Beranda / Pernikahan / Membalas Mertua dan Suamiku / Bab 25: Membalas Mertua dan Suamiku

Share

Bab 25: Membalas Mertua dan Suamiku

Penulis: Bemine
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-06 09:11:34

Bab 25: Membalas Mertua dan Suamiku

“Agam, tega kamu bicara begitu sama Ibu?” sentak ibu mertuaku kembali.

Awalnya, aku benar-benar ingin bergegas keluar dari rumah lalu masuk ke mobil sesuai perintah Bang Agam. Namun, kudapati Bang Agam menyimpan keraguan di raut wajahnya. Pria itu bahkan terhenti setiap kali Ibu mertua menghardik dirinya dengan begitu keras.

“Bu, biarkan saja Bang Agam pergi dari sini, memangnya kita enggak bisa hidup kalau enggak ada dia?” sahut Iqmal. Sari juga mengiyakan perkataan suaminya.

Suasana jadi semakin tidak terkendali. Ini bukan yang aku harapkan saat mengungkap rahasia di antara keluarga ini. Aku hanya ingin Ibu mertua dan Iqmal tahu jika kami bukanlah sapi perah yang harus selalu memenuhi semua kemauan mereka sampai mengabaikan diri sendiri. Kami bersedia membantu, tapi bukan berarti harus sampai mengosongkan tabungan dan menc

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 26-A: Membalas Mertua dan Suamiku  

    Bab 26: Membalas Mertua dan Suamiku Bang Agam membawaku ke rumah sakit saat gawainya terus berdenting karena panggilan masuk dari adiknya. Hal itu membuatku merasa tidak nyaman merasa telah menjadi penyebab dari rusaknya hubungan antara Bang Agam dengan ibunya.Aku tidak bisa menghentikan tatapan pada layar gawai suamiku. Gawai itu tidak berhenti berbunyi dan layarnya berkedip, ditambah lagi ada beberapa pesan beruntun yang terus masuk.Ternyata kegelisahanku itu diketahui oleh Bang Agam, dia segera mengambil gawainya dan menyimpan di saku celana.Sikapnya tersebut membuatku bertanya pada Bang Agam sekali lagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 26-B: Membalas Mertua dan Suamiku

    “Hati-hati di rumah, Dek. Jangan buka pintu sembarangan, kalau ada apa-apa hubungi aku!“ ingat Bang Agam.Aku mengekori tepat di sebelahnya, mengantar pria itu menuju pagar rumah. Selama ibu mertua ada di sini, beliaulah yang mendampingi Bang Agam, mengandeng lengannya dan berjalan beriringan. Sedang aku, tidak lebih dari perempuan asing yang hanya bisa melihat dari kejauhan.“Dek?“ Bang Agam menegur lagi.Sontak aku terhenyak, lalu menengadahkan kepala demi melihat parasnya. Di sana, kudapati ekspresi hangat yang tidak biasa. Bang Agam menatapku dengan sorot mata yang sama dengan dulu saat kami baru saling mengenal.&ldq

