Vera tidak pulang ke rumah orang tuanya, ia belum siap. Meski tinggal bersama bukan dengan orang tua kandungnya, namun Vera sangat menyayangi mereka yang merawat Vera dari bayi sampai dewasa.Untuk malam ini Vera memilih untuk tidur di penginapan sementara waktu, meski beberapa tahun ke belakang ia hanya seorang ibu rumah tangga namun sebelum menikah Vera bekerja dan memiliki tabungan.Ia harus menyiapkan diri untuk menjadi seorang janda, biaya yang akan dibutuhkannya besar untuk melahirkan nanti. Meski memiliki tabungan namun Vera tidak mungkin mengandalkan itu selamanya."Aku harus mencari pekerjaan secepatnya. Pendidikanku tidak sia-sia, saat seperti inilah mandiri dibutuhkan. Semangat Vera, hidupmu berharga. Buktikan pada dunia kau tidak lemah setelah dihancurkan." Vera menyemangati dirinya sendiri. Ia tidak akan mengemis untuk diberikan semangat dari orang lain.Vera menatap semua berkas miliknya yang akan digunakan untuk melamar pekerjaan. Saat pulang tadi ja menyempatkan untuk m
"Hm … anu, Bu."Bu Fitri mengernyit heran. "Anu apa?""Ini 'kan sudah malam, nanti saja ibu datang ke rumah. Lagi pula Vera juga pasti sudah istirahat, semenjak hamil dia jadi mudah kelelahan."Entah berapa kebohongan yang nantinya akan tercipta jika Harya terus menutupi semuanya."Baiklah, besok ibu akan ke rumah kalian. Ibu tidak sabar bertemu dengan Vera."Binar bahagia terlihat jelas di wajah keriputnya membuat hati Harya teriris. Ia harus membohongi ibunya demi menutupi apa yang sedang terjadi, tidak berpikir esok seperti apa. Harya saja tidak bisa menghubungi Vera, bagaimana ia bisa membujuk istrinya itu.Semuanya semakin kacau dan rumit karena kebohongan yang dibuat oleh Harya sendiri."I–ya, Bu.""Kamu sudah makan belum? Tadi ibu masak telur balado kesukaan Vera. Sekalian kamu bawa pulang buat dia ya." Bu Fitri beranjak ke dapur untuk menyiapkan telur balado untuk menantunya.Harya menjambak rambutnya frustasi. Ia menghela nafas kasar, rasanya berat sekali menjalani semua ini.
“Kamu datang ke sini memakai seragam. Kamu bolos?” Vera baru menyadari jika adik iparnya itu masih memakai seragam sekolah.Hanin tersenyum lebar. “Aku khawatir, makanya aku langsung datang ke sini. Aku tidak fokus belajar.”Vera mencebik. “Bilang saja kalau kamu malas sekolah.”“Berhubung sekarang aku sudah terlanjur bolos aku mau menemani Mbak di sini. Pokoknya Mbak tidak boleh menolak.”Vera tersenyum dengan kepedulian Hanin. “Mbak harus pergi. Kalau kamu mau menunggu di sini tidak apa-apa.”Dahi Hanin mengernyit. “Mbak mau pergi kemana? Biar aku temani, Mbak sedang hamil jadi tidak boleh pergi sendirian.”“Ka–mu tahu soal itu juga?”Hanin mengangguk. “Kalau itu ibu yang cerita padaku tadi pagi. Bang Harya yang memberitahu ibu, ibu bahkan mengatakan hari ini ingin datang ke rumah untuk bertemu dengan Mbak.”Vera diam, ia akan bicara pada ibu mertuanya secara langsung. Vera bukan Harya yang akan menutupi fakta dengan kebohongan. Keputusannya tidak akan bisa diganggu gugat lagi, sete
