Lyan mengernyit melihat seseorang yang berdiri didepan pagar kosannya.
"Ohh, kau si cowok lima detik ya?" gumamnya cuek.
"Cowok lima detik?" gantian cowok itu yang mengernyit bingung. Ia terlihat keren dengan setelan kasualnya berapa celana jeans rebel dan kaus berpotongan V-neck berwarna beige. Dan semakin bertambah keren dengan tunggangan motor gede yang sepertinya keluaran terbaru.
Dialah Dirga Hadinata
'Oh, jadi karena inikah dia terkenal?' batin Lyan. Ia teringat percakapannya dengan Deana semalam.
"Dirga itu terkenal di kampus kita. Dia anak orang kaya, dan jumlah mantannya udah berderet-deret. Tapi denger-denger sih, dia semacam anak yang nggak diakui gitu di keluarganya yang kaya raya itu. Semacam anak haram atau anak gundik ayahnya. Makanya dia tinggal di apartemennya sendiri. Dan sifatnya jadi rebel gitu. Tapi tetep aja banyak yang naksir dan ngantri buat jadi pacarnya. Soalnya kan dia ganteng, banyak duit lagi,"
"Jadi, kenapa kamu nggak tertarik? Kan dia cakep dan berduit,"
"Nggak ah! Soalnya cowok kayak gitu berpotensi nyakitin hati. Habis manis sepah dibuang. Nggak cocok buat jangka panjang,"
Lyan senyum-senyum sendiri mengingatnya hingga sebuah jentikan jari tepat didepan mukanya menyadarkannya.
"Masih pagi udah melamun. Ayo!"
"Apa maksudmu ayo?" tanya Lyan. Cowok memberi kode dengan menunjuk boncengan di belakangnya. Lyan menghela napas. "No, thanks," sahutnya. Ia mulai melangkah pergi meninggalkan cowok itu.
Dirga berdecak kesal. Ia mulai mengikuti langkah Lyan dengan motornya tanpa menyalakan mesinnya.
"Lagi mau nyoba jadi cewek yang beda sendiri, heh? Pake jual mahal segala?" sindir Dirga. Lyan langsung menoleh padanya. " Karena itulah aku benci kebaperanmu! Perlu aku ganti julukanmu jadi Baper Boy?!"
"What??"
Lyan tak menyahut lagi. Ia mulai males meladeni cowok ini dan fokus mekangkah ke depan.
"Hey, aku punya nama yang lebih bagus daripada julukanmu. Aku yakin kau juga tau siapa aku?"
"Ya, akhirnya aku tau siapa pakboi paling terkenal sejagat kampus,"sahut Lyan cuek. Akhirnya ia tiba di halte bus tempat ia biasa menunggu bus yang menuju ke arah kampusnya. Dan Dirga masih setia mengikutinya. Lyan menatapnya heran.
"Pergi aja. Sia-sia berharap aku mau naik motormu. Aku bukan Milea dan kau juga bukan Dilan. Dan kita lagi nggak main drama," tukas Lyan cuek. Ia memberi kode pengusiran melalui tangannya.
"Pfft!" Dirga sedikit tergelak.
"Cewek pintar memang misterius ya. Tapi bukan berarti memang suci. Aku kenal cewek pintar lainnya, yang dari luar keliatan sempurna, nggak ada cela. Tapi nyatanya? Hmmm..." ujar Dirga menyindir.
"Terus kau mau menyama-nyamakan orang? Kasian deh hidupmu ketemu cewek aneh terus. Mungkin udah saatnya bertobat," sahut Lyan sambil melirik sebuah bus di ujung sana yang mulai mendekat.
"Yah, kalian para cewek memang sama aja kan? Selalu suka pakai topeng untuk nutupin jati diri..."
"Diih... ngomong apaan sih? Udah ya, aku duluan. Aku duluan. Ngomong aja sama halte!" Lyan bergegas naik kedalam bus, meninggalkan Dirga yang masih terbengong ketika kata-katanya dipotong. Dan ia terus menatap Lyan, bahkan ketika bus itu mulai melaju.