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 27: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 27: Membalas Mertua dan Suamiku “Dek, sudah enakan badannya?” Suara Bang Agam mendayu di telinga.Gara-gara mimpi yang mengerikan itu, seluruh tubuhku jadi meriang dan berakhir dengan terbaring lemah di ranjang sejak semalam. Bang Agam bahkan harus izin sehari karena tidak tega meninggalkanku di rumah seorang diri.“Aku baik-baik saja, harusnya Abang berangkat kerja. Kemarin habis cuti panjang juga,” balasku sembari beranjak duduk dengan menyandarkan punggung di dasboard ranjang.“Tidak bisa, Dek. Kalau aku berangkat kerja, terus kamu sendirian di sini?” Bang Agam menjawabku, lalu menempatkan diri di tepian ranjang.Pria itu sudah bersih, mandi dan berpakaian ala rumahan. Aroma harum dari lotionnya juga menguar kuat, menyentuh hidungku yang setengah tersumbat.“Kalau dulu, ada Ibu.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-07
  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 28: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 28: Membalas Mertua dan Suamiku Kami tiba di desa sebelum jam sembilan pagi. Bang Agam memacu mini bus yang direntalnya dalam kecepatan tinggi dengan hati terus gelisah. Pria itu memintaku menelepon seluruh nomor keluarga yang dia punya untuk bertanya keberadaan Ibu mertua serta Iqmal.“Dek, coba hubungi lagi! Mungkin Iqmal atau Sari sudah aktif teleponnya,” pinta Bang Agam saat kami memasuki pagar rumah.Benar seperti perkataan Pak Ustad semalam, Ibu mertua atau Iqmal berniat menjual rumah utama. Ada papan berukuran sedang di depan, menghadap ke jalan dan bertuliskan jika rumah tersebut dijual.“Bang, belum terhubung juga!” ucapku sembari memandang ke arah Bang Agam.Pria itu sudah berdiri di depan mobil, dia menghadap ke arah rumah sembari berkacak pinggang. Tatapannya terus tertaut dengan rumah ibu mertua yang sudah sepi, begitu banyak daun berhamburan di halaman, sedangkan terasnya telah kosong dan berdebu tebal.Rumah ini benar-benar tidak berpenghuni untuk waktu yang lama.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-09
  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 29: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 29: Membalas Mertua dan Suamiku“Gadai, Pak Ustad?” Bang Agam mengulang pertanyaan pada pria bijak di depannya.“Apa kami boleh tahu detailnya, Pak? Karena sejujurnya kami tidak tahu apa-apa setelah kembali kota,” sambungku karena Bang Agam sepertinya masih syok.Pria itu, pastilah dia kembali terluka dengan kenyataan yang didengarnya dari Pak Ustad hari ini. Lagi dan lagi, suamiku dikecewakan oleh keluarganya sendiri.“Sudah digadaikan sejak lama, Dek Ima. Cuma kejelasannya kami tidak tahu. Digadaikan ke juragan di sini,” sahut Bu Ustazah.Kualihkan pandangan pada Bang Agam. Pria itu terus menekuk tengkuk, jemari tangannya yang panjang saling memilin, lututnya bergoyang, gelisah melingkupi seluruh tubuh pria ini.“Apa yang harus kami lakukan sekarang, Pak? Apa baiknya kami lapor

