Bab 28“Hei! Bangun kalian! Dasar gelandangan! Pergi dari depan tokoku! Bikin rusak pemandangan aja, jangan tidur di sini nanti pembeliku pada kabur.” Rido dan Mala yang masih tidur dibangunkan oleh pemilik toko itu.Rido kaget, mendadak pusing dibangunkan secara kasar.“Yang sopan dong, Pak. Masa numpang tidur semalam aja kayak gitu! Aku bukan gelandangan. Semalam hujan jadi numpang neduh aja!” Rido tak terima dikatai gelandangam oleh pemilik toko.“Terserah apa katamu. Pergi dari sini! Aku mau buka toko.” Usir pemilik itu lagi.“Mala, bangun yuk, kita cari pom bensin buat numpang mandi.” Rido membangunkan Mala yang masih lelap tidur.“Iya, Mas.” Mala mengucek mata dan merapikan rambutnya.“Di depan sana ada pom, kita mandi lalu ke kantor polisi buat ngelaporin adiknya si Risma. Kita tuntut biar dapat uang ganti rugi,” ucap Rido sambil membereskan baju yang dipakai sebagai alas tidur.“Aku nggak mau dan nggak setuju, Mas! Tuntut aja langsung nggak usah lewat polisi, ngapain sih!” Mal
Bab 29Risma masih duduk di cafe itu sendirian. Menikmati segelas kopi susu hangat. Dia tersenyum. Akhirnya mereka akan mendapat balasan atas perbuatan mereka.Risma mengambil gawai dan menghubungi seseorang.“Halo, Lit. Lagi sibuk nggak?”“Enggak, lagi nyantai aja di rumah, gimana?” ucap Lita dari seberang telepon.“Bisa bertemu sekarang? Aku di rich cafe.”“siap! Otewe!”“Oke. Kutunggu.”Risma memesan minuman dan camilan untuk Lita. Tak lama kemudian, Lita pun datang karena memang letak cafe itu tak jauh dari rumahnya.“Mbak Risma, tumben ngajak ketemu, Mbak!” Begitu tiba, Lita langsung duduk di depan Risma.“Iya, Lit. Aku mau nanya soal yang aku minta tolong dulu.” Risma mendekatkan minuman dan makanan ke depan Lita.Lita tersenyum. “Makasih. Iya, Mbak. Aku sudah nyari tetanga-tetangga yang mau jadi saksi atas kekejaman Rido dan keluarganya, ada tiga orang. Dua wanita dan satu pria.”“Wah, makasih banget, Lit. Mereka melihat langsung atau gimana?” Risma antusias.“Wanita pertama Bu
Bab 30 PoV MalaAku benci anak-anak. Mereka berisik, pengganggu dan bikin emosiku naik. Kalau bukan karena duitnya, aku juga nggak mau dinikahin lelaki seperti Mas Rido. Apalagi ditambah kedua anaknya. Selalu bikin emosi. Mereka anak yang nakal, selalu membantah saat kusuruh, makanya aku memberitahu Mas Rido agar mendidik dengan kekerasan biar mereka jadi anak yang penurut.Selama ini baik-baik saja, aku pun nggak perlu mengeluarkan uangku karena membayar sekolah mereka, justru aku mengajari mereka mencari uang dengan mengamen di jalan. Bukannya aku Ibu tiri yang baik?Tapi entah darimana si Risma, istri pertama dari Mas Rido tahu tentang pernikahanku dan Mas Rido. Si*lnya dia pulang dan mengambil semua harta yang telah diberikan kepada Mas Rido, bahkan perhiasan yang telah kukumpulkan pun diambilnya juga. Puncaknya saat rumah itu dirobohkan. Harusnya sertifikat itu diganti atas namaku biar dia gak bisa macam-macam.Rumah Mas Rido sudah dirobohkan, rumah mertua yang cerewet itu sudah