Didalam bus, Lyan menghembuskan napas lega bisa segera bebas dari gangguan Dirga. Namun kata-kata terakhir Dirga masih terngiang-ngiang dalam kepalanya.
"Yah, kalian para cewek memang sama aja kan? Selalu suka pakai topeng untuk nutupin jati diri..."
Cih!
Lyan mencibir. Memangnya cuma cewek? Bukannya cowok juga sama aja? Suka memakai topeng untuk menutupi jati dirinya?
Ingatan Lyan lagi lagi sekilas melayang ke masa lalu, mengingat sosok Abi yang juga palsu. Yang awalnya terlihat begitu sempurna dengan sikap manis bak pangerannya, membuat Lyan akhirnya menemukan cowok idaman pertamanya. Tapi nyatanya.
Cih!
Lyan mencibir sekali lagi. Ditambah lagi entah takdir macam apa ini. Kenapa si Abi itu juga harus berada disini. Ada sekian banyak kampus, kenapa harus menjadi dosen di kampusnya? Memikirkan ia harus menyaksikan lagi sikap palsunya sudah membuatnya muak. Entah akan ada berapa Lyan-Lyan lagi nantinya yang akan jadi korban cinta yang mengenaskan hanya karena sikap palsunya.
Menjijikkan. Semua cowok sama saja. Entah itu Abi atau si cowok lima detik itu. Bahkan mungkin si 'lima detik' masih lebih baik karena ia terang-terangan menunjukkan sikap aslinya. Cewek-cewek itu saja yang bodoh, sudah tahu dia brengsek, masih saja mau terjebak.
Setibanya di kampus, Lyan terkejut dengan begitu banyaknya tidak senang yang ditujukan padanya. Terutama dari kalangan mahasiswi.
"Apa lihat-lihat? Nggak senang?" hardik Lyan langsung. Namun ia terus berjalan dan mencoba mengabaikan.
"Apaan sih kok malah cewek judes kayak gitu yang dipilih Dirga? Cuma menang pinter doang, cantik mah kagak. Boro-boro seksi. Bener-bener nggak pantes!"
Langkah Lyan pun terhenti seketika mendengar sindiran itu yang jelas-jelas ditujukan padanya. Ia pun segera berbalik menghadap si pembicara. Mahasiswi yang jelas sekali salah satu yang ikut mengantri untuk jadi pacar Dirga selanjutnya. Pakaian mininya juga dandanan noraknya sudah cukup untuk menjelaskannya.
"Hey, itu tadi maksudnya ngomongin aku ya?" tanya Lyan langsung.
Penggemar Dirga itu langsung menatapnya angkuh sembari berkacak pinggang. "Akhirnya ngerasa juga. Udah deh jangan bangga dulu mentang-mentang baru resmi jadi pacarnya Dirga. Sebaiknya sadar aja duluan, situ benar-benar nggak pantas!"
"Ap...apa? Pacarnya Dirga?" Lyan speechless. Apa maksudnya ini?
"Diihh...masih pura-pura nggak tahu. Lantas ini apa?" cewek itu lantas menunjukkan foto dari grup chat di ponselnya. Yaitu foto ia dan Dirga didepan kosnya tadi pagi. Yang mengesankan seolah-olah Dirga sedang menjemputnya.
"Guys, Dirga juga udah confirm kalau si Lyan ini bener pacar barunya!" ungkap salah satu chat, dan segera saja hal ini membuat Lyan merasa panas.
"Pinjam sebentar! Ntar kubalikin!" Ia cepat mengambil ponsel cewek itu dan segera pergi menemui Dirga. Ia tau cowok itu akan sedang beradaptasi dimana sekarang.
"Eh, brengsek! Balikin HP aku!" teriak cewek itu dibelakang. Lyan menoleh sebentar.
