POV Author“Jangan gila kau, David!” Luna tidak habis pikir, jika sampai melakukan itu ia bahkan tidak bisa membayangkan apa yang akan diperbuat Elea padanya.“Kalau tidak mau ya sudah. Sudah jatuh tertimpa tangga. Kau ditinggalkan Dafri dan tidak akan bisa kembali padaku.” David menyeringai menatap Luna.David tahu Luna akan mudah diprovokasi, ia tahu betul seperti apa Luna. Akan melakukan apapun demi uang, demi keuntungannya. Tidak akan peduli jika orang lain dirugikan.Luna gamang. Diam rugi bergerak pun bisa jadi celaka, dalam hal ini ia harus hati-hati mengambil keputusan. Tapi untuk saat ini ia hanya bisa bergantung pada David karena jika ia mendapatkan masalah atau butuh sesuatu tidak akan mungkin datang pada Elea yang jelas tidak akan peduli lagi seperti sebelumnya.“Datangi aku besok jika sudah memutuskan.” David meninggalkan Luna begitu saja.Ini tidak mudah bagi Luna tapi untuk memastikan semuanya Luna akan mencoba mencari keberadaan Dafri, setidaknya ia mendapatkan kepasti
POV AuthorSetelah tidak mendengar teriakan Elea, Jordi kembali duduk di samping wanita itu dengan tampang santainya.“Dia sudah tidak disini?” Jordi bertanya dengan hati-hati.“Cari saja kalau ada.” Elea menyahut tanpa menoleh pada Jordi.Dari jawaban Elea sudah jelas jika Dafri tidak ada disana. Jordi datang hanya untuk memastikan jika Elea baik-baik saja, bagaimanapun ia tidak mungkin mengabaikan Elea yang butuh didampingi apalagi mengingat jika kedua orang tua Elea sedang berada di luar negeri dan tidak tahu soal masalah ini.Mungkin Elea terlihat tegar tapi tetap saja ia juga butuh sandaran dan sebagai seorang teman yang baik Jordi akan selalu ada di samping Elea.“Tidak ada untungnya aku mencari dia,” celetuk Jordi lalu bersandar, menaikan kakinya ke atas meja. Ia memang selalu seperti ini karena menganggap rumah Elea adalah rumahnya juga.“Kau juga ada masalah 'kan?” tebak Elea.Meski niat Jordi datang memang untuk menghibur Elea tapi tidak bisa dipungkiri dari sorot matanya te
POV Author“Melihatnya saja sudah membuatku jijik,” gumam Luna, ia bahkan dari tadi tidak bergerak hanya memandangi ikan-ikan kecil itu.“Ayo mulai. Harus selesai sebelum Non El bangun.”“Apa? Mana mungkin sebanyak ini selesai dalam sekejap. Gila kali!” Luna bersungut-sungut.“Tidak mau tahu. Pokoknya harus selesai.” Siti menatap tidak suka pada Luna, ia berpikir ia adalah pembalasannya karena perbuatan tidak baik Luna padanya dulu. Sudah lama sekali Siti menunggu ini meski berpikir itu tidak mungkin. Tapi kenyataannya malah bisa.“Kau jangan berlagak seperti Nyonya di rumah ini!” bentak Luna dengan mata melotot.Sii melipat tangan di dada, “Ya sudah kalau tidak mau tinggal saya bil-”“Aish! Menyebalkan!” Luna mengacak rambutnya frustasi.Jika ingatannya soal rencana David tidak muncul mungkin yang ada ia sudah hilang kendali karena merasa dipermainkan. Tidak tahu saja jika memang tugas-tugasnya kedepan akan membuat Luna semakin geram karena memang itu tujuan Elea. Ia ingin membuat Lu
