Home / Fiksi Remaja / Memantai [Tamat] / 4. Secangkir Kopi Susu

Share

4. Secangkir Kopi Susu

last update Last Updated: 2021-09-02 13:41:09

Suatu pagi pukul 7.05 di kantin pinggir kolam kampus.

Lili mengendarai sepeda MTB dengan santai. Ia berhenti di depan kantin dan memarkirkan sepedanya tidak jauh dari tempat duduk yang rencananya akan ia pilih untuk ia tempati.

Pagi ini rencananya kelompok KKN Pulau Pahawang akan melangsungkan pertemuan untuk membicarakan persiapan keberangkatan.

“Bibi Sari, kopi susu satu ya..”

ucap Lili sambil berjalan menuju tempat duduk.

Lili lalu membukan helm dan tas kecilnya kemudian menaruhnya di meja.

“Kopi susu siap,”

ucap petugas kantin yang meninggalkan segelas kopi susu di meja kasir.

Belum sempat Lili mengambilnya, segelas kopi susu itu lalu diambil oleh seseorang yang baru datang. Dia adalah Wandi. Wandi datang langsung membawa kopi itu dan duduk di tempat duduk tepi kolam.

Lili sudah berjalan menuju kasir, namun langkahnya tidak mampu menjemput kopi susu pesanannya itu.

“Ya ampun! Ada yang nyelonong ngambil pesanan orang lain!”

ucap Lili meninggikan suaranya sambil melirik Wandi.

Lili lalu mendatangi tempat duduk Wandi.

“Kalau mau minum pesan dulu sana!”

ucap Lili sambil mengambil minuman yang baru saja Wandi letakkan di atas mejanya itu.

Usai melepaskan tas punggungnya, Wandi lalu memandangi Lili yang baru saja mengambil minuman itu.

Lili melihat Wandi memedangi pergelangan tangan kanannya yang sedang gemetar. Lili merasa aneh dan sedikit bersimpati melihatnya.

“Pagi ini dingin sekali. Aku mohon, berikan kopi susu itu kepadaku! Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi,”

ucap Wandi dengan wajah memelas.

Seketika Wandi pun merebut minuman itu dari tangan Lili. Lili lalu merasa kesal.

“Bisa-bisanya memasang wajah seperti itu. Lalu mencurinya cepat sekali,”

ucap Lili kesal yang kemudian kembali merebut minumannya.

Wandi lalu merebut minuman itu kembali dengan tangan kirinya. Tangan kanannya mencoba menyusul menggenggam gelas minuman itu. Ia mencobanya perlahan, namun tangan kanannya itu masih gemetar. Kemudian ia lepaskan tangan kanannya itu.

Lili memandangi Wandi yang sedang memegang minuman itu dengan tangan kiri. Wandi membiarkan seberkas cahaya matahari pagi masuk ke atas minuman itu. Ia memiringkan wadah kopi agar cahaya itu memantul dari permukaan kopi ke matanya.

Asap yang mengepul membawa aroma minuman itu melayang ke udara. Wandi menghirupnya perlahan sambil memejamkan mata. Napas Wandi ia tarik dalam-dalam dan dihembuskannya pelan-pelan. Seiring waktu, gemetaran pada tangan Wandi pun mereda.

Lili mengenyitkan dahi. Ia merasa aneh dengan hal yang baru saja ia lihat. Perasaan kesal bercampur simpati terasa hingga ia tidak bisa memilih salah satu di antaranya. Sehingga, ia mencoba untuk menjauh, kembali meja kasir.

“Kopi susu satu lagi, roti isi sosis satu,”

ucap Lili kepada petugas kantin.

Lili menunggui pesanannya dengan berdiri di depan kasir. Ia tidak ingin melewatkan pesanannya lagi.”

“Ini dia pesananmu,”

ucap petugas kantin.

“Langsung bayar saja,”

ucap Lili.

“Oh, baik. Semua lima belas ribu rupiah,”

ucap Bibi Sari, petugas kantin.

“Apa itu sekalian dengan pesanan kopi susu yang pertama tadi?”

tanya Lili.

