Saat mendengar kondisi kesehatan papa, aku urung untuk mengatakan semuanya. Bagaimanapun ini sangat beresiko, papa harus benar-benar sehat saat mendengar semua ini.
Untunglah mama belum tahu soal mas Dafri. Mama tahu soal kehamilanku karena dokter yang kudatangi ternyata anak teman mama, aku bahkan tidak tahu soal itu."Sekarang temui papa. Papa pasti akan senang." Mama tersenyum menatapku, meyakinkanku untuk bicara pada papa.Niatku datang memang untuk itu.Setelah menganggukan kepala, langkahku terayun menuju kursi tempat papa duduk."Pa …."Lelaki paruh baya itu mendongak. Dan yang pertama kulihat adalah senyumnya. Sudah lama sekali aku merindukan tatapan hangat papa dan juga senyumnya. Papa menggeser tubuhnya memberikanku ruang untuk duduk."Duduk, Nak."Dengan ragu aku duduk di samping papa.Bingung harus memulai semuanya dari mana.Beberapa saat aku terdiam, papa pun tidak bicara seperti menungguku mengawali."Maaf …." Hanya satu kata itu yang lolos dari bibir diiringi isak tangis yang tak tertahankan karena memang aku merasa amat menyesal.Papa menoleh, menaruh buku di pangkuannya dan merentangkan tangan. Tanpa berpikir lagi aku langsung berhambur memeluknya."Papa juga minta maaf. Tidak seharusnya papa menentang hubungan kalian, kamu yang lebih tahu lelaki seperti apa yang bisa membuatmu bahagia."Jantungku seperti ditusuk belati, rasanya sakit tak tergambarkan.Lelaki yang kupilih hanya memberikan kebahagiaan sesaat sebelum memberikan penderitaan dan luka yang akan mungkin tidak akan sembuh.Aku masih beruntung karena hubunganku dan papa tidak benar-benar putus karena lelaki bajingan itu. Setelah ini aku tidak menjamin apakah aku bisa kembali jatuh cinta atau tidak. Mas Dafri sudah menghancurkan kepercayaanku, membuatku enggan percaya lagi pada laki-laki.Datang membawa kabar baik dan buruk. Saat ini hanya kabar baik yang akan kusampaikan."Apa mama sudah mengatakan soal aku?" tanyaku setelah papa melepaskan pelukannya.Papa menggelengkan kepala, "Mamamu tidak ada cerita apa-apa."Senyumku tersungging, "Nanti papa dan mama tidak akan kesepian lagi di rumah." Kugenggam tangan keriput itu dengan erat."Kamu mau mengadakan acara di sini?"Aku terkekeh geli, "Bukan, Pa. Sebentar lagi papa bisa melihat cucu yang selama ini papa tunggu."Mata papa langsung berkaca-kaca. Selama ini orang tuaku jelas menunggu kehadiran seorang cucu setelah beberapa tahun aku dan mas Dafri menikah.Tapi kenapa benih ini harus dari lelaki brengsek sepertinya. Aku harap tidak akan ada keburukan mas Dafri yang turun pada anakku. Begitu pun keburukanku.Aku sudah mengatakan pada mama dan papa untuk tidak mengatakan ini pada mas Dafri, berdalih ingin memberikannya kejutan.***Ekor mataku melirik mas Dafri yang terlihat gelisah berdiri di samping mobil sedangkan aku ada di dalam cafe dan menunggu kedatangan teman lama sekaligus orang yang akan bekerjasama. Sengaja memilih cafe agar lebih santai."Elea."Sontak mendongak menatap sosok yang kutunggu, dia berjalan menghampiri dan berhambur memelukku."Jo." Aku balas menyapanya sambil menepuk punggung lelaki itu.Tak kulihat mas Dafri di luar, saat pandanganku tertuju ke pintu masuk ternyata dia berjalan mendekat ke arahku.Sudah bisa ditebak apa yang akan dilakukannya.Mas Dafri menarik pundak Jordi menjauh hingga pelukan kami terlepas."Woah. Pak Dafri, anda cemburu? Santai saja, aku dan istrimu ini hanya teman, sekarang teman biasa, entah bisa atau tidak nanti menjadi teman hidup," ujar Jordi lalu duduk lebih dulu, dia terlihat santai dan merasa tidak bersalah karena memang kami tidak melakukan apapun.Jordi memang suka sekali bergurau. Mungkin orang akan menganggapnya serius jika tidak benar-benar mengenalnya."Dia istriku, jangan menyentuhnya!" tegas mas Dafri."Mas. Silahkan tunggu di tempat lain, aku di sini akan membicarakan pekerjaan