Kegiatan peragaan kemudian akhirnya selesai. Kini saatnya para siswa memeraktekkan langsung teori yang sudah mereka pelajari tadi. Para siswa dibagikan sikat gigi dan pasta gigi berukuran mini serta gelas plastik. Di beberapa tempat sudah disediakan tampat cuci tangan dan mengambil air untuk berkumur. Para siswa berbaris bergantian menggunakannya.
Ialah galon-galon berisi air bersih yang di bawahnya sudah terpasang katup keran. Di samping galon itu tersedia sabun cair yang kemasannya hanya tinggal ditekan untuk mengeluarkan sedikit sabun.
“Ketua! Kamu tuh ya, bisa-bisanya narik aku buat ikutan maju,”
protes Lili kepada Ridwan sambil memperhatikan para siswa melakukan aktivitasnya.“Ya biar seru aja, Kakak Cantik!”
ucap Ridwan.“Heh! Tapi itu ga ada di briefing tahu!”
ucap Lili seraya menepuk lengan Ridwan.“Duh! Galaknya! Sakit tahu! Aku kasih tahu anak-anak loh nanti kalau Kakak Cantik sekar
Malam hari ini begitu cerah. Ketujuh mahasiswa KKN di Pulau Pahawang melakukan makan malam di tepi pantai bersama-sama, tidak seperti malam-malam sebelumnya.Makan malam dengan beralaskan tikar yang melapisi langsung pasir putih di pantai, dengan hiasan langit yang ramai akan gemerlap bintang membuat semarak malam ini. Mereka berkumpul untuk merayakan dan melakukan evaluasi kegiatan.“Elo lihat ga tadi siang, muka Wandi belepotan semua sama sabun. Hahaha..”ucap Emmy dengan semangatnya bercerita kemada teman-teman.“Iya! Ga nyangka gua kalau di kelompok kita ini ada dua orang yang konyol. Pertama Ridwan, kedua Wandi, besok siapa lagi ya kira-kira?”ucap Rianti menimpali.“Iya. Setuju gua. Ridwan tu gua ingat banget, dia nyengir kaya gini terus gosok gigi kan. Itu gua rasa ada juga lah anak-anak yang takut sama Ridwan. Kok ya pede gitu dia nunjukin giginya yang gede-gede itu,”sambung Ronco.“
“Wan, terima kasih ya untuk hari ini,”ucap Lili. “Untuk hari ini? Di kegiatan di sekolah tadi?”ucap Ridwan. “Iya. Kamu udah ngajakin aku seru-seruan di depan anak-anak tadi. Awalnya sih aku malu, tapi setelah dijalani asik juga. Ga ada salahnya ternyata bersikap konyol itu. Hihihi,”ucap Lili dengan nada tenang kemudian diiringi dengan sedikit tawa kecil. “Iya. Aku juga senang. Justru aku yang terima kasih sama kamu, karena kamu udah nemenin aku pragaan di depan anak-anak tadi,”ucap Ridwan. “Tapi lain kali jangan cuma ngajak aku ya. Ajak yang lain juga,”ucap Lili. “Yah, aku kan maunya cuma sama kamu doang,”protes Ridwan. “Ya tapi kan..”ucap Lili ragu-ragu tanpa menyelesaikan ucapannya. “Kamu malu ya kalau kita tampil berdua?”tanya Ridwan. “Emh.. anu.. hihi..”ucap Lili ragu-ragu. “Apa karena Wandi?”tanya Ridwan. “Wandi? Ada apa dengan dia?”tanya balik Lili.