"Butuh konfirmasi langsung, kan? Ikut aja!"
***
Benar saja. Dirga memang ada disana. Di kantin. Dan ia masih duduk ditempat biasa. Ia tersenyum menyambut kedatangan Lyan.
"Hai manis..."
"Maksud ini apa?!" Lyan tak menggubris sapaan Dirga yang hanya membuatnya mual dan langsung ke inti pembicaraan dengan menunjukkan foto mereka di grup chat.
Dirga tersenyum. "Salahmu nggak mau mendengar kata-kataku sampai selesai. Jadi sebaiknya aku bertindak cepat. Tapi baiklah. Ayo kita buat resmi sekarang, mumpung lagi ada banyak orang,"
Lyan mengernyit. Si 'lima detik' ini ngomong apa sih?
"Mau jadi pacarku?"
***
"Mau jadi pacarku?"Sorak sorai langsung riuh terdengar memenuhi seluruh jagat kantin. Ini benar-benar peristiwa langka karena inilah pertama kalinya seorang Dirga Hadinata langsung nembak cewek didepan umum. Karena biasanya kalau ia baru jadian, nggak ada angin nggak ada hujan, keesokan harinya ia sudah akan langsung menggandeng pacar barunya didepan seluruh mahasiswa, bak pasangan artis yang tengah berjalan di red carpet.Dan ini juga pertama kalinya bagi Dirga memilih seorang cewek yang berbeda dari tipe para mantan pacarnya sebelumnya. Lyan memang cukup cantik, tapi terlalu sederhana dibandingkan para mantan Dirga yang selalu berpenampilan bak selebgram. Bahkan juga cukup aneh bahwa Dirga akhirnya tertarik pada seorang cewek cerdas semacam Lyan. Bukannya semua orang tahu, cowok itu malas belajar. Jelas ia tidak berminat berkencan dengan cewek cerdas yang nantinya akan membuatnya repot karena terus-terusan diminta untuk serius belajar.
8 tahun yang lalu..."Namaku Lyan!" seru Lyan cepat, menjawab pertanyaan seorang pemuda dewasa dihadapannya yang menanyakan namanya dengan ramah."Hmm, namamu cukup unik. Apa itu nama panggilan?"Lyan menggeleng cepat. "Nama lengkapku Lyan Keshwari,"Pemuda itu tersenyum lagi sambil menatap lembut ke arahnya. "Kalau nama kakak? Sudah tahu kan?"Lyan mengangguk. "Abimana Hattala," sahutnya. Ia mengetahuinya dari KTP di dompet Abi yang ia temukan terjatuh di jalan. Demi menemukan sang empunya dompet, Lyan terpaksa membuka isinya demi mencari identitas pemiliknya. Namun alamat yang tertera justru sebuah alamat di luar kota. Karena kebingungan, Lyan pun pergi ke kantor kepala desa untuk melaporkan dompet yang ia temukan. Dan bersyukurnya, orang-orang di kantor kepala desa mengenal sang pemilik dompet. Yang ternyata salah satu mahasiswa yang sedang ikut kegiatan volunteering di desa mereka. Ya, desa mere
Abi tersenyum sambil memegangi dompet yang kini telah kembali ke tangannya. Bukan senang karena dompetnya telah kembali, melainkan terkesan dengan gadis kecil yang telah mengembalikan dompetnya meskipun ia bisa saja menyimpannya untuk dirinya sendiri. Ada beberapa ratus ribu di dompet itu, dan tak satu lembar pun yang hilang. Ya, Abi mengagumi kejujuran anak itu serta usahanya demi menemukan dirinya sebagai pemilik dompet."Wahh... akhirnya ketemu juga ya sayang. Dapat dimana?"Abi melirik seorang gadis disampingnya yang sedang bergelayut manja di lengannya yang kini ikut memperhatikan dompetnya.Anara. Kekasihnya.Abi mengusap lembut rambut Anara."Dibalikin sama anak kecil,"Anara mendongak. "Anak kecil? Serius? Tumben masih ada anak yang sejujur itu ya di zaman sekarang,"Abi menggumam setuju sambil tersenyum lagi.
