POV AuthorDalam keadaan darurat seperti ini, saat tidak ada yang bisa dimintai tolong biasanya hanya Elea yang menjadi tujuan Luna tapi kali ini jelas itu tidak akan mungkin. Luna tidak mau menjatuhkan harga dirinya dengan datang pada Elea dan meminta bantuan. Ia akan berusaha sendiri mencari pekerjaan, ia bukan orang bodoh yang tidak bisa bekerja. Hanya saja Luna lebih suka memanfaatkan uang orang lain. Ada gunanya juga memiliki keterampilan disaat genting seperti ini.“Aku harus dapat pekerjaan sebelum uangku benar-benar habis,” gumam Luna.Ia akan menggunakan koneksi untuk mencari pekerjaan. Luna memiliki banyak kenalan yang bekerja di perusahaan-perusahaan besar, banyak dari mereka adalah lelaki yang pernah bersamanya.“Namamu di blacklist dari kantor ini, Luna.”Mata Luna membulat sempurna mendengar perkataan salah satu temannya.“Apa? Jangan bercanda, Romi!” Luna menatap Romi dengan serius.Baru Romi yang ditemui Luna karena berpikir ia akan mudah bekerja di tempat Romi.“Untuk
POV AuthorDafri hanya bisa melihat rumah penuh kenangan itu dari kejauhan. Ia sangat merindukan Elea namun tidak berani untuk datang langsung. Jika Elea tidak mengizinkan maka Dafri tidak akan melakukannya.Ia merasa sudah mendapatkan balasan dari apa yang sudah diperbuat. Luna yang menjadi alasannya mendua dari Elea ternyata menipunya, sekarang Dafri tidak akan lagi berhubungan dengan Luna. Awalnya mereka berhubungan karena masalah anak tapi ternyata anak yang dikandung Luna bukankah anak Dafri, jadi Dafri tidak memiliki alasan menjalin komunikasi apapun dengan Luna.Senyum di bibir lelaki itu tersungging saat melihat Elea keluar. Betapa bahagianya ia meski hanya melihat Elea dari jauh. Tidak ingin mengusik Elea, Dafri tetap berada di tempatnya. Hanya mengikuti Elea berjalan dari seberang. Tidak menyangka jika akan melihat Elea secara langsung. Rasa rindunya bisa sedikit terobati.“Aku bersyukur kamu terlihat baik-baik saja,” gumam Dafri.Pandangan Dafri beralih pada perut Elea yang
POV Author“Sebenarnya Dafri sudah mengakui semuanya. Dia menelpon Papa dan mengatakan apa yang telah dia lakukan.”Tubuh Elea menegang. Selama ini ia berusaha untuk menutupi tapi ternyata Dafri sendiri yang mengatakan semuanya pada Pak Hartanto tanpa sepengetahuan Elea. Elea berpikir jika Dafri tidak akan berani melakukan itu karena sudah pasti ia tidak akan mendapatkan maaf dari mertuanya bahkan bisa jadi hidupnya akan dibuat lebih sengsara.“Mas Dafri … mengatakannya?”“Ya.”“Apa dia meminta Papa untuk membujukku?”“Tidak. Dia menghubungi Papa untuk mengaku kesalahannya dan minta maaf, tidak mengatakan hal lain lagi.”Dafri menghubungi mertuanya bukan karena ingin dibantu agar bisa kembali pada Elea tapi ia memang ingin meminta maaf dan menyesali semuanya. Bahkan siap menerima apapun hukuman yang akan diberikan padanya.Selama ini Pak hartanto menahan diri untuk tidak bicara pada Elea, bahkan ia memaksakan diri untuk pulang karena ingin melihat langsung kondisi Elea. Orang tua mana
