Lili dan kedua nelayan itu berbicara di tempat yang agak berjauhan dengan Wandi. Lili bermaksud agar Wandi bisa bersikap tenang dan tidak perlu mendengarkan percakapan itu.
Lili lalu berterima kasih atas bantuan kedua nelayan itu dan mereka pun meninggalkan Lili dan Wandi. Lalu, Lili kembali mendekat kepada Wandi.
Lili memandangi Wandi dengan wajah yang lembut. Ia menghawatirkan keadaan Wandi. Ia melekatkan telapak tangannya di atas dahi Wandi, memastikan suhu tubuh Wandi. Wandi menatapnya dengan dalam.
“Terima kasih, Lili,”
ucap Wandi dengan suara yang lembut. Lili menjawabnya dengan sebuah senyuman. Wandi pun membalas senyuman itu.Lili duduk di sisi Wandi dengan memeluk lututnya. Ia memandang deburan ombak laut. Ia menunggui Wandi yang sedang berbaring memulihkan tenaganya yang sejak tadi terkuras.
“Apa yang terjadi?”
tanya Lili kepada Wandi.“Maksudmu?”
tanya Wandi.“Kenapa
Matahari semakin meninggi, sudah saatnya makan siang diantarkan oleh petugas ketring kepada para peserta KKN di Pulau Pahawang itu. Ada yang berbeda dengan makan siang hari ini.Biasanya makan siang dilakukan di masing-masing penginapan. Penginapan peserta perempuan dan penginapan peserta laki-laki. Siang ini makan siang dilakukan bersama di halaman rumah penginapan peserta perempuan.Di sana terbentang rumput hijau yang terbentang bagaikan karpet. Suasana memang terik, namun pepohonan yang memagari halaman benar-benar membuat halaman menjadi sejuk.Semua peserta KKN membaur satu sama lain. Mereka mengobrol menurut kegemaran masing-masing. Ronco dan Ridwan mengobrol tentang acara olahraga kesukaan mereka, dan disana Riris turut menyimak.Amy dan Rianty membicarakan tentang hobi mereka khusus wanita. Sedangkan, Wandi dan Lili berdua, bercerita-cerita random namun terlihat seri.Tidak biasanya Wandi bersifat begitu cair seperti ini. Biasanya ia hanya
“Biar aku aja,” ucap Lili kepada Rianty yang akan memberikan minuman itu kepada peserta laki-laki.Riris meliriknya dengan mata curiga.“Pasti khusus untuk Wandi akan dibuat spesial deh,” gerutu Riris membatin.Lili lalu membawakan minuman itu kepada Ronco dan Ridwan. Sedangkan untuk Wandi, ia menyisihkan es batu dari dalam gelas minumannya dan terlebih dahulu menaruhnya di bawah terik matahari di dekatnya.“Itu apaan?” tanya Wandi.“Es buah,” ucap Lili yang tidak menunjukkannya kepada Wandi.Wandi pun tersenyum kepada Lili. Ia senang Lili sudah paham dengan keadaannya. Wandi berpikiran, Lili adalah orang yang dapat diandalkannya sekarang.Beberapa waktu pun berlalu. Wandi sudah bisa menyantas minuman segar yanng sudah tidak terlalu dingin itu. Sedangkan yang lain sudah selesai menghabiskannya, dan beberapa ada yang meminta tambah untuk diisikan kembali gelasnya dengan minuman itu.
Waktu berganti sore. Tiba saatnya Pak Pitoyo untuk kembali dengan kapal yang sudah menantinya di dermaga. Ini sudah pukul 16.30, di mana kapal terakhir akan menyeberang dari Pulau Pahawang menuju Dermaga Ketapang di Pesawaran, Lampung.Seluruh peserta KKN mengantar Pak Pitoyo hingga dermaga kecil di Pulau Pahawang ini menggunakan motor pinjaman masing-masing. Pak Pitoyo pun berpamitan dan ia pun pergi berlayar.“Akhirnya tuntas juga salah satu kegiatan kita pada hari ini,” ucap Ridwan lalu menghela napas panjang.Ridwan yang tadinya membonceng Pak Potoyo di motornya kini tidak punya tumpangan. Ia pun menawari Lili untuk naik di motor yang ia bawa.“Ayo lah, Lik. Daripada elu sama Amy? Mending Amy naik motornya sendiri, soalnya kasihan motornya,” ucap Ridwan.“Eh, anak Nenek Gayung! Maksud lo apa? Mau ngatain badan gua gitu?” protes Amy.“Udah, sabar, Mik, sabar,” ucap Lili sembari mengelus-elus