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-10
  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 30: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 30: Membalas Mertua dan SuamikuMalam datang, hujan berganti gerimis dan kondisi jalanan yang tadi lengang ramai kembali. Kami keluar dari warung makan usai mengganjal perut dan salat Magrib. Kami akan pulang ke kota sebelum jam sepuluh malam karena harus mampir ke rumah Tiara terlebih dahulu. Bang Agam terpaksa menurutiku sesaat lalu meski wajahnya manyun sepanjang waktu.“Yang mana rumahnya, Dek?” Bang Agam menanyaiku.Pria itu berkeringat, pelipisnya banjir dan wajahnya berekspresi aneh. Dia juga terlihat bingung saat menyetir, bahkan menekan tombol wiper kaca mobil hingga kami kaget.“Jangan pura-pura tidak tahu, Bang. Berbulan kamu pulang ke rumah itu,” sindirku sembari melipat kedua tangan di dada.Bak terlakban mulutnya, Bang Agam diam. Dia hanya memandang lurus ke jalanan, lalu membelokkan mobi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-10
  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 31: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 31: Membalas Mertua dan Suamiku “Dek Ima?” Bu Ustazah memanggil namaku. Beliau menatap sangat dalam, seolah mencoba mengorek apa isi hati yang tersembunyi di dalam dada ini.Sepertinya, ada banyak orang yang meragukan diriku. Mereka memandang, juga berbisik.Tiba-tiba saja, di tengah keheningan rumah ini, kata yang paling tidak pernah kusangka mengudara dari banyak mulut, “Ibu tiri!”Aku tidak ingin dianggap demikian, walau itu kenyataannya. Tidak bisakah aku dipanggil ibu juga, sama seperti Tiara? Apa rasanya punya anak, membesarkannya dengan tangan sendiri hingga dewasa kemudian menikahkannya?“Dek Ima, apa yang Dek Ima katakan barusan bukanlah hal sepele. Selama ini kalian hidup berdua, tapi tiba-tiba membawa Qais ke kota dan hidup bersama, tentu akan butuh banyak penyesuaian,” jelas Bu Ustazah.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-11
  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 32: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 32: Membalas Mertua dan SuamikuKriet ...Aku membuka pintu meski Bang Agam belum membalas pesan. Mengurusi tamu yang datang tanpa diundang itu jauh lebih penting, dari pada kami jadi tontonan tetangga karena kegaduhan yang terus terjadi.“Ima, buka pintu saja lama banget! Kamu mau kami kram berdiri di luar seperti orang bodoh?” Segera, omelan menjadi pembuka pertemuan kami kembali setelah sekian lama.Di hadapanku, perempuan yang kupanggil ibu mertua itu berdiri dengan berkacak pinggang. Ekspresinya tidak ramah, jelas dia kesal. Begitu pula dengan anak dan menantu, hanya dua cucunya yang tersenyum padaku.“Iya, Bu. Da-dari mana, Bu?” balasku masih mencoba mengontrol diri.Ini adalah pertemuan kami setelah sekian lama, jelas aku terkejut. Ibu mertua pergi dengan Iqmal sekeluarga, hilang bak ditelan bumi. Tiba-tiba saja me

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-11

Bab terbaru

  • Membalas Mertua dan Suamiku   (TAMAT) Bab 40: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 40: Membalas Mertua dan Suamiku Aku dan Qais pulang ke rumah lama kami dengan tergesa-gesa usai mendapatkan kabar dari Bang Agam. Kami tiba setelah mengebut di jalanan dengan perasaan tidak karuan. Di depan pagar, aku terdiam untuk sesaat. Rumah mewah yang dibeli oleh Bang Agam kini ramai dengan orang-orang. Mereka berduyun-duyun masuk, sibuk berbicara tentang ibu mertua yang meninggal di rumah sakit. “Sudah tiga hari di rumah sakit, katanya sejak ngerebut rumah ini dari anak mantunya, tiap malam seperti didatengin setan, Bu. Tidak bisa tidur, malah teriak-teriak kayak kerasukan.” Dua perempuan yang dulu menjadi teman karib ibu mertuaku saling berbisik. “Azab kali, Bu. Duh, saya juga sudah denger dari Bu RT. Selama ini Ima dan Agam difitnah, mereka diperlakukan seperti sapi perah, sampe akhirnya Agam yang minta keluar dari rumah ini. Terus, malah bawa anak keduanya ke sini!” “Betul, Bu. Saya juga dengar. Nauzubillah banget ternyata kelakuannya. Saya kira semua omongann

  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 39: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 39: Membalas Mertua dan Suamiku “Agam!”“Aku minta maaf, Ibu. Aku minta maaf sekali,” lirih Bang Agam. Pria itu memejamkan kedua mata. Dari tempatku berdiri, terlihat penyesalan dan rasa sedih yang begitu dalam, bahkan urat tebal muncul di bawah pelipisnya.Pada akhirnya, hubungan kami jadi semakin rumit. Semua cara yang aku lakukan di masa lalu, termasuk membalas kelakuan Ibu mertua dan menyadarkan Bang Agam tidak membuahkan banyak hasil.“Agam, kamu mau tinggal di mana kalau bukan di rumah itu?” cegah Ibu mertua seraya menarik lengan Bang Agam.Suamiku tidak menjawab. Bibirnya hanya diam, terkatub terlalu rapat.“Bang, kita ....”“Kita bereskan barang, Dek. Bawa semua baju, tas, sepatu, riasan, milikmu, milikku, milik Qais, juga beberapa bungkus