POV AuthorBerbulan-bulan Dafri terbaring tak berdaya. Elea tidak akan pernah melepaskan Luna yang sudah membuat banyak masalah.Tidak pernah sekalipun Elea absen untuk berada di sisi suaminya. Bahkan saat usia kandungannya sudah tua dan masuk bulannya, Elea masih mengunjungi Dafri. “Mas, sebentar lagi anak kita lahir. Cepatlah bangun, aku ingin kamu menemaniku saat melahirkan nanti.”Setiap saat Elea selalu mengajak suaminya itu bicara meski percuma karena tidak ada respon apapun. Namun berbeda dengan sebelumnya yang sulit menahan desakan air mata.Sekarang Elea sudah bisa mengendalikan dirinya karena terlalu sering menangis akan berdampak buruk pada kandungannya.“Nanti setelah sehat, kamu juga harus pergi ke gym. Kamu tahu sendiri bukan kalau aku tidak suka lelaki dengan perut buncit.”Dengan telaten Elea membersihkan tubuh suaminya. Selama bisa melakukannya sendiri ia akan melarang orang lain untuk melakukan tugasnya itu.“El sudah makan belum?” Bu Lia datang membawakan kotak maka
Karena terburu-buru, orang yang baru saja akan masuk dan keluar secara bersamaan dari cafe itu harus bertubrukan.“Maaf, saya tidak sengaja.” Dafri membantu memunguti buku wanita itu yang berserakan.“Iya, tidak apa-apa. Saya yang salah, Pak.”“Vera! Ayo cepat.”Wanita itu dipanggil oleh temannya yang sudah berada di dalam mobil dan dengan langkah cepat meninggalkan Dafri yang masih membeku.Melihat sosok Vera membuat lelaki itu sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya. Pertemuan pertama namun sosok itu berhasil menyita perhatian Dafri apalagi saat melihat sorot matanya yang mirip dengan Elea.“Papa. Awas ya berani lihat-lihat kakak cantik!”Dafri tersentak mendengar suara cempreng bocah lima tahun yang sekarang melotot padanya. Bodyguard kecil yang selalu mengikuti kemanapun Dafri pergi bahkan Vano menolak untuk sekolah hanya karena ingin mengikuti sang ayah.“Siapa juga yang lihat, Papa tidak sengaja. Ayo masuk.” Dafri menggandeng tangan putranya masuk ke dalam cafe.Hati Dafr
“Aku tidak ridho kamu keluar satu langkah saja dari rumah ini! Aku masih suamimu, dosa kalau kamu tidak mengikuti perintahku!” Harya memperingati. Vera menyeringai. “Anda sudah kehilangan hak untuk melarang saya setelan anda membawa dia ke rumah ini sebagai madu. Oh ya, tadi anda bicara soal dosa? Apa anda pikir menyakiti hati istri tidak dosa tapi sudahlah dosa itu anda tanggung sendiri. Mulai detik ini tidak ada hubungan apapun lagi diantara kita.” Harya mencekal pergelangan tangan Vera. “Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskanmu, Vera!” “Mas, sudah biarkan saja dulu Vera menenangkan hatinya. Aku yakin Vera tidak akan mau juga berpisah denganmu dan menjadi janda.” Ia bicara seperti sangat peduli padahal ia sangat bahagia melihat Vera keluar dari rumah ini dan nantinya ia yang akan berkuasa, tidak hanya menguasai Harya namun juga harta lelaki itu. “Dengar, Pak Harya Prasetya? Istri tersayang anda itu meminta anda membiarkan saya pergi tapi ingat satu hal jika saya tidak akan per
Vera tidak pulang ke rumah orang tuanya, ia belum siap. Meski tinggal bersama bukan dengan orang tua kandungnya, namun Vera sangat menyayangi mereka yang merawat Vera dari bayi sampai dewasa.Untuk malam ini Vera memilih untuk tidur di penginapan sementara waktu, meski beberapa tahun ke belakang ia hanya seorang ibu rumah tangga namun sebelum menikah Vera bekerja dan memiliki tabungan.Ia harus menyiapkan diri untuk menjadi seorang janda, biaya yang akan dibutuhkannya besar untuk melahirkan nanti. Meski memiliki tabungan namun Vera tidak mungkin mengandalkan itu selamanya."Aku harus mencari pekerjaan secepatnya. Pendidikanku tidak sia-sia, saat seperti inilah mandiri dibutuhkan. Semangat Vera, hidupmu berharga. Buktikan pada dunia kau tidak lemah setelah dihancurkan." Vera menyemangati dirinya sendiri. Ia tidak akan mengemis untuk diberikan semangat dari orang lain.Vera menatap semua berkas miliknya yang akan digunakan untuk melamar pekerjaan. Saat pulang tadi ja menyempatkan untuk m