“Bukan itu maksudku. Jadi sebenarnya kamu suka ga sama Wandi?” tanya Ridwan.“Apaan sih kamu Wan? Jangan aneh-aneh nanyanya!” ucap Lili.“Jadi ga suka ya? Huh.. Untunglah,” ucap Ridwan.“Untung kenapa memangnya?” tanya Lili.Belum sempat Ridwan menjawab pertanyaan Lili, mereka pun sampai di penginapan. Teman-teman mereka pun telah tiba dan mereka saling berkumpul dan hendak mengembalikan motor penduduk yang mereka pinjam.“Sebenarnya aku suka sama kamu, Li,” ucap Ridwan membatin sambil mencuri-curi pandang dengan Lili. Lili menangkap curi-curi pandang itu, lalu Ridwan berpura-pura sibuk dengan motornya dan hendak mengobrol dengan orang lain.Sore hari sudah semakin hampir gelap. Mereka pun membersihkan diri dan ada yang membenahi seisi rumah.Lili dan Riris sedang berada di ruang tengah penginapan mereka. Lili sedang mengelap meja dan perabotan, sedangkan Riris menyapu
Hari berganti malam. Suasana malam di desa terasa sepi, ketika orang-orang beristirahat dan para nelayan sudah ada di laut dengan lampu-lampu minyak yang tampak mengapung-ngapung dari kejauhan. “Kebakaraaan..!”sayup terdengar suara teriakan beberapa orang dari kejauhan. TOK TOK TOK...“Bang.. Bang..”panggil seorang remaja dari luar tempat tinggal Ronco, Ridwan dan Wandi. NGIIIIK...muncul Ridwan di pintu sambil menggosok-gosok matanya. “Ada apa?”tanya Ridwan. “Ada kebakaran!”jawab remaja itu panik. “Hah?”Mata Wandi yang baru saja terbuka tiba-tiba terbelalak setelah mendengar perkataan remaja di luar kamarnya. “Coh! Coh! Kebakaran Coh!”ucap Wandi sambil mengguncang-guncang tubuh Ronco. Mereka pun segera bergegas mendatangi lokasi kebakaran bersama remaja laki-laki itu, salah seorang penduduk asli. Kepulan asap pekat menjulang disorot oleh kobar api di bawahnya. Malam men
Beberapa waktu kemudian di balai desa...“Wandi mana?” tanya Riris.“Entah. Sejak gua bangun tidur dia udah kaga ada. Pas gua ngejapri, dia bilang lagi ada urusan sama kenalannya terkait kebakaran semalam,” jelas Ridwan.**Sementara di saat yang sama, Wandi sedang bersama dengan Asisten Asmi di hotel Novotel Bandarlampung. Wandi sedang membicarakan hal yang cukup serius dengan asistennya itu sambil memperhatikan apa yang ada di layar leptopnya.**Semalam, seusai memadamkan api, Wandi dan Ridwan serta Ronco kembali ke penginapan. Namun, setelah Ridwan dan Ronco tertidur pulas, Wandi diam-diam pergi dijemput oleh Asisten Azmi yang datang dengan speedboat. Wandi bermaksud untuk segera menyidik kasus kebakaran di lokasi wisata mitra perusahaannya itu. Dengan cekatan Wandi pun dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan kemudian melaporkan hal ini kepada CEO. Karena it
Beberapa waktu kemudian di Pulau Pahawang.“Elu, Wandi. Kemana aja sih lu? Tuh, lihat tempat kita udah rame tuh. Para konglomerat itu ujug-ujug dateng aja mereka,” ucap Ronco.Masyarakat setempat dan para peserta KKN berdiri-berdiri di pantai yang dijaga para petugas keamanan sehingga menghalangi mereka berlalu lalang. Aktivitas para direktur itu menjadi semacam tontonan bagi masyarakat setempat. Terlebih ketika helikopter mendarat di sebuah lapangan di sana. Suara riuh anak-anak girang menyambutnya, walaupun masih kalah dengan suara baling-baling helikopter.“Iya, saya ada urusan aja tadi. Tadi saya...”belum usai Wandi berbicara, Ridwan pun memotong.“Jangan bilang semua ini ada hubungannya dengan kepergian lu semalem? Kenalan lu yang elu maksud itu mereka kan?” tebak Ridwan.“Nanti saya jelasin ya, yang penting semuanya harus dengerin saya, percayain semuany
“Duduk dulu aja sini. Ngomong-ngomong kamu haus ga? Panas banget ya,” ucap Wandi.Lili lalu duduk di akar banir yang memanjang terhubung dengan akar banir yang Wandi duduki.Setelah Lili duduk, Wandi justru berdiri.“Tunggu di sini sebentar,” ucap Wandi.Wandi pun pergi kemudian kembali dengan membawa dua buah botol minuman teh kemasan. Ia memberikan sebotol kepada Lili lalu membuka botol miliknya dan meminum bagiannya.“Biasanya untuk menenangkan orang yang diintrogasi, orang itu diberikan teh untuk menenangkan pikirannya. Semoga cara ini berhasil. Semoga Lili bisa memberiku informasi lebih rinci,” batin Wandi.Wandi menatap dalam-dalam mata Lili.Lili lalu menyengir lemas kepada Wandi.“Kamu nungguin aku bicara? Astaga, aku ga inget apapun lagi Wandi. Mungkin bukan ga ingat tapi memang ga tahu, sebatas itu doang yang aku lihat,” ucap Lili.&ldq