West merasa canggung, tapi sekarang sudah terbiasa. Terlebih hubungan keduanya juga menjadi akrab, layaknya teman dan rekan kerja.Hari ini adalah hari penimbangan berat badan. Sesuai dengan saran West, Leona boleh menimbang berat badan satu bulan setelah program penurunan berat badan dimulai.Satu bulan dijalani Leona dengan penuh perjuangan. Apalagi West benar-benar menerapkan peraturan ketat kepadanya, terutama perihal makanan. Jangan harap wanita itu bisa mengkonsumsi es, cokelat, kopi dicampur krim dan sejenisnya.Mengenai Mark, pria itu ternyata benar-benar telah melayangkan gugatan cerai kepada istrinya. Tak
Leona menggelengkan kepala sambil memejamkan mata sebentar. Langkah kakinya terus bergerak menuju dapur. Tangan meraba dada kiri yang masih berdebar sejak ia memeluk West tadi.“Sepertinya aku terlalu senang, sehingga jantung ini jadi tidak beraturan,” racaunya pada diri sendiri.Senyum kembali terurai di wajah yang sudah tidak chubby lagi. Kedua tangan Leona berpindah naik ke pipinya. Dia menepuknya pelan masih belum percaya dengan berat badan yang turun mencapai angka lima belas kilogram.“Kau harus tetap semangat, Leona. Sedikit lagi,” katanya menyemangati diri, “aku sudah tidak sabar menanti saatnya tiba.”Leona mengambil adonan roti yang telah disediakannya tadi malam dari lemari yang menggantung di dapur. Ternyata sudah mengembang dan tinggal dipanggang. Dia mengeluarkan satu kepal adonan, kemudian meninjunya keras-keras.“Aku akan menghajarmu, Mark,” gerutunya seolah menghajar wajah sa
Leona tercenung mendengar cerita cinta West yang ternyata di luar dugaan. Dia berpikir pria itu tidak menyukai wanita, tapi pikirannya ternyata salah besar. Lelaki yang ia kenal satu bulan lebih tersebut mencintai seseorang secara sepihak.Di saat dirinya berpikir, lelaki di dunia ini brengsek dan tukang selingkuh, West berhasil membuktikan kesetiaan. West masih mencintai wanita itu meski tidak bisa memilikinya.“Apakah wanita itu sudah menikah sekarang?” Pertanyaan lain diajukan lagi oleh Leona.Dia menoleh kepada Cassie yang nyaris menumpahkan minuman karena tersedak. Leona segera meraih tisu dan menyerahkannya kepada wanita berambut pirang tersebut.Bahu yang berukuran ideal milik Cassie terangkat sebentar ke atas. “Entahlah. Shaun tidak menceritakannya kepadaku. Yang jelas wanita itu sudah melakukan kesalahan besar, karena telah menolak pria sebaik Bos.”Leona mengangguk membenarkan perkataan rekan kerja West ini. Satu b
Tujuh bulan kemudianLeona sedang duduk di sofa ruang tamu rumah yang telah ditempatinya satu tahun belakangan. Dia sedang menonton televisi yang menayangkan berita kriminal. Di sampingnya ada West yang juga ikut menyaksikan siaran udara tersebut.Hari ini sidang vonis atas kepemilikan narkotika yang dituduhkan kepada Mark digelar, sehingga mereka berdua menantikan bagaimana hasil dari sidang tersebut. Setelah itu, Mark akan melakukan sidang lainnya atas tuduhan penipuan yang pernah dilakukan kepada West. Ternyata begitu banyak skandal yang telah dilakukannya, sehingga tuntutan menjadi berlipat.“Apa kau yakin ingin menjual rumah itu, Sayang?” tanya West memecah keheningan seraya memainkan rambut hitam istrinya.Oya, sekarang mereka telah resmi menjadi suami istri yang sah di mata hukum. West langsung mengurus berkas pernikahan, setelah sidang putusan akhir perceraian Leona dan Mark. Kini ia telah memiliki wanita itu secara ut
Leona bangun di pagi hari dengan senyum merekah. Dia masih belum percaya bisa berhasil mengelabui Mark. Wanita itu berpikir orang yang akan menjadi mantan suaminya adalah pria yang pintar. Ternyata tidak, pria itu bisa ditipu oleh perempuan bernama Tatiana.“Sepertinya kau bahagia sekali,” gumam West dengan mata separuh terbuka.Leona menoleh ke kiri, melihat suaminya berusaha membuka mata. Kepala yang dihiasi rambut burgundy itu mengangguk cepat.“Kita berhasil, West!!” seru Leona mengulang lagi antusiasme yang sempat diperlihatkan tadi malam.“You did it, Honey,” puji West memberi kecupan di bibir istrinya.Kening yang berukuran ideal itu langsung mengernyit. Bau mulut West yang terendus barusan membuatnya kembali mual. Tangan Leona langsung menutup bibir sendiri. Wanita itu menyingkirkan selimut, tak peduli dengan tubuh yang tidak mengenakan sehelai benang pun.“Kau kenapa, Sayang?”
