Lili merasa takut. Ia lalu mendekati Wandi dan berusaha berdiri di sisinya, ia tidak ingin jauh-jauh dari Wandi. Tangan Lili ia kepalkan di depan dadanya.
“Lebih baik kita pergi dari sini. Aku tidak ingin diseruduk babi hutan atau diserang kawanan beruk,”
ucap Lili ketakutan.Wandi lalu kembali menarik tangan Lili dan membawanya keluar dari hutan dengan langkah yang cepat. Wajahnya masih terus tenang, yang dia khawatirkan hanyalah Lili. Ia tidak ingin melibatkan Lili dalam kegiatan rahasianya itu.
“Dasar bodoh! Itu bukan babi hutan atau beruk. Itu adalah orang,”
ucap Wandi sambil berjalan menarik Lili.“Hah? Bagaimana kalau kita dirampok!”
ucap Lili yang semakin panik.“Harusnya tadi kamu tidak perlu mengikutiku! Bicaramu yang cerewet itu yang membuat kehadiran kita diketahui orang,”
ucap Wandi.Langkah mereka berhenti di depan lepas pantai. Lili melepaskan pegangan tangan W
“Lili.. Elu dari mana aja? Kok pulang bareng Bang Arif?” tanya Riris yang sedang menyapu halaman.“Aku habis jogging, Ris. Kebetulan ketemu dengan Bang Arif tadi. Wandi juga tadi..”ucap Lili yang lalu ragu-ragu untuk meneruskan ucapannya.“Wandi? Sama Wandi juga?” tanya Riris yang tercengang dan langsung menghentikan aktivitasnya menyeret sapu lidi.“Emh.. Aku ke belakang dulu, Ris. Kebelet. Hehe..”ucap Lili yang mengindar dari pertanyaan Riris.“Harusnya aku ga perlu cerita ke siapapun soal aku dan Wandi tadi. Kenapa bisa keceplosan sih,” gumam Lili yang sedang berjalan menuju kamar mandi.Tiba-tiba, ponsel Lili berdering. Ia tidak jadi masuk ke dalam kamar mandi. Ia pun segera menjawab panggilan telepon itu.“Li! Balik Li! Tolong aku!”ucap Wandi dengan suara parau yang seakan sedang menahan rasa sakit.Dengan cepat Lili berlar
Lili dan kedua nelayan itu berbicara di tempat yang agak berjauhan dengan Wandi. Lili bermaksud agar Wandi bisa bersikap tenang dan tidak perlu mendengarkan percakapan itu.Lili lalu berterima kasih atas bantuan kedua nelayan itu dan mereka pun meninggalkan Lili dan Wandi. Lalu, Lili kembali mendekat kepada Wandi.Lili memandangi Wandi dengan wajah yang lembut. Ia menghawatirkan keadaan Wandi. Ia melekatkan telapak tangannya di atas dahi Wandi, memastikan suhu tubuh Wandi. Wandi menatapnya dengan dalam.“Terima kasih, Lili,”ucap Wandi dengan suara yang lembut. Lili menjawabnya dengan sebuah senyuman. Wandi pun membalas senyuman itu.Lili duduk di sisi Wandi dengan memeluk lututnya. Ia memandang deburan ombak laut. Ia menunggui Wandi yang sedang berbaring memulihkan tenaganya yang sejak tadi terkuras.“Apa yang terjadi?”tanya Lili kepada Wandi.“Maksudmu?”tanya Wandi.“Kenapa
Matahari semakin meninggi, sudah saatnya makan siang diantarkan oleh petugas ketring kepada para peserta KKN di Pulau Pahawang itu. Ada yang berbeda dengan makan siang hari ini.Biasanya makan siang dilakukan di masing-masing penginapan. Penginapan peserta perempuan dan penginapan peserta laki-laki. Siang ini makan siang dilakukan bersama di halaman rumah penginapan peserta perempuan.Di sana terbentang rumput hijau yang terbentang bagaikan karpet. Suasana memang terik, namun pepohonan yang memagari halaman benar-benar membuat halaman menjadi sejuk.Semua peserta KKN membaur satu sama lain. Mereka mengobrol menurut kegemaran masing-masing. Ronco dan Ridwan mengobrol tentang acara olahraga kesukaan mereka, dan disana Riris turut menyimak.Amy dan Rianty membicarakan tentang hobi mereka khusus wanita. Sedangkan, Wandi dan Lili berdua, bercerita-cerita random namun terlihat seri.Tidak biasanya Wandi bersifat begitu cair seperti ini. Biasanya ia hanya
“Biar aku aja,” ucap Lili kepada Rianty yang akan memberikan minuman itu kepada peserta laki-laki.Riris meliriknya dengan mata curiga.“Pasti khusus untuk Wandi akan dibuat spesial deh,” gerutu Riris membatin.Lili lalu membawakan minuman itu kepada Ronco dan Ridwan. Sedangkan untuk Wandi, ia menyisihkan es batu dari dalam gelas minumannya dan terlebih dahulu menaruhnya di bawah terik matahari di dekatnya.“Itu apaan?” tanya Wandi.“Es buah,” ucap Lili yang tidak menunjukkannya kepada Wandi.Wandi pun tersenyum kepada Lili. Ia senang Lili sudah paham dengan keadaannya. Wandi berpikiran, Lili adalah orang yang dapat diandalkannya sekarang.Beberapa waktu pun berlalu. Wandi sudah bisa menyantas minuman segar yanng sudah tidak terlalu dingin itu. Sedangkan yang lain sudah selesai menghabiskannya, dan beberapa ada yang meminta tambah untuk diisikan kembali gelasnya dengan minuman itu.