dengan Jordi."Mas Dafri malah ikut duduk. Dia benar-benar menguji kesabaranku."Silahkan, aku akan diam dan tidak mengganggu."Kita lihat berapa lama dia bisa diam.Dia cemburu melihatku berpelukan dengan Jordi tapi dengan tidak tahu malunya berani tidur dengan wanita lain. Cih! Menjijikan."So, kontrak yang kau berikan sudah kupelajari. Aku sudah menandatangani dan mengirimkan kembali ke emailmu. Tapi tidak bisakah kontraknya diperpanjang?"Sebelah alisku terangkat, "Diperpanjang?""Rasanya aku ingin bekerjasama denganmu seumur hidup, Baby." Jordi berucap dengan gelak tawa. Aku tahu dia hanya bergurau tapi itu sukses membuat wajah Mas Dafri merah padam."Why not. Tentu saja aku bersedia asal kau juga mau menjadi bodyguard gratisan untukku.""24 jam siap melayani anda, Madam!""Rasanya hidupku akan sempurna. Ya meski kau tidak setampan mantanku, setidaknya bisalah dipakai untuk cuci mata."Tangan mas Dafri mengepal, dia pasti menahan amarahnya.Aku juga bisa membuatmu terbakar, Mas! Kau pikir hanya kau saja yang bisa.Bersambung ….Diluar dugaan, ternyata Mas Dafri masih diam meski bisa kulihat rahangnya mengeras karena menahan emosi. Aku tidak memperdulikannya dan lanjut untuk membicarakan proyek baruku dan Jordi."Fasilitas hotel bintang lima tapi desain luarnya mengikuti rumah adat di sana. Bagaimana?""Not bad. Aku juga sempat berpikir seperti itu. Selain untuk memperkenalkan budaya kita pada turis, masyarakat kita sendiri pun harus tahu kekayaan Nusantara itu memang sangat menarik dan beragam. Kita harus pintar untuk mengolahnya bukan?""Kau benar, Elea. Lusa kita buat janji untuk bertemu dengan arsitek membicarakan soal bagunan.""Aku juga akan memantau langsung ke sana. Sembari liburan.""Kau memang harus liburan, Nyonya. Lihatlah keriput di matamu pertanda kau stres."Tanganku refleks terangkat menyentuh sudut mata yang disambut gelak tawa Jordi."Ck! Memang dasar penipu!" sungutku."Tidak ada penipu setampan aku," ujarnya lalu berdiri. "Aku pergi dulu."Cup!Di depan mata Mas Dafri, Jordi mencium pipiku
Seringai tersungging di bibirku, "Kamu pikir aku masih mau pada lelaki yang sudah masuk ke dalam sangkar burung orang lain? Aku jijik!""Aku sudah menyesali semuanya, Elea. Aku akan menceraikan Luna dan memulai semuanya dari awal."Mas Dafri mencoba untuk menggenggam tanganku namun dengan cepat aku menghindar."Memang dengan perceraianmu dan Luna itu bisa mengembalikan segalanya? Bisa membuat luka hatiku sembuh? Bisa mengembalikan kepercayaanku yang sudah hancur?""Tidak! Tapi aku akan tetap berusaha untuk meyakinkanmu kalau aku sudah berubah, aku akan memperbaiki semuanya."Kamu pikir aku akan percaya setelah mendengar percakapanmu dan Luna tadi pagi? Tidak ada lagi satu katapun yang bisa aku percayai darimu, Mas.Semua yang keluar dari mulutmu itu dusta di mataku."Lakukan! Aku ingin tahu sejauh apa usahamu untuk membuatku kembali percaya." Aku menantangnya, biarlah dia menghabiskan waktu untuk mengejarku karena apapun yang akan dilakukan olehnya itu tidak akan membuatku luluh. Semu
Mataku mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk ke dalam retina. Dari baunya sudah bisa ditebak ini rumah sakit.Sebelum hilang kesadaran, aku seperti mendengar suara Mas Dafri, apa dia benar-benar ada di sini."Jadi suaminya yang mana. Saya akan menjelaskan kondisi Bu Elea.""Saya suaminya, Dok.""Bukan. Saya suami Elea, Dok."Suara itu membuat kepalaku bergerak menoleh ke arah sumber suara.Mas Dafri dan Jordi di sana. Mereka malah bertingkah konyol, terutama Jordi. Untuk apa dia mengaku sebagai suamiku segala."Jo." Berharap dengan suara lirih dia akan mendengar namun dia masih tidak menoleh."Jo." Kembali aku memanggilnya dengan suara yang lebih keras. Jordi menoleh, bahkan Mas Dafri pun ikut menoleh dan menghampiriku."Sayang. Bagaimana perasaanmu? Apa ada yang sakit?""Aku yang dipanggilnya bukan kau. Pergi sana!" Jordi mendorong tubuh Mas Dafri menjauh.Dengan cepat Mas Dafri menepis dan balas mendorong Jordi."Pak, tolong jangan bertengkar di sini. Ini rumah s