Niken menelan ludahnya dengan susah payah, ia termakan omongannya sendiri. Beginilah jika bermuka dua, ia menyulitkan hidupnya sendiri."Rasakan! Siapa suruh ingin kau bersandiwara, aku pun akan ikut permainanmu." Hanin membatin, ia tidak akan semudah itu membiarkan Niken lepas.Jika langsung ke inti membuatnya menderita rasanya tidak akan seru, lebih baik membuatnya menderita secara perlahan dan akhirnya ia akan frustasi sendiri."Kenapa melamun, Mbak? Atau Mbak sudah mau pulang? Pulang saja, biar rumah aku yang jaga. Kebetulan aku juga ingin bertemu dengan Bang Harya dan Mbak Vera untuk membicarakan rencana bulan madu kedua mereka."Mata Niken langsung membulat mendengar itu. "Bu–lan madu kedua?""Iya. Kenapa Mbak sepertinya kaget begitu?"Niken langsung menormalkan ekspresi wajahnya dan menggelengkan kepala. "Ti–dak, hanya saja rasanya aneh bicara bulan madu. Mereka bukan pasangan yang baru menikah.""Kenapa aneh, wajar mereka pergi bulan madu. Sekalian merayakan kehamilan Mbak Ver
Mendengar ucapan Hanin yang baru saja pulang Bu Fitri jelas tidak akan percaya."Jangan bercanda kamu. Itu tidak pantas dijadikan bahan candaan." Bu Fitri menegur dengan tegas anak bungsunya itu."Mbak Vera, katakan pada ibu jika ini bukan candaan." Hanin beralih menatap kakak iparnya.Bu Fitri jelas tidak akan percaya karena selama ini ia melihat rumah tangga Harya dan Vera baik-baik saja, ya karena Harya berhasil menyimpan bangkai dengan baik. Vera menunduk tidak berani menatap mertuanya yang jelas akan terluka saat mendengar fakta ini."Maaf, Bu. Aku tidak bisa mempertahankannya, Mas Harya lebih bahagia bersama Niken."Bu Fitri menggelengkan kepalanya, sudut matanya sudah basah saking kecewanya mendengar apa yang sudah dilakukan oleh Harya pada Vera.Wanita paruh baya itu memejamkan matanya merasakan dunianya seperti berputar."Bu, Ibu." Vera yang takut terjadi sesuatu pada Bu Fitri langsung mengguncangkan pundak wanita itu.Bu Fitri kembali membuka matanya dan berhambur memeluk V
"Bu, semua barang sudah selesai dibawa ke mobil.""Baik, terima kasih, Pak.""Vera, kembalikan semua itu sebelum aku berteriak maling!" ancam Niken."Maling kok teriak maling. Gil* ente!" Hanin mencibir."Ayo pergi, Nin."Keduanya meninggalkan rumah itu dalam keadaan Niken yang masih terkunci di kamar mandi. Biarkan ia merasakan siksaan di awal-awal pernikahannya. Jika mengambil paksa milik orang lain sudah pasti akan berakhir sengsara. Ini baru awal, entah apa yang akan terjadi pada Niken kedepannya.Rumah yang bertahun-tahun di tempati oleh Harya dan Vera kini sudah kosong, tidak ada sama sekali perabotan di sana. Bahkan satu kursi pun tidak ada, di dalam kamar utama terlihat baju-baju berserakan dengan berkas-berkas. Benar-benar seperti kamar kosong karena ranjang dan juga lemari sudah diangkut."Aku akan membuat perhitungan. Beraninya kalian melakukan ini padaku!" geram Niken.Saat ini yang ingin dilakukannya hanya meredam panas di area sensitifnya. Ia bahkan sampai berendam di ba
"Sampai Vera memaafkanmu dan luka hatinya sembuh."Harya tertegun. "Bu, bantu aku untuk kembali pada Vera. Aku menyesali semuanya. Aku akan menebus semua kesalahanku.""Jangan berharap kembali bersama Vera, dia sudah memutuskan untuk berpisah denganmu. Ibu senang kamu menyesali semua perbuatan kamu tapi semua itu tidak ada pengaruh apapun untuk Vera, bahkan tidak bisa menyembuhkan luka hatinya. Dan kamu bilang ingin menebus semua kesalahan kamu, dengan cara apa?"Harya terdiam tidak mampu untuk berkata-kata. Apa yang dikatakan ibunya memang benar, mungkin luka bisa sembuh namun bekasnya akan tetap ada.Harya belutut di depan ibunya. "Bu. Aku benar-benar tidak mau kehilangan Vera." Bukti ia menyesali semuanya adalah air mata yang mengalir, bukan air mata buaya karena Harya tidak akan bisa berpura-pura di depan ibunya."Pulanglah. Nanti ibu akan meminta Ustadz Hilman datang ke sini, setidaknya kalian bisa membicarakan masalah ini dengan orang yang mengerti agama. Tunggu ibu yang minta b