Waktu berganti sore. Tiba saatnya Pak Pitoyo untuk kembali dengan kapal yang sudah menantinya di dermaga. Ini sudah pukul 16.30, di mana kapal terakhir akan menyeberang dari Pulau Pahawang menuju Dermaga Ketapang di Pesawaran, Lampung.Seluruh peserta KKN mengantar Pak Pitoyo hingga dermaga kecil di Pulau Pahawang ini menggunakan motor pinjaman masing-masing. Pak Pitoyo pun berpamitan dan ia pun pergi berlayar.“Akhirnya tuntas juga salah satu kegiatan kita pada hari ini,” ucap Ridwan lalu menghela napas panjang.Ridwan yang tadinya membonceng Pak Potoyo di motornya kini tidak punya tumpangan. Ia pun menawari Lili untuk naik di motor yang ia bawa.“Ayo lah, Lik. Daripada elu sama Amy? Mending Amy naik motornya sendiri, soalnya kasihan motornya,” ucap Ridwan.“Eh, anak Nenek Gayung! Maksud lo apa? Mau ngatain badan gua gitu?” protes Amy.“Udah, sabar, Mik, sabar,” ucap Lili sembari mengelus-elus
“Bukan itu maksudku. Jadi sebenarnya kamu suka ga sama Wandi?” tanya Ridwan.“Apaan sih kamu Wan? Jangan aneh-aneh nanyanya!” ucap Lili.“Jadi ga suka ya? Huh.. Untunglah,” ucap Ridwan.“Untung kenapa memangnya?” tanya Lili.Belum sempat Ridwan menjawab pertanyaan Lili, mereka pun sampai di penginapan. Teman-teman mereka pun telah tiba dan mereka saling berkumpul dan hendak mengembalikan motor penduduk yang mereka pinjam.“Sebenarnya aku suka sama kamu, Li,” ucap Ridwan membatin sambil mencuri-curi pandang dengan Lili. Lili menangkap curi-curi pandang itu, lalu Ridwan berpura-pura sibuk dengan motornya dan hendak mengobrol dengan orang lain.Sore hari sudah semakin hampir gelap. Mereka pun membersihkan diri dan ada yang membenahi seisi rumah.Lili dan Riris sedang berada di ruang tengah penginapan mereka. Lili sedang mengelap meja dan perabotan, sedangkan Riris menyapu
Hari berganti malam. Suasana malam di desa terasa sepi, ketika orang-orang beristirahat dan para nelayan sudah ada di laut dengan lampu-lampu minyak yang tampak mengapung-ngapung dari kejauhan. “Kebakaraaan..!”sayup terdengar suara teriakan beberapa orang dari kejauhan. TOK TOK TOK...“Bang.. Bang..”panggil seorang remaja dari luar tempat tinggal Ronco, Ridwan dan Wandi. NGIIIIK...muncul Ridwan di pintu sambil menggosok-gosok matanya. “Ada apa?”tanya Ridwan. “Ada kebakaran!”jawab remaja itu panik. “Hah?”Mata Wandi yang baru saja terbuka tiba-tiba terbelalak setelah mendengar perkataan remaja di luar kamarnya. “Coh! Coh! Kebakaran Coh!”ucap Wandi sambil mengguncang-guncang tubuh Ronco. Mereka pun segera bergegas mendatangi lokasi kebakaran bersama remaja laki-laki itu, salah seorang penduduk asli. Kepulan asap pekat menjulang disorot oleh kobar api di bawahnya. Malam men