"Hm … anu, Bu."Bu Fitri mengernyit heran. "Anu apa?""Ini 'kan sudah malam, nanti saja ibu datang ke rumah. Lagi pula Vera juga pasti sudah istirahat, semenjak hamil dia jadi mudah kelelahan."Entah berapa kebohongan yang nantinya akan tercipta jika Harya terus menutupi semuanya."Baiklah, besok ibu akan ke rumah kalian. Ibu tidak sabar bertemu dengan Vera."Binar bahagia terlihat jelas di wajah keriputnya membuat hati Harya teriris. Ia harus membohongi ibunya demi menutupi apa yang sedang terjadi, tidak berpikir esok seperti apa. Harya saja tidak bisa menghubungi Vera, bagaimana ia bisa membujuk istrinya itu.Semuanya semakin kacau dan rumit karena kebohongan yang dibuat oleh Harya sendiri."I–ya, Bu.""Kamu sudah makan belum? Tadi ibu masak telur balado kesukaan Vera. Sekalian kamu bawa pulang buat dia ya." Bu Fitri beranjak ke dapur untuk menyiapkan telur balado untuk menantunya.Harya menjambak rambutnya frustasi. Ia menghela nafas kasar, rasanya berat sekali menjalani semua ini.
Niken turun dari motor matanya membeliak kaget. "Ke-kenapa bisa?""Saya dengar karena ada protes pada Mbah Saswito setelah melakukan pengobatan di sana dan tidak ada perubahan. Orang itu marah sampai membakar gubuk beserta Mbah Saswito di dalamnya.""Masa dukun bisa mati.""Dukun juga manusia Mbak, kalau memang sudah waktunya mati ya bakalan mati.""Kamu buka orang bayarannya si tua bangka itu 'kan?" tuding Niken."Orang bayaran gimana? Mbah Saswitonya saja sudah mati kok, saya mau pulang. Mana ongkosnya."Niken menggeram frustasi. Bagaimana bisa semua rencananya hancur bahkan tidak sampai satu hari. Apalagi ia sudah meminta Anton membawakan seorang gadis, entah itu Hanin atau bukan namun yang jelas Niken alam diminta bayaran oleh Anton sedangkan sekarang ia malah pupus harapan untuk mendapatkan Harya."Kenapa kau tidak mati setelah aku mendapatkan Mas Harya kembali!" teriak Niken membuat tukan ojek itu terlonjak kaget.Ia buru-buru meninggalkan Niken yang berteriak seperti orang gila
POV Author"Jangan-jangan Hanin dan Vera sudah memperlihatkan video itu. Si*l, bagaimana ini? Mana aku hanya diberi uang lima puluh ribu untuk dua hari. Mereka pikir aku anak kecil. Untung saja aku masih ada uang, sebelum Mas Harya besok kembali ke sini. Aku harus pergi menemui Mbah Saswito."Niken merasa dirinya harus bergerak cepat untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Membayang kehilangan Harya adalah sesuatu yang sangat mengerikan.Bagaimana mungkin ia mau melepaskan Harya. Apalagi saat ini Niken benar-benar hamil, ia pun tidak tahu anak siapa yang dikandung olehnya."Anak siapapun kamu, ibu bersyukur karena kamu ada Mas Harya akan tetap tinggal. Aku harus menghapus jejak soal masa lalu, jangan sampai ada yang buka suara dan bicara pada Mas Harya jika aku itu tidak peraw*n lagi. Bod*hnya dia juga percaya kalau dia yang mengambil mahkotaku. Dia juga percaya saja kalau aku masih memiliki video itu, padahal sudah kuhapus." Niken bergumam sambil mengelus perutnya yang rata. Ia mem