POV AuthorJantung Luna hampir copot, untuk yang mendengar ia bicara itu Siti bukan Elea. Jika Elea yang mendengar bisa bahaya.“Dasar babu kepo!” sungut Luna lalu memungut ponselnya.“Situ juga babu, kok menghina?”“Lanjutkan! Aku mau ke toilet.” Tanpa mendengar jawaban Siti, Luna melengos pergi.Siti geleng-geleng kepala, “Wajib dicurigai ini. Jangan sampai Non El dicelakai oleh nenek sihir itu.”Elea memang tidak meminta Siti untuk mengawasi pergerakan Luna hanya mendampingi saja tapi jika ada hal yang mencurigakan seperti ini sudah seharusnya Siti waspada. Tidak tega jika harus melihat majikannya kembali adi korban Luna.Takut lupa jika dinanti-nanti, Siti langsung memberitahu Elea.“Terima kasih infonya. Sekarang kamu bisa kembali.” Elea tersenyum pada Siti.“Sama-sama, Non. Saya permisi.”Pencurian dokumen tidak ada dalam rencananya dan David. Ya, keduanya mendapatkan keuntungan dengan mengerjai Luna. Elea merasa puas dan David bisa lepas dari masalah yang dibuatnya dengan bantu
POV Author“Aku tidak salah apa-apa, kenapa harus bawa-bawa polisi segala?” Luna menggelengkan kepala tidak terima.“Kau memang tidak bersalah tapi berniat untuk melakukan kesalahan. Merencanakan sebuah pembunuhan. Kau ingin meracuni aku bukan?”“Ini tidak seperti apa yang kau pikirkan.” Luna terus saja membela diri, tidak ingin sampai disalahkan karena jika semua itu terjadi bisa saja David malah lepas tangan. Itu akan sangat merugikan bagi Luna.“Benarkah? Apa aku harus percaya kata-katamu?”“Aku bersedia melakukan apapun jadi tolong percaya padaku.”Elea menyeringai, “Terakhir kali kau juga mengatakan itu padaku dan untuk kedua kalinya berkhianat dariku, apa kau akan melakukan untuk kali ketiga?”“Aku lelah mengurus hal yang tidak penting seperti ini. Cukup selama beberapa bulan ini kau sudah menjadi babu di rumahku, aku tidak akan menyimpan dendam untukmu jadi kau boleh pergi.”“Apa?” Luna terperangah, ia benar-benar akan diusir dan rencananya gagal total.“Perlu kuulangi lagi ata
POV AuthorDalam keadaan darurat seperti ini, saat tidak ada yang bisa dimintai tolong biasanya hanya Elea yang menjadi tujuan Luna tapi kali ini jelas itu tidak akan mungkin. Luna tidak mau menjatuhkan harga dirinya dengan datang pada Elea dan meminta bantuan. Ia akan berusaha sendiri mencari pekerjaan, ia bukan orang bodoh yang tidak bisa bekerja. Hanya saja Luna lebih suka memanfaatkan uang orang lain. Ada gunanya juga memiliki keterampilan disaat genting seperti ini.“Aku harus dapat pekerjaan sebelum uangku benar-benar habis,” gumam Luna.Ia akan menggunakan koneksi untuk mencari pekerjaan. Luna memiliki banyak kenalan yang bekerja di perusahaan-perusahaan besar, banyak dari mereka adalah lelaki yang pernah bersamanya.“Namamu di blacklist dari kantor ini, Luna.”Mata Luna membulat sempurna mendengar perkataan salah satu temannya.“Apa? Jangan bercanda, Romi!” Luna menatap Romi dengan serius.Baru Romi yang ditemui Luna karena berpikir ia akan mudah bekerja di tempat Romi.“Untuk
POV AuthorDafri hanya bisa melihat rumah penuh kenangan itu dari kejauhan. Ia sangat merindukan Elea namun tidak berani untuk datang langsung. Jika Elea tidak mengizinkan maka Dafri tidak akan melakukannya.Ia merasa sudah mendapatkan balasan dari apa yang sudah diperbuat. Luna yang menjadi alasannya mendua dari Elea ternyata menipunya, sekarang Dafri tidak akan lagi berhubungan dengan Luna. Awalnya mereka berhubungan karena masalah anak tapi ternyata anak yang dikandung Luna bukankah anak Dafri, jadi Dafri tidak memiliki alasan menjalin komunikasi apapun dengan Luna.Senyum di bibir lelaki itu tersungging saat melihat Elea keluar. Betapa bahagianya ia meski hanya melihat Elea dari jauh. Tidak ingin mengusik Elea, Dafri tetap berada di tempatnya. Hanya mengikuti Elea berjalan dari seberang. Tidak menyangka jika akan melihat Elea secara langsung. Rasa rindunya bisa sedikit terobati.“Aku bersyukur kamu terlihat baik-baik saja,” gumam Dafri.Pandangan Dafri beralih pada perut Elea yang