Beberapa waktu kemudian di balai desa...“Wandi mana?” tanya Riris.“Entah. Sejak gua bangun tidur dia udah kaga ada. Pas gua ngejapri, dia bilang lagi ada urusan sama kenalannya terkait kebakaran semalam,” jelas Ridwan.**Sementara di saat yang sama, Wandi sedang bersama dengan Asisten Asmi di hotel Novotel Bandarlampung. Wandi sedang membicarakan hal yang cukup serius dengan asistennya itu sambil memperhatikan apa yang ada di layar leptopnya.**Semalam, seusai memadamkan api, Wandi dan Ridwan serta Ronco kembali ke penginapan. Namun, setelah Ridwan dan Ronco tertidur pulas, Wandi diam-diam pergi dijemput oleh Asisten Azmi yang datang dengan speedboat. Wandi bermaksud untuk segera menyidik kasus kebakaran di lokasi wisata mitra perusahaannya itu. Dengan cekatan Wandi pun dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan kemudian melaporkan hal ini kepada CEO. Karena it
Malam pun tiba. Peserta KKN sudah tertidur pulas. “Uhuk.. Uhuk... Hah!” “Keebaakaaraan!” “Tolooong! Toloong!” “Emmy bangun Mik!” “Ayo kita keluar!” Rianty, Lili, Riris dan Emmy pun berhasil keluar dari penginapan mereka yang terbakar setelah melewati kobaran api yang sempat mengurung mereka. Tangan Emmy terlukan karena mencoba menahan kayu yang tiba-tiba jatuh karena terbakar. Sedangkan Riris lemas dan hampir kesulitan bernapas. Demikian pula dengan penginapan Ronco, Wandi dan Ridwan. Penginapan mereka juga terbakar. Untungnya tidak ada korban jiwa di sana. Ronco dan remaja yang menginap untuk bermain playstation di sana ikut terluka. Kejadian malam itu begitu menghebohkan warga setempat. ** Hari pun berlalu. Peserta KKN dipulangkan karena panitia KKN tidak ingin mengambil resiko lebih jauh atas keselamatan para mahasiswa itu. Pihak universitas pun bertanggungjawab pada perawatan kesehatan para peserta KKN yang menjadi korban kebakaran. * Sekembali para peserta KKN
Waktu istirahat siang pun tiba. Setelah membersihkan diri, para peserta KKN pun makan siang bersama di halaman penginapan Ronco, Ridwan dan Wandi.Lili duduk di dekat Wandi. Wandi tampak tidak mengacuhkannya, namun ketika Ronco mengajak ngobrol Wandi, dengan riangnya Wandi berbalas ucapan dengan Ronco, juga teman-teman lainnya.Lili nampak murung. Ia tidak mengerti dengan sosok yang disukainya itu.“Apakah Wandi sudah memperdayaiku? Dia memang memperdayaiku, sepertinya. Karena dia dengan mudah bisa mencium perempuan, lalu tiba-tiba menyukainya,” batin Lili.TIIING...“Apa kabar?” Lili mengirim chat ke ponsel Wandi. Wandi membukanya, namun menaruhnya kembali tanpa membalas pesan Lili itu. Lalu, ia melirik Lili sebentar dan mengalihkan pandangannya kembali.TIIING...“Ada apa?” Lili kembali mengirim pesan ke ponsel Wandi, namun kali ini ia tidak merespon notifikasi di ponselnya itu.Mata Lili berkaca, ia sudah tak sanggup lagi menahan kekecewaannya. Ia pun pergi, kemudian Rianty
Wandi lalu bergantian memandangi tiga orang yang berpenampilan sebagai nelayang yang baru saja menolongnya itu. Ia sedikit banyaknya mampu mengenali masyarakat nelayan asli pulau ini, dan ia tidak mengenali mereka.