Suatu pagi pukul 6.10.Lili keluar untuk jogging di pantai. Ia lari sendirian menyusuri pantai. Pagi itu udara begitu segar ia rasakan. Udara masih sejuk dan basah.Langkah Lili lalu terhenti di sebuah perbatasan areal terlarang. Daerah pantai disekat oleh pagar kayu tinggi-tinggi, sehingga tidak sembarang orang bisa masuk ke dalamnya. Demikian pun daerah daratannya hingga ke hutan.Matahari baru saja terbit. Dari arah timur, Lili tiba-tiba melihat seseorang yang berdiri dan membentuk bayang siluet menutupi cahaya matahari. Sosok itu menggunakan celana pendek hijau gelap dan kemeja berwarna putih.Lili memandanginya penasaran. Orang itu lalu berbalik dan mengetahui kehadiran Lili. Dia ternyata adalah Wandi. Di lehernya ia mengalungkan tali yang menggantungkan kamera DSLR-nya.“Sejauh ini kamu mengikutiku?”ucap Wandi dari jarak yang sedikit jauh.“Hah! Ge Er! Siapa yang mengikutimu?”protes Lili.&ldquo
Lili merasa takut. Ia lalu mendekati Wandi dan berusaha berdiri di sisinya, ia tidak ingin jauh-jauh dari Wandi. Tangan Lili ia kepalkan di depan dadanya.“Lebih baik kita pergi dari sini. Aku tidak ingin diseruduk babi hutan atau diserang kawanan beruk,”ucap Lili ketakutan.Wandi lalu kembali menarik tangan Lili dan membawanya keluar dari hutan dengan langkah yang cepat. Wajahnya masih terus tenang, yang dia khawatirkan hanyalah Lili. Ia tidak ingin melibatkan Lili dalam kegiatan rahasianya itu.“Dasar bodoh! Itu bukan babi hutan atau beruk. Itu adalah orang,”ucap Wandi sambil berjalan menarik Lili.“Hah? Bagaimana kalau kita dirampok!”ucap Lili yang semakin panik.“Harusnya tadi kamu tidak perlu mengikutiku! Bicaramu yang cerewet itu yang membuat kehadiran kita diketahui orang,”ucap Wandi.Langkah mereka berhenti di depan lepas pantai. Lili melepaskan pegangan tangan W
“Lili.. Elu dari mana aja? Kok pulang bareng Bang Arif?” tanya Riris yang sedang menyapu halaman.“Aku habis jogging, Ris. Kebetulan ketemu dengan Bang Arif tadi. Wandi juga tadi..”ucap Lili yang lalu ragu-ragu untuk meneruskan ucapannya.“Wandi? Sama Wandi juga?” tanya Riris yang tercengang dan langsung menghentikan aktivitasnya menyeret sapu lidi.“Emh.. Aku ke belakang dulu, Ris. Kebelet. Hehe..”ucap Lili yang mengindar dari pertanyaan Riris.“Harusnya aku ga perlu cerita ke siapapun soal aku dan Wandi tadi. Kenapa bisa keceplosan sih,” gumam Lili yang sedang berjalan menuju kamar mandi.Tiba-tiba, ponsel Lili berdering. Ia tidak jadi masuk ke dalam kamar mandi. Ia pun segera menjawab panggilan telepon itu.“Li! Balik Li! Tolong aku!”ucap Wandi dengan suara parau yang seakan sedang menahan rasa sakit.Dengan cepat Lili berlar
Lili dan kedua nelayan itu berbicara di tempat yang agak berjauhan dengan Wandi. Lili bermaksud agar Wandi bisa bersikap tenang dan tidak perlu mendengarkan percakapan itu.Lili lalu berterima kasih atas bantuan kedua nelayan itu dan mereka pun meninggalkan Lili dan Wandi. Lalu, Lili kembali mendekat kepada Wandi.Lili memandangi Wandi dengan wajah yang lembut. Ia menghawatirkan keadaan Wandi. Ia melekatkan telapak tangannya di atas dahi Wandi, memastikan suhu tubuh Wandi. Wandi menatapnya dengan dalam.“Terima kasih, Lili,”ucap Wandi dengan suara yang lembut. Lili menjawabnya dengan sebuah senyuman. Wandi pun membalas senyuman itu.Lili duduk di sisi Wandi dengan memeluk lututnya. Ia memandang deburan ombak laut. Ia menunggui Wandi yang sedang berbaring memulihkan tenaganya yang sejak tadi terkuras.“Apa yang terjadi?”tanya Lili kepada Wandi.“Maksudmu?”tanya Wandi.“Kenapa
Matahari semakin meninggi, sudah saatnya makan siang diantarkan oleh petugas ketring kepada para peserta KKN di Pulau Pahawang itu. Ada yang berbeda dengan makan siang hari ini.Biasanya makan siang dilakukan di masing-masing penginapan. Penginapan peserta perempuan dan penginapan peserta laki-laki. Siang ini makan siang dilakukan bersama di halaman rumah penginapan peserta perempuan.Di sana terbentang rumput hijau yang terbentang bagaikan karpet. Suasana memang terik, namun pepohonan yang memagari halaman benar-benar membuat halaman menjadi sejuk.Semua peserta KKN membaur satu sama lain. Mereka mengobrol menurut kegemaran masing-masing. Ronco dan Ridwan mengobrol tentang acara olahraga kesukaan mereka, dan disana Riris turut menyimak.Amy dan Rianty membicarakan tentang hobi mereka khusus wanita. Sedangkan, Wandi dan Lili berdua, bercerita-cerita random namun terlihat seri.Tidak biasanya Wandi bersifat begitu cair seperti ini. Biasanya ia hanya
“Biar aku aja,” ucap Lili kepada Rianty yang akan memberikan minuman itu kepada peserta laki-laki.Riris meliriknya dengan mata curiga.“Pasti khusus untuk Wandi akan dibuat spesial deh,” gerutu Riris membatin.Lili lalu membawakan minuman itu kepada Ronco dan Ridwan. Sedangkan untuk Wandi, ia menyisihkan es batu dari dalam gelas minumannya dan terlebih dahulu menaruhnya di bawah terik matahari di dekatnya.“Itu apaan?” tanya Wandi.“Es buah,” ucap Lili yang tidak menunjukkannya kepada Wandi.Wandi pun tersenyum kepada Lili. Ia senang Lili sudah paham dengan keadaannya. Wandi berpikiran, Lili adalah orang yang dapat diandalkannya sekarang.Beberapa waktu pun berlalu. Wandi sudah bisa menyantas minuman segar yanng sudah tidak terlalu dingin itu. Sedangkan yang lain sudah selesai menghabiskannya, dan beberapa ada yang meminta tambah untuk diisikan kembali gelasnya dengan minuman itu.