“Ris, kamu kok belum transfer uangnya? Arif butuh uang untuk bayar sekolah, sebentar lagi dia ujian,” tanya Mas Rido, suamiku lewat telepon. Sudah tiga tahun ini aku bekerja di luar negeri menjadi Asisten Rumah Tangga seorang pengusaha di negara orang.“Besok ya, Mas. Aku belum gajian.”Sengaja aku memang belum mentransfer uangnya, karena aku dengar kabar kalau ternyata suamiku telah menikah lagi setahun setelah aku pergi. Entah kenapa selama ini tak ada yang memberi tahu kepadaku tentang kelakuan Mas Rido. Makanya aku berniat berhenti kerja dan kembali ke Indonesia untuk memberi perhitungan kepada suamiku.“Kok tumben sih? Biasanya tanggal segini sudah kirim uangnya. Kalau bisa cepat ya, kasihan nanti Arif nggak boleh ikut ujian kalau belum bayar sekolahnya,” katanya kemudian.Selalu Arif anak kami
Pagi hari aku memasukkan pakaianku ke dalam koper. Tak lupa juga dengan barang-barang lainnya. Akhirnya selesei juga tiga koper penuh.“Risma ... sudah belum? Pesawat kita dua jam lagi take off kita harus berangkat sekarang.” Terdengar suara Tuan Rey dari depan kamarku.Aku segera membuka pintu. Tampak Tuan Rey memakai polo shirt putih dan celana kargo pendek. Sungguh kelihatan tambah gagah.“Tuan yakin mau ikut ke Indonesia? Maaf bukannya lancang, tapi sebaiknya Tuan tidak terlalu dekat denganku karena aku istri orang,” ucapku sungkan.“Pede sekali kau menganggap aku pulang ke Indonesia untukmu. Aku memang bilang akan ke sana, tapi untuk bertemu Ibuku, Ya ... sekalian sedikit membantumu,” jawabnya panjang.Astaga ... sungguh malu aku m
Aku menggendong Ririn yang masih terkulai lemas. Berjalan kembali ke dalam rumah hendak melihat keadaan Arif. Terlihat Ibu berbaju putih tadi memeluk Arif sambil duduk di teras rumah. Mas Rido tak kelihatan, bersembunyi di dalam rumah atau malah pergi ke rumah Ibu mertua yang hanya berjarak berberapa rumah. Aku tak peduli, yang kupedulikan hanyalah keselamatan anakku terlebih dahulu. Aku masuk kedalam taksi yang sedari tadi masih menunggu. Hendak berangkat ke rumah sakit. Kemudian menelepon Ibuku. Selama ini Ibuku juga tak tahu kalau Mas Rido menikah lagi karena memang rumah Ibuku lumayan jauh, butuh satu setengah jam perjalanan.[Halo, Bu? Ini aku Risma. Bisa minta tolong datang ke Rumah Sakit Pelita Hati?][Bisa, tapi ada apa memangnya?][Nanti aku ceritakan di sana, Bu. Kalau bisa sekarang, ya. Aku tunggu.][Iya, Ibu berangkat sekarang.]Kuakhiri panggilan telepo
Aku hanya tersenyum sinis. Dasar lelaki buaya buntung! Nggak bisa lihat yang bening dikit.“Ambil semuanya jangan ada yang tersisa.”Mas Rido tersadar dan berusaha mengambil televisi yang diangkut salah satu preman, tarik menarik pun terjadi. Mas Rido memukul wajah preman tersebut. Preman tersebut tak terima akhirnya membalas memukuli Mas Rido. Wajahnya yang masih lebam berdarah kembali.Dengan wajah penuh amarah Mas Rido menatapku. “S*alan kau Risma! Kenapa kau perintahkan preman itu untuk mengambil barang-barangku, hah?!” Dasar tak tahu malu. “Apa aku nggak salah dengar?! Itu semua punyaku, aku yang kerja dan barang itu dibeli pakai uangku!” hardikku“Angkut dan masukkan semua ke dalam truk itu, Bang!” Aku menyuruh salah satu preman yang sedang membawa kursi di ruang tamu. Aku memang meminta mereka datang dengan truk agar memudahkan membawa semuanya.