“Iya, Say. Atau mau dipisah pembayarannya?”

ucap Bibi Sari.

“Ga usah. Ga usah. Ga apa-apa, digabung saja,”

ucap Lili kemudian memberikan uang kepada Bibi Sari.

Lili lalu melahap roti lapisnya kemudian menyeruput kopi susunya. Ia tidak lagi ingin memperdulikan Wandi. Namun, lirikan matanya yang sesekali dilakukan membuat pertahanan dirinya luntur. Ia jadi ketahuan bahwa ia masih memperhatikan Wandi.

Wandi lalu tersenyum kepada Lili dari kejauhan dan mengangkat wadah minuman itu ke arah Lili dengan tangan kanannya. Seolah, ia mengisyaratkan sedang menawari Lili.

Lili lalu memonyongkan mulutnya sebentar kemudian mendekatkan kedua lingkaran hitam matanya ke arah hidungnya. Ia memperlihatkan itu seolah mengisyaratkan sedang meledek Wandi.

“Hah.. Dasar! Masih muda sudah menjadi maniak narkoba!”

gumam Lili yang sedang mengingat tangan Wandi gemetaran tadi.

Seakan tak betah menunggu, Lili sesekali melihat jam tangannya dan melongoh ke tempat yang jauh. Ia mencari-cari kehadiran anggota kelompok KKN lainnya yang tidak juga kunjung muncul.

Related chapters

  • Memantai [Tamat]   5. Tidak Jadi Berkumpul

    Setelah lama menunggu, Lili tidak juga mendapat kepastian dari teman-temannya. Lili yang sejak tadi sibuk mengendarai sepeda MTB-nya tidak kunjung memeriksa ponselnya. Merasa jenuh menunggu, akhirnya Lili memeriksa ponselnya itu. Ia mengeluarkannya dari tas kecilnya kemudian menekan-nekan layarnya. “Pertemuan kita ditunda sore saja, ya? Mengingat banyak yang ga bisa hadir pagi ini,”pesan WA yang dibaca Lili. Lili lalu mekalukan scroll chat ke atas. Tampak di sana beberapa respon dari aggota lainnya yang tiba-tiba memberikan informasi perihal ketidakhadiran mereka. “Astaga.. Kenapa ga daritadi WAG ini aku buka? Sudah menghabiskan waktu seperti ini. Ah! Menyebalkan sekali. Selain menunggu sia-sia, minumanku pun dirampok oleh orang aneh itu,”gumam Lili kesal. Lili lalu langsung dengan cepat mengenakan tas kecil dan helm sepedanya. Ia kemudian pergi dengan mengendarai sepeda dengan kecepatan yang lebih tinggi. **** Sore hari pu

    Last Updated : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   6. Bayar Hutang

    “Bro.. Sis.. Gua duluan ya!”ucap Ronco, orang terakhir yang masih tinggal di sana. Ia kemudian pergi. “Oke, hati-hati di jalan!”ucap Lili. Lili lalu mengeluarkan dua botol soda itu dan menaruhnya di hadapannya dan di hadapan Wandi. Demikian juga cokelat yang ada di sana. “Nih, aku minum ya?”ucap Lili kemudian menenggak sebotol soda tanpa jeda. “Oke, minumannya sudah habis. Sekarang cokelatnya..”ucap Lili kemudian menyobek bungkus cokelat itu dan menggigitnya dengan potongan yang besar-besar. “Saya mohon..”ucap Wandi pelan. “Hah? Apa?”tanya Lili heran. Ia kemudian menghentikan aktivitas makannya dan mendenarkan Wandi dengan seksama. “Saya mohon, kamu jangan membicarakan apa yang terjadi dengan tangan saya kepada orang lain,”ucap Wandi pelan. “Jangan-jangan, dia benar-benar pengguna narkoba?”gumam Lili. “Oke..”ucap Lili kemudian menyatukan ujung telunjuk dan ujung jempolnya dan

    Last Updated : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   7. Wanita Tangguh

