Masalah satu belum selesai, kini ditambah lagi beban di pundak saat mendengar papa dilarikan ke rumah sakit. Padahal kemarin saat bertemu papa masih baik-baik saja. Kondisi orang yang sudah renta seperti papa memang kadang tidak mampu diprediksi. Meski sering rutin cek kesehatan.
Sepertinya papa juga benar-benar ingin memperbaiki hubungannya dengan mas Dafri. Papa memintaku datang bersama mas Dafri. Jelas saja dia akan selalu berada di sisiku karena dia supir yang akan mengantarku kemanapun aku pergi."Ingat, hanya di depan papa kamu bisa bersikap sewajarnya. Aku hanya tidak ingin papa semakin sakit jika tahu kelakuan menjijikkanmu itu." Sebelum menemui papa, aku lebih dulu memperingati mas Dafri."Sayang, beri aku satu kesempatan. Aku akan lakukan apapun untukmu, aku akan meninggalkan Luna tapi tolong jangan pergi dariku. Aku sangat mencintaimu."Sebelah sudut bibirku tertarik. "Kamu mencintaiku atau mencin“Aku masih memiliki hati. Jadi, aku lepaskan tugasmu untuk beres-beres rumah,” ucapku sambil memperhatikan ekspresi wajah Luna yang sepertinya sangat kegirangan.“Harusnya dari awal. Aku datang kesini untuk jadi Nyonya bukan babu,” sahutnya dengan jumawa.“Aku hanya kasihan pada bayi yang kau kandung bukan kasihan padamu. Bayi tidak memiliki salah apapun, tapi kau jangan senang dulu. Kau akan jadi asisten pribadiku jadi kemanapun aku pergi kau harus ikut tapi saat aku berduaan dengan Mas Dafri kau harus pergi.”Luna melotot, “Kau sudah membuat surat perjanjian kemarin Mas Dafri dilarang untuk menyentuhmu da-”“Kau tahu sendiri aku ini orangnya plin-plan, jadi aku tarik semua pernyataanku kemarin dan surat perjanjian itu batal. Tidak ada lagi surat perjanjian antara aku dan Mas Dafri ataupun denganmu, aku akan melakukan apapun yang kumau jadi kau tidak ada hal untuk melarangku!”“Kau-”
“Mas Dafri tidak akan percaya jika memang kau berniat mengungkapkan semuanya.” “Kita lihat saja nanti.” “Dia mencintaiku di-” “Jangan terlalu percaya diri. Ibaratkan bunga yang dihinggapi kumbang, kau itu hanya diperas saja. Diambilnya keuntungan darimu setelah itu kau akan dibiarkan dan mati.” Wajah Luna semakin pucat saat Mas Dafri sudah kembali. Aku tidak akan langsung membongkarnya karena jika itu kulakukan maka permainan akan langsung berakhir. Biarlah Luna merasakan tidak tenang dibayangi lelaki masa lalunya. “Aku ke kamar dulu.” Luna langsung berdiri dan melengos ke dalam kamarnya. Mas Dafri menatapku seolah bertanya. “Kalau ingin tahu kenapa tidak tanya sendiri saja padanya,” ujarku lalu mengambil alih piring berisi cake di tangannya. “Tidak. Aku tidak ingin tahu apapun.”