“Risma ... tunggu dulu Risma ....” Mas Rido mengejarku.“Aku masih mencintai kamu ... Percayalah padaku! Aku ....”“Cukup, Mas! Aku sudah Muak!” Aku menghentikan ucapan Mas Rido.“Kau tidak hanya melukaiku tapi juga melukai hati anakmu. Kau bahkan tidak merasa bersalah telah menyakiti mereka! Aku bukan hanya kecewa padamu, tapi aku membencimu!!”“Maaf, aku sedang emosi saja saat itu, tapi aku menyayanginya, bagaimanapun mereka anakku!”“Sayang kau bilang? Menyiksa anak seperti hewan apa itu bentuk rasa sayangmu?” Aku tidak bisa menerima alasan Mas Rido.Mas Rido terdiam tak membalas ucapanku.“Kalau aku tak datang, kau pasti masih akan terus menyiksa anakku.“Kau urusi saja istri barumu itu, Mas.” Aku melirik ke arah Mala yang hanya diam saja me
Bab 30 PoV MalaAku benci anak-anak. Mereka berisik, pengganggu dan bikin emosiku naik. Kalau bukan karena duitnya, aku juga nggak mau dinikahin lelaki seperti Mas Rido. Apalagi ditambah kedua anaknya. Selalu bikin emosi. Mereka anak yang nakal, selalu membantah saat kusuruh, makanya aku memberitahu Mas Rido agar mendidik dengan kekerasan biar mereka jadi anak yang penurut.Selama ini baik-baik saja, aku pun nggak perlu mengeluarkan uangku karena membayar sekolah mereka, justru aku mengajari mereka mencari uang dengan mengamen di jalan. Bukannya aku Ibu tiri yang baik?Tapi entah darimana si Risma, istri pertama dari Mas Rido tahu tentang pernikahanku dan Mas Rido. Si*lnya dia pulang dan mengambil semua harta yang telah diberikan kepada Mas Rido, bahkan perhiasan yang telah kukumpulkan pun diambilnya juga. Puncaknya saat rumah itu dirobohkan. Harusnya sertifikat itu diganti atas namaku biar dia gak bisa macam-macam.Rumah Mas Rido sudah dirobohkan, rumah mertua yang cerewet itu sudah
Bab 29Risma masih duduk di cafe itu sendirian. Menikmati segelas kopi susu hangat. Dia tersenyum. Akhirnya mereka akan mendapat balasan atas perbuatan mereka.Risma mengambil gawai dan menghubungi seseorang.“Halo, Lit. Lagi sibuk nggak?”“Enggak, lagi nyantai aja di rumah, gimana?” ucap Lita dari seberang telepon.“Bisa bertemu sekarang? Aku di rich cafe.”“siap! Otewe!”“Oke. Kutunggu.”Risma memesan minuman dan camilan untuk Lita. Tak lama kemudian, Lita pun datang karena memang letak cafe itu tak jauh dari rumahnya.“Mbak Risma, tumben ngajak ketemu, Mbak!” Begitu tiba, Lita langsung duduk di depan Risma.“Iya, Lit. Aku mau nanya soal yang aku minta tolong dulu.” Risma mendekatkan minuman dan makanan ke depan Lita.Lita tersenyum. “Makasih. Iya, Mbak. Aku sudah nyari tetanga-tetangga yang mau jadi saksi atas kekejaman Rido dan keluarganya, ada tiga orang. Dua wanita dan satu pria.”“Wah, makasih banget, Lit. Mereka melihat langsung atau gimana?” Risma antusias.“Wanita pertama Bu
Bab 28“Hei! Bangun kalian! Dasar gelandangan! Pergi dari depan tokoku! Bikin rusak pemandangan aja, jangan tidur di sini nanti pembeliku pada kabur.” Rido dan Mala yang masih tidur dibangunkan oleh pemilik toko itu.Rido kaget, mendadak pusing dibangunkan secara kasar.“Yang sopan dong, Pak. Masa numpang tidur semalam aja kayak gitu! Aku bukan gelandangan. Semalam hujan jadi numpang neduh aja!” Rido tak terima dikatai gelandangam oleh pemilik toko.“Terserah apa katamu. Pergi dari sini! Aku mau buka toko.” Usir pemilik itu lagi.