Beberapa waktu kemudian di balai desa. Para peserta KKN berkumpul untuk membicarakan program KKN mereka.“Jadi ide apa Wan yang katanya tadi mau lu sampein ke kita-kita di sini?” ta
Hari ini benar-benar di luar dugaan. Wandi telah berhasil mengungkapkan perasaannya dan Lili mampu mengorek sedikit informasi yang dibutuhkan Wandi untuk penyelidikan kasus perusakan lingkungan di lokasi KKN. Informasi yang cukup penting.Wandi dan Lili masih duduk bersama di atas akar banir kering itu, tiba-tiba.KRAAK.. SRUUK SRUUK...Terdengar ranting patah dan belukar di sekitar sumber suara itu bergerak.“Hei! Siapaaa ituu...?” teriak Wandi.“Sepertinya ada orang di sana!” ucap Wandi pelan kepada Lili. Lili ikut memperhatikan dengan seksama, namun mereka tidak menemukan siapapun di balik belukar itu.Itu sebenarnya adalah Arif yang diam-diam memperhatikan mereka. Bersamaan dengan suara-suara tadi Arif telah dengan cepat meninggalkan tempat itu. Arif meninggalkan mereka
Flash back, kembali pada saat para peserta KKN mengantar dosen koordinator yang mengunjungi mereka hingga ke dermaga pulau. Lili kembali ke penginapan usai pengantaran dosen ke dermaga, ia berboncengan motor dengan Ridwan. Lili mengangkap sekelibatan sosok dua orang yang tampak mencurigakan. Kedua orang yang tak dikenal itu tampak mengendap-endap dan sesekali meihat ke sekeliling. Mereka tampak berjalan di atas akar-akar banir mangove Rhizophora yang panjang-panjang. Akar-akar itu seperti cakar-cakar burung besar yang bercokol mantap di atas daratan belumpur di tepian pulau. Hutan mangrove memang cukup tebal di tepian pulau ini. Untuk itu perlu bekerja keras untuk berjalan di atasnya. “Apa yang dilakukan mereka di sana?” batin Lili melihat mereka saat lewat dengan motor. “Apakah mencari kepiting? Mencari kepiting tapi kok celingukan begitu? Jangan-jangan mereka mau mencuri kayu mangrove?” batin Lili kembali.
“Duduk dulu aja sini. Ngomong-ngomong kamu haus ga? Panas banget ya,” ucap Wandi.Lili lalu duduk di akar banir yang memanjang terhubung dengan akar banir yang Wandi duduki.Setelah Lili duduk, Wandi justru berdiri.“Tunggu di sini sebentar,” ucap Wandi.Wandi pun pergi kemudian kembali dengan membawa dua buah botol minuman teh kemasan. Ia memberikan sebotol kepada Lili lalu membuka botol miliknya dan meminum bagiannya.“Biasanya untuk menenangkan orang yang diintrogasi, orang itu diberikan teh untuk menenangkan pikirannya. Semoga cara ini berhasil. Semoga Lili bisa memberiku informasi lebih rinci,” batin Wandi.Wandi menatap dalam-dalam mata Lili.Lili lalu menyengir lemas kepada Wandi.“Kamu nungguin aku bicara? Astaga, aku ga inget apapun lagi Wandi. Mungkin bukan ga ingat tapi memang ga tahu, sebatas itu doang yang aku lihat,” ucap Lili.&ldq
Beberapa waktu kemudian di Pulau Pahawang.“Elu, Wandi. Kemana aja sih lu? Tuh, lihat tempat kita udah rame tuh. Para konglomerat itu ujug-ujug dateng aja mereka,” ucap Ronco.Masyarakat setempat dan para peserta KKN berdiri-berdiri di pantai yang dijaga para petugas keamanan sehingga menghalangi mereka berlalu lalang. Aktivitas para direktur itu menjadi semacam tontonan bagi masyarakat setempat. Terlebih ketika helikopter mendarat di sebuah lapangan di sana. Suara riuh anak-anak girang menyambutnya, walaupun masih kalah dengan suara baling-baling helikopter.“Iya, saya ada urusan aja tadi. Tadi saya...”belum usai Wandi berbicara, Ridwan pun memotong.“Jangan bilang semua ini ada hubungannya dengan kepergian lu semalem? Kenalan lu yang elu maksud itu mereka kan?” tebak Ridwan.“Nanti saya jelasin ya, yang penting semuanya harus dengerin saya, percayain semuany
Beberapa waktu kemudian di balai desa...“Wandi mana?” tanya Riris.“Entah. Sejak gua bangun tidur dia udah kaga ada. Pas gua ngejapri, dia bilang lagi ada urusan sama kenalannya terkait kebakaran semalam,” jelas Ridwan.**Sementara di saat yang sama, Wandi sedang bersama dengan Asisten Asmi di hotel Novotel Bandarlampung. Wandi sedang membicarakan hal yang cukup serius dengan asistennya itu sambil memperhatikan apa yang ada di layar leptopnya.**Semalam, seusai memadamkan api, Wandi dan Ridwan serta Ronco kembali ke penginapan. Namun, setelah Ridwan dan Ronco tertidur pulas, Wandi diam-diam pergi dijemput oleh Asisten Azmi yang datang dengan speedboat. Wandi bermaksud untuk segera menyidik kasus kebakaran di lokasi wisata mitra perusahaannya itu. Dengan cekatan Wandi pun dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan kemudian melaporkan hal ini kepada CEO. Karena it