    Suatu sore, pukul 16.09 bertempat halaman belakang gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). Lili sedang berada di hadapan arena wall climbing. Rambut panjangnya sedang digulung di dalam helm. Tubuh bagian bawahnya dibalut rangkaian body harness. Tangannya begitu mahir menarik ulur belay device. Ia sedang menunggui temannya yang berada di atas dan hendak menuju puncak. Kepala Lili menengadah memperhatikan temannya itu sambil menarik ulur tali. Leher rampingnya basah, hasil dari tetesan keringat dari kepalanya. “Tangan kanan! Kanan! Salah itu! Balik lagi coba. Pegang yang di bawahnya lagi!”teriak Lili mengarahkan temannya yang berada di 13 meter di atasnya. Ridwan menonton dan menunggu Lili dari tepi arena. Lili menyeka keringat di keningnya. Ia menggerak-gerakkan lehernya untuk melemaskannya. Tanpa sengaja Lili kemudian melihat Ridwan. Lili pun melambai pada Ridwan dan meneruskan kegiatannya. Ridwan membalas lambaian tangan Lili sambil te

    Last Updated : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   8. Janji Bertemu Nanti

    Setelah Lili menyuapinya sepotong tempe, bagi Ridwan dunia seolah melambat. “Gimana? Enak banget khan?”ucap Lili. Lili lalu mendapati Ridwan sedang melamun memandanginya. Lili lalu melambaikan telapak tangannya di depan wajah Ridwan. “Halo? Halo halo? Hai? Halo halo hai hai? Mas! Mas bangun mas!”ucap Lili. Ridwan lalu tersentak dari lamunannya. Ia tersenyum miring meringis karena merasa malu sudah dipergoki seperti itu. “Hahaha.. Kayaknya di dalam tempe ini ga pakai bumbu ganja deh. Kok bisa .. itu.. kamu seperti tadi tuh.. Bengong begitu?”ucap Lili. “Ya.. Enak banget. Enak banget kok tempenya,”ucap Ridwan. “Oh iya. Di dekat simpang lapangan tembak ada restoran baru loh. Menu-menu makanan di sana enak-enak banget. Kamu suka seafood ga?”ucap Ridwan. “Iyaa... Suka bangeeeet! Cumi, cuminya diasam-pedas. Emmm.. Yummy!”ucap Lili bernada manja. “Ya sudah. Lain waktu aku ajak kamu ke sana ya? Di

    Last Updated : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   9. Anak Kucing

    Sepekan kemudian. Suatu sore pukul 15.30 di teras rumah Lili. Ia sedang memetik senar gitar bernada akustik diiringi suara hujan. “Halo?”Lili mengangkat panggilan telepon melalui ponselnya. “Aku sudah kembali. Malam ini kita bertemu, ya? Aku sudah tidak sabar memenuhi janjiku kepadamu,”ucap seorang pemuda melalui percakapan telepon itu. Lili terdiam. Lingkungan tiba-tiba terasa hening baginya. Semua yang bergerak di sekelilingnya terasa melambat. Perasaan tak menentu dan lebih tepatnya adalah sebuah kesedihan menyerang hatinya. Lili tidak lagi menyimak suara orang yang berbicara di ponselnya itu. Tanpa sadar genggaman tangan Lili terhadap ponselnya melemah. “Bruuuk..”ponsel terjatuh ke lantai. Ia tidak mempedulikan ponselnya. Lili mengubah posisi tubuhnya dari duduk menjadi berdiri. Lalu, dengan cepat ia melangkah menerobos hujan. Langkahnya terhenti di sebuah gorong-gorong di seberang jalan depan rumahnya.