Dengan semangat membara Harya langsung bangkit dari duduknya. Ia tidak akan membuang waktu lagi karena di lain kesempatan belum tentu Vera mau membuka sedikit celah pintu untuk Harya masuk."Mas, kamu mau kemana?" Niken yang baru saja bangun dibuat heran melihat Harya terlihat buru-buru membawa berkas-berkas miliknya."Aku ada urusan. Ini kalau kamu mau cari makan." Harya memberikan selembar uang seratus ribu pada Niken lalu melangkah keluar."Seratus ribu? Cukup untuk apa?" Wanita itu mencebik, bukannya bersyukur setidaknya Harya masih ingat untuk memberikannya uang untuk makan karena di rumah itu sama sekali tidak ada peralatan bahkan kompor sekalipun.Harya tidak memakai mobil karena ia tahu kemacetan malah akan membuatnya lebih lama terjebak di jalan. Di rumah itu ada motor miliknya yang memang sudah jarang sekali dipakai, motor yang menjadi saksi bisu perjuangan Harya yang meniti karir dari bawah sampai saat ini."Aku harus mendapatkan kembali hati Vera. Dia tidak akan kulepaskan
Niken turun dari motor matanya membeliak kaget. "Ke-kenapa bisa?""Saya dengar karena ada protes pada Mbah Saswito setelah melakukan pengobatan di sana dan tidak ada perubahan. Orang itu marah sampai membakar gubuk beserta Mbah Saswito di dalamnya.""Masa dukun bisa mati.""Dukun juga manusia Mbak, kalau memang sudah waktunya mati ya bakalan mati.""Kamu buka orang bayarannya si tua bangka itu 'kan?" tuding Niken."Orang bayaran gimana? Mbah Saswitonya saja sudah mati kok, saya mau pulang. Mana ongkosnya."Niken menggeram frustasi. Bagaimana bisa semua rencananya hancur bahkan tidak sampai satu hari. Apalagi ia sudah meminta Anton membawakan seorang gadis, entah itu Hanin atau bukan namun yang jelas Niken alam diminta bayaran oleh Anton sedangkan sekarang ia malah pupus harapan untuk mendapatkan Harya."Kenapa kau tidak mati setelah aku mendapatkan Mas Harya kembali!" teriak Niken membuat tukan ojek itu terlonjak kaget.Ia buru-buru meninggalkan Niken yang berteriak seperti orang gila
POV Author"Jangan-jangan Hanin dan Vera sudah memperlihatkan video itu. Si*l, bagaimana ini? Mana aku hanya diberi uang lima puluh ribu untuk dua hari. Mereka pikir aku anak kecil. Untung saja aku masih ada uang, sebelum Mas Harya besok kembali ke sini. Aku harus pergi menemui Mbah Saswito."Niken merasa dirinya harus bergerak cepat untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Membayang kehilangan Harya adalah sesuatu yang sangat mengerikan.Bagaimana mungkin ia mau melepaskan Harya. Apalagi saat ini Niken benar-benar hamil, ia pun tidak tahu anak siapa yang dikandung olehnya."Anak siapapun kamu, ibu bersyukur karena kamu ada Mas Harya akan tetap tinggal. Aku harus menghapus jejak soal masa lalu, jangan sampai ada yang buka suara dan bicara pada Mas Harya jika aku itu tidak peraw*n lagi. Bod*hnya dia juga percaya kalau dia yang mengambil mahkotaku. Dia juga percaya saja kalau aku masih memiliki video itu, padahal sudah kuhapus." Niken bergumam sambil mengelus perutnya yang rata. Ia mem
