Beranda / Fiksi Remaja / Memantai [Tamat] / 2. Pengarahan dari Dosen

Share

2. Pengarahan dari Dosen

Penulis: Flobamora_Tuka
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-02 13:38:53

Lili duduk di dalam kelas untuk mengikuti matrikulasi KKN. Ia berada di antara mahasiswa yang tidak dikenalnya. Seperti biasa, dia tidak mengeluarkan sepatah katapun di sekitar orang-orang yang tidak dikenalnya.

“Hai, mbak.. KKN di lokasi mana?”

sapa Riris dengan wajah yang datar. Kadang dia seperti sedang tersenyum, namun Lili tidak yakin dengan senyuman itu.

“Mungkin dia sedang mencoba berbaur. Tapi, kok kaku begitu sih?”

ucap Lili membatin sambil tersenyum kepada Riris yang duduk di sampingnya.

“Saya dapat di lokasi...”

ucap Lili yang tertahan kata-katanya.

“Permisi.. permisi..”

ucap seorang mahasiswi tinggi berpenampilan girly menerobos jarak antara kursi Lili dengan kursi pada barisan di depannya.

Dia adalah Rianti, mahasiswa Ilmu Kedokteran. Dia hendak duduk beberapa kursi di samping Riris. Penampilannya yang eye catcing dia coba jaga dengan hati-hati. Ia berjinjit dan menyamping dalam berjalan menembus barisan kursi, seperti tidak rela rok cantiknya tergesek pinggiran kursi.

Dari sudut lain Lili memandangi seorang mahasiswi bertubuh gemuk sedang menoleh ke kanan dan ke kiri seakan mencari kursi kosong yang bisa ia jangkau.

Ia melakukan itu sambil menempelkan ponselnya di telinga. Dilihat dari pergerakan dan bentuk mulut saat berbicara, mahasiswi ini terlihat seperti seorang rentenir yang terus saja bertanya berulang-ulang dan menuntut jawaban kepada orang yang sedang diteleponnya.

Dia adalah Emmy, mahasiswa jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan.

Acara matrikulasi pun dimulai. Seorang dosen koordinator KKN lokasi Lampung itu memulai sambutannya. Dosen pria berusia paruh baya itu memulai sambutannya dengan pembawaan yang kaku dan wajah yang menyeramkan.

Nada suaranya begitu datar, terdengar membosankan, dan terkesan seperti tokoh pada judul lagu musisi legend, ‘Umar Bakri’. Umar Bakri tokoh guru yang selalu mengendarai sepeda kumbang.

Untuk menahan kelopak mata Lili dari mantera-mantera sihir tidur dosen tersebut, Lili membatin bersenandung lagu ‘Umar Bakri’ ciptaan Iwan Fals.

Sesekali Lili membayangkan sosok yang sedang berbicara di depan itu sedang mengendarai sepeda kumbang lalu dihadang oleh gerombolan mahasiswa pendemo. Hal itu sebagaimana lirik lagu yang berbunyi:

Laju sepeda kumbang di jalan berlubang

Selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang

Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang

Banyak polisi bawa senjata berwajah garang

Bapak Umar Bakri kaget apa gerangan

‘Berkelahi Pak’ jawab murid seperti jagoan

Bapak Umar Bakri takut bukan kepalang

Itu sepeda butut dikebut lalu cabut kalang kabut

Bakri kentut

Cepat pulang

Busyet

Standing dan terbang

Pengarahan di dalam kelas oleh dosen koordinator KKN masih berlangsung. Sesekali Lili senyum-senyum sendiri sambil memandangi dosen yang sedang berbicara di depan itu. Ia tidak begitu menyimak apa yang disampaikan oleh dosen tersebut, karena secara detil rincian kegiatan sudah tertera pada buku panduan yang sudah ia baca.

“Kreeeeek..” (suara pintu dibuka)

Beberapa mahasiswa yang duduk di belakang menoleh. Namun, karena sorotan mata dosen pembicara yang tajam dan kejam kepada orang yang baru masuk itu, maka semua mahasiswa lainnya pun ikut menoleh memperhatikannya.