Beberapa hari aku bahkan sama sekali tidak keluar dari kamar karena ingin benar-benar memulihkan kondisi. Tidak peduli dengan keributan setiap hari yang dibuat oleh Luna. Dia sangat cemburu karena Mas Dafri setiap malam tidur di kamarku.Aku melakukan itu bukan tanpa alasan, jelas karena memang ingin membuat Luna terbakar. Tidur satu kamar tapi tidak satu ranjang, aku tidak sudi berbagi ranjang dengannya. Untung saja dia tidak berani macam-macam apalagi sampai menyentuhku.Karena merasa kondisi sudah jauh lebih baik, kuputuskan untuk ke kantor. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan karena saat di rumah aku benar fokus untuk istirahat, tidak melakukan pekerjaan apapun."Kamu sudah membaik?" Mas Dafri keluar dari kamar mandi, menatapku yang sudah rapi dengan setelan kantor."Hm.""Biar aku saja yang urus pekerjaan kantor."Gerakan tanganku yang sedang merapikan rambut terhentu. Aku mendongak menatapnya tajam."Apa katamu? Coba ucapkan sekali lagi."Mas Dafri malah gelagapan, "Eh, ti
Masalah satu belum selesai, kini ditambah lagi beban di pundak saat mendengar papa dilarikan ke rumah sakit. Padahal kemarin saat bertemu papa masih baik-baik saja. Kondisi orang yang sudah renta seperti papa memang kadang tidak mampu diprediksi. Meski sering rutin cek kesehatan.Sepertinya papa juga benar-benar ingin memperbaiki hubungannya dengan mas Dafri. Papa memintaku datang bersama mas Dafri. Jelas saja dia akan selalu berada di sisiku karena dia supir yang akan mengantarku kemanapun aku pergi."Ingat, hanya di depan papa kamu bisa bersikap sewajarnya. Aku hanya tidak ingin papa semakin sakit jika tahu kelakuan menjijikkanmu itu." Sebelum menemui papa, aku lebih dulu memperingati mas Dafri."Sayang, beri aku satu kesempatan. Aku akan lakukan apapun untukmu, aku akan meninggalkan Luna tapi tolong jangan pergi dariku. Aku sangat mencintaimu."Sebelah sudut bibirku tertarik. "Kamu mencintaiku atau mencin
“Aku masih memiliki hati. Jadi, aku lepaskan tugasmu untuk beres-beres rumah,” ucapku sambil memperhatikan ekspresi wajah Luna yang sepertinya sangat kegirangan.“Harusnya dari awal. Aku datang kesini untuk jadi Nyonya bukan babu,” sahutnya dengan jumawa.“Aku hanya kasihan pada bayi yang kau kandung bukan kasihan padamu. Bayi tidak memiliki salah apapun, tapi kau jangan senang dulu. Kau akan jadi asisten pribadiku jadi kemanapun aku pergi kau harus ikut tapi saat aku berduaan dengan Mas Dafri kau harus pergi.”Luna melotot, “Kau sudah membuat surat perjanjian kemarin Mas Dafri dilarang untuk menyentuhmu da-”“Kau tahu sendiri aku ini orangnya plin-plan, jadi aku tarik semua pernyataanku kemarin dan surat perjanjian itu batal. Tidak ada lagi surat perjanjian antara aku dan Mas Dafri ataupun denganmu, aku akan melakukan apapun yang kumau jadi kau tidak ada hal untuk melarangku!”“Kau-”
“Mas Dafri tidak akan percaya jika memang kau berniat mengungkapkan semuanya.” “Kita lihat saja nanti.” “Dia mencintaiku di-” “Jangan terlalu percaya diri. Ibaratkan bunga yang dihinggapi kumbang, kau itu hanya diperas saja. Diambilnya keuntungan darimu setelah itu kau akan dibiarkan dan mati.” Wajah Luna semakin pucat saat Mas Dafri sudah kembali. Aku tidak akan langsung membongkarnya karena jika itu kulakukan maka permainan akan langsung berakhir. Biarlah Luna merasakan tidak tenang dibayangi lelaki masa lalunya. “Aku ke kamar dulu.” Luna langsung berdiri dan melengos ke dalam kamarnya. Mas Dafri menatapku seolah bertanya. “Kalau ingin tahu kenapa tidak tanya sendiri saja padanya,” ujarku lalu mengambil alih piring berisi cake di tangannya. “Tidak. Aku tidak ingin tahu apapun.”