POV VeraVideo yang dikirimkan Hanin baru masuk, tapi Mas Harya tidak bersamaku saat ini. Mungkin nanti di rumah baru akan kuajak bicara. Sebenarnya aku khawatir karena Hanin menyimpan video dewasa dan membawa ponsel itu ke sekolah. Aku harap tidak ada razia agar Hanin aman.Sepertinya Mas Harya menahan Niken di sana agar tidak mengejarku. Entah berapa lama lagi aku harus menunggu sampai semua masalah ini tuntas.Ting!Perhatianku teralih pada ponsel dan melihat pesan dari Mas Harya.[Kamu sudah sampai rumah, sayang? Maaf karena aku tidak bisa mengantarmu tapi aku juga tidak mengantarkan Niken, percayalah.]Bibirku tertarik membentuk senyuman membacanya. Mas Harya seperti sangat takut jika aku marah.[Sebentar lagi aku sampai rumah, Mas. Tenang saja, aku tidak berpikir macam-macam.]Centang dua tapi belum dibaca, sepertinya Mas Harya kembali fokus bekerja. Jarak kantornya dari rumah sakit tadi memang tidak terlalu jauh, jelas jika ia sekarang sudah mulai bekerja.Ibu langsung menyambu
POV VeraTadi malam aku sempat bicara pada ibu. Mengatakan jika merasa bersalah karena temanku sendiri yang membuat hubunganku dan Mas Harya hampir kandas. Kedepannya harus lebih berhati-hati karena memang teman dekat belum tentu bisa dipercaya.Tidak ingin lagi percaya seratus persen karena memang hati orang itu bisa berubah dengan cepat."Kamu … sibuk?"Suara Mas Harya membuyarkan lamunanku. Ia berjalan mendekat dan duduk di sebelahku."Ada apa, Mas?"Mas Harya terlihat gusar dalam duduknya. Sepertinya ragu juga untuk bicara, mungkin takut aku marah. Bisa ditebak jika yang dibicarakannya sudah pasti sangatlah penting."Bicara saja, kalau mau jujur aku akan lebih menghargai. Tolong jangan tutupi apapun, bukankah kita akan memulai lagi semuanya?"Mas Harya mengangguk lalu mendongak menatap langsung ke dalam bola mataku. "Sebenarnya, aku masih takut jika Niken akan menyebarkan video itu."Keningku mengernyit. "Video apa?"Mas Harya menghela nafas panjang sebelum menceritakan semuanya s
POV Author"Ehmmm!" Suara teriakan Niken tertahan oleh lakban yang menutup mulutnya.Kakinya dihentak-hentakkan berharap ada orang yang lewat dan menyadari keberadaannya yang terikat di pohon."Awas kau bocah set*n, aku akan membalasmu. Kau pikir aku kalah? Tidak, aku tidak akan mudah dikalahkan." Niken menggeram dalam hati, ia sama sekali tidak kapok padahal sudah dibuat kesakitan seperti ini oleh Hanin. Namun Niken kedepannya akan berhati-hati bahkan ia berencana untuk membayar orang agar menjaganya menggunakan uang Harya tentunya.Niken tidak tahu saja jika semua uang dan aset milik Harya kini ada di tangan Vera, ia terlalu berpikir positif. Lihat saja saat nanti pulang ke rumah ia tidak akan mendapati Harya di sana.Mata Niken membulat sempurna saat merasakan ada yang menggerayang masuk ke dalam bajunya, geli dan jijik dirasakannya. Mencoba mengibas-ngibaskan tubuhnya namun percuma karena ikatannya tidak lepas."Si*l. Apa itu?" Niken menjerit dalam hatinya. Matanya terpejam dengan
POV AuthorSebenarnya Hanin merasa bersalah karena berbohong namun ia tidak memiliki alasan lain, selagi masih ada kesempatan tidak akan mungkin disia-siakannya. Sekarang Hanin bersama Dita, teman sekelasnya tengah mengintai Niken yang keluar dari rumah Harya. Terlihat jelas gelagat Niken itu seperti takut ketahuan, entah apa yang akan dilakukannya.“Dia yang akan kita ikuti, Nin?” tanya Dita.“Iya. Pokoknya jangan sampai lolos.” Hanin tidak melepaskan pandangannya dari Niken yang baru saja menaiki ojek online yang dipesannya.Sengaja Hanin mengajak Dita karena Dita itu jago mengendarai motor jadi kemungkinan kecil jika mereka kehilangan jejak Niken nanti. Hanin sudah gatal rasanya ingin memberikan pelajaran pada Niken, jika sudah ada dalam genggamannya tidak akan mungkin Hanin lepaskan dengan begitu mudah.Meski orang memandangnya sebagai anak kemarin sore namun Hanin memiliki keberanian yang cukup tinggi untuk menghadapi orang dewasa seperti Niken. Tidak ada lagi rasa hormat pada te