Orang yang baru datang itu adalah Wandi, mahasiswa Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan.

Ekpresinya begitu santai dan tidak menunjukkan rasa menyesal sama sekali pada keterlambatannya. Ia nampak menunduk sekali dengan cepat kepada dosen itu kemudian menuju kursi kosong dan duduk dengan tubuh yang tidak tegak. Tubuhnya begitu landai ia sandarkan pada sandaran kursi.

“Bapak peringatkan kepada kamu.. Hargai waktu! Jangan terlambat seperti ini! Untung saya tidak mengajar kamu, kalau tidak kamu akan dapat stempel buruk dari saya sampai kamu lulus,”

ucap dosen pembicara itu.

Wandi kemudian tersenyum sambil mengangkat kedua tangannya yang saling menelungkup. Ia memberi isyarat permohonan maaf kepada dosen itu dari tempat duduknya yang berada di barisan belakang.

Bab terkait

  • Memantai [Tamat]   3. Perkenalan dalam Kelompok

    Beberapa waktu pun berlalu. Pengarahan dari dosen koordinator sudah selesai. Beberapa pemuda kemudian berdiri dan saling mengeluarkan suara lantang. “Kelompok Pahawang bisa berkumpul di sini!”ucap Ridwan. “Kelompok Mesuji.. mana yang kelompok Mesuji?”“Liwa sini Liwa!”“Maringgai? Ada yang Maringgai?”suara para pemuda yang diperkirakan sebagai ketua kelompok itu terdengar meriuh memecah suasana hening semasa pengarahan dari dosen tadi. Suasana ruangan itu kemudian riuh dengan suara-suara pertanyaan para mahasiswa dan seretan kursi lipat di lantai. Ridwan, Ronco, Lili, Riris, Rianti, Wandi, dan Emmy pun berkumpul duduk membentuk lingkaran. Mereka saling memandang satu sama lain, mencoba mengenali wajah teman-teman sekelompoknya. Emmy dan Rianti saling melempar senyum. Ronco dan Riris memperhatikan Ridwan bicara memberi informasi. Sedangkan, Wandi hanya sibuk pada ponsel yang ia pegang sedari tadi. Lili memandangi Wandi dengan sedi

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   4. Secangkir Kopi Susu

    Suatu pagi pukul 7.05 di kantin pinggir kolam kampus. Lili mengendarai sepeda MTB dengan santai. Ia berhenti di depan kantin dan memarkirkan sepedanya tidak jauh dari tempat duduk yang rencananya akan ia pilih untuk ia tempati. Pagi ini rencananya kelompok KKN Pulau Pahawang akan melangsungkan pertemuan untuk membicarakan persiapan keberangkatan. “Bibi Sari, kopi susu satu ya..”ucap Lili sambil berjalan menuju tempat duduk. Lili lalu membukan helm dan tas kecilnya kemudian menaruhnya di meja. “Kopi susu siap,”ucap petugas kantin yang meninggalkan segelas kopi susu di meja kasir. Belum sempat Lili mengambilnya, segelas kopi susu itu lalu diambil oleh seseorang yang baru datang. Dia adalah Wandi. Wandi datang langsung membawa kopi itu dan duduk di tempat duduk tepi kolam. Lili sudah berjalan menuju kasir, namun langkahnya tidak mampu menjemput kopi susu pesanannya itu. “Ya ampun! Ada yang nyelonong ngambil pesanan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   5. Tidak Jadi Berkumpul