POV VeraVideo yang dikirimkan Hanin baru masuk, tapi Mas Harya tidak bersamaku saat ini. Mungkin nanti di rumah baru akan kuajak bicara. Sebenarnya aku khawatir karena Hanin menyimpan video dewasa dan membawa ponsel itu ke sekolah. Aku harap tidak ada razia agar Hanin aman.Sepertinya Mas Harya menahan Niken di sana agar tidak mengejarku. Entah berapa lama lagi aku harus menunggu sampai semua masalah ini tuntas.Ting!Perhatianku teralih pada ponsel dan melihat pesan dari Mas Harya.[Kamu sudah sampai rumah, sayang? Maaf karena aku tidak bisa mengantarmu tapi aku juga tidak mengantarkan Niken, percayalah.]Bibirku tertarik membentuk senyuman membacanya. Mas Harya seperti sangat takut jika aku marah.[Sebentar lagi aku sampai rumah, Mas. Tenang saja, aku tidak berpikir macam-macam.]Centang dua tapi belum dibaca, sepertinya Mas Harya kembali fokus bekerja. Jarak kantornya dari rumah sakit tadi memang tidak terlalu jauh, jelas jika ia sekarang sudah mulai bekerja.Ibu langsung menyambu
POV VeraTadi malam aku sempat bicara pada ibu. Mengatakan jika merasa bersalah karena temanku sendiri yang membuat hubunganku dan Mas Harya hampir kandas. Kedepannya harus lebih berhati-hati karena memang teman dekat belum tentu bisa dipercaya.Tidak ingin lagi percaya seratus persen karena memang hati orang itu bisa berubah dengan cepat."Kamu … sibuk?"Suara Mas Harya membuyarkan lamunanku. Ia berjalan mendekat dan duduk di sebelahku."Ada apa, Mas?"Mas Harya terlihat gusar dalam duduknya. Sepertinya ragu juga untuk bicara, mungkin takut aku marah. Bisa ditebak jika yang dibicarakannya sudah pasti sangatlah penting."Bicara saja, kalau mau jujur aku akan lebih menghargai. Tolong jangan tutupi apapun, bukankah kita akan memulai lagi semuanya?"Mas Harya mengangguk lalu mendongak menatap langsung ke dalam bola mataku. "Sebenarnya, aku masih takut jika Niken akan menyebarkan video itu."Keningku mengernyit. "Video apa?"Mas Harya menghela nafas panjang sebelum menceritakan semuanya s
POV Author"Ehmmm!" Suara teriakan Niken tertahan oleh lakban yang menutup mulutnya.Kakinya dihentak-hentakkan berharap ada orang yang lewat dan menyadari keberadaannya yang terikat di pohon."Awas kau bocah set*n, aku akan membalasmu. Kau pikir aku kalah? Tidak, aku tidak akan mudah dikalahkan." Niken menggeram dalam hati, ia sama sekali tidak kapok padahal sudah dibuat kesakitan seperti ini oleh Hanin. Namun Niken kedepannya akan berhati-hati bahkan ia berencana untuk membayar orang agar menjaganya menggunakan uang Harya tentunya.Niken tidak tahu saja jika semua uang dan aset milik Harya kini ada di tangan Vera, ia terlalu berpikir positif. Lihat saja saat nanti pulang ke rumah ia tidak akan mendapati Harya di sana.Mata Niken membulat sempurna saat merasakan ada yang menggerayang masuk ke dalam bajunya, geli dan jijik dirasakannya. Mencoba mengibas-ngibaskan tubuhnya namun percuma karena ikatannya tidak lepas."Si*l. Apa itu?" Niken menjerit dalam hatinya. Matanya terpejam dengan
POV AuthorSebenarnya Hanin merasa bersalah karena berbohong namun ia tidak memiliki alasan lain, selagi masih ada kesempatan tidak akan mungkin disia-siakannya. Sekarang Hanin bersama Dita, teman sekelasnya tengah mengintai Niken yang keluar dari rumah Harya. Terlihat jelas gelagat Niken itu seperti takut ketahuan, entah apa yang akan dilakukannya.“Dia yang akan kita ikuti, Nin?” tanya Dita.“Iya. Pokoknya jangan sampai lolos.” Hanin tidak melepaskan pandangannya dari Niken yang baru saja menaiki ojek online yang dipesannya.Sengaja Hanin mengajak Dita karena Dita itu jago mengendarai motor jadi kemungkinan kecil jika mereka kehilangan jejak Niken nanti. Hanin sudah gatal rasanya ingin memberikan pelajaran pada Niken, jika sudah ada dalam genggamannya tidak akan mungkin Hanin lepaskan dengan begitu mudah.Meski orang memandangnya sebagai anak kemarin sore namun Hanin memiliki keberanian yang cukup tinggi untuk menghadapi orang dewasa seperti Niken. Tidak ada lagi rasa hormat pada te