  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 38: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 38: Membalas Mertua dan SuamikuKami tiba di rumah Pak RT beberapa menit kemudian. Bang Agam bahkan tidak sempat berganti pakaian olahraganya hanya untuk mengecek keadaan ibu mertua yang diisukan sudah ada di kota.“Bang, yakin sudah antar Ibu ke desa?” tanyaku dengan suara berbisik.Aku turun dari boncengan motor, kemudian membawa Qais bersamaku. Bang Agam juga memarkirkan motornya agar tidak menghalanginya jalan keluar masuk di rumah Pak RT.“Iya, Dek. Aku juga memberi Ibu uang saku. Tidak mungkin aku membuat Ibu menderita dengan meninggalkannya di jalanan,” balas Bang Agam dengan mata yang membulat.Jika dia saja sekaget ini, aku yakin benar kalau ucapannya tidaklah dusta. Sepertinya, memang ada yang dilakukan oleh ibu mertua usai Bang Agam kembali ke kota semalam.“Kita masuk dulu dan tem

  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 37: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 37: Membalas Mertua dan SuamikuBang Agam tidak gentar meski terus mendengar penolakan. Pria itu sudah mengambil keputusan tegas untuk membawa pulang Ibu dan keluarga Iqmal ke desa.Saat Ibu mertua terus memohon supaya Bang Agam melunak, pria itu malah menelepon taksi agar menjemput sampai ke rumah. Dia menelepon dua taksi, satu untuk keluarga ibu mertua, satunya lagi untuk adikku.“Gam, Ibu enggak mau pulang ke desa. Ibu mau di sini sama kamu,” rintih ibu mertua lagi. Perempuan itu memeluk lengan Bang Agam sekuat mungkin.Sejujurnya, aku terenyuh melihat ibu mertua sampai menangis. Perempuan itu memang sering kali membuat diriku kesal di rumah ini, tapi memaksa mereka kembali di malam hari juga kurang bijak menurutku.Di saat yang bersamaan, aku juga tidak bisa menentang Bang Agam. Pria itu menetapkan keputusan bukan tanpa alasan

  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 36: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 36: Membalas Mertua dan SuamikuBegitulah semuanya selesai. Ibu mertua dan keluarganya yang menghadapi rasa malu jadi enggan beradu tatap denganku. Mereka juga tidak mau makan malam di meja yang sama, malah membawa makanan dan menghabiskannya di kamar bersama-sama.Aku juga tidak memaksa, membiarkan mereka melakukan apa yang mereka suka hingga Bang Agam kembali ke rumah ini. Jangan sampai duniaku yang nyaman dibolak-balik oleh mereka sekali lagi.“Kak, sampai kapan keluarga Bang Agam di sini?” Adikku berujar dengan suara lebih rendah. “Kemarin cuma Ibunya Bang Agam yang tinggal di sini, sekarang semuanya pindah ke sini?”Dia mengusaikan makan malamnya. Pria itu mencuci piring yang dipakai di wastafel lalu menyimpannya kembali di rak piring. Sungguh, aku tidak menduga jika pria muda itu akan punya sikap seperti ini.&ld