“Mala, bangun yuk, kita cari pom bensin buat numpang mandi.” Rido membangunkan Mala yang masih lelap tidur.“Iya, Mas.” Mala mengucek mata dan merapikan rambutnya.“Di depan sana ada pom, kita mandi lalu ke kantor polisi buat ngelaporin adiknya si Risma. Kita tuntut biar dapat uang ganti rugi,” ucap Rido sambil membereskan baju yang dipakai sebagai alas tidur.“Aku nggak mau dan nggak setuju, Mas! Tuntut aja langsung nggak usah lewat polisi, ngapain sih!” Mal
“Apa?! Lalu gimana? Dia mengizinkan kita di sana kan, Mas? Nanti kalau tinggal di sana lama kelamaan kita bisa menguasai rumah itu. Kamu nggak perlu kerja kita udah kaya raya, Mas!”**“Mauku juga gitu, kita tinggal di sana enak, nggak usah kerja. Risma itu sebenarnya bod*h, pasti dia mengizinkan kita tinggal di sana.” Rido yakin mereka akan bisa tinggal di rumah Risma.Saat ini Risma sedang bersiap mengantarkan kedua anaknya ke pondok, semua keluarga Risma ikut berangkat, Aida dan Rey pun turut serta. Risma memutuskan untuk melupakan saja permasalahan dengan Rey kemarin, toh juga mereka tidak ada hubungan apa-apa.Arif dan Ririn ikut rombongan Ustaz, sedangkan lainnya berada di mobil Rey.“Mbak? Sekali lagi aku tanya, Kamu beneran mau mengizinkan Mala tinggal di rumahmu?” Rian membuka percakapan di dalam mobil.“Maksudmu apa, Yan?” Rey menyela pertanyaan Rian.“Risma mau mengizinkan Mala tinggal di rumahnya, Bang! Gila nggak Mbak Risma?” ucap Rian.“Apa?! Aku tidak setuju! Aida kenap
Bab 26Bugh! Bugh! Bugh!Terdengar suara orang dipukul“Akhirnya kita ketemu juga!”**Rian memukuli Rido sekuat tenaga. Ia melampiaskan semua emosinya. Dia sungguh tak terima keponakannya mengalami semua kejadian itu.“Kamu lelaki bangs*t, brengs*k, menjij*kkan, pengecut beraninya sama anak kecil. Ayo lawan aku seperti kau memukul Arif!” Rian berkacak pinggang di depan Mas Rido yang tersungkur. Kekuatan Rian memang tak main-main karena ia seorang pelatih beladiri.“A—aku tak sengaja,” jawab Rido terbata.Bugh!“Sori, tak sengaja juga!” Rian sengaja mengejek Rido.Ia menghentikan pukulannya setelah melihat Rido terkapar tak berdaya, wajahnya sudah bengkak dan berdarah. Karena seorang pelatih, Rian pun tahu titik mana yang bukan daerah vital.“Apa maumu datang ke sini!” Rian bertanya kepada Rido saat melihatnya sudah sadar“Aku ingin minta maaf dan meminta Risma agar mengizinkan kami tinggal di sini.” Rido menjawab dengan terbata-bata.“Kami?” ulang Rian memperjelas.Rido mengangguk. “
Pagi hari Risma bersiap-siap untuk menyambut Ustadz Soleh, memang setelah tinggal di rumah ini, Risma memutuskan untuk memanggil ustadz setiap hari untuk mengajari kedua anaknya mengaji dan ilmu agama. Setelah mengikuti beberapa kali mengaji bareng, Risma melihat ada peningkatan Arif dalam mengatur Emosinya, sedangkan Ririn sudah mulai ceria dan banyak berceloteh seperti dulu.“Syaikh Ali al-Shabuni dalam Rawa'iul Bayan menjelaskan bahwa orang tua dianjurkan untuk mendidik anaknya agar menutup aurat, khususnya perempuan, pada saat mereka berumur sepuluh tahun. Ketika umur anak sudah sepuluh tahun mintalah mereka untuk berhijab dan menutup auratnya.” Ustadz Soleh memberikan tausiahnya. Risma pun merasa tertampar, selama ini memang dia tak pernah menutup auratnya, apalagi mengajari anak perempuannya.“Maaf, Bu Risma. Sepertinya hari ini terakhir saya bisa mengajar mengaji, karena besok saya dipanggil pondok untuk mengajar disana. Semoga Ilmu yang selama ini saya berikan bisa berguna bag