"Ly... kenapa nangis?" tanya Deana cemas melihat Lyan yang berdiri didepan pintunya sambil berurai air mata. Sekian lama bersahabat dengan Lyan, baru kali ini ia melihat Lyan menangis. Deana mulai berpikir macam-macam. Apakah pernyataan cinta Dirga membuat Lyan di bully para penggemar fanatiknya? Apa mereka menghinanya? Menyakitinya secara fisik karena merasa tak terima?Deana merasa miris melihat Lyan yang seperti ini. Meskipun belum tahu pasti apa penyebabnya kesedihan Lyan, namun Deana serasa ingin menangis bersamanya."Ma...maaf De, a...aku... nggak bawa...buah untukmu..." sahut Lyan sambil sesenggukan. Ia sibuk mengusap air matanya yang tak henti mengalir.Deana memeluknya. "Nggak perlu pikirin itu. Lagian aku juga udah mulai enakan. Yuk masuk dulu. Kamu tenangin diri didalam,"Lyan mengangguk. Deana menuntunnya masuk lalu segera menutup pintu. Lyan segera duduk di tepi kasur sementara Deana mengambilkan segela
Abi masih tidak bisa berhenti memikirkan Lyan. Di satu sisi ia terpana, Lily-nya telah tumbuh dewasa dan cantik meskipun hanya berpakaian kasual ala mahasiswa. Namun, sorot matanya tidak lagi ceria. Atau, apa tatapan itu hanya ditujukan padanya saja?Abi menggeliat gelisah. Pertemuan kembali dengan Lyan yang tak terduga telah mengubah fokusnya untuk sesaat. Ia menatap nomor ponsel Retania yang telah ia simpan. Bukankah seharusnya ia langsung saja mendekati gadis ini dengan gencar sesuai rencananya? Namun entah kenapa ia mulai tidak tertarik. Meskipun ternyata aslinya Retania begitu cantik.Ia mulai iseng membuka akun sosial medianya. Dan tiba-tiba terpikir untuk mencari akun Lyan. Tak butuh waktu lama, dalam beberapa detik, ia berhasil menemukannya. Sebuah akun bernama Lyan Keshwari. Abi tersenyum menatap foto profilnya yang ceria. Namun sayang, akunnya terkunci. Tanpa pikir panjang, Abi langsung meng-klik tombol permohonan pertemanan.***
"Pasti sengaja, kan?"Lyan dan Deana kompak menengadah, membatalkan suapan mereka begitu mendengar suara yang familiar ini. Dihadapan mereka, Dirga berdiri menjulang dan menatap lurus ke arah Lyan.Lyan memperhatikan sekeliling. Seisi kantin sibuk berbisik-bisik memperhatikan mereka. Ia menghela napas berat. Lagi-lagi cowok di hadapannya ini suka sekali berulah dengan membuat drama. Dan Lyan benci sekali ini.Lyan melirik Deana sekilas. Sahabatnya itu tampak menatap cemas ke arahnya. Kemudian Lyan kembali beralih menatap Dirga."Apa maksudmu sengaja?" tanya Lyan pura-pura tidak mengerti. Sedikit banyak, dia tahu apa yang dimaksud Dirga."Akun sosmedmu. Kenapa mendadak isinya kosong semua? Bahkan foto profilmu pun nggak ada," protes Dirga."Kan terserah aku. Itu akunku. Lagian aku udah konfirmasi akunmu. Apalagi yang kurang?" sahut Lyan santai.Dirga berdecak k