“Ma–s Dafri!” Luna gelagapan.Mas Dafri menyeret Luna, aku bahkan bisa mendengar wanita itu meringis. Tanpa kuminta Mas Dafri akan ada di pihakku. Tidak ada keuntungan baginya jika memilih Luna karena aku pun tahu dia tidak benar-benar mencintai Luna.“Benar dia yang kau maksud?” Jordi tiba-tiba sudah ada di sebelahku.“Kau bisa melihat sendiri bukan?”“Bangs*t! Sudah dinaikan derajatnya malah–”“Sudah, Jo!” Aku menahan Jordi yang akan menyusul Mas Dafri.Sebagai teman dia juga pasti merasa marah saat tahu temannya disakiti seperti ini. Jordi dan Luna sama-sama temanku tapi mereka tidak terlalu akrab. Dari awal aku memperkenalkan mereka memang seperti tidak ada kecocokan sebagai teman dari keduanya.Dulu sempat berpikir untuk menyatukan mereka tapi malah suamiku sendiri yang masuk jeratan Luna.“Sejak kapan?”Aku m
Niken turun dari motor matanya membeliak kaget. "Ke-kenapa bisa?""Saya dengar karena ada protes pada Mbah Saswito setelah melakukan pengobatan di sana dan tidak ada perubahan. Orang itu marah sampai membakar gubuk beserta Mbah Saswito di dalamnya.""Masa dukun bisa mati.""Dukun juga manusia Mbak, kalau memang sudah waktunya mati ya bakalan mati.""Kamu buka orang bayarannya si tua bangka itu 'kan?" tuding Niken."Orang bayaran gimana? Mbah Saswitonya saja sudah mati kok, saya mau pulang. Mana ongkosnya."Niken menggeram frustasi. Bagaimana bisa semua rencananya hancur bahkan tidak sampai satu hari. Apalagi ia sudah meminta Anton membawakan seorang gadis, entah itu Hanin atau bukan namun yang jelas Niken alam diminta bayaran oleh Anton sedangkan sekarang ia malah pupus harapan untuk mendapatkan Harya."Kenapa kau tidak mati setelah aku mendapatkan Mas Harya kembali!" teriak Niken membuat tukan ojek itu terlonjak kaget.Ia buru-buru meninggalkan Niken yang berteriak seperti orang gila
POV Author"Jangan-jangan Hanin dan Vera sudah memperlihatkan video itu. Si*l, bagaimana ini? Mana aku hanya diberi uang lima puluh ribu untuk dua hari. Mereka pikir aku anak kecil. Untung saja aku masih ada uang, sebelum Mas Harya besok kembali ke sini. Aku harus pergi menemui Mbah Saswito."Niken merasa dirinya harus bergerak cepat untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Membayang kehilangan Harya adalah sesuatu yang sangat mengerikan.Bagaimana mungkin ia mau melepaskan Harya. Apalagi saat ini Niken benar-benar hamil, ia pun tidak tahu anak siapa yang dikandung olehnya."Anak siapapun kamu, ibu bersyukur karena kamu ada Mas Harya akan tetap tinggal. Aku harus menghapus jejak soal masa lalu, jangan sampai ada yang buka suara dan bicara pada Mas Harya jika aku itu tidak peraw*n lagi. Bod*hnya dia juga percaya kalau dia yang mengambil mahkotaku. Dia juga percaya saja kalau aku masih memiliki video itu, padahal sudah kuhapus." Niken bergumam sambil mengelus perutnya yang rata. Ia mem