    Last Updated : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   10. Janjian Dinner

    Anak-anak kucing itu mengingatkannya dengan teman masa kecil Lili. Lili mencoba mengingat-ngingat apakah ada petunjuk terkait dengan identitas teman masa kecilnya itu, tapi ia tidak berhasil menemukannya. “Ibu.. Seandainya Ibu masih ada, aku akan menanyakannya kepadamu, Bu,”ucap Lili di dalam hati. Lili lalu tersentak melihat ponselnya tergeletak di lantai. Dengan cepat ia mengambilnya dan menekan-nekannya, ternyata ponselnya sudah mati. Ia kemudian menekan tombol power dan ponselnya pun hidup kembali. Lalu, Lili ingat bahwa ia tadi sedang bercakap dengan temannya di telepon. Kamudian, Lili menghubungi temannya itu kembali. “Halo?”ucap Ridwan dalam panggilan telepon. “Ridwan, maaf soal tadi. Obrolan kita terputus tiba-tiba. Ponselku tadi habis jatuh,”ucap Lili. “Jatuh? Memangnya tadi kamu lagi ngapain?”ucap Ridwan. “Emh.. Hehe.. Ga penting juga sih, jadi ga usah terlalu dipikirin. By the way tadi kamu bilang kam

    Last Updated : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   11. Lelaki Penerus Ayah

    Wandi dan asisten Azmi sedang serius membahas sesuatu di sebuah ruangan di dalam hotel. “Sudah ku duga. Kita lihat nanti. Dalam waktu kurang dari 40 hari aku akan membuka kedok mereka,”ucap Wandi mantap. “Apa Tuan? Anda akan melakukannya lagi?”ucap asisten Azmi. Wandi adalah pewaris pekerjaan ayahnya sebagai pemegang sebagian besar saham pada perusahaan pengembang pariwisata. Kematian ayahnya dua tahun yang lalu membuat dia menggantikan posisi ayahnya di perusahaan itu. Meskipun Wandi berada pada posisi atas, namun ia tidak segan untuk turun langsung ke lapangan dan melakukan pekerjaan-pekerjaan teknis karyawan-karyawannya. Beberapa kali Wandi menemukan kecurangan dan pemalsuan laporan yang dilakukan oleh beberapa direktur di perusahaannya. Hal itu ia dapatkan dari hasil perhitungan langsung ketika ia turun langsung mengerjakan pekerjaan-pekerjaan karyawan. Sempat terlintas di ingatan Wandi ketika ia sedang berbicara dengan

    Last Updated : 2021-09-02
  • Memantai [Tamat]   12. Dinner Romantis

    Laju motor matic Lili berhenti di sebuah restoran seafood yang baru saja buka beberapa pekan lalu. Ridwan sebelumnya berjanji kepada Lili agar mendatanginya bersama. Lili memarkirkan motornya kemudian masuk ke dalam restoran. Begitu sampai di pintunya, salah seorang pelayan menyapanya. Pelayan muda dengan senyumnya yang menawan, dengan rambut yang diminyaki rapi diikat ke belakang. Seragamnya berwarna hitam putih dan berdasi kupu-kupu. Lili melihat ke sekeliling dan memandangi penampilan pelayan yang tampak formal itu. Landsace restoran begitu indah. Beberapa sudut di plafon atas dihiasi oleh ornamen tumbuhan rambat yang rindang. Kursi dan meja begitu antik, terbuat dari kayu-kayu berukiran mewah dan glossy. Di atas kursi keras itu terdapat selapis bantalan empuk yang merekat erat dengannya. “Indah sekali.. Pelayan ini! Orang-orang itu! Aku datang ke sini dengan pakaian seperti ini. Apakah aku salah kostum?”ucap Lili kemudian melihat busana casualnya di a

    Last Updated : 2021-09-02

Latest chapter

  • Memantai [Tamat]   52. Tertangkapnya Tersangka

    Malam pun tiba. Peserta KKN sudah tertidur pulas. “Uhuk.. Uhuk... Hah!” “Keebaakaaraan!” “Tolooong! Toloong!” “Emmy bangun Mik!” “Ayo kita keluar!” Rianty, Lili, Riris dan Emmy pun berhasil keluar dari penginapan mereka yang terbakar setelah melewati kobaran api yang sempat mengurung mereka. Tangan Emmy terlukan karena mencoba menahan kayu yang tiba-tiba jatuh karena terbakar. Sedangkan Riris lemas dan hampir kesulitan bernapas. Demikian pula dengan penginapan Ronco, Wandi dan Ridwan. Penginapan mereka juga terbakar. Untungnya tidak ada korban jiwa di sana. Ronco dan remaja yang menginap untuk bermain playstation di sana ikut terluka. Kejadian malam itu begitu menghebohkan warga setempat. ** Hari pun berlalu. Peserta KKN dipulangkan karena panitia KKN tidak ingin mengambil resiko lebih jauh atas keselamatan para mahasiswa itu. Pihak universitas pun bertanggungjawab pada perawatan kesehatan para peserta KKN yang menjadi korban kebakaran. * Sekembali para peserta KKN