"Kita bisa sepakat untuk ini," ujar Dirga. Lyan menatapnya bingung, "maksudmu?""Aku tahu kau nggak mau berurusan dengan dosen itu. Kalian pernah ada sesuatu, kan? Aku bisa bantu,""Nggak usah!" tolak Lyan cepat."Kenapa?"Lyan menatap Dirga serius,"karena kita nggak lagi main drama sekarang. Kau mau bantu apa? Kita pura-pura pacaran, gitu? Mau bikin orang lain cemburu? Aku tahu, kau suka Retania, kan?""Ap...apa?""Jangan remehkan insting perempuan,"Dirga tertawa kecil. Dalam hati, ia benar-benar mengagumi Lyan."Satu lagi. Jangan pernah berpikir untuk menjadikan aku umpan hanya demi memancing perhatian Retania. Aku sibuk, nggak punya waktu untuk main-main dengan itu. Kau cuma perlu berhenti jadi playboy. Fokus aja ngejar Retania,"Dirga tertawa lagi. Lyan mengernyit heran menatapnya. "Aku heran kenapa kau terus tertaw
"Ma..."Anara melirik cepat ke arah Lila sebagai kode untuk merubah panggilannya."Tante..." Lila meralat panggilannya. Anara tersenyum lalu bertanya, "ada apa, sayang?"Lila menunjukkan sehelai kertas berisi gambar hasil karyanya. Gambar sebuah pemandangan pedesaan. "Bagus nggak, Tante?"Anara memperhatikannya dengan seksama, namun akhirnya ia tak terlihat berminat. "Bagus," jawabnya sekenanya."Tante suka?" tanya Lila lagi dengan mata berbinar. Anara menarik napas sesaat. "Suka. Tapi tante akan lebih suka lagi kalau Lila bisa menang di kompetisi piano," sahutnya. Wajah Lila lantas berubah murung. "Tapi piano sulit, Tante. Lila nggak berbakat. Lila lebih suka menggambar,"Anara menghela napas sesaat lalu mengusap lembut rambut Lila. "Tapi piano penting untuk masa depanmu, sayang. Kakek dan nenek, semuanya menginginkan Lila untuk jadi pianis hebat suatu hari nanti. Seperti ibu
Sambil menutup mulutnya karena tak menyangka dengan apa yang dia lihat, kaki Retania pun tak mampu bergerak. Dirga di depan sana, sedang tercebur ke dalam kolam renang akibat di pukul ayahnya. Melihat luka yang tergambar jelas di wajah Dirga, hati Retania ikut merasakan sakit. Dia jadi teringat pembicaraan mereka dulu."Kau tahu Reta, ada terlalu banyak hal yang kubenci di dunia ini.""Oh ya? Apa saja?""Aku benci belajar, benci keluargaku, dan terutama, aku benci ayahku."Retania terdiam, lalu akhirnya menyahut, "kenapa?""Karena dia itu pria paling brengsek di dunia. Karena kebrengsekannya, aku harus lahir di dunia ini. Dan dia juga mencampakkan ibuku, sampai akhirnya ibuku meninggalkan dunia ini tanpa ikut membawaku."Retania terdiam lagi. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana. Ia tumbuh di tengah-tengah keluarga yang bahagia dan terhormat. Tidak pe
Beberapa saat sebelumnya..."Kau...benar-benar datang?"Lyan menyambut kedatangan Dirga dengan ekspresi tidak percaya. Namun Dirga bisa melihat rasa iba di matanya. Seakan-akan akan ada hal buruk yang akan terjadi padanya setelah ini."Tentu saja. Mana mungkin aku berbohong padamu, kan?" Sahut Dirga santai sambil melepaskan helmnya dan turun dari motornya. "Sekarang bawa aku menemui ibunya Deana." Dirga langsung menarik tangan Lyan sementara Lyan masih terperangah.Lyan segera membawanya menemui Bu Narita dan memperkenalkan Dirga padanya. Bu Narita kemudian menjelaskan secara ringkas mengenai tugas yang harus Dirga lakukan kemudian memberikan seragam pakaian pada Dirga. Dan sama seperti Lyan, Dirga juga terlihat tampan dengan seragam itu."Kalian berdua benar-benar good-looking!" Puji Bu Narita saat melihat Lyan dan Dirga berdiri beriringan.&