Malam pun tiba. Peserta KKN sudah tertidur pulas. “Uhuk.. Uhuk... Hah!” “Keebaakaaraan!” “Tolooong! Toloong!” “Emmy bangun Mik!” “Ayo kita keluar!” Rianty, Lili, Riris dan Emmy pun berhasil keluar dari penginapan mereka yang terbakar setelah melewati kobaran api yang sempat mengurung mereka. Tangan Emmy terlukan karena mencoba menahan kayu yang tiba-tiba jatuh karena terbakar. Sedangkan Riris lemas dan hampir kesulitan bernapas. Demikian pula dengan penginapan Ronco, Wandi dan Ridwan. Penginapan mereka juga terbakar. Untungnya tidak ada korban jiwa di sana. Ronco dan remaja yang menginap untuk bermain playstation di sana ikut terluka. Kejadian malam itu begitu menghebohkan warga setempat. ** Hari pun berlalu. Peserta KKN dipulangkan karena panitia KKN tidak ingin mengambil resiko lebih jauh atas keselamatan para mahasiswa itu. Pihak universitas pun bertanggungjawab pada perawatan kesehatan para peserta KKN yang menjadi korban kebakaran. * Sekembali para peserta KKN
Waktu istirahat siang pun tiba. Setelah membersihkan diri, para peserta KKN pun makan siang bersama di halaman penginapan Ronco, Ridwan dan Wandi.Lili duduk di dekat Wandi. Wandi tampak tidak mengacuhkannya, namun ketika Ronco mengajak ngobrol Wandi, dengan riangnya Wandi berbalas ucapan dengan Ronco, juga teman-teman lainnya.Lili nampak murung. Ia tidak mengerti dengan sosok yang disukainya itu.“Apakah Wandi sudah memperdayaiku? Dia memang memperdayaiku, sepertinya. Karena dia dengan mudah bisa mencium perempuan, lalu tiba-tiba menyukainya,” batin Lili.TIIING...“Apa kabar?” Lili mengirim chat ke ponsel Wandi. Wandi membukanya, namun menaruhnya kembali tanpa membalas pesan Lili itu. Lalu, ia melirik Lili sebentar dan mengalihkan pandangannya kembali.TIIING...“Ada apa?” Lili kembali mengirim pesan ke ponsel Wandi, namun kali ini ia tidak merespon notifikasi di ponselnya itu.Mata Lili berkaca, ia sudah tak sanggup lagi menahan kekecewaannya. Ia pun pergi, kemudian Rianty
Wandi lalu bergantian memandangi tiga orang yang berpenampilan sebagai nelayang yang baru saja menolongnya itu. Ia sedikit banyaknya mampu mengenali masyarakat nelayan asli pulau ini, dan ia tidak mengenali mereka.