  • Memantai [Tamat]   51. Ditenangkan Sahabat

    Waktu istirahat siang pun tiba. Setelah membersihkan diri, para peserta KKN pun makan siang bersama di halaman penginapan Ronco, Ridwan dan Wandi.Lili duduk di dekat Wandi. Wandi tampak tidak mengacuhkannya, namun ketika Ronco mengajak ngobrol Wandi, dengan riangnya Wandi berbalas ucapan dengan Ronco, juga teman-teman lainnya.Lili nampak murung. Ia tidak mengerti dengan sosok yang disukainya itu.“Apakah Wandi sudah memperdayaiku? Dia memang memperdayaiku, sepertinya. Karena dia dengan mudah bisa mencium perempuan, lalu tiba-tiba menyukainya,” batin Lili.TIIING...“Apa kabar?” Lili mengirim chat ke ponsel Wandi. Wandi membukanya, namun menaruhnya kembali tanpa membalas pesan Lili itu. Lalu, ia melirik Lili sebentar dan mengalihkan pandangannya kembali.TIIING...“Ada apa?” Lili kembali mengirim pesan ke ponsel Wandi, namun kali ini ia tidak merespon notifikasi di ponselnya itu.Mata Lili berkaca, ia sudah tak sanggup lagi menahan kekecewaannya. Ia pun pergi, kemudian Rianty

  • Memantai [Tamat]   50. Mulai Terkuak

    Wandi lalu bergantian memandangi tiga orang yang berpenampilan sebagai nelayang yang baru saja menolongnya itu. Ia sedikit banyaknya mampu mengenali masyarakat nelayan asli pulau ini, dan ia tidak mengenali mereka.

  • Memantai [Tamat]   49. Tersangka

    Beberapa waktu kemudian di balai desa. Para peserta KKN berkumpul untuk membicarakan program KKN mereka.“Jadi ide apa Wan yang katanya tadi mau lu sampein ke kita-kita di sini?” ta

  • Memantai [Tamat]   48. Jadian

    Hari ini benar-benar di luar dugaan. Wandi telah berhasil mengungkapkan perasaannya dan Lili mampu mengorek sedikit informasi yang dibutuhkan Wandi untuk penyelidikan kasus perusakan lingkungan di lokasi KKN. Informasi yang cukup penting.Wandi dan Lili masih duduk bersama di atas akar banir kering itu, tiba-tiba.KRAAK.. SRUUK SRUUK...Terdengar ranting patah dan belukar di sekitar sumber suara itu bergerak.“Hei! Siapaaa ituu...?” teriak Wandi.“Sepertinya ada orang di sana!” ucap Wandi pelan kepada Lili. Lili ikut memperhatikan dengan seksama, namun mereka tidak menemukan siapapun di balik belukar itu.Itu sebenarnya adalah Arif yang diam-diam memperhatikan mereka. Bersamaan dengan suara-suara tadi Arif telah dengan cepat meninggalkan tempat itu. Arif meninggalkan mereka