POV VeraVideo yang dikirimkan Hanin baru masuk, tapi Mas Harya tidak bersamaku saat ini. Mungkin nanti di rumah baru akan kuajak bicara. Sebenarnya aku khawatir karena Hanin menyimpan video dewasa dan membawa ponsel itu ke sekolah. Aku harap tidak ada razia agar Hanin aman.Sepertinya Mas Harya menahan Niken di sana agar tidak mengejarku. Entah berapa lama lagi aku harus menunggu sampai semua masalah ini tuntas.Ting!Perhatianku teralih pada ponsel dan melihat pesan dari Mas Harya.[Kamu sudah sampai rumah, sayang? Maaf karena aku tidak bisa mengantarmu tapi aku juga tidak mengantarkan Niken, percayalah.]Bibirku tertarik membentuk senyuman membacanya. Mas Harya seperti sangat takut jika aku marah.[Sebentar lagi aku sampai rumah, Mas. Tenang saja, aku tidak berpikir macam-macam.]Centang dua tapi belum dibaca, sepertinya Mas Harya kembali fokus bekerja. Jarak kantornya dari rumah sakit tadi memang tidak terlalu jauh, jelas jika ia sekarang sudah mulai bekerja.Ibu langsung menyambu
POV VeraTadi malam aku sempat bicara pada ibu. Mengatakan jika merasa bersalah karena temanku sendiri yang membuat hubunganku dan Mas Harya hampir kandas. Kedepannya harus lebih berhati-hati karena memang teman dekat belum tentu bisa dipercaya.Tidak ingin lagi percaya seratus persen karena memang hati orang itu bisa berubah dengan cepat."Kamu … sibuk?"Suara Mas Harya membuyarkan lamunanku. Ia berjalan mendekat dan duduk di sebelahku."Ada apa, Mas?"Mas Harya terlihat gusar dalam duduknya. Sepertinya ragu juga untuk bicara, mungkin takut aku marah. Bisa ditebak jika yang dibicarakannya sudah pasti sangatlah penting."Bicara saja, kalau mau jujur aku akan lebih menghargai. Tolong jangan tutupi apapun, bukankah kita akan memulai lagi semuanya?"Mas Harya mengangguk lalu mendongak menatap langsung ke dalam bola mataku. "Sebenarnya, aku masih takut jika Niken akan menyebarkan video itu."Keningku mengernyit. "Video apa?"Mas Harya menghela nafas panjang sebelum menceritakan semuanya s
POV Author"Ehmmm!" Suara teriakan Niken tertahan oleh lakban yang menutup mulutnya.Kakinya dihentak-hentakkan berharap ada orang yang lewat dan menyadari keberadaannya yang terikat di pohon."Awas kau bocah set*n, aku akan membalasmu. Kau pikir aku kalah? Tidak, aku tidak akan mudah dikalahkan." Niken menggeram dalam hati, ia sama sekali tidak kapok padahal sudah dibuat kesakitan seperti ini oleh Hanin. Namun Niken kedepannya akan berhati-hati bahkan ia berencana untuk membayar orang agar menjaganya menggunakan uang Harya tentunya.Niken tidak tahu saja jika semua uang dan aset milik Harya kini ada di tangan Vera, ia terlalu berpikir positif. Lihat saja saat nanti pulang ke rumah ia tidak akan mendapati Harya di sana.Mata Niken membulat sempurna saat merasakan ada yang menggerayang masuk ke dalam bajunya, geli dan jijik dirasakannya. Mencoba mengibas-ngibaskan tubuhnya namun percuma karena ikatannya tidak lepas."Si*l. Apa itu?" Niken menjerit dalam hatinya. Matanya terpejam dengan
POV AuthorSebenarnya Hanin merasa bersalah karena berbohong namun ia tidak memiliki alasan lain, selagi masih ada kesempatan tidak akan mungkin disia-siakannya. Sekarang Hanin bersama Dita, teman sekelasnya tengah mengintai Niken yang keluar dari rumah Harya. Terlihat jelas gelagat Niken itu seperti takut ketahuan, entah apa yang akan dilakukannya.“Dia yang akan kita ikuti, Nin?” tanya Dita.“Iya. Pokoknya jangan sampai lolos.” Hanin tidak melepaskan pandangannya dari Niken yang baru saja menaiki ojek online yang dipesannya.Sengaja Hanin mengajak Dita karena Dita itu jago mengendarai motor jadi kemungkinan kecil jika mereka kehilangan jejak Niken nanti. Hanin sudah gatal rasanya ingin memberikan pelajaran pada Niken, jika sudah ada dalam genggamannya tidak akan mungkin Hanin lepaskan dengan begitu mudah.Meski orang memandangnya sebagai anak kemarin sore namun Hanin memiliki keberanian yang cukup tinggi untuk menghadapi orang dewasa seperti Niken. Tidak ada lagi rasa hormat pada te