POV Author“Sebenarnya Dafri sudah mengakui semuanya. Dia menelpon Papa dan mengatakan apa yang telah dia lakukan.”Tubuh Elea menegang. Selama ini ia berusaha untuk menutupi tapi ternyata Dafri sendiri yang mengatakan semuanya pada Pak Hartanto tanpa sepengetahuan Elea. Elea berpikir jika Dafri tidak akan berani melakukan itu karena sudah pasti ia tidak akan mendapatkan maaf dari mertuanya bahkan bisa jadi hidupnya akan dibuat lebih sengsara.“Mas Dafri … mengatakannya?”“Ya.”“Apa dia meminta Papa untuk membujukku?”“Tidak. Dia menghubungi Papa untuk mengaku kesalahannya dan minta maaf, tidak mengatakan hal lain lagi.”Dafri menghubungi mertuanya bukan karena ingin dibantu agar bisa kembali pada Elea tapi ia memang ingin meminta maaf dan menyesali semuanya. Bahkan siap menerima apapun hukuman yang akan diberikan padanya.Selama ini Pak hartanto menahan diri untuk tidak bicara pada Elea, bahkan ia memaksakan diri untuk pulang karena ingin melihat langsung kondisi Elea. Orang tua mana
Niken turun dari motor matanya membeliak kaget. "Ke-kenapa bisa?""Saya dengar karena ada protes pada Mbah Saswito setelah melakukan pengobatan di sana dan tidak ada perubahan. Orang itu marah sampai membakar gubuk beserta Mbah Saswito di dalamnya.""Masa dukun bisa mati.""Dukun juga manusia Mbak, kalau memang sudah waktunya mati ya bakalan mati.""Kamu buka orang bayarannya si tua bangka itu 'kan?" tuding Niken."Orang bayaran gimana? Mbah Saswitonya saja sudah mati kok, saya mau pulang. Mana ongkosnya."Niken menggeram frustasi. Bagaimana bisa semua rencananya hancur bahkan tidak sampai satu hari. Apalagi ia sudah meminta Anton membawakan seorang gadis, entah itu Hanin atau bukan namun yang jelas Niken alam diminta bayaran oleh Anton sedangkan sekarang ia malah pupus harapan untuk mendapatkan Harya."Kenapa kau tidak mati setelah aku mendapatkan Mas Harya kembali!" teriak Niken membuat tukan ojek itu terlonjak kaget.Ia buru-buru meninggalkan Niken yang berteriak seperti orang gila
POV Author"Jangan-jangan Hanin dan Vera sudah memperlihatkan video itu. Si*l, bagaimana ini? Mana aku hanya diberi uang lima puluh ribu untuk dua hari. Mereka pikir aku anak kecil. Untung saja aku masih ada uang, sebelum Mas Harya besok kembali ke sini. Aku harus pergi menemui Mbah Saswito."Niken merasa dirinya harus bergerak cepat untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Membayang kehilangan Harya adalah sesuatu yang sangat mengerikan.Bagaimana mungkin ia mau melepaskan Harya. Apalagi saat ini Niken benar-benar hamil, ia pun tidak tahu anak siapa yang dikandung olehnya."Anak siapapun kamu, ibu bersyukur karena kamu ada Mas Harya akan tetap tinggal. Aku harus menghapus jejak soal masa lalu, jangan sampai ada yang buka suara dan bicara pada Mas Harya jika aku itu tidak peraw*n lagi. Bod*hnya dia juga percaya kalau dia yang mengambil mahkotaku. Dia juga percaya saja kalau aku masih memiliki video itu, padahal sudah kuhapus." Niken bergumam sambil mengelus perutnya yang rata. Ia mem