“Ma–s Dafri!” Luna gelagapan.Mas Dafri menyeret Luna, aku bahkan bisa mendengar wanita itu meringis. Tanpa kuminta Mas Dafri akan ada di pihakku. Tidak ada keuntungan baginya jika memilih Luna karena aku pun tahu dia tidak benar-benar mencintai Luna.“Benar dia yang kau maksud?” Jordi tiba-tiba sudah ada di sebelahku.“Kau bisa melihat sendiri bukan?”“Bangs*t! Sudah dinaikan derajatnya malah–”“Sudah, Jo!” Aku menahan Jordi yang akan menyusul Mas Dafri.Sebagai teman dia juga pasti merasa marah saat tahu temannya disakiti seperti ini. Jordi dan Luna sama-sama temanku tapi mereka tidak terlalu akrab. Dari awal aku memperkenalkan mereka memang seperti tidak ada kecocokan sebagai teman dari keduanya.Dulu sempat berpikir untuk menyatukan mereka tapi malah suamiku sendiri yang masuk jeratan Luna.“Sejak kapan?”Aku m
“Ma–s Dafri!” Luna gelagapan.Mas Dafri menyeret Luna, aku bahkan bisa mendengar wanita itu meringis. Tanpa kuminta Mas Dafri akan ada di pihakku. Tidak ada keuntungan baginya jika memilih Luna karena aku pun tahu dia tidak benar-benar mencintai Luna.“Benar dia yang kau maksud?” Jordi tiba-tiba sudah ada di sebelahku.“Kau bisa melihat sendiri bukan?”“Bangs*t! Sudah dinaikan derajatnya malah–”“Sudah, Jo!” Aku menahan Jordi yang akan menyusul Mas Dafri.Sebagai teman dia juga pasti merasa marah saat tahu temannya disakiti seperti ini. Jordi dan Luna sama-sama temanku tapi mereka tidak terlalu akrab. Dari awal aku memperkenalkan mereka memang seperti tidak ada kecocokan sebagai teman dari keduanya.Dulu sempat berpikir untuk menyatukan mereka tapi malah suamiku sendiri yang masuk jeratan Luna.“Sejak kapan?”Aku mengedikkan bahu, “Tidak tahu.”“Elea!”“Selama aku tidak meminta bantuanmu, tetap berada di posisimu oke?”“Tapi, El–”“Kau tahu aku seperti apa bukan? Jadi jangan ikut camp
Aku hanya diam saja membiarkan Mas Dafri yang bicara karena jelas itu akan lebih menyakitkan bagi Luna.Luna tidak akan bisa protes, jika berani sudah dipastikan akan ada lagi keributan besar antara dirinya dan juga Mas Dafri.“Ayo, Bu. Aku antar ke kamar, ibu harus istirahat dulu.” Mas Dafi membawa ibunya ke dalam kamar.Hanya tinggal aku dan Luna.“Apa yang kau lihat? Cepat selesaikan tugasmu!” titahku setelah Mas Dafri dan ibu mertua sudah tidak terlihat.Luna mendelik padaku, “Kau ….”“Jangan mempersulit dirimu, Lun. Kalau tidak mau ya sudah, angkat kaki dari sini!”“Tunggu pembalasanku!”Aku mengangguk, “Akan kutunggu dengan senang hati. Ingat jangan sampai ada yang terlewat, jika ada yang salah. Siap-siap saja terima hukumanmu.”“Lalu apa yang kau lakukan disini?”“Terserahku, ini rumahku.” Aku akan mengawasinya langsung disini, enak saja dia hanya ongkang-ongkang kaki di rumah ini dan hanya tidur makan saja kerjanya. Apa yang dilakukannya ini kuanggap sebagai bayaran karena di
POV LunaBukan hanya lelaki yang bisa tergoda, sebagai wanita sepertiku juga bisa tergoda. Rasanya aku benci pada diriku sendiri karena mencintai suami orang lain, apalagi suami sahabatku sendiri. Tapi semakin aku mencoba untuk mengubur rasa ini aku malah semakin tidak bisa melupakannya. Sikapnya yang lembut dan romantis pada Elea membuatku cemburu.Hidup Elea sangatlah sempurna. Dia terlahir dari keluarga kaya dan juga memiliki suami yang tampan, lembut dan juga sangat mencintainya. Aku juga ingin dicintai seperti itu. Aku pernah menjalin hubungan dengan David sebelum jatuh dalam pelukan Mas Dafri, hubungan kami bahkan sudah melewati batas, maksudnya disini Mas Dafri menikahiku sebelum dia menyentuhku. Keluarganya pun tidak ada yang tahu.Aku bahkan tidak tahu sejak kapan awal mula hubungan kami terjalin, tidak peduli Mas Dafri hanya menjadikanku mainan atau memang tulus. Aku benar-benar menginginkannya ada di sampingku, berbagi dengan Elea pun tidak masalah.Namun semakin hari aku s