  • Memantai [Tamat]   47. Orang-orang Mencurigakan

    Flash back, kembali pada saat para peserta KKN mengantar dosen koordinator yang mengunjungi mereka hingga ke dermaga pulau. Lili kembali ke penginapan usai pengantaran dosen ke dermaga, ia berboncengan motor dengan Ridwan. Lili mengangkap sekelibatan sosok dua orang yang tampak mencurigakan. Kedua orang yang tak dikenal itu tampak mengendap-endap dan sesekali meihat ke sekeliling. Mereka tampak berjalan di atas akar-akar banir mangove Rhizophora yang panjang-panjang. Akar-akar itu seperti cakar-cakar burung besar yang bercokol mantap di atas daratan belumpur di tepian pulau. Hutan mangrove memang cukup tebal di tepian pulau ini. Untuk itu perlu bekerja keras untuk berjalan di atasnya. “Apa yang dilakukan mereka di sana?” batin Lili melihat mereka saat lewat dengan motor. “Apakah mencari kepiting? Mencari kepiting tapi kok celingukan begitu? Jangan-jangan mereka mau mencuri kayu mangrove?” batin Lili kembali.

  • Memantai [Tamat]   46. Sebuah Petunjuk

    “Duduk dulu aja sini. Ngomong-ngomong kamu haus ga? Panas banget ya,” ucap Wandi.Lili lalu duduk di akar banir yang memanjang terhubung dengan akar banir yang Wandi duduki.Setelah Lili duduk, Wandi justru berdiri.“Tunggu di sini sebentar,” ucap Wandi.Wandi pun pergi kemudian kembali dengan membawa dua buah botol minuman teh kemasan. Ia memberikan sebotol kepada Lili lalu membuka botol miliknya dan meminum bagiannya.“Biasanya untuk menenangkan orang yang diintrogasi, orang itu diberikan teh untuk menenangkan pikirannya. Semoga cara ini berhasil. Semoga Lili bisa memberiku informasi lebih rinci,” batin Wandi.Wandi menatap dalam-dalam mata Lili.Lili lalu menyengir lemas kepada Wandi.“Kamu nungguin aku bicara? Astaga, aku ga inget apapun lagi Wandi. Mungkin bukan ga ingat tapi memang ga tahu, sebatas itu doang yang aku lihat,” ucap Lili.&ldq

  • Memantai [Tamat]   45. Daerah Keramat?

    Beberapa waktu kemudian di Pulau Pahawang.“Elu, Wandi. Kemana aja sih lu? Tuh, lihat tempat kita udah rame tuh. Para konglomerat itu ujug-ujug dateng aja mereka,” ucap Ronco.Masyarakat setempat dan para peserta KKN berdiri-berdiri di pantai yang dijaga para petugas keamanan sehingga menghalangi mereka berlalu lalang. Aktivitas para direktur itu menjadi semacam tontonan bagi masyarakat setempat. Terlebih ketika helikopter mendarat di sebuah lapangan di sana. Suara riuh anak-anak girang menyambutnya, walaupun masih kalah dengan suara baling-baling helikopter.“Iya, saya ada urusan aja tadi. Tadi saya...”belum usai Wandi berbicara, Ridwan pun memotong.“Jangan bilang semua ini ada hubungannya dengan kepergian lu semalem? Kenalan lu yang elu maksud itu mereka kan?” tebak Ridwan.“Nanti saya jelasin ya, yang penting semuanya harus dengerin saya, percayain semuany

  • Memantai [Tamat]   44. Penyelidikan

    Beberapa waktu kemudian di balai desa...“Wandi mana?” tanya Riris.“Entah. Sejak gua bangun tidur dia udah kaga ada. Pas gua ngejapri, dia bilang lagi ada urusan sama kenalannya terkait kebakaran semalam,” jelas Ridwan.**Sementara di saat yang sama, Wandi sedang bersama dengan Asisten Asmi di hotel Novotel Bandarlampung. Wandi sedang membicarakan hal yang cukup serius dengan asistennya itu sambil memperhatikan apa yang ada di layar leptopnya.**Semalam, seusai memadamkan api, Wandi dan Ridwan serta Ronco kembali ke penginapan. Namun, setelah Ridwan dan Ronco tertidur pulas, Wandi diam-diam pergi dijemput oleh Asisten Azmi yang datang dengan speedboat. Wandi bermaksud untuk segera menyidik kasus kebakaran di lokasi wisata mitra perusahaannya itu. Dengan cekatan Wandi pun dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan kemudian melaporkan hal ini kepada CEO. Karena it

DMCA.com Protection Status