POV VeraVideo yang dikirimkan Hanin baru masuk, tapi Mas Harya tidak bersamaku saat ini. Mungkin nanti di rumah baru akan kuajak bicara. Sebenarnya aku khawatir karena Hanin menyimpan video dewasa dan membawa ponsel itu ke sekolah. Aku harap tidak ada razia agar Hanin aman.Sepertinya Mas Harya menahan Niken di sana agar tidak mengejarku. Entah berapa lama lagi aku harus menunggu sampai semua masalah ini tuntas.Ting!Perhatianku teralih pada ponsel dan melihat pesan dari Mas Harya.[Kamu sudah sampai rumah, sayang? Maaf karena aku tidak bisa mengantarmu tapi aku juga tidak mengantarkan Niken, percayalah.]Bibirku tertarik membentuk senyuman membacanya. Mas Harya seperti sangat takut jika aku marah.[Sebentar lagi aku sampai rumah, Mas. Tenang saja, aku tidak berpikir macam-macam.]Centang dua tapi belum dibaca, sepertinya Mas Harya kembali fokus bekerja. Jarak kantornya dari rumah sakit tadi memang tidak terlalu jauh, jelas jika ia sekarang sudah mulai bekerja.Ibu langsung menyambu
POV VeraTadi malam aku sempat bicara pada ibu. Mengatakan jika merasa bersalah karena temanku sendiri yang membuat hubunganku dan Mas Harya hampir kandas. Kedepannya harus lebih berhati-hati karena memang teman dekat belum tentu bisa dipercaya.Tidak ingin lagi percaya seratus persen karena memang hati orang itu bisa berubah dengan cepat."Kamu … sibuk?"Suara Mas Harya membuyarkan lamunanku. Ia berjalan mendekat dan duduk di sebelahku."Ada apa, Mas?"Mas Harya terlihat gusar dalam duduknya. Sepertinya ragu juga untuk bicara, mungkin takut aku marah. Bisa ditebak jika yang dibicarakannya sudah pasti sangatlah penting."Bicara saja, kalau mau jujur aku akan lebih menghargai. Tolong jangan tutupi apapun, bukankah kita akan memulai lagi semuanya?"Mas Harya mengangguk lalu mendongak menatap langsung ke dalam bola mataku. "Sebenarnya, aku masih takut jika Niken akan menyebarkan video itu."Keningku mengernyit. "Video apa?"Mas Harya menghela nafas panjang sebelum menceritakan semuanya s
POV Author"Ehmmm!" Suara teriakan Niken tertahan oleh lakban yang menutup mulutnya.Kakinya dihentak-hentakkan berharap ada orang yang lewat dan menyadari keberadaannya yang terikat di pohon."Awas kau bocah set*n, aku akan membalasmu. Kau pikir aku kalah? Tidak, aku tidak akan mudah dikalahkan." Niken menggeram dalam hati, ia sama sekali tidak kapok padahal sudah dibuat kesakitan seperti ini oleh Hanin. Namun Niken kedepannya akan berhati-hati bahkan ia berencana untuk membayar orang agar menjaganya menggunakan uang Harya tentunya.Niken tidak tahu saja jika semua uang dan aset milik Harya kini ada di tangan Vera, ia terlalu berpikir positif. Lihat saja saat nanti pulang ke rumah ia tidak akan mendapati Harya di sana.Mata Niken membulat sempurna saat merasakan ada yang menggerayang masuk ke dalam bajunya, geli dan jijik dirasakannya. Mencoba mengibas-ngibaskan tubuhnya namun percuma karena ikatannya tidak lepas."Si*l. Apa itu?" Niken menjerit dalam hatinya. Matanya terpejam dengan
POV AuthorSebenarnya Hanin merasa bersalah karena berbohong namun ia tidak memiliki alasan lain, selagi masih ada kesempatan tidak akan mungkin disia-siakannya. Sekarang Hanin bersama Dita, teman sekelasnya tengah mengintai Niken yang keluar dari rumah Harya. Terlihat jelas gelagat Niken itu seperti takut ketahuan, entah apa yang akan dilakukannya.“Dia yang akan kita ikuti, Nin?” tanya Dita.“Iya. Pokoknya jangan sampai lolos.” Hanin tidak melepaskan pandangannya dari Niken yang baru saja menaiki ojek online yang dipesannya.Sengaja Hanin mengajak Dita karena Dita itu jago mengendarai motor jadi kemungkinan kecil jika mereka kehilangan jejak Niken nanti. Hanin sudah gatal rasanya ingin memberikan pelajaran pada Niken, jika sudah ada dalam genggamannya tidak akan mungkin Hanin lepaskan dengan begitu mudah.Meski orang memandangnya sebagai anak kemarin sore namun Hanin memiliki keberanian yang cukup tinggi untuk menghadapi orang dewasa seperti Niken. Tidak ada lagi rasa hormat pada te