Beberapa waktu kemudian di balai desa. Para peserta KKN berkumpul untuk membicarakan program KKN mereka.“Jadi ide apa Wan yang katanya tadi mau lu sampein ke kita-kita di sini?” ta
Hari ini benar-benar di luar dugaan. Wandi telah berhasil mengungkapkan perasaannya dan Lili mampu mengorek sedikit informasi yang dibutuhkan Wandi untuk penyelidikan kasus perusakan lingkungan di lokasi KKN. Informasi yang cukup penting.Wandi dan Lili masih duduk bersama di atas akar banir kering itu, tiba-tiba.KRAAK.. SRUUK SRUUK...Terdengar ranting patah dan belukar di sekitar sumber suara itu bergerak.“Hei! Siapaaa ituu...?” teriak Wandi.“Sepertinya ada orang di sana!” ucap Wandi pelan kepada Lili. Lili ikut memperhatikan dengan seksama, namun mereka tidak menemukan siapapun di balik belukar itu.Itu sebenarnya adalah Arif yang diam-diam memperhatikan mereka. Bersamaan dengan suara-suara tadi Arif telah dengan cepat meninggalkan tempat itu. Arif meninggalkan mereka
Flash back, kembali pada saat para peserta KKN mengantar dosen koordinator yang mengunjungi mereka hingga ke dermaga pulau. Lili kembali ke penginapan usai pengantaran dosen ke dermaga, ia berboncengan motor dengan Ridwan. Lili mengangkap sekelibatan sosok dua orang yang tampak mencurigakan. Kedua orang yang tak dikenal itu tampak mengendap-endap dan sesekali meihat ke sekeliling. Mereka tampak berjalan di atas akar-akar banir mangove Rhizophora yang panjang-panjang. Akar-akar itu seperti cakar-cakar burung besar yang bercokol mantap di atas daratan belumpur di tepian pulau. Hutan mangrove memang cukup tebal di tepian pulau ini. Untuk itu perlu bekerja keras untuk berjalan di atasnya. “Apa yang dilakukan mereka di sana?” batin Lili melihat mereka saat lewat dengan motor. “Apakah mencari kepiting? Mencari kepiting tapi kok celingukan begitu? Jangan-jangan mereka mau mencuri kayu mangrove?” batin Lili kembali.
“Duduk dulu aja sini. Ngomong-ngomong kamu haus ga? Panas banget ya,” ucap Wandi.Lili lalu duduk di akar banir yang memanjang terhubung dengan akar banir yang Wandi duduki.Setelah Lili duduk, Wandi justru berdiri.“Tunggu di sini sebentar,” ucap Wandi.Wandi pun pergi kemudian kembali dengan membawa dua buah botol minuman teh kemasan. Ia memberikan sebotol kepada Lili lalu membuka botol miliknya dan meminum bagiannya.“Biasanya untuk menenangkan orang yang diintrogasi, orang itu diberikan teh untuk menenangkan pikirannya. Semoga cara ini berhasil. Semoga Lili bisa memberiku informasi lebih rinci,” batin Wandi.Wandi menatap dalam-dalam mata Lili.Lili lalu menyengir lemas kepada Wandi.“Kamu nungguin aku bicara? Astaga, aku ga inget apapun lagi Wandi. Mungkin bukan ga ingat tapi memang ga tahu, sebatas itu doang yang aku lihat,” ucap Lili.&ldq
Beberapa waktu kemudian di Pulau Pahawang.“Elu, Wandi. Kemana aja sih lu? Tuh, lihat tempat kita udah rame tuh. Para konglomerat itu ujug-ujug dateng aja mereka,” ucap Ronco.Masyarakat setempat dan para peserta KKN berdiri-berdiri di pantai yang dijaga para petugas keamanan sehingga menghalangi mereka berlalu lalang. Aktivitas para direktur itu menjadi semacam tontonan bagi masyarakat setempat. Terlebih ketika helikopter mendarat di sebuah lapangan di sana. Suara riuh anak-anak girang menyambutnya, walaupun masih kalah dengan suara baling-baling helikopter.“Iya, saya ada urusan aja tadi. Tadi saya...”belum usai Wandi berbicara, Ridwan pun memotong.“Jangan bilang semua ini ada hubungannya dengan kepergian lu semalem? Kenalan lu yang elu maksud itu mereka kan?” tebak Ridwan.“Nanti saya jelasin ya, yang penting semuanya harus dengerin saya, percayain semuany
Beberapa waktu kemudian di balai desa...“Wandi mana?” tanya Riris.“Entah. Sejak gua bangun tidur dia udah kaga ada. Pas gua ngejapri, dia bilang lagi ada urusan sama kenalannya terkait kebakaran semalam,” jelas Ridwan.**Sementara di saat yang sama, Wandi sedang bersama dengan Asisten Asmi di hotel Novotel Bandarlampung. Wandi sedang membicarakan hal yang cukup serius dengan asistennya itu sambil memperhatikan apa yang ada di layar leptopnya.**Semalam, seusai memadamkan api, Wandi dan Ridwan serta Ronco kembali ke penginapan. Namun, setelah Ridwan dan Ronco tertidur pulas, Wandi diam-diam pergi dijemput oleh Asisten Azmi yang datang dengan speedboat. Wandi bermaksud untuk segera menyidik kasus kebakaran di lokasi wisata mitra perusahaannya itu. Dengan cekatan Wandi pun dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan kemudian melaporkan hal ini kepada CEO. Karena it