    Setelah lama menunggu, Lili tidak juga mendapat kepastian dari teman-temannya. Lili yang sejak tadi sibuk mengendarai sepeda MTB-nya tidak kunjung memeriksa ponselnya. Merasa jenuh menunggu, akhirnya Lili memeriksa ponselnya itu. Ia mengeluarkannya dari tas kecilnya kemudian menekan-nekan layarnya. “Pertemuan kita ditunda sore saja, ya? Mengingat banyak yang ga bisa hadir pagi ini,”pesan WA yang dibaca Lili. Lili lalu mekalukan scroll chat ke atas. Tampak di sana beberapa respon dari aggota lainnya yang tiba-tiba memberikan informasi perihal ketidakhadiran mereka. “Astaga.. Kenapa ga daritadi WAG ini aku buka? Sudah menghabiskan waktu seperti ini. Ah! Menyebalkan sekali. Selain menunggu sia-sia, minumanku pun dirampok oleh orang aneh itu,”gumam Lili kesal. Lili lalu langsung dengan cepat mengenakan tas kecil dan helm sepedanya. Ia kemudian pergi dengan mengendarai sepeda dengan kecepatan yang lebih tinggi. **** Sore hari pu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   6. Bayar Hutang

    “Bro.. Sis.. Gua duluan ya!”ucap Ronco, orang terakhir yang masih tinggal di sana. Ia kemudian pergi. “Oke, hati-hati di jalan!”ucap Lili. Lili lalu mengeluarkan dua botol soda itu dan menaruhnya di hadapannya dan di hadapan Wandi. Demikian juga cokelat yang ada di sana. “Nih, aku minum ya?”ucap Lili kemudian menenggak sebotol soda tanpa jeda. “Oke, minumannya sudah habis. Sekarang cokelatnya..”ucap Lili kemudian menyobek bungkus cokelat itu dan menggigitnya dengan potongan yang besar-besar. “Saya mohon..”ucap Wandi pelan. “Hah? Apa?”tanya Lili heran. Ia kemudian menghentikan aktivitas makannya dan mendenarkan Wandi dengan seksama. “Saya mohon, kamu jangan membicarakan apa yang terjadi dengan tangan saya kepada orang lain,”ucap Wandi pelan. “Jangan-jangan, dia benar-benar pengguna narkoba?”gumam Lili. “Oke..”ucap Lili kemudian menyatukan ujung telunjuk dan ujung jempolnya dan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   7. Wanita Tangguh

    Suatu sore, pukul 16.09 bertempat halaman belakang gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). Lili sedang berada di hadapan arena wall climbing. Rambut panjangnya sedang digulung di dalam helm. Tubuh bagian bawahnya dibalut rangkaian body harness. Tangannya begitu mahir menarik ulur belay device. Ia sedang menunggui temannya yang berada di atas dan hendak menuju puncak. Kepala Lili menengadah memperhatikan temannya itu sambil menarik ulur tali. Leher rampingnya basah, hasil dari tetesan keringat dari kepalanya. “Tangan kanan! Kanan! Salah itu! Balik lagi coba. Pegang yang di bawahnya lagi!”teriak Lili mengarahkan temannya yang berada di 13 meter di atasnya. Ridwan menonton dan menunggu Lili dari tepi arena. Lili menyeka keringat di keningnya. Ia menggerak-gerakkan lehernya untuk melemaskannya. Tanpa sengaja Lili kemudian melihat Ridwan. Lili pun melambai pada Ridwan dan meneruskan kegiatannya. Ridwan membalas lambaian tangan Lili sambil te

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   8. Janji Bertemu Nanti

    Setelah Lili menyuapinya sepotong tempe, bagi Ridwan dunia seolah melambat. “Gimana? Enak banget khan?”ucap Lili. Lili lalu mendapati Ridwan sedang melamun memandanginya. Lili lalu melambaikan telapak tangannya di depan wajah Ridwan. “Halo? Halo halo? Hai? Halo halo hai hai? Mas! Mas bangun mas!”ucap Lili. Ridwan lalu tersentak dari lamunannya. Ia tersenyum miring meringis karena merasa malu sudah dipergoki seperti itu. “Hahaha.. Kayaknya di dalam tempe ini ga pakai bumbu ganja deh. Kok bisa .. itu.. kamu seperti tadi tuh.. Bengong begitu?”ucap Lili. “Ya.. Enak banget. Enak banget kok tempenya,”ucap Ridwan. “Oh iya. Di dekat simpang lapangan tembak ada restoran baru loh. Menu-menu makanan di sana enak-enak banget. Kamu suka seafood ga?”ucap Ridwan. “Iyaa... Suka bangeeeet! Cumi, cuminya diasam-pedas. Emmm.. Yummy!”ucap Lili bernada manja. “Ya sudah. Lain waktu aku ajak kamu ke sana ya? Di