  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 35: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 35: Membalas Mertua dan Suamiku “Ya Allah, aku enggak mimpi, kan?” lirihku.Sosok di depanku ini, kenapa dia ada di sini? Kami dipisahkan oleh benua, lautan, dan darat yang sangat luas. Lantas, kenapa tiba-tiba dia ada di rumahku? Tidak ada kabar soal kepulangannya yang selama ini masih menjadi misteri bagiku. Anak ini, dia memilih menetap di negeri orang karena kecewa dengan keputusanku yang tetap memilih untuk menikahi Bang Agam dulu.“Kak Ima, kenapa nangis, sih?” balasnya. Pria itu tidak melirik diriku meski aku yang berbicara dengannya. “Kamu kenapa di sini, Dek?”“Aku pulang, memangnya kenapa lagi?” Pria muda itu masih menatap Qais lebih dalam. Dia juga mengusap pipi gembul anak lelaki itu sebelum kemudian berdiri tegak seperti semula. “Kakak mau ke mana? Bang Agam mana?” tanyanya seray

  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 34: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 34: Membalas Mertua dan Suamiku“Kamu mau ke mana, Gam?” Ibu mertuaku berseru keras saat Bang Agam keluar dari kamar dengan sebuah koper berukuran sedang.Aku di belakangnya hanya diam, memegang tangan Qais yang masih berusaha beradaptasi dengan lingkungan yang riuh ini. Tidak berbicara, juga tidak menolehkan muka. Biar Bang Agam saja yang mengurusi keluarganya.“Bu, hari ini aku harus ke Jakarta. Setelah pulang, nanti aku antar Ibu dan Iqmal ke desa!” sahut suamiku sembari menatap perempuan yang sudah melahirkannya itu.Bang Agam menggulung lengan kemeja hitamnya. Dia masih menunggu respon dari ibu mertua yang seperti sedang berpikir keras.“Kapan pulangnya?” Ibu mertuaku bertanya lagi. Perempuan yang memakai daster bermotif daun talas itu melenggang ke depan, dia mulai menghampiri Bang Agam dengan ekspresi riang yang tidak kumengerti alasan

  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 33: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 33: Membalas Mertua dan Suamiku“Tidak perlu sekeras itu dengan adik iparmu, Gam. Kami itu keluargamu, bukan pengemis.” Ibu mertua menyahut. Beliau muncul, berdiri di sampingku dengan wajah penuh kekesalan.Bang Agam terlihat menghela napas, pundaknya naik, kemudian turun. Pria itu tidak berbalik, malah merebahkan tubuhnya di ranjang tepat di sebelah Qais dengan posisi tertelungkup. Sudah tidak ada lagi perkataan dan omelan yang didengarnya, pria itu menutup kepala dengan bantal dan menekannya sekuat mungkin.Ibu mertua langsung mencebik melihat Bang Agam begitu.“Sari, keluarlah! Bang Agam mau tidur,” pintaku seraya menarik tangan Sari yang seperti tidak peka dengan keadaan. Entah siapa yang salah sekarang, semuanya jadi rumit dan panas. Bang Agam juga terlihat tidak nyaman hingga terus meninggikan suara.

  • Membalas Mertua dan Suamiku   Bab 32: Membalas Mertua dan Suamiku

    Bab 32: Membalas Mertua dan SuamikuKriet ...Aku membuka pintu meski Bang Agam belum membalas pesan. Mengurusi tamu yang datang tanpa diundang itu jauh lebih penting, dari pada kami jadi tontonan tetangga karena kegaduhan yang terus terjadi.“Ima, buka pintu saja lama banget! Kamu mau kami kram berdiri di luar seperti orang bodoh?” Segera, omelan menjadi pembuka pertemuan kami kembali setelah sekian lama.Di hadapanku, perempuan yang kupanggil ibu mertua itu berdiri dengan berkacak pinggang. Ekspresinya tidak ramah, jelas dia kesal. Begitu pula dengan anak dan menantu, hanya dua cucunya yang tersenyum padaku.“Iya, Bu. Da-dari mana, Bu?” balasku masih mencoba mengontrol diri.Ini adalah pertemuan kami setelah sekian lama, jelas aku terkejut. Ibu mertua pergi dengan Iqmal sekeluarga, hilang bak ditelan bumi. Tiba-tiba saja me

DMCA.com Protection Status