Retania menaikkan kembali gaunnya namun tidak ada sedikit pun rasa malu yang tergambar di wajahnya meski aksi kemesraannya dipergoki oleh Anara. Berbeda dengan Abi yang kini tampak gugup, Retania justru merasa murka. Sekalipun dia sangat mengagumi Anara sebelumnya, tapi sikap wanita itu sangat ini benar-benar membuatnya amarahnya sudah berada di puncak kepala.Siapa juga yang bakalan suka kalau diganggu saat sedang mesra-mesranya?"Maaf kalau aku terdengar terlalu ikut campur... ""Anda memang terlalu ikut campur, Nona Anara!!" Potong Retania cepat dengan emosi yang terdengar jelas dari nada suaranya. Anara terdiam. Ia mengepalkan tangannya.Dasar, bocah-bocah zaman sekarang memang banyak tingkah!"Anda seharusnya tahu kalau kami sedang membutuhkan privasi. Kalaupun Anda melihatnya, bukankah sebaiknya Anda diam saja?" Cecar Retania.
"Nak, kita mendadak kekurangan pelayan. Mariani mendadak sakit. Deana bilang ada teman kalian yang mau jadi pelayan, benar begitu?" Tanya Narita dengan kecemasan di wajahnya."E-eh, iya Bu," Sahut Lyan gugup. Teman yang mau jadi pelayan? Dirga kah?"Bisa tolong hubungi temanmu itu? Dari tadi Ibu sudah mencoba menelepon Deana tapi tidak diangkat.""Baiklah, Bu. Sebentar ya."Lyan pamit untuk menelepon Dirga. Sebenarnya dia ragu untuk menawarkan ini pada Dirga. Karena di sini ada ayah beserta ibu tirinya. Dan juga Retania yang malam ini resmi mengumumkan hubungan romantisnya dengan Abi di depan publik."Hai Lyan. Ada apa? Kau butuh bantuan?" Nada ceria Dirga terdengar di seberang sana."Kami... Sedang butuh pelayan tambahan di sini. Salah seorang pelayan ada yang mendadak sakit. Apa kau..bisa datang?""Tentu! Acara k
"Boleh aku tahu ada ada sebenarnya dengan kehidupan puteri kalian yang katanya bahagia bersama jodohnya?"Wisnu dan Jeanita semakin pucat pasi mendengar perkataan Abi dengan nada ejekan di sana. Jeanita meggamit erat lengan suaminya, kode agar sebaiknya mereka pergi saja dari sana. Dan akhirnya, sepasang suami istri itu pun pergi.Abi menghela napas lega. Ia pun kembali memilih kudapannya. Seorang pelayan baru saja meletakkan beberapa jenis kudapan baru di atas meja hidang. Melihat salah satu kudapan tradisional favoritnya tersaji di sana, Abi langsung mengambilnya dengan penuh semangat."Wah, akhirnya ada juga kue tradisional! Ini kesukaanku! Terima kasih... Eh?? Lily?!"Suara Abi berubah menjadi pekikan saat menyadari siapa sosok pelayan yang barusan menghidangkan kudapan di atas meja. Dan ternyata itu adalah Lyan!"Lily? Kenapa bisa ada di sini?"