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   9. Anak Kucing

    Sepekan kemudian. Suatu sore pukul 15.30 di teras rumah Lili. Ia sedang memetik senar gitar bernada akustik diiringi suara hujan. “Halo?”Lili mengangkat panggilan telepon melalui ponselnya. “Aku sudah kembali. Malam ini kita bertemu, ya? Aku sudah tidak sabar memenuhi janjiku kepadamu,”ucap seorang pemuda melalui percakapan telepon itu. Lili terdiam. Lingkungan tiba-tiba terasa hening baginya. Semua yang bergerak di sekelilingnya terasa melambat. Perasaan tak menentu dan lebih tepatnya adalah sebuah kesedihan menyerang hatinya. Lili tidak lagi menyimak suara orang yang berbicara di ponselnya itu. Tanpa sadar genggaman tangan Lili terhadap ponselnya melemah. “Bruuuk..”ponsel terjatuh ke lantai. Ia tidak mempedulikan ponselnya. Lili mengubah posisi tubuhnya dari duduk menjadi berdiri. Lalu, dengan cepat ia melangkah menerobos hujan. Langkahnya terhenti di sebuah gorong-gorong di seberang jalan depan rumahnya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   10. Janjian Dinner

    Anak-anak kucing itu mengingatkannya dengan teman masa kecil Lili. Lili mencoba mengingat-ngingat apakah ada petunjuk terkait dengan identitas teman masa kecilnya itu, tapi ia tidak berhasil menemukannya. “Ibu.. Seandainya Ibu masih ada, aku akan menanyakannya kepadamu, Bu,”ucap Lili di dalam hati. Lili lalu tersentak melihat ponselnya tergeletak di lantai. Dengan cepat ia mengambilnya dan menekan-nekannya, ternyata ponselnya sudah mati. Ia kemudian menekan tombol power dan ponselnya pun hidup kembali. Lalu, Lili ingat bahwa ia tadi sedang bercakap dengan temannya di telepon. Kamudian, Lili menghubungi temannya itu kembali. “Halo?”ucap Ridwan dalam panggilan telepon. “Ridwan, maaf soal tadi. Obrolan kita terputus tiba-tiba. Ponselku tadi habis jatuh,”ucap Lili. “Jatuh? Memangnya tadi kamu lagi ngapain?”ucap Ridwan. “Emh.. Hehe.. Ga penting juga sih, jadi ga usah terlalu dipikirin. By the way tadi kamu bilang kam

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02

Bab terbaru

  • Memantai [Tamat]   52. Tertangkapnya Tersangka

    Malam pun tiba. Peserta KKN sudah tertidur pulas. “Uhuk.. Uhuk... Hah!” “Keebaakaaraan!” “Tolooong! Toloong!” “Emmy bangun Mik!” “Ayo kita keluar!” Rianty, Lili, Riris dan Emmy pun berhasil keluar dari penginapan mereka yang terbakar setelah melewati kobaran api yang sempat mengurung mereka. Tangan Emmy terlukan karena mencoba menahan kayu yang tiba-tiba jatuh karena terbakar. Sedangkan Riris lemas dan hampir kesulitan bernapas. Demikian pula dengan penginapan Ronco, Wandi dan Ridwan. Penginapan mereka juga terbakar. Untungnya tidak ada korban jiwa di sana. Ronco dan remaja yang menginap untuk bermain playstation di sana ikut terluka. Kejadian malam itu begitu menghebohkan warga setempat. ** Hari pun berlalu. Peserta KKN dipulangkan karena panitia KKN tidak ingin mengambil resiko lebih jauh atas keselamatan para mahasiswa itu. Pihak universitas pun bertanggungjawab pada perawatan kesehatan para peserta KKN yang menjadi korban kebakaran. * Sekembali para peserta KKN