POV Vera[Sayang, kamu pakai akun punyaku?]Aku tersenyum membaca pesan balasan dari Mas Harya. Jelas dia tidak mungkin tidak tahu aku menggunakan akun miliknya karena hanya aku dan dia yang tahu sandi akun itu kecuali kalau dia juga memberitahu pada Niken.“Apa akan Mbak biarkan?”Suara Hanin membuatku langsung menoleh. “Tentu saja tidak.”[Iya, memang kenapa? Oh ya ampun, aku lupa. Sebentar lagi kita akan menjadi mantan dan tidak seharusnya aku memasuki ranah pribadimu.] Terkirim.Kulihat Hanin menggelengkan kepalanya membuat sebelah asliku menukik naik. “Kenapa?”“Menjadi mantan tapi di caption Mbak masih menyebut Bang Harya suami.” Hanin mencibir.Aku mencebik.”Itu hasil ketikan jarimu, cantik. Mana ada aku yang mengetik itu.”Hanin tersenyum lebar sambil meringis. “Aku lupa. Tapi sepertinya Bang Harya tahu niat Mbak itu untuk membuat si kutil panas.”Aku mengedikkan bahu, sebenarnya apa yang dikatakan Hanin memang ada benarnya. Mas Harya tidak sebodoh itu, dia pasti tahu maksudku
Hanin berpikir keras soal percakapan Niken dan laki-laki tadi. Hanin bisa menyimpulkan jika keputusan Harya untuk menikahi Niken itu memang terpengaruh oleh permainan Niken dengan ilmu hitam.Hanin tidak akan tinggal diam, mana mungkin ia membiarkan kejahatan menang begitu saja. Hanin akan mencari tahu kebenarannya, awalnya ia mengira jika Harya benar-benar berkhianat tapi ternyata semua itu ada pengaruh dari hal lain."Aku harus bergerak cepat, bagaimanapun rumah tangga Bang Harya dan Mbak Vera tidak boleh hancur.""Nin, malam melamun. Lupa sesuatu?" Bu Fitri menegur putrinya itu."Tidak, Bu. Ayo!"Hanin tidak akan memberitahu ibunya soal ini, sebelum semua bukti jelas karena tadi Hanin hanya sekedar mendengar percakapan itu pun tidak direkam olehnya. Kali ini Hanin sedikit ceroboh karena kehilangan salah satu bukti yang menguatkan.***Saat Niken kembali ke rumah, ia melihat Harya sudah rapi dengan pakaian kantornya. Niken berpikir jika Harya akan lama makanya ia pergi, itu pun menc
Dengan semangat membara Harya langsung bangkit dari duduknya. Ia tidak akan membuang waktu lagi karena di lain kesempatan belum tentu Vera mau membuka sedikit celah pintu untuk Harya masuk."Mas, kamu mau kemana?" Niken yang baru saja bangun dibuat heran melihat Harya terlihat buru-buru membawa berkas-berkas miliknya."Aku ada urusan. Ini kalau kamu mau cari makan." Harya memberikan selembar uang seratus ribu pada Niken lalu melangkah keluar."Seratus ribu? Cukup untuk apa?" Wanita itu mencebik, bukannya bersyukur setidaknya Harya masih ingat untuk memberikannya uang untuk makan karena di rumah itu sama sekali tidak ada peralatan bahkan kompor sekalipun.Harya tidak memakai mobil karena ia tahu kemacetan malah akan membuatnya lebih lama terjebak di jalan. Di rumah itu ada motor miliknya yang memang sudah jarang sekali dipakai, motor yang menjadi saksi bisu perjuangan Harya yang meniti karir dari bawah sampai saat ini."Aku harus mendapatkan kembali hati Vera. Dia tidak akan kulepaskan