POV EleaKeberadaan ibu mertua membuatku tidak nyaman karena Mas Dafri terus saja menempel. Ini dijadikan kesempatan olehnya untuk berdekatan denganku. Kenapa juga dia harus mengusir Luna lebih dulu, aku jadi tidak bisa mengerjainya lagi. Enak sekali Luna bisa keluar dari rumah ini begitu saja.“Sepertinya Ibu harus pulang besok karena tidak ada yang mengurus adikmu di rumah,” ucap Ibu mertuaku.“Elsa sudah besar, Bu. Ibu disini saja, apalagi Ibu jarang sekali berkunjung, kamu juga terlalu sibuk untuk mengunjungi Ibu.”“Ibu tidak ingin merepotkan Elea.”“Tidak apa 'kan Ibu disini, sayang?” Mas Dafri menyenggol lenganku.“Oh, iya. Tentu saja, Bu. Aku ada teman jadinya karena aku pun sudah mengurangi kegiatan di kantor setelah tahu sedang hamil,” ujarku.“Baguslah kalau memang kamu sudah mengurangi kegiatan di kantor. Bagaimana pun sekarang yang paling utama adalah kehamilanmu, El. Ibu tidak ingin kamu terlalu kelelahan.”“Iya, Bu.”Besok aku akan mengajak Ibu mertuaku untuk melakukan p
POV Author“Apa sudah benar-benar tidak bisa? Demi anak kita?” Dafri berlutut di hadapan Elea.Elea malah ikut berlutut membuat Dafri terperangah.“Apa maknanya berlutut? Aku juga bisa melakukannya. Lihat 'kan?”Lelaki itu menunduk dalam, mungkin tidak bisa lagi berkata-kata.Elea menghampiri ibu mertuanya dan menuntun wanita paruh baya itu untuk duduk di sofa..“Maafkan aku, Bu. Mungkin berakhirnya pernikahan ini membuat Ibu kecewa.”Bu Lia menggelengkan kepalanya, “Tidak, Nak. Kamu tidak perlu minta maaf, kamu tidak salah apapun. Semua ini kesalahan Dafri.”“Semoga menantu Ibu berikutnya bisa lebih baik dariku.”“Tidak akan ada yang sebaik dirimu, El.”“Aku pamit dulu ke kamar, Bu.”Jika terus melihat Bu Lia, bisa saja Elea luluh. Pertahanannya bisa runtuh, ia lemah jika berhadapan dengan orang yang disayangi. Bahkan untuk bisa melawan perasaan cinta yang masih besar pada Dafri itu sangat sulit hingga sekarang Elea mencoba untuk melepaskannya meski harus tertatih saat meninggalkan.
Niken turun dari motor matanya membeliak kaget. "Ke-kenapa bisa?""Saya dengar karena ada protes pada Mbah Saswito setelah melakukan pengobatan di sana dan tidak ada perubahan. Orang itu marah sampai membakar gubuk beserta Mbah Saswito di dalamnya.""Masa dukun bisa mati.""Dukun juga manusia Mbak, kalau memang sudah waktunya mati ya bakalan mati.""Kamu buka orang bayarannya si tua bangka itu 'kan?" tuding Niken."Orang bayaran gimana? Mbah Saswitonya saja sudah mati kok, saya mau pulang. Mana ongkosnya."Niken menggeram frustasi. Bagaimana bisa semua rencananya hancur bahkan tidak sampai satu hari. Apalagi ia sudah meminta Anton membawakan seorang gadis, entah itu Hanin atau bukan namun yang jelas Niken alam diminta bayaran oleh Anton sedangkan sekarang ia malah pupus harapan untuk mendapatkan Harya."Kenapa kau tidak mati setelah aku mendapatkan Mas Harya kembali!" teriak Niken membuat tukan ojek itu terlonjak kaget.Ia buru-buru meninggalkan Niken yang berteriak seperti orang gila
POV Author"Jangan-jangan Hanin dan Vera sudah memperlihatkan video itu. Si*l, bagaimana ini? Mana aku hanya diberi uang lima puluh ribu untuk dua hari. Mereka pikir aku anak kecil. Untung saja aku masih ada uang, sebelum Mas Harya besok kembali ke sini. Aku harus pergi menemui Mbah Saswito."Niken merasa dirinya harus bergerak cepat untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Membayang kehilangan Harya adalah sesuatu yang sangat mengerikan.Bagaimana mungkin ia mau melepaskan Harya. Apalagi saat ini Niken benar-benar hamil, ia pun tidak tahu anak siapa yang dikandung olehnya."Anak siapapun kamu, ibu bersyukur karena kamu ada Mas Harya akan tetap tinggal. Aku harus menghapus jejak soal masa lalu, jangan sampai ada yang buka suara dan bicara pada Mas Harya jika aku itu tidak peraw*n lagi. Bod*hnya dia juga percaya kalau dia yang mengambil mahkotaku. Dia juga percaya saja kalau aku masih memiliki video itu, padahal sudah kuhapus." Niken bergumam sambil mengelus perutnya yang rata. Ia mem