  • Memantai [Tamat]   51. Ditenangkan Sahabat

    Waktu istirahat siang pun tiba. Setelah membersihkan diri, para peserta KKN pun makan siang bersama di halaman penginapan Ronco, Ridwan dan Wandi.Lili duduk di dekat Wandi. Wandi tampak tidak mengacuhkannya, namun ketika Ronco mengajak ngobrol Wandi, dengan riangnya Wandi berbalas ucapan dengan Ronco, juga teman-teman lainnya.Lili nampak murung. Ia tidak mengerti dengan sosok yang disukainya itu.“Apakah Wandi sudah memperdayaiku? Dia memang memperdayaiku, sepertinya. Karena dia dengan mudah bisa mencium perempuan, lalu tiba-tiba menyukainya,” batin Lili.TIIING...“Apa kabar?” Lili mengirim chat ke ponsel Wandi. Wandi membukanya, namun menaruhnya kembali tanpa membalas pesan Lili itu. Lalu, ia melirik Lili sebentar dan mengalihkan pandangannya kembali.TIIING...“Ada apa?” Lili kembali mengirim pesan ke ponsel Wandi, namun kali ini ia tidak merespon notifikasi di ponselnya itu.Mata Lili berkaca, ia sudah tak sanggup lagi menahan kekecewaannya. Ia pun pergi, kemudian Rianty

  • Memantai [Tamat]   50. Mulai Terkuak

    Wandi lalu bergantian memandangi tiga orang yang berpenampilan sebagai nelayang yang baru saja menolongnya itu. Ia sedikit banyaknya mampu mengenali masyarakat nelayan asli pulau ini, dan ia tidak mengenali mereka.

  • Memantai [Tamat]   49. Tersangka

    Beberapa waktu kemudian di balai desa. Para peserta KKN berkumpul untuk membicarakan program KKN mereka.“Jadi ide apa Wan yang katanya tadi mau lu sampein ke kita-kita di sini?” ta

  • Memantai [Tamat]   48. Jadian

    Hari ini benar-benar di luar dugaan. Wandi telah berhasil mengungkapkan perasaannya dan Lili mampu mengorek sedikit informasi yang dibutuhkan Wandi untuk penyelidikan kasus perusakan lingkungan di lokasi KKN. Informasi yang cukup penting.Wandi dan Lili masih duduk bersama di atas akar banir kering itu, tiba-tiba.KRAAK.. SRUUK SRUUK...Terdengar ranting patah dan belukar di sekitar sumber suara itu bergerak.“Hei! Siapaaa ituu...?” teriak Wandi.“Sepertinya ada orang di sana!” ucap Wandi pelan kepada Lili. Lili ikut memperhatikan dengan seksama, namun mereka tidak menemukan siapapun di balik belukar itu.Itu sebenarnya adalah Arif yang diam-diam memperhatikan mereka. Bersamaan dengan suara-suara tadi Arif telah dengan cepat meninggalkan tempat itu. Arif meninggalkan mereka

  • Memantai [Tamat]   47. Orang-orang Mencurigakan

    Flash back, kembali pada saat para peserta KKN mengantar dosen koordinator yang mengunjungi mereka hingga ke dermaga pulau. Lili kembali ke penginapan usai pengantaran dosen ke dermaga, ia berboncengan motor dengan Ridwan. Lili mengangkap sekelibatan sosok dua orang yang tampak mencurigakan. Kedua orang yang tak dikenal itu tampak mengendap-endap dan sesekali meihat ke sekeliling. Mereka tampak berjalan di atas akar-akar banir mangove Rhizophora yang panjang-panjang. Akar-akar itu seperti cakar-cakar burung besar yang bercokol mantap di atas daratan belumpur di tepian pulau. Hutan mangrove memang cukup tebal di tepian pulau ini. Untuk itu perlu bekerja keras untuk berjalan di atasnya. “Apa yang dilakukan mereka di sana?” batin Lili melihat mereka saat lewat dengan motor. “Apakah mencari kepiting? Mencari kepiting tapi kok celingukan begitu? Jangan-jangan mereka mau mencuri kayu mangrove?” batin Lili kembali.