Malam hari menjelang sidang keduaLeona sedang duduk di dalam mobil mendengar pengarahan yang diberikan West kepadanya. Malam ini adalah misi terakhir yang harus dijalankan menjelang persidangan. Target yang ditetapkan harus tercapai sebelum sidang kedua.“Karena ini misi terakhir kita, pastikan kau tidak melakukan kesalahan seperti sebelumnya,” terang West ketika mereka berempat berembuk di dalam mobil van, tak jauh dari kediaman Mark.Leona mengangguk paham. Berhasil atau tidaknya dari rentetan penipuan yang telah dilakoni West beberapa tahun belakangan ini, ada pada misi terakhir.“Pastikan kau memasukkan obat ini ke dalam minumannya, Leona,” ujar Cassie menyerahkan satu butir pil kepada wanita itu.“Apa ini?” tanya Leona dengan kening berkerut.“Itu pil yang bisa membuatnya melayang ke langit ketujuh,” jelas wanita berambut pirang itu.“Maksudmu sejenis narkoti
Beberapa hari kemudianLeona memutar tubuh ke kiri dan kanan, memastikan penampilan sebagai Tatiana Clark sudah sempurna. Cassie baru saja selesai mengaplikasikan make-up khas Tatiana. Eyeliner bersayap di bagian sudut kelopak mata dan lipstik berwarna merah menyala.Kali ini ia mengenakan gaun berwarna maroon yang pernah dibelikan West untuknya. Leona sengaja datang menjelang pulang jam kerja, karena Mark akan mengajaknya langsung ke rumah. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.“Kau terlihat cantik sekali, Sayang,” puji West tiba-tiba memeluk Leona dari belakang.Wanita itu tersenyum melihat pantulan diri mereka di cermin. Beberapa hari belakangan ini suasana hatinya benar-benar membaik. Bayangkan dia telah melakukan dua aksi penipuan dengan target politisi kelas kakap.“Semua karena kerja kerasmu, Suamiku,” balas Leona masih tersenyum ringan.West menggelengkan kepala. “Se
Manik abu-abu milik Leona perlahan mengerjap, berusaha untuk terbuka. Samar tampak sosok pria sedang berbaring di samping seraya menatap dirinya.“Aku pasti rindu denganmu, West. Sehingga bermimpi kau ada di sini,” gumamnya dengan suara serak.Kelopak mata lebar itu kembali tertutup dengan senyum lebar. Mustahil jika West ada di sini, karena baru tiga jam yang lalu ayahnya menghubungi pria itu dan mengatakan Leona ada di Outville. Perjalanan dari Earth Ville menuju Outville memakan waktu setidaknya lima jam.“Sayangnya kau benar, Leona,” ucap suara bariton membuat senyum Leona semakin lebar.“Tidak mungkin. Rasanya tiga jam yang lalu Daddy menghubungi—” Kedua mata Leona langsung terbuka nyalang sebelum kalimat yang diucapkan selesai.“Astaga! Apa itu benar-benar dirimu, Sayang? Aku tidak bermimpi?” cicit Leona mengusap kedua mata, kemudian meraba pipi kiri West.Pria yang tidur d
Leona mengamati perubahan raut wajah ibunya. Seperti ada yang disimpan oleh wanita paruh baya itu. Dia memiringkan kepala mengejar mata Emilia.“Mom?” panggil Leona ketika belum mendapatkan jawaban darinya.Pandangan mata yang sudah tua itu meredup. “Jangan menyalahkan West atas apa yang terjadi, Le.”Meski tidak diutarakan, Emilia sudah tahu apa yang membuat putrinya pergi ke Outville seorang diri di malam hari. Apalagi jika bukan berpikiran West ingin membalas perbuatan Mark dengan memperalat Leona.Wanita berambut burgundy itu mengembuskan napas frustasi seraya mengusap keras kening sendiri. “Jangan menyalahkannya bagaimana, Mom? Sudah jelas dia menjadikanku sebagai alat untuk mendapatkan lagi harta yang telah ditipu. Dia yang menyarankanku untuk membalas perbuatan Mark.”“Dia datang ketika aku berada di jembatan, pura-pura menawarkan bantuan. Dan aku masuk ke dalam perangkapnya,”