Lyan menatap dirinya di depan cermin di hadapannya. Ia merapikan penampilannya sekali lagi, memastikan seragam pelayan kombinasi hitam dan putih yang diberikan ibunya Deana ini tidak kusut sama sekali. Ia juga memperhatikan rambutnya yang sudah tertata rapi, disanggul kecil di belakang. Riasannya yang sederhana juga sudah pas. Bagaimanapun, sesuai arahan ibunya Deana, ia tidak perlu berpenampilan berlebihan.Lyan tersenyum sekali lagi sambil menyemangati diri. Jujur sebenarnya ia gugup sekali. Ini pertama kalinya ia bekerja di acara keluarga kelas atas. Reputasi keluarga Hardoyo sebagai pengusaha tambang sungguh tidak main-main. Dan karena ini pesta yang tidak terlalu besar, Lyan justru semakin gugup. Para tamu akan lebih mudah mengenalinya. Dan seperti cerita Dirga sebelumnya, Lyan cukup khawatir akan ada yang coba mempermainkannya."Semangat Lyan! Semangat!" Ia masih berusaha keras memberi sugesti pada dirinya sendiri. Kemudian
"Katakan padaku, siapa kau sebenarnya?" Tanya Dirga sambil menyodorkan sebuah minuman kaleng ke arah Lyan. Saat ini ia, Lyan, dan juga Deana sedang nongkrong di kafetaria kampus."Apa maksudmu?" Tanya Lyan heran.Dirga meneguk minumannya lalu menjawab, "yah, kau benar-benar orang yang penuh rahasia. Dan penuh kejutan juga. Kemarin kau ternyata kenal dengan dosen baru kita. Dan tiba-tiba hari ini kau mengenal artis itu juga. Besok besok siapa lagi yang akan kau kenal? Presiden Amerika? Atau apa jangan-jangan kau ini juga anak mafia?"Deana terkikik geli mendengar perkataan Dirga. Sementara Lyan segera melempar pelan kotak tisu yang ada di hadapannya ke arah Dirga dan cepat di tangkap cowok itu."Jangan-jangan kau juga keturunan ilmuwan? Guruku ini kan sangat pintar!" Celetuk Dirga lagi"Hentikan! Kau ini!" Kali ini Lyan juga tertawa kecil mendengar ledekan itu."Mungkin Lyan juga keturunan peraih Nobel Perdamaian
"Wahhh, pemandangannya bagus sekali disini!" Celetuk Anara riang ketika kakinya menyentuh lantai rooftop. Pemandangan seluruh kota terlihat dari atas sini. Sangat indah.Di ujung sana, Abi berdiri namun ia hanya membalikkan tubuhnya. Tapi Anara sangat yakin pria itu pasti menyadari kedatangannya. Ia tersenyum. Abi sungguh pintar memilih tempat yang bagus dan romantis untuk mereka berbicara berdua saja."Maaf lama menunggu, Abi..."Abi langsung membalikkan tubuhnya dan menatap Anara serius."Katakan apa tujuanmu sebenarnya!"Rahang Anara mengeras dan raut wajahnya tidak lagi seriang sebelumnya. Hatinya terluka karena hingga detik ini tidak ada keramahan dari Abi samasekali padahal Anara sudah melakukan berbagai hal sejauh ini untuk bisa dekat dengannya.Namun Anara berusaha untuk tetap memasang senyum manisnya. "Apa maksudmu, Abi? Aku t
Dan tentu saja, hari itu di Universitas Bina Darma, semua yang terjadi sesuai dugaan Anara."Hei!! Bukannya itu Anara Aryasena?!!""Wah...!! Dewi Estella!!""My God! Dewi Estella benar-benar ada di sini??!""Ya Tuhan... Dia benar-benar dewi! Dia sangat cantik!"Anara tersenyum sambil tetap melenggang anggun di sepanjang kawasan Universitas Bina Darma. Karena ia sedang berada di kampus, ia mencoba mengenakan busana yang lebih pantas. Dan ternyata, setelah blazer hitam dari desainer ternama, rambut yang diikat rendah ke belakang dengan sedikit anak rambut yang terurai di bagian depan, dan cukup dengan riasan minimalis yang cantik, pesonanya sukses mengguncang semua orang. Di tambah dengan kacamata hitam dan blazer yang tidak dikancing dan memperlihatkan dalaman berupa kemeja berwarna abu-abu, ia terlihat lebih kasual namun amat sangat keren. Setiap mata yang memandang tak hen