  • Memantai [Tamat]   46. Sebuah Petunjuk

    “Duduk dulu aja sini. Ngomong-ngomong kamu haus ga? Panas banget ya,” ucap Wandi.Lili lalu duduk di akar banir yang memanjang terhubung dengan akar banir yang Wandi duduki.Setelah Lili duduk, Wandi justru berdiri.“Tunggu di sini sebentar,” ucap Wandi.Wandi pun pergi kemudian kembali dengan membawa dua buah botol minuman teh kemasan. Ia memberikan sebotol kepada Lili lalu membuka botol miliknya dan meminum bagiannya.“Biasanya untuk menenangkan orang yang diintrogasi, orang itu diberikan teh untuk menenangkan pikirannya. Semoga cara ini berhasil. Semoga Lili bisa memberiku informasi lebih rinci,” batin Wandi.Wandi menatap dalam-dalam mata Lili.Lili lalu menyengir lemas kepada Wandi.“Kamu nungguin aku bicara? Astaga, aku ga inget apapun lagi Wandi. Mungkin bukan ga ingat tapi memang ga tahu, sebatas itu doang yang aku lihat,” ucap Lili.&ldq

  • Memantai [Tamat]   45. Daerah Keramat?

    Beberapa waktu kemudian di Pulau Pahawang.“Elu, Wandi. Kemana aja sih lu? Tuh, lihat tempat kita udah rame tuh. Para konglomerat itu ujug-ujug dateng aja mereka,” ucap Ronco.Masyarakat setempat dan para peserta KKN berdiri-berdiri di pantai yang dijaga para petugas keamanan sehingga menghalangi mereka berlalu lalang. Aktivitas para direktur itu menjadi semacam tontonan bagi masyarakat setempat. Terlebih ketika helikopter mendarat di sebuah lapangan di sana. Suara riuh anak-anak girang menyambutnya, walaupun masih kalah dengan suara baling-baling helikopter.“Iya, saya ada urusan aja tadi. Tadi saya...”belum usai Wandi berbicara, Ridwan pun memotong.“Jangan bilang semua ini ada hubungannya dengan kepergian lu semalem? Kenalan lu yang elu maksud itu mereka kan?” tebak Ridwan.“Nanti saya jelasin ya, yang penting semuanya harus dengerin saya, percayain semuany

  • Memantai [Tamat]   44. Penyelidikan

    Beberapa waktu kemudian di balai desa...“Wandi mana?” tanya Riris.“Entah. Sejak gua bangun tidur dia udah kaga ada. Pas gua ngejapri, dia bilang lagi ada urusan sama kenalannya terkait kebakaran semalam,” jelas Ridwan.**Sementara di saat yang sama, Wandi sedang bersama dengan Asisten Asmi di hotel Novotel Bandarlampung. Wandi sedang membicarakan hal yang cukup serius dengan asistennya itu sambil memperhatikan apa yang ada di layar leptopnya.**Semalam, seusai memadamkan api, Wandi dan Ridwan serta Ronco kembali ke penginapan. Namun, setelah Ridwan dan Ronco tertidur pulas, Wandi diam-diam pergi dijemput oleh Asisten Azmi yang datang dengan speedboat. Wandi bermaksud untuk segera menyidik kasus kebakaran di lokasi wisata mitra perusahaannya itu. Dengan cekatan Wandi pun dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan kemudian melaporkan hal ini kepada CEO. Karena it

DMCA.com Protection Status