POV VeraVideo yang dikirimkan Hanin baru masuk, tapi Mas Harya tidak bersamaku saat ini. Mungkin nanti di rumah baru akan kuajak bicara. Sebenarnya aku khawatir karena Hanin menyimpan video dewasa dan membawa ponsel itu ke sekolah. Aku harap tidak ada razia agar Hanin aman.Sepertinya Mas Harya menahan Niken di sana agar tidak mengejarku. Entah berapa lama lagi aku harus menunggu sampai semua masalah ini tuntas.Ting!Perhatianku teralih pada ponsel dan melihat pesan dari Mas Harya.[Kamu sudah sampai rumah, sayang? Maaf karena aku tidak bisa mengantarmu tapi aku juga tidak mengantarkan Niken, percayalah.]Bibirku tertarik membentuk senyuman membacanya. Mas Harya seperti sangat takut jika aku marah.[Sebentar lagi aku sampai rumah, Mas. Tenang saja, aku tidak berpikir macam-macam.]Centang dua tapi belum dibaca, sepertinya Mas Harya kembali fokus bekerja. Jarak kantornya dari rumah sakit tadi memang tidak terlalu jauh, jelas jika ia sekarang sudah mulai bekerja.Ibu langsung menyambu
POV VeraTadi malam aku sempat bicara pada ibu. Mengatakan jika merasa bersalah karena temanku sendiri yang membuat hubunganku dan Mas Harya hampir kandas. Kedepannya harus lebih berhati-hati karena memang teman dekat belum tentu bisa dipercaya.Tidak ingin lagi percaya seratus persen karena memang hati orang itu bisa berubah dengan cepat."Kamu … sibuk?"Suara Mas Harya membuyarkan lamunanku. Ia berjalan mendekat dan duduk di sebelahku."Ada apa, Mas?"Mas Harya terlihat gusar dalam duduknya. Sepertinya ragu juga untuk bicara, mungkin takut aku marah. Bisa ditebak jika yang dibicarakannya sudah pasti sangatlah penting."Bicara saja, kalau mau jujur aku akan lebih menghargai. Tolong jangan tutupi apapun, bukankah kita akan memulai lagi semuanya?"Mas Harya mengangguk lalu mendongak menatap langsung ke dalam bola mataku. "Sebenarnya, aku masih takut jika Niken akan menyebarkan video itu."Keningku mengernyit. "Video apa?"Mas Harya menghela nafas panjang sebelum menceritakan semuanya s
POV Author"Ehmmm!" Suara teriakan Niken tertahan oleh lakban yang menutup mulutnya.Kakinya dihentak-hentakkan berharap ada orang yang lewat dan menyadari keberadaannya yang terikat di pohon."Awas kau bocah set*n, aku akan membalasmu. Kau pikir aku kalah? Tidak, aku tidak akan mudah dikalahkan." Niken menggeram dalam hati, ia sama sekali tidak kapok padahal sudah dibuat kesakitan seperti ini oleh Hanin. Namun Niken kedepannya akan berhati-hati bahkan ia berencana untuk membayar orang agar menjaganya menggunakan uang Harya tentunya.Niken tidak tahu saja jika semua uang dan aset milik Harya kini ada di tangan Vera, ia terlalu berpikir positif. Lihat saja saat nanti pulang ke rumah ia tidak akan mendapati Harya di sana.Mata Niken membulat sempurna saat merasakan ada yang menggerayang masuk ke dalam bajunya, geli dan jijik dirasakannya. Mencoba mengibas-ngibaskan tubuhnya namun percuma karena ikatannya tidak lepas."Si*l. Apa itu?" Niken menjerit dalam hatinya. Matanya terpejam dengan