POV Vera[Sayang, kamu pakai akun punyaku?]Aku tersenyum membaca pesan balasan dari Mas Harya. Jelas dia tidak mungkin tidak tahu aku menggunakan akun miliknya karena hanya aku dan dia yang tahu sandi akun itu kecuali kalau dia juga memberitahu pada Niken.“Apa akan Mbak biarkan?”Suara Hanin membuatku langsung menoleh. “Tentu saja tidak.”[Iya, memang kenapa? Oh ya ampun, aku lupa. Sebentar lagi kita akan menjadi mantan dan tidak seharusnya aku memasuki ranah pribadimu.] Terkirim.Kulihat Hanin menggelengkan kepalanya membuat sebelah asliku menukik naik. “Kenapa?”“Menjadi mantan tapi di caption Mbak masih menyebut Bang Harya suami.” Hanin mencibir.Aku mencebik.”Itu hasil ketikan jarimu, cantik. Mana ada aku yang mengetik itu.”Hanin tersenyum lebar sambil meringis. “Aku lupa. Tapi sepertinya Bang Harya tahu niat Mbak itu untuk membuat si kutil panas.”Aku mengedikkan bahu, sebenarnya apa yang dikatakan Hanin memang ada benarnya. Mas Harya tidak sebodoh itu, dia pasti tahu maksudku
Hanin berpikir keras soal percakapan Niken dan laki-laki tadi. Hanin bisa menyimpulkan jika keputusan Harya untuk menikahi Niken itu memang terpengaruh oleh permainan Niken dengan ilmu hitam.Hanin tidak akan tinggal diam, mana mungkin ia membiarkan kejahatan menang begitu saja. Hanin akan mencari tahu kebenarannya, awalnya ia mengira jika Harya benar-benar berkhianat tapi ternyata semua itu ada pengaruh dari hal lain."Aku harus bergerak cepat, bagaimanapun rumah tangga Bang Harya dan Mbak Vera tidak boleh hancur.""Nin, malam melamun. Lupa sesuatu?" Bu Fitri menegur putrinya itu."Tidak, Bu. Ayo!"Hanin tidak akan memberitahu ibunya soal ini, sebelum semua bukti jelas karena tadi Hanin hanya sekedar mendengar percakapan itu pun tidak direkam olehnya. Kali ini Hanin sedikit ceroboh karena kehilangan salah satu bukti yang menguatkan.***Saat Niken kembali ke rumah, ia melihat Harya sudah rapi dengan pakaian kantornya. Niken berpikir jika Harya akan lama makanya ia pergi, itu pun menc
Dengan semangat membara Harya langsung bangkit dari duduknya. Ia tidak akan membuang waktu lagi karena di lain kesempatan belum tentu Vera mau membuka sedikit celah pintu untuk Harya masuk."Mas, kamu mau kemana?" Niken yang baru saja bangun dibuat heran melihat Harya terlihat buru-buru membawa berkas-berkas miliknya."Aku ada urusan. Ini kalau kamu mau cari makan." Harya memberikan selembar uang seratus ribu pada Niken lalu melangkah keluar."Seratus ribu? Cukup untuk apa?" Wanita itu mencebik, bukannya bersyukur setidaknya Harya masih ingat untuk memberikannya uang untuk makan karena di rumah itu sama sekali tidak ada peralatan bahkan kompor sekalipun.Harya tidak memakai mobil karena ia tahu kemacetan malah akan membuatnya lebih lama terjebak di jalan. Di rumah itu ada motor miliknya yang memang sudah jarang sekali dipakai, motor yang menjadi saksi bisu perjuangan Harya yang meniti karir dari bawah sampai saat ini."Aku harus mendapatkan kembali hati Vera. Dia tidak akan kulepaskan