POV Vera[Sayang, kamu pakai akun punyaku?]Aku tersenyum membaca pesan balasan dari Mas Harya. Jelas dia tidak mungkin tidak tahu aku menggunakan akun miliknya karena hanya aku dan dia yang tahu sandi akun itu kecuali kalau dia juga memberitahu pada Niken.“Apa akan Mbak biarkan?”Suara Hanin membuatku langsung menoleh. “Tentu saja tidak.”[Iya, memang kenapa? Oh ya ampun, aku lupa. Sebentar lagi kita akan menjadi mantan dan tidak seharusnya aku memasuki ranah pribadimu.] Terkirim.Kulihat Hanin menggelengkan kepalanya membuat sebelah asliku menukik naik. “Kenapa?”“Menjadi mantan tapi di caption Mbak masih menyebut Bang Harya suami.” Hanin mencibir.Aku mencebik.”Itu hasil ketikan jarimu, cantik. Mana ada aku yang mengetik itu.”Hanin tersenyum lebar sambil meringis. “Aku lupa. Tapi sepertinya Bang Harya tahu niat Mbak itu untuk membuat si kutil panas.”Aku mengedikkan bahu, sebenarnya apa yang dikatakan Hanin memang ada benarnya. Mas Harya tidak sebodoh itu, dia pasti tahu maksudku
Hanin berpikir keras soal percakapan Niken dan laki-laki tadi. Hanin bisa menyimpulkan jika keputusan Harya untuk menikahi Niken itu memang terpengaruh oleh permainan Niken dengan ilmu hitam.Hanin tidak akan tinggal diam, mana mungkin ia membiarkan kejahatan menang begitu saja. Hanin akan mencari tahu kebenarannya, awalnya ia mengira jika Harya benar-benar berkhianat tapi ternyata semua itu ada pengaruh dari hal lain."Aku harus bergerak cepat, bagaimanapun rumah tangga Bang Harya dan Mbak Vera tidak boleh hancur.""Nin, malam melamun. Lupa sesuatu?" Bu Fitri menegur putrinya itu."Tidak, Bu. Ayo!"Hanin tidak akan memberitahu ibunya soal ini, sebelum semua bukti jelas karena tadi Hanin hanya sekedar mendengar percakapan itu pun tidak direkam olehnya. Kali ini Hanin sedikit ceroboh karena kehilangan salah satu bukti yang menguatkan.***Saat Niken kembali ke rumah, ia melihat Harya sudah rapi dengan pakaian kantornya. Niken berpikir jika Harya akan lama makanya ia pergi, itu pun menc
Dengan semangat membara Harya langsung bangkit dari duduknya. Ia tidak akan membuang waktu lagi karena di lain kesempatan belum tentu Vera mau membuka sedikit celah pintu untuk Harya masuk."Mas, kamu mau kemana?" Niken yang baru saja bangun dibuat heran melihat Harya terlihat buru-buru membawa berkas-berkas miliknya."Aku ada urusan. Ini kalau kamu mau cari makan." Harya memberikan selembar uang seratus ribu pada Niken lalu melangkah keluar."Seratus ribu? Cukup untuk apa?" Wanita itu mencebik, bukannya bersyukur setidaknya Harya masih ingat untuk memberikannya uang untuk makan karena di rumah itu sama sekali tidak ada peralatan bahkan kompor sekalipun.Harya tidak memakai mobil karena ia tahu kemacetan malah akan membuatnya lebih lama terjebak di jalan. Di rumah itu ada motor miliknya yang memang sudah jarang sekali dipakai, motor yang menjadi saksi bisu perjuangan Harya yang meniti karir dari bawah sampai saat ini."Aku harus mendapatkan kembali hati Vera. Dia tidak akan kulepaskan