POV AuthorSebenarnya Hanin merasa bersalah karena berbohong namun ia tidak memiliki alasan lain, selagi masih ada kesempatan tidak akan mungkin disia-siakannya. Sekarang Hanin bersama Dita, teman sekelasnya tengah mengintai Niken yang keluar dari rumah Harya. Terlihat jelas gelagat Niken itu seperti takut ketahuan, entah apa yang akan dilakukannya.“Dia yang akan kita ikuti, Nin?” tanya Dita.“Iya. Pokoknya jangan sampai lolos.” Hanin tidak melepaskan pandangannya dari Niken yang baru saja menaiki ojek online yang dipesannya.Sengaja Hanin mengajak Dita karena Dita itu jago mengendarai motor jadi kemungkinan kecil jika mereka kehilangan jejak Niken nanti. Hanin sudah gatal rasanya ingin memberikan pelajaran pada Niken, jika sudah ada dalam genggamannya tidak akan mungkin Hanin lepaskan dengan begitu mudah.Meski orang memandangnya sebagai anak kemarin sore namun Hanin memiliki keberanian yang cukup tinggi untuk menghadapi orang dewasa seperti Niken. Tidak ada lagi rasa hormat pada te
POV Vera[Sayang, kamu pakai akun punyaku?]Aku tersenyum membaca pesan balasan dari Mas Harya. Jelas dia tidak mungkin tidak tahu aku menggunakan akun miliknya karena hanya aku dan dia yang tahu sandi akun itu kecuali kalau dia juga memberitahu pada Niken.“Apa akan Mbak biarkan?”Suara Hanin membuatku langsung menoleh. “Tentu saja tidak.”[Iya, memang kenapa? Oh ya ampun, aku lupa. Sebentar lagi kita akan menjadi mantan dan tidak seharusnya aku memasuki ranah pribadimu.] Terkirim.Kulihat Hanin menggelengkan kepalanya membuat sebelah asliku menukik naik. “Kenapa?”“Menjadi mantan tapi di caption Mbak masih menyebut Bang Harya suami.” Hanin mencibir.Aku mencebik.”Itu hasil ketikan jarimu, cantik. Mana ada aku yang mengetik itu.”Hanin tersenyum lebar sambil meringis. “Aku lupa. Tapi sepertinya Bang Harya tahu niat Mbak itu untuk membuat si kutil panas.”Aku mengedikkan bahu, sebenarnya apa yang dikatakan Hanin memang ada benarnya. Mas Harya tidak sebodoh itu, dia pasti tahu maksudku
Hanin berpikir keras soal percakapan Niken dan laki-laki tadi. Hanin bisa menyimpulkan jika keputusan Harya untuk menikahi Niken itu memang terpengaruh oleh permainan Niken dengan ilmu hitam.Hanin tidak akan tinggal diam, mana mungkin ia membiarkan kejahatan menang begitu saja. Hanin akan mencari tahu kebenarannya, awalnya ia mengira jika Harya benar-benar berkhianat tapi ternyata semua itu ada pengaruh dari hal lain."Aku harus bergerak cepat, bagaimanapun rumah tangga Bang Harya dan Mbak Vera tidak boleh hancur.""Nin, malam melamun. Lupa sesuatu?" Bu Fitri menegur putrinya itu."Tidak, Bu. Ayo!"Hanin tidak akan memberitahu ibunya soal ini, sebelum semua bukti jelas karena tadi Hanin hanya sekedar mendengar percakapan itu pun tidak direkam olehnya. Kali ini Hanin sedikit ceroboh karena kehilangan salah satu bukti yang menguatkan.***Saat Niken kembali ke rumah, ia melihat Harya sudah rapi dengan pakaian kantornya. Niken berpikir jika Harya akan lama makanya ia pergi, itu pun menc
Dengan semangat membara Harya langsung bangkit dari duduknya. Ia tidak akan membuang waktu lagi karena di lain kesempatan belum tentu Vera mau membuka sedikit celah pintu untuk Harya masuk."Mas, kamu mau kemana?" Niken yang baru saja bangun dibuat heran melihat Harya terlihat buru-buru membawa berkas-berkas miliknya."Aku ada urusan. Ini kalau kamu mau cari makan." Harya memberikan selembar uang seratus ribu pada Niken lalu melangkah keluar."Seratus ribu? Cukup untuk apa?" Wanita itu mencebik, bukannya bersyukur setidaknya Harya masih ingat untuk memberikannya uang untuk makan karena di rumah itu sama sekali tidak ada peralatan bahkan kompor sekalipun.Harya tidak memakai mobil karena ia tahu kemacetan malah akan membuatnya lebih lama terjebak di jalan. Di rumah itu ada motor miliknya yang memang sudah jarang sekali dipakai, motor yang menjadi saksi bisu perjuangan Harya yang meniti karir dari bawah sampai saat ini."Aku harus mendapatkan kembali hati Vera. Dia tidak akan kulepaskan