Leona melihat koper besar yang dibawa dari rumah hampir empat bulan yang lalu. Pandangannya beralih ke arah foto dan kertas memo yang ada di tangan kiri. Dia menggigit kuku, sehingga membuat polesan cat di bagian ujung ibu jari terkikis. Berbagai dugaan muncul di pikiran saat ini.“West sengaja menjadikanku alat untuk mengambil lagi harta yang telah digelapkan oleh Mark,” duganya beberapa jam lalu.Dia berpikir bahwa West berkedok membantunya untuk membalaskan dendam, agar bisa mengambil lagi harta yang telah ditipu oleh Mark.“Ternyata West tidak benar-benar mencintaiku. Dia menyelidiki Mark dengan tujuan lain.” Pikiran negatif lain kembali muncul di pikiran wanita itu.Entah berapa kali ia melirik ke arah pintu masuk, tapi belum ada tanda-tanda West dan kedua rekannya muncul. Leona menarik napas singkat, kemudian meletakkan foto Mark dan kertas memo di atas meja. Setelahnya, ia berdiri dan bersiap untuk pergi dari sana.Le
West, Shaun dan Cassie terdiam mendengar pertanyaan Leona barusan. Mereka saling berpandangan satu sama lain beberapa saat. West kemudian memalingkan paras melihat istrinya.“Aku sudah berjanji untuk mengatakan semuanya padamu setelah menikah.” Dia menarik napas panjang sebelum kembali bersuara. “Baiklah, sekarang akan kuceritakan yang sebenarnya.”Cassie dan Shaun menundukkan kepala sebelum West mengatakan apa yang terjadi selama tiga belas tahun ini.“Setelah kau pergi dari rumah, Ibumu menghubungiku. Dia sangat mencemaskan keadaanmu, karena berada jauh darinya.” Pria itu mengubah posisi duduk menghadap Leona.Leona mengamati ekspresi suaminya ketika bercerita. Tampak kesedihan dari caranya memandang.“Emilia berpikir hanya aku yang bisa melindungimu. Dia memintaku untuk mencarikan orang yang bisa mengawasimu, Leona,” sambung West kemudian.“Kau melakukannya?” desis Leona tak perc
West meniup punggung tangan kanan Leona yang memerah, karena digosok terlalu keras dalam waktu yang lama di bawah air. Dia mengoleskan obat merah, kemudian membalutkan perban. Setelahnya pandangan netra biru kecil itu beranjak naik ke wajah cantik istrinya.“Kau tidak perlu melakukan ini, Sayang. Lihatlah kau melukai dirimu sendiri,” ujar West lembut. Tangannya meraih pipi tirus Leona, lalu mengusapnya lembut.“Aku hanya ingin menghilangkan bekas bibirnya di sini, West,” sahut Leona dengan kening mengernyit.“Sssttt … jangan menangis lagi,” hibur West menyeka bulir bening yang siap turun di sudut mata abu-abu milik Leona.Mereka berdua sudah berada lagi di rumah, sehingga tidak ada lagi pernak-pernik yang dikenakan ketika menyamar. Sepanjang perjalanan Leona lebih banyak diam. Dia merenung dan memikirkan apakah akan terus melanjutkan semua ini atau berhenti.Andai saja West tidak mengeluarkan uang yang ban