POV Vera[Sayang, kamu pakai akun punyaku?]Aku tersenyum membaca pesan balasan dari Mas Harya. Jelas dia tidak mungkin tidak tahu aku menggunakan akun miliknya karena hanya aku dan dia yang tahu sandi akun itu kecuali kalau dia juga memberitahu pada Niken.“Apa akan Mbak biarkan?”Suara Hanin membuatku langsung menoleh. “Tentu saja tidak.”[Iya, memang kenapa? Oh ya ampun, aku lupa. Sebentar lagi kita akan menjadi mantan dan tidak seharusnya aku memasuki ranah pribadimu.] Terkirim.Kulihat Hanin menggelengkan kepalanya membuat sebelah asliku menukik naik. “Kenapa?”“Menjadi mantan tapi di caption Mbak masih menyebut Bang Harya suami.” Hanin mencibir.Aku mencebik.”Itu hasil ketikan jarimu, cantik. Mana ada aku yang mengetik itu.”Hanin tersenyum lebar sambil meringis. “Aku lupa. Tapi sepertinya Bang Harya tahu niat Mbak itu untuk membuat si kutil panas.”Aku mengedikkan bahu, sebenarnya apa yang dikatakan Hanin memang ada benarnya. Mas Harya tidak sebodoh itu, dia pasti tahu maksudku
Hanin berpikir keras soal percakapan Niken dan laki-laki tadi. Hanin bisa menyimpulkan jika keputusan Harya untuk menikahi Niken itu memang terpengaruh oleh permainan Niken dengan ilmu hitam.Hanin tidak akan tinggal diam, mana mungkin ia membiarkan kejahatan menang begitu saja. Hanin akan mencari tahu kebenarannya, awalnya ia mengira jika Harya benar-benar berkhianat tapi ternyata semua itu ada pengaruh dari hal lain."Aku harus bergerak cepat, bagaimanapun rumah tangga Bang Harya dan Mbak Vera tidak boleh hancur.""Nin, malam melamun. Lupa sesuatu?" Bu Fitri menegur putrinya itu."Tidak, Bu. Ayo!"Hanin tidak akan memberitahu ibunya soal ini, sebelum semua bukti jelas karena tadi Hanin hanya sekedar mendengar percakapan itu pun tidak direkam olehnya. Kali ini Hanin sedikit ceroboh karena kehilangan salah satu bukti yang menguatkan.***Saat Niken kembali ke rumah, ia melihat Harya sudah rapi dengan pakaian kantornya. Niken berpikir jika Harya akan lama makanya ia pergi, itu pun menc
Dengan semangat membara Harya langsung bangkit dari duduknya. Ia tidak akan membuang waktu lagi karena di lain kesempatan belum tentu Vera mau membuka sedikit celah pintu untuk Harya masuk."Mas, kamu mau kemana?" Niken yang baru saja bangun dibuat heran melihat Harya terlihat buru-buru membawa berkas-berkas miliknya."Aku ada urusan. Ini kalau kamu mau cari makan." Harya memberikan selembar uang seratus ribu pada Niken lalu melangkah keluar."Seratus ribu? Cukup untuk apa?" Wanita itu mencebik, bukannya bersyukur setidaknya Harya masih ingat untuk memberikannya uang untuk makan karena di rumah itu sama sekali tidak ada peralatan bahkan kompor sekalipun.Harya tidak memakai mobil karena ia tahu kemacetan malah akan membuatnya lebih lama terjebak di jalan. Di rumah itu ada motor miliknya yang memang sudah jarang sekali dipakai, motor yang menjadi saksi bisu perjuangan Harya yang meniti karir dari bawah sampai saat ini."Aku harus mendapatkan kembali hati Vera. Dia tidak akan kulepaskan