Bab 24“Apa?! Memangnya apa yang terjadi?”**Mala terdiam.“Jawab Mala!” bentak Rido.“Se—Sebenarnya ini bukan rumahku. Rumah ini dulu diberi oleh pacarku, sekarang istrinya minta dikembalikan.”“Apa?! Jadi benar kamu ini seorang pelak*r?!” Rido tak sadar diri kalau dia juga terpikat dengan pelak*r ini.“Kamu pikir aku dapat uang darimana selama ini kalau bukan uang dari pria-pria itu?! Aku pun mau menikah denganmu karena kupikir kamu ini orang kaya, tapi ternyata malah zonk. Uang itu punya istrimu! Nyesel aku nikah sama kamu!” Mala mulai marah.“Aku yang harusnya nyesel! Kalau tak nikah sama kamu, aku pasti sudah tinggal di rumah mewah milik Risma itu!” Rido tak mau kalah.“Mas, aku heran, kenapa keluarga Sasongko bisa memberikan rumah itu? Jangan-jangan dia pake pelet? Kan nggak mungkin bisa gitu aja ngasih rumah kalo nggak pake apa-apa?” Mala berasumsi.“Mungkin juga, itu sebabnya juga aku dari kemarin memikirkan Risma dan ingin kembali padanya. Si*l licik juga dia pakai dukun! Ki
“Bangun! Dasar suami pemalas! Bisanya nyusahin aja!” sungut Mala.Semakin hari Mala semakin jengkel dengan kelakuan Rido yang pemalas dan tak mau bekerja. Mereka berdua terbiasa hidup enak menggunakan uang Risma, sehingga saat Risma tak lagi memberi uang, mereka kelabakan.“Aku lapar, mana uang buat beli makanan?! Mala meminta uang kepada Rido. Rido yang baru bangun masih setengah sadar Cuma menoleh ke arah Mala.“Aku kan nggak kerja, Sayang, darimana bisa dapat uang? Kamu masih punya simpanan di Bank kan?” ucap Rido.“Nggak ada! Sudah kubelikan perhiasan, tapi diambil sama Si Risma Sial*n itu! Kamu juga jadi cowok lembek banget sih! Harusnya kamu tu bisa tegas! Mana uang dari jual motor diambil semua sama Ibumu!” kamu beneran nggak ada simpanan juga, Mas?” cerca Mala.“Nggak ada, Mala. Kamu tau sendiri tiap Risma kirim uang sudah kubagi kamu dan Ibu, jadi mana ada uang!” “Kalau begitu cepat keluar dari rumah ini dan cari uang! Jangan pulang kalau tak bawa uang!” Mala mendorong t
Pagi ini Risma, Aida dan Rey berencana untuk memilih sekolah untuk Arif dan Ririn. Sebenarnya Rey hanya ingin mengajak Risma, tapi Risma tidak mau kalau hanya berdua, takut timbul fitnah. Jadilah mereka pergi bertiga walaupun awalnya Aida menolak, males menjadi obat nyamuk katanya, tapi setelah dibujuk akhirnya mau juga.Risma selesei mandi, seorang ART mengetuk pintu kamarnya.“Nyonya, ada Ibu mertua Nyonya di depan,” ucapnya dibalik pintu.“Iya, tunggu sebentar.” Risma segera membuka pintu kamarnya. Dalam hati ia heran kenapa pagi-pagi Ibu mertua sudah datang ke sini.Risma menemui Bi Inah, ART yang tadi mengetuk pintu kamarnya.“Bi, kan sudah kubilang, jangan panggil aku nyonya, nggak pantas, ah. Aku ini dulunya juga ART lho, sama seperti Bi Inah ini.”“Tapi sekarang kan Nyonya menjadi majikan saya, tidak pantas kalau manggil nama, bagaimana kalau saya panggil Mbak Risma saja?” Bi Inah memberikan usul.“Boleh kalau itu, Bi.” Risma tersenyum. Risma